Share

BAB 5

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2024-12-24 19:58:31

“Evelyn akan tinggal dirumah ini mulai sekarang. Aku akan mempersiapkan kamar utama untuknya.” Kata Jake begitu mereka sampai rumah setelah Naina pulang dari rumah sakit.

Naina mengangguk tak banyak komentar, percuma dia menolak karena itu akan membuatnya semakin sakit hati.

“Aku akan pergi ke kamar.” Kata Naina dengan tenang lalu naik ke lantai dua.

Jake menatap punggung kecil Naina, tatapannya begitu dalam hingga akhirnya teralihkan saat Evelyn memeluk lengannya.

“Hari ini aku ingin makan es krim, bagaimana jika kita keluar dan ke kedai es krim?” Kata wanita itu dengan manis.

Jake langsung tersenyum, “Oke. Kita ajak Naina juga.”

Evelyn langsung berubah cemberut, “Aku hanya ingin berdua denganmu, bukankah dia baru kembali dari rumah sakit?”

Jake terdiam sesaat, menatap Evelyn yang kini merajuk seperti anak kecil. Senyuman tipis kembali terukir di wajahnya, tapi pandangannya menyiratkan keraguan yang sekilas.

“Baiklah,” kata Jake akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Kita pergi berdua saja.”

Evelyn langsung tersenyum lebar, memeluk lengan Jake dengan manja. “Tentu saja, sayang. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu.”

Namun, di lantai atas, Naina yang baru saja menutup pintu kamarnya tidak bisa menghindar dari suara percakapan mereka. Meski samar, ia tahu bahwa Evelyn sedang mengatur rencana untuk pergi bersama Jake. Lagi-lagi, ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.

Naina mendekati jendela kamarnya, membuka tirai sedikit, dan melihat Jake berjalan ke mobil bersama Evelyn. Mereka tampak seperti pasangan bahagia, sementara dirinya hanya seperti bayangan di pinggiran hidup Jake.

“Apa gunanya aku disini? Aku seperti istri pajangan yang tak berguna.” Gumamnya dengan tertawa miris.

Namun tiba-tiba dia mendengar suara dering dari ponselnya, dia menoleh dan mengangkat telepon dari rumah sakit dimana ayahnya dirawat.

“Halo?” Suara Naina terdengar pelan, seolah merasakan firasat buruk yang akan menghampirinya.

“Apakah ini wali dari tuan Arman? Di administrasi nomor ini yang menjadi kontak darurat jika terjadi sesuatu.” Kata perawat yang ada disana.

“Ya sus, saya anaknya. Apakah ada sesuatu yang terjadi pada ayah saya?” Tanya Naina dengan cepat.

“Maaf, Nyonya Naina,” kata suara di ujung telepon dengan nada hati-hati. “Kondisi ayah Anda memburuk pagi ini. Kami telah melakukan yang terbaik, tetapi sebaiknya Anda segera ke rumah sakit.”

Dunia Naina seolah berhenti sejenak. Tangannya gemetar memegang ponsel. “Baik, saya akan segera ke sana,” katanya sambil mencoba mengendalikan suaranya yang bergetar.

Setelah menutup telepon, Naina berdiri dengan linglung. Ia memandang sekilas ke luar jendela, melihat Jake dan Evelyn yang baru saja masuk ke mobil. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil tas dan jaket, lalu melangkah cepat menuju pintu depan.

Namun, saat ia membuka pintu, Evelyn memutar kepala ke arahnya dengan senyum sinis. “Kau mau kemana, Naina? Kau bahkan belum menyapa kami.”

Jake menatap Naina dengan kening berkerut. “Apa yang terjadi?”

“Ayahku...” Suaranya serak, matanya berkaca-kaca. “Ayahku sedang kritis. Aku harus ke rumah sakit sekarang.”

Jake menghela nafas panjang, terlihat kesal. “Kau selalu datang dengan drama. Mobilmu ada di bengkel sekarang, kalau mau ke rumah sakit pakai taxi.”

Naina yang mendengar itu langsung memegang tangan Jake sambil memohon, “Tolong antarkan aku, sekali ini saja.” Kata Naina sambil menangis.

Namun tangannya langsung ditepis oleh Jake, “Aku sudah berjanji pada Evelyn mengajaknya beli es krim. Pesan taxi saja!” Katanya dengan tak berperasaan.

Naina menatap Jake dengan mata yang penuh air mata, namun pria itu tetap tak bergeming. Evelyn yang berada di sebelahnya hanya tersenyum kecil, seolah menikmati kehancuran hati Naina. 

Dengan nafas yang terisak, Naina mengangguk pelan, mencoba menelan rasa sakit yang menghimpit hatinya. “Baik, aku akan pesan taksi,” katanya lemah, lalu berbalik menuju dalam rumah untuk mengambil ponselnya.

Saat ia berjalan ke dalam, langkahnya terasa berat, seolah tubuhnya enggan bergerak. Namun, ia tahu ia tidak punya pilihan. Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang tersisa, dan ia tidak bisa membiarkan siapapun menghalanginya untuk berada di sisi pria itu.

Naina segera memesan taksi, lalu menunggu di depan rumah dengan tubuh yang gemetar. Di kejauhan, ia mendengar suara tawa Jake dan Evelyn yang sedang bercanda di dalam mobil sebelum mereka pergi. 

Ketika taksi tiba, Naina masuk tanpa berkata apa-apa. Selama perjalanan ke rumah sakit, ia menggenggam erat tas kecilnya, mencoba menenangkan diri. Namun, pikirannya terus-menerus kembali ke Jake dan betapa kejamnya pria itu. Apa yang telah terjadi pada lelaki yang dulu berjanji akan melindunginya dari segala hal?

Sesampainya di rumah sakit, Naina berlari menuju kamar ayahnya dengan langkah tergesa-gesa. Nafasnya terengah-engah saat ia membuka pintu dan melihat ayahnya terbaring lemah, dikelilingi oleh alat-alat medis.

“Ayah…” Suaranya pecah saat ia mendekati ranjang dan menggenggam tangan ayahnya yang dingin. 

Dokter sudah menangani ayahnya tapi sepertinya kondisi ayahnya sangat parah.

“Nyonya Naina, bisa bicara di ruangan saya?” Tanya dokter itu pada Naina.

Naina mengangguk lalu menghapus air matanya, kemudian berjalan ke arah ruangan dokter yang beberapa tahun ini menangani ayah-nya.

“Dok bagaimana kondisi ayah saya?” Tanya Naina begitu dia sampai dan duduk di depan meja dokter tersebut.

Helaan nafas berat terdengar dari dokter itu, lalu memandang Naina. “Sebenarnya saya tidak ingin mengatakannya, tapi kondisi ayah anda sangat buruk. Bahkan bertahan satu bulan pun rasanya sulit.” Kata dokter tersebut.

Naina terkejut, “Bagaimana bisa dok? Bukankah ayah saya selalu mendapatkan perawatan terbaik? Apakah pengobatan kanker otaknya tak mempan lagi untuk ayah saya?” Tanya Naina.

“Nyonya, apakah anda tahu selama dua tahun ini bagaimana perawatan ayah anda?” Tanya dokter dengan ragu.

Naina mengangguk, “Kata suami saya, dia telah memberikan banyak uang untuk pengobatan ayah saya. Saya tahu biaya pengobatan kanker otak tidak sedikit tapi setiap bulan suami saya mengirim uang ke rumah sakit.” 

Dokter itu menatap Naina dengan raut prihatin yang sulit disembunyikan. Ia menghela nafas panjang sebelum berbicara. “Nyonya Naina, selama dua tahun terakhir ini, pengobatan ayah Anda telah mengalami banyak hambatan. Beberapa kali pembayaran terlambat, sehingga kami hanya bisa memberikan pengobatan standar, bukan yang terbaik sesuai kebutuhan ayah Anda.”

Naina terkejut, matanya melebar. “Terlambat? Bagaimana mungkin? Jake selalu mengatakan bahwa ia mengirimkan uang tepat waktu. Dia bahkan mengatakan itu biaya yang sangat besar!”

Dokter itu mengangguk pelan. “Saya tidak tahu detail keuangannya, tetapi data kami menunjukkan bahwa ada banyak pembayaran yang tertunda. Bahkan beberapa kali kami harus menghentikan pengobatan karena dana tidak tersedia.”

Kepala Naina mulai berdenyut, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Jika Jake tidak benar-benar membayar pengobatan ayahnya tepat waktu, ke mana uang itu pergi? 

“Apakah ini sebabnya kondisi ayah saya semakin buruk, Dok?” tanya Naina dengan suara serak, berusaha menahan tangisnya.

“Saya tidak ingin menyalahkan siapapun, tetapi pengobatan kanker otak seperti ini sangat tergantung pada konsistensi perawatan dan terapi. Tanpa itu, perkembangan penyakit bisa menjadi sangat cepat.”

Naina merasa tubuhnya melemas. Air matanya mulai mengalir tanpa bisa ditahan. Ia merasa marah, sedih, dan kecewa. Selama ini, ia menahan semua perlakuan buruk Jake dengan keyakinan bahwa suaminya setidaknya menjaga ayahnya dengan baik. Namun kenyataan ini membuat keyakinannya hancur berkeping-keping.

“Dokter, apa yang bisa saya lakukan sekarang?” tanyanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

“Yang terbaik adalah mempersiapkan diri untuk yang terburuk, tetapi jika Anda bisa menemukan cara untuk mendapatkan dana tambahan, mungkin kita bisa mencoba perawatan eksperimental atau setidaknya memperpanjang waktu ayah Anda sedikit lebih lama.”

Naina mengangguk, “Saya baru punya seratus juta di rekening saya, apakah itu cukup?”

Dokter mengangguk, “Untuk sementara cukup, saya akan berusaha yang terbaik.”

Naina mengangguk lalu pergi ke administrasi untuk membayar perawatan yang dibutuhkan ayah-nya.

“Jake, apa selama ini aku terus ditipu olehmu?” Gumam Naina sambil meremas bukti pembayaran.

“Aku bersumpah! bahkan sampai mati, aku akan membalaskan setiap darah yang aku keluarkan demi pengkhianatanmu!!”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marlina Yulita
balaskan ya
goodnovel comment avatar
Ibu Yanie
kasian banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 6

    Hujan mengguyur kota.Pakaian basah kuyup dan juga mata sembab itu membuat Naina tampak begitu menyedihkan.Suara gelak tawa di dalam mansion membuat sakit Naina semakin dalam, dengan cepat dia membuka pintu itu dengan kasar.Suara yang begitu keras membuat tawa dua insan yang tengah duduk bersama di ruang keluarga itu berhenti.“NAINA! Apa kau tak punya sopan santun!!” Teriak Jake, jelas pria itu marah.Naina tak peduli, dia berjalan cepat menuju ke arah mereka berdua.Tatapannya seolah ingin membunuh mereka.Jake yang menyadari keanehan istrinya langsung berdiri, lalu mendorong tubuh itu sedikit menjauh. “Kau basah seperti ini malah mendekat ke sini. Tidak lihat karpet mahalku jadi kotor!”Naina masih diam, bibirnya terkatup seolah menahan semuanya agar tak keluar.Evelyn langsung memegang tangan Jake, lalu memasang wajah lemah. “Jake, aku sepertinya pusing. Apa kau bisa mengantarkanku ke kamar?”Jake langsung mengangguk, lalu menggendong Evelyn menuju ke kamarnya sambil menyenggol t

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 7

    Canggung.Itu yang dirasakan oleh Naina sekarang.Ruangan mewah yang bertuliskan president suite itu membuatnya gelisah. Dia tak menyangka Marven akan membawanya ke ruangan yang terlihat untuk tamu penting itu.“Kenapa diam disitu?” Tanya Marven saat melihat Naina seolah tak berani masuk.“S-saya rasa ruangan ini terlalu mewah, saya takut mengotorinya.” Jawab Naina dengan jujur.Marven menaikkan alisnya, lalu duduk dengan tenang sambil menatap Naina dengan serius.“Duduk.” Titahnya penuh otoritas.Naina terkejut, tapi tatapan tajam Marven membuat Naina ketakutan dan buru-buru duduk di sofa empuk itu.“Jadi…” Ucapan Marven menggantung.Naina segera angkat bicara, “Selamat siang tuan Marven, saya Naina Rosely. Mungkin anda masih mengingat wanita yang anda tolong beberapa hari yang lalu. Anda meninggalkan kartu nama anda pada saya, jadi saya berpikir untuk berterima kasih secara langsung dan meminta bantuan anda.” Kata Naina segera.Marven mengamati Naina, lama hening akhirnya pria itu be

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 8

    “Terima kasih, pak.” Kata Naina sopan, saat dia sudah diantar sampai di rumahnya.“Rumah anda bagus ya Nona,” Kata supir Marven pada Naina yang melihat rumahnya dan Jake dari dalam mobil.“Ah– itu rumah suami saya.” Kata Naina dengan sopan.“Oh anda sudah menikah? Maafkan saya, saya kira anda masih lajang hingga saya panggil Nona.”Naina mengangguk dan hanya tersenyum formal lalu keluar dari mobil itu untuk menghindari pertanyaannya selanjutnya.Begitu mobil itu menjauh, Naina langsung berbalik dan tubuhnya langsung menegang saat melihat Jake tengah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Mobil siapa yang mengantarmu tadi?” Tanya Jake seolah menyelidik.Naina berusaha tetap tenang, “Itu mobil orang baik, tadi bertemu di rumah sakit.” Katanya pelan.“Ck, kau buang-buang waktu saja ke rumah sakit. Ayahmu juga tak bisa sembuh jika kau terus jenguk, lebih baik kau rawat Evelyn. Dia butuh gizi baik untuk pemulihannya!”Naina menatap ke arah Jake, tatapan yang dalam suli

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 9

    Ruang kerja itu didominasi oleh warna hitam, dengan sentuhan emas di beberapa sudut yang memberikan kesan mewah, meski tetap terasa suram.Seorang pria duduk di kursi kerjanya, wajahnya memperlihatkan ekspresi tak sabar. Tangannya mengetuk meja kayu berukir dengan ritme pelan, menciptakan ketegangan di udara."Katakan," ucapnya dengan suara rendah namun penuh otoritas, memecah kesunyian yang menggantung di ruangan itu.“Sesuai perintah. Saya telah menyelidiki rumah tangga Naina Rosely, tuan. Memang, disana terlihat tidak harmonis dan juga ada wanita lain yang tinggal disana. Sepertinya, suami dari Naina Rosely berselingkuh secara terang-terangan di depan istrinya sendiri. Selain itu juga, Naina Rosely juga sering mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Itu saja laporan singkat yang bisa saya sampaikan, dokumentasi dan keterangan lengkap sudah saya kirim melalui email.” Kata pria itu dengan sopan.Marven, pria itu tampak mengerutkan dahinya. “Berapa lama?”“Mungkin sejak tahun kedua

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 10

    Ini adalah hari kedua Naina bekerja di mansion Tuner.Dan hari kedua ini, Naina bisa mulai bekerja setelah kemarin baru acara pengenalan dan juga memahami sistem kerja di mansion Tuner.Sebagai asisten rumah tangga, ternyata pekerjaannya tidak terlalu banyak seperti yang dia pikir. Dia hanya perlu mengawasi kinerja pelayan dan juga mengecek rasa masakan yang akan dihidangkan untuk Marven sekaligus melayani pria itu dari dekat.Naina pikir, itu adalah hal yang mudah.Dia bahkan dijemput oleh pak Johan, supir pribadi Marven sendiri. Dalam perjalanan Naina tak berhenti untuk tidak tersenyum, apalagi Jake tak ada dirumah karena sedang liburan dengan Evelyn.“Naina, ini sudah sampai di toko roti yang anda maksud. Apakah saya saja yang memesannya?” Tanya pak Johan, meskipun pria paruh baya itu sedikit canggung memanggil Naina dengan nama langsung, tapi bagi Naina itu lebih baik daripada dipanggil dengan nyonya ataupun nona.“Biar saya saja Pak. Pak Johan tunggu disini sebentar ya.” Kata Nai

    Last Updated : 2025-01-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 11

    “Naina? Hei..”Naina yang tadi melamun langsung menyadarkan diri dari lamunannya, tangannya masih gemetar memegang kontrak kerja itu.“Saya bisa menambahkan gaji kamu jika itu kurang. Asuransi kesehatan itu tidak hanya kamu yang dapat, tapi ayahmu. Jadi, Kamu tidak perlu memikirkan uang lagi untuk pengobatan ayahmu.” Kata Marven dengan nada suara rendah.Naina menatap ke arah Marven dengan mata bergetar, jelas dia sangat bingung sekaligus senang. Tanpa sadar dia langsung turun dari sofa itu dan berlutut di hadapan pria itu.“T-tuan, saya sangat berterima kasih. Anda sangat baik, terima kasih, terima kasih.” Kata Naina yang terus menundukkan kepalanya hampir bersujud di kaki Marven.Marven segera berdiri dan langsung memegang bahu Naina dan menyuruhnya bangkit.Marven tampak sedikit tidak nyaman dengan sikap Naina yang begitu rendah hati hingga berlutut. Dengan cepat, dia membungkuk sedikit dan memegang bahu Naina, membantunya berdiri. "Naina, berdirilah. Tidak perlu seperti ini," kata

    Last Updated : 2025-01-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 12

    Keluar dari ruang kerja Marven, Naina tampak bingung harus mengerjakan apalagi. Melihat para pekerja lain yang melakukan tugasnya dengan baik, membuat dia tak memiliki banyak hal yang harus dia urus.Tanpa sadar, dia berjalan ke arah taman bunga di belakang mansion. Bunga-bunga yang mekar dengan cantik itu membuat Naina tersenyum.“Ruangan tuan Marven terlihat suram, apa aku harus memetik beberapa tangkai dan menaruhnya di beberapa sudut ruang kerja itu?” Gumam Naina, hingga setelah berpikir lama dia akhirnya memetik berbagai macam bunga disana dan membawanya masuk ke dalam mansion.“Apakah ada vas bunga disini?” Tanya Naina pada pelayan lain yang ada di belakang.Pelayan yang ditanya Naina tampak sedikit terkejut sebelum segera mengangguk. "Ada, Bu Naina. Saya bisa mengambilkan untuk Anda. Vas bunga biasanya disimpan di pantry dekat dapur.""Baik, terima kasih. Kalau begitu, tolong ambilkan satu yang ukurannya sedang," kata Naina dengan senyum hangat.Pelayan itu segera bergegas, sem

    Last Updated : 2025-01-08
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 13

    “Ambil dua kantong darahnya!” perintah Jake dengan senyum puas, sambil mendorong tubuh Naina ke ranjang rumah sakit.Suster yang mendengar itu segera mengangguk. “Baik, Tuan,” jawabnya sopan sebelum mulai menyiapkan alat-alat untuk mengambil darah.Naina hanya bisa terdiam, pasrah. Ketika jarum mulai menusuk kulitnya, ia merasakan air mata mengalir tanpa bisa dicegah. Rasa sakit di hatinya jauh lebih besar daripada di lengannya.Melihat air mata itu, suster tampak salah paham. “Apakah terasa sakit, Nyonya?” tanyanya lembut, dengan nada penuh perhatian.“Sakit,” jawab Naina dengan suara lirih, hampir seperti bisikan. Namun, bukan jarum itu yang menyakitinya. Luka yang ia rasakan berasal dari kenyataan pahit yang tak bisa ia ubah.Dia pikir, jika dia bisa melepaskan diri dari Jake, maka akan menjadi akhir dari penderitaannya. Tapi kenyataannya, Jake masih memiliki cengkeraman kuat dalam hidupnya. Jika bukan karena ayahnya, Naina tidak akan pernah sudi mendonorkan darahnya untuk wanita ya

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 105

    “Awas, hati-hati,” kata Marven saat membantu Naina turun dari mobil.Nyonya Sisca yang melihat itu tersenyum tipis,”Kalian membuatku iri saja.”“Terlambat, bibi sudah tidak laku di pasaran,” kata Marven dengan tenang sambil menggandeng tangan Naina.Nyonya Sisca langsung melotot tajam. “Hei, kurang ajar! Aku ini masih laku, tahu!” Marven hanya mengangkat bahu dengan santai. “Oh ya? Mana buktinya?” Naina menahan tawa melihat interaksi keduanya. “Bibi masih sangat cantik, pasti banyak yang tertarik,” katanya mencoba menenangkan suasana. Nyonya Sisca tersenyum bangga sambil melirik Marven. “Lihat? Naina saja tahu.” Marven mendengus pelan lalu kembali fokus menggandeng tangan Naina. “Baiklah, kalau bibi merasa masih laku, cepat cari pasangan supaya tidak mengganggu kami.” Nyonya Sisca terkekeh, lalu menggeleng. “Tidak semudah itu, Nak. Aku masih ingin melihat bagaimana kau menangani hubunganmu sendiri.” Naina tersenyum canggung, sementara Marven hanya mendesah pasrah. Perjalan

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 104

    “Kenapa?” tanya Nyonya Sisca dengan santai, “lihat, Naina tampak tak keberatan jika menginap.”Marven mendengus, “Tidak boleh, dia harus pulang!”Rosana yang mendengar itu semakin kesal karena dua orang sedang memperebutkan wanita itu sedangkan dia diabaikan begitu saja.“Kak, biarkan saja Naina pergi. Lebih baik kakak temani aku untuk memilih kado untuk ulang tahun kakek yang sebentar lagi diadakan,” kata Rosana dengan lembut.Nyonya Sisca tersenyum miring, “Lihat, adikmu perlu ditemani jadi jangan ganggu bisnisku.”Marven melirik Rosana sekilas sebelum kembali menatap Naina. “Kalau begitu, saya ikut.” Naina mengerjap, sedikit terkejut. “Apa?” Rosana langsung merajuk, “Kak! Aku yang membutuhkanmu sekarang, bukan dia!” Marven tetap tenang, tapi suaranya penuh ketegasan. “Ben bisa menemanimu memilih hadiah. Saya akan pergi dengan Naina.” Rosana menggigit bibirnya, merasa semakin diabaikan. Nyonya Sisca tertawa kecil, menyesap tehnya dengan santai. “Kalau kau ikut, siapa yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 113

    “Sudah satu jam, sepertinya Marven tidur disana,” gumam Naina pelan.Akhirnya dia tak menunggu lagi, dengan cepat dia mematikan lampu kamar dan menutupi dirinya dengan selimut tebal.Namun, baru saja Naina mencoba memejamkan mata, pintu kamar terbuka dengan pelan. Marven masuk dengan langkah tenang, lalu menutup pintunya kembali. Suara kunci yang diputar membuat Naina yang berpura-pura tidur langsung sadar. Dia merasakan ranjang di sebelahnya sedikit tenggelam ketika Marven duduk di sana. “Kamu pura-pura tidur?” suara beratnya terdengar di kegelapan. Naina tidak menjawab, tetap diam di bawah selimutnya. Marven tersenyum tipis, lalu dengan santai menarik selimut itu hingga wajah Naina terlihat. “Saya tidak tidur di sana. Saya hanya menunggu sampai dia tertidur.” Naina mengerjapkan mata, menatap Marven dalam cahaya redup. “Kamu tidak perlu menjelaskannya,” katanya pelan. “Tapi saya ingin,” balas Marven dengan suara rendah, lalu berbaring di sampingnya. Pria itu langsung ik

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 112

    “Kamu lupa itu sudah menjadi kamar Rosana?” Tiba-tiba suara Marven terdengar kala Naina ingin masuk ke kamar yang biasa dia gunakan.“Ah– maaf, saya akan tidur di mess pelayan,” kata Naina dengan cepat lalu berbalik.Namun, tangannya langsung di cekal oleh Marven, “Kamu marah?”Naina menatap tangan Marven yang mencengkeram pergelangannya, lalu mengalihkan pandangan ke wajah pria itu. Matanya yang biasanya tenang kini menunjukkan sedikit kekecewaan.“Kenapa saya harus marah?” tanyanya, suaranya terdengar datar.Marven menghela napas, menatapnya dalam. “Kalau kamu tidak marah, kenapa ingin tidur di mess pelayan? Tempatmu di sini, bukan di sana.”Naina tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Karena kamar ini sudah ditempati Rosana.”Marven yang mendengar itu langsung menarik Naina ke kamar yang ada di depan kamar tersebut lalu dengan cepat dia menutup dan menguncinya.Tubuh Naina langsung di himpit oleh tubuh besar itu di depan pintu.“Bukankah ini jadi kesempatan kit

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 111

    “Ini makanan penutup malam ini, tapi hari ini hanya sempat membuat puding saja.” Kata Naina sambil menaruh puding di depan Marven dan tak lupa juga memberikan untuk Rosana.“Puding? Kau tak tahu jika kakak tidak suka makanan manis?” kata Rosana dengan ketus.Naina menatap bingung adik tiri Marven itu, dia tak tahu jika Marven tak menyukai makanan manis. Tapi, dulu Marven sendiri yang bilang dia menyukainya. Yang benar yang mana?Marven menatap puding di depannya, lalu mengangkat sendok dan mengambil sesendok kecil.“Saya tidak suka makanan manis?” Marven mengulang ucapan Rosana sambil melirik ke arahnya. “Sejak kapan kamu tahu selera saya?”Rosana terdiam, wajahnya seketika tegang. “Aku… aku hanya ingat dulu kakak jarang makan makanan manis.”Marven tidak menjawab, ia hanya melanjutkan makan puding buatan Naina tanpa ragu. “Pudingnya enak,” katanya santai, membuat Naina tersenyum kecil.Rosana mengepalkan tangannya di bawah meja. Keakraban ini membuatnya semakin tidak nyaman.Hingga s

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 110

    “Aku dengar Rosana kembali.” Suara Nyonya Sisca membuat Naina yang sebelumnya sedang fokus pada dokumen yang diberikan padanya sedikit buyar.“Benar, bibi.” Katanya dengan singkat namun jelas.“Yah, anak itu memang sedikit manja. Tapi, kau harus hati-hati dengannya.” Kata Nyonya Sisca dengan tenang.Naina menatap Nyonya Sisca dengan sedikit bingung. "Kenapa, Bibi?"Nyonya Sisca menyilangkan tangan di depan dadanya, ekspresinya sulit ditebak. "Rosana itu tidak sebodoh kelihatannya. Dia tahu bagaimana mendapatkan apa yang dia inginkan, dan biasanya dia tidak peduli siapa yang harus disingkirkan untuk itu."Naina terdiam untuk beberapa saat, namun dia sepertinya tak perlu mengurus hal ini.“Terima kasih atas peringatannya, bibi. Tapi sepertinya Rosana tak mungkin menganggap saya saingannya yang harus disingkirkan. Bukankah kita akan menjadi keluarga?”Nyonya Sisca tersenyum kecil, tapi ada kilatan tajam di matanya. “Keluarga, ya? Ya semoga begitu.” Katanya sambil pergi meninggalkan Nain

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 109

    “Kakak!”Suara melengking itu membuat mansion yang biasanya tenang langsung pecah, Naina yang tadinya membantu pelayan menyiapkan sarapan seperti biasa langsung menoleh.“Siapa dia?” Tanya Naina pada pelayan di sampingnya.“Oh, itu Nona Rosana. Adik tiri tuan Marven, Nyonya.” Kata pelayan itu dengan ramah.Naina yang mendengar itu mengangguk, dia benar-benar belum tahu anggota keluarga besar Tuner dan sepertinya mulai sekarang dia harus mencari tahu agar bisa menyambut mereka jika datang.Dengan cepat dia langsung menghampiri wanita itu, dan tersenyum ramah.Namun, saat Naina mendekat Rosana langsung menatapnya sinis. “Kau pelayan baru? Dimana kakak, apa masih tidur? Sepertinya aku akan membangunkannya.” Naina terdiam sejenak, tapi senyumnya tidak luntur. Dia bisa merasakan ketidaksukaan dalam nada bicara Rosana, tapi memilih untuk tetap tenang.“Dia masih mandi, mungkin sekarang sudah selesai.” Katanya dengan lembut.Rosana langsung melirik tajam, “Kenapa kau begitu tahu? Dan bagaim

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 108

    “Marven, dengarkan saya dulu.”“Apa, Naina? Saya benar-benar tak ingin kamu mengikuti jejak bibi. Saya bisa memberikan semua yang kamu butuhkan, harta, status dan juga jabatan yang kamu inginkan. Apalagi yang kurang?” Kata Marven dengan serius.Naina menatap Marven dengan sorot yang sulit diartikan. Hatinya terasa sesak mendengar kata-kata itu.“Marven, saya tidak butuh harta, status, atau jabatan dari kamu,” katanya pelan, tapi tegas.”Tapi saya ingin pantas. Pantas berada disisimu tanpa direndahkan oleh orang lain.”Marven terdiam, tatapannya melembut saat melihat ketulusan di mata Naina. “Kamu tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun, Naina,” katanya lirih. Naina menggeleng, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Bukan untuk mereka, Marven. Tapi untuk saya sendiri. Saya ingin berdiri di sampingmu sebagai seseorang yang setara, bukan hanya sebagai wanita yang berlindung di balik namamu.” Marven mengepalkan tangannya, berusaha menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya.

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 107

    Nyonya Sisca langsung buru-buru mendekati Marven, dia takut jika ponakannya itu mengacaukan semuanya.“Marven, kau datang.” katanya dengan ramah, berusaha meredakan aura kemarahan yang tiba-tiba muncul.Marven mengabaikan Nyonya Sisca begitu saja, tapi wanita itu langsung memegang tangannya dan menggeleng.“Biarkan dia menyelesaikan sambutannya dulu.” katanya penuh permohonan, karena ini juga demi kebaikan mereka.Marven menatap Nyonya Sisca dengan tajam, rahangnya mengeras. Namun, setelah beberapa detik, dia menarik napas dalam dan menoleh ke arah podium. Naina masih berdiri di sana, berbicara dengan percaya diri di hadapan para tamu. Dia terlihat anggun dalam balutan gaun mewah itu, suaranya tenang namun penuh wibawa. Marven mengepalkan tangannya. ‘Seharusnya dia yang melindungi Naina, bukan membiarkan wanita itu menghadapi semua ini sendirian.’Di sampingnya, Nyonya Sisca berbisik pelan, “Aku tahu kau marah, tapi lihatlah dia, Marven. Naina bukan wanita lemah. Dia bisa menghada

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status