Share

BAB 5

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 19:58:31

“Evelyn akan tinggal dirumah ini mulai sekarang. Aku akan mempersiapkan kamar utama untuknya.” Kata Jake begitu mereka sampai rumah setelah Naina pulang dari rumah sakit.

Naina mengangguk tak banyak komentar, percuma dia menolak karena itu akan membuatnya semakin sakit hati.

“Aku akan pergi ke kamar.” Kata Naina dengan tenang lalu naik ke lantai dua.

Jake menatap punggung kecil Naina, tatapannya begitu dalam hingga akhirnya teralihkan saat Evelyn memeluk lengannya.

“Hari ini aku ingin makan es krim, bagaimana jika kita keluar dan ke kedai es krim?” Kata wanita itu dengan manis.

Jake langsung tersenyum, “Oke. Kita ajak Naina juga.”

Evelyn langsung berubah cemberut, “Aku hanya ingin berdua denganmu, bukankah dia baru kembali dari rumah sakit?”

Jake terdiam sesaat, menatap Evelyn yang kini merajuk seperti anak kecil. Senyuman tipis kembali terukir di wajahnya, tapi pandangannya menyiratkan keraguan yang sekilas.

“Baiklah,” kata Jake akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Kita pergi berdua saja.”

Evelyn langsung tersenyum lebar, memeluk lengan Jake dengan manja. “Tentu saja, sayang. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu.”

Namun, di lantai atas, Naina yang baru saja menutup pintu kamarnya tidak bisa menghindar dari suara percakapan mereka. Meski samar, ia tahu bahwa Evelyn sedang mengatur rencana untuk pergi bersama Jake. Lagi-lagi, ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.

Naina mendekati jendela kamarnya, membuka tirai sedikit, dan melihat Jake berjalan ke mobil bersama Evelyn. Mereka tampak seperti pasangan bahagia, sementara dirinya hanya seperti bayangan di pinggiran hidup Jake.

“Apa gunanya aku disini? Aku seperti istri pajangan yang tak berguna.” Gumamnya dengan tertawa miris.

Namun tiba-tiba dia mendengar suara dering dari ponselnya, dia menoleh dan mengangkat telepon dari rumah sakit dimana ayahnya dirawat.

“Halo?” Suara Naina terdengar pelan, seolah merasakan firasat buruk yang akan menghampirinya.

“Apakah ini wali dari tuan Arman? Di administrasi nomor ini yang menjadi kontak darurat jika terjadi sesuatu.” Kata perawat yang ada disana.

“Ya sus, saya anaknya. Apakah ada sesuatu yang terjadi pada ayah saya?” Tanya Naina dengan cepat.

“Maaf, Nyonya Naina,” kata suara di ujung telepon dengan nada hati-hati. “Kondisi ayah Anda memburuk pagi ini. Kami telah melakukan yang terbaik, tetapi sebaiknya Anda segera ke rumah sakit.”

Dunia Naina seolah berhenti sejenak. Tangannya gemetar memegang ponsel. “Baik, saya akan segera ke sana,” katanya sambil mencoba mengendalikan suaranya yang bergetar.

Setelah menutup telepon, Naina berdiri dengan linglung. Ia memandang sekilas ke luar jendela, melihat Jake dan Evelyn yang baru saja masuk ke mobil. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil tas dan jaket, lalu melangkah cepat menuju pintu depan.

Namun, saat ia membuka pintu, Evelyn memutar kepala ke arahnya dengan senyum sinis. “Kau mau kemana, Naina? Kau bahkan belum menyapa kami.”

Jake menatap Naina dengan kening berkerut. “Apa yang terjadi?”

“Ayahku...” Suaranya serak, matanya berkaca-kaca. “Ayahku sedang kritis. Aku harus ke rumah sakit sekarang.”

Jake menghela nafas panjang, terlihat kesal. “Kau selalu datang dengan drama. Mobilmu ada di bengkel sekarang, kalau mau ke rumah sakit pakai taxi.”

Naina yang mendengar itu langsung memegang tangan Jake sambil memohon, “Tolong antarkan aku, sekali ini saja.” Kata Naina sambil menangis.

Namun tangannya langsung ditepis oleh Jake, “Aku sudah berjanji pada Evelyn mengajaknya beli es krim. Pesan taxi saja!” Katanya dengan tak berperasaan.

Naina menatap Jake dengan mata yang penuh air mata, namun pria itu tetap tak bergeming. Evelyn yang berada di sebelahnya hanya tersenyum kecil, seolah menikmati kehancuran hati Naina. 

Dengan nafas yang terisak, Naina mengangguk pelan, mencoba menelan rasa sakit yang menghimpit hatinya. “Baik, aku akan pesan taksi,” katanya lemah, lalu berbalik menuju dalam rumah untuk mengambil ponselnya.

Saat ia berjalan ke dalam, langkahnya terasa berat, seolah tubuhnya enggan bergerak. Namun, ia tahu ia tidak punya pilihan. Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang tersisa, dan ia tidak bisa membiarkan siapapun menghalanginya untuk berada di sisi pria itu.

Naina segera memesan taksi, lalu menunggu di depan rumah dengan tubuh yang gemetar. Di kejauhan, ia mendengar suara tawa Jake dan Evelyn yang sedang bercanda di dalam mobil sebelum mereka pergi. 

Ketika taksi tiba, Naina masuk tanpa berkata apa-apa. Selama perjalanan ke rumah sakit, ia menggenggam erat tas kecilnya, mencoba menenangkan diri. Namun, pikirannya terus-menerus kembali ke Jake dan betapa kejamnya pria itu. Apa yang telah terjadi pada lelaki yang dulu berjanji akan melindunginya dari segala hal?

Sesampainya di rumah sakit, Naina berlari menuju kamar ayahnya dengan langkah tergesa-gesa. Nafasnya terengah-engah saat ia membuka pintu dan melihat ayahnya terbaring lemah, dikelilingi oleh alat-alat medis.

“Ayah…” Suaranya pecah saat ia mendekati ranjang dan menggenggam tangan ayahnya yang dingin. 

Dokter sudah menangani ayahnya tapi sepertinya kondisi ayahnya sangat parah.

“Nyonya Naina, bisa bicara di ruangan saya?” Tanya dokter itu pada Naina.

Naina mengangguk lalu menghapus air matanya, kemudian berjalan ke arah ruangan dokter yang beberapa tahun ini menangani ayah-nya.

“Dok bagaimana kondisi ayah saya?” Tanya Naina begitu dia sampai dan duduk di depan meja dokter tersebut.

Helaan nafas berat terdengar dari dokter itu, lalu memandang Naina. “Sebenarnya saya tidak ingin mengatakannya, tapi kondisi ayah anda sangat buruk. Bahkan bertahan satu bulan pun rasanya sulit.” Kata dokter tersebut.

Naina terkejut, “Bagaimana bisa dok? Bukankah ayah saya selalu mendapatkan perawatan terbaik? Apakah pengobatan kanker otaknya tak mempan lagi untuk ayah saya?” Tanya Naina.

“Nyonya, apakah anda tahu selama dua tahun ini bagaimana perawatan ayah anda?” Tanya dokter dengan ragu.

Naina mengangguk, “Kata suami saya, dia telah memberikan banyak uang untuk pengobatan ayah saya. Saya tahu biaya pengobatan kanker otak tidak sedikit tapi setiap bulan suami saya mengirim uang ke rumah sakit.” 

Dokter itu menatap Naina dengan raut prihatin yang sulit disembunyikan. Ia menghela nafas panjang sebelum berbicara. “Nyonya Naina, selama dua tahun terakhir ini, pengobatan ayah Anda telah mengalami banyak hambatan. Beberapa kali pembayaran terlambat, sehingga kami hanya bisa memberikan pengobatan standar, bukan yang terbaik sesuai kebutuhan ayah Anda.”

Naina terkejut, matanya melebar. “Terlambat? Bagaimana mungkin? Jake selalu mengatakan bahwa ia mengirimkan uang tepat waktu. Dia bahkan mengatakan itu biaya yang sangat besar!”

Dokter itu mengangguk pelan. “Saya tidak tahu detail keuangannya, tetapi data kami menunjukkan bahwa ada banyak pembayaran yang tertunda. Bahkan beberapa kali kami harus menghentikan pengobatan karena dana tidak tersedia.”

Kepala Naina mulai berdenyut, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Jika Jake tidak benar-benar membayar pengobatan ayahnya tepat waktu, ke mana uang itu pergi? 

“Apakah ini sebabnya kondisi ayah saya semakin buruk, Dok?” tanya Naina dengan suara serak, berusaha menahan tangisnya.

“Saya tidak ingin menyalahkan siapapun, tetapi pengobatan kanker otak seperti ini sangat tergantung pada konsistensi perawatan dan terapi. Tanpa itu, perkembangan penyakit bisa menjadi sangat cepat.”

Naina merasa tubuhnya melemas. Air matanya mulai mengalir tanpa bisa ditahan. Ia merasa marah, sedih, dan kecewa. Selama ini, ia menahan semua perlakuan buruk Jake dengan keyakinan bahwa suaminya setidaknya menjaga ayahnya dengan baik. Namun kenyataan ini membuat keyakinannya hancur berkeping-keping.

“Dokter, apa yang bisa saya lakukan sekarang?” tanyanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

“Yang terbaik adalah mempersiapkan diri untuk yang terburuk, tetapi jika Anda bisa menemukan cara untuk mendapatkan dana tambahan, mungkin kita bisa mencoba perawatan eksperimental atau setidaknya memperpanjang waktu ayah Anda sedikit lebih lama.”

Naina mengangguk, “Saya baru punya seratus juta di rekening saya, apakah itu cukup?”

Dokter mengangguk, “Untuk sementara cukup, saya akan berusaha yang terbaik.”

Naina mengangguk lalu pergi ke administrasi untuk membayar perawatan yang dibutuhkan ayah-nya.

“Jake, apa selama ini aku terus ditipu olehmu?” Gumam Naina sambil meremas bukti pembayaran.

“Aku bersumpah! bahkan sampai mati, aku akan membalaskan setiap darah yang aku keluarkan demi pengkhianatanmu!!”

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 6

    Hujan mengguyur kota.Pakaian basah kuyup dan juga mata sembab itu membuat Naina tampak begitu menyedihkan.Suara gelak tawa di dalam mansion membuat sakit Naina semakin dalam, dengan cepat dia membuka pintu itu dengan kasar.Suara yang begitu keras membuat tawa dua insan yang tengah duduk bersama di ruang keluarga itu berhenti.“NAINA! Apa kau tak punya sopan santun!!” Teriak Jake, jelas pria itu marah.Naina tak peduli, dia berjalan cepat menuju ke arah mereka berdua.Tatapannya seolah ingin membunuh mereka.Jake yang menyadari keanehan istrinya langsung berdiri, lalu mendorong tubuh itu sedikit menjauh. “Kau basah seperti ini malah mendekat ke sini. Tidak lihat karpet mahalku jadi kotor!”Naina masih diam, bibirnya terkatup seolah menahan semuanya agar tak keluar.Evelyn langsung memegang tangan Jake, lalu memasang wajah lemah. “Jake, aku sepertinya pusing. Apa kau bisa mengantarkanku ke kamar?”Jake langsung mengangguk, lalu menggendong Evelyn menuju ke kamarnya sambil menyenggol t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 7

    Canggung.Itu yang dirasakan oleh Naina sekarang.Ruangan mewah yang bertuliskan president suite itu membuatnya gelisah. Dia tak menyangka Marven akan membawanya ke ruangan yang terlihat untuk tamu penting itu.“Kenapa diam disitu?” Tanya Marven saat melihat Naina seolah tak berani masuk.“S-saya rasa ruangan ini terlalu mewah, saya takut mengotorinya.” Jawab Naina dengan jujur.Marven menaikkan alisnya, lalu duduk dengan tenang sambil menatap Naina dengan serius.“Duduk.” Titahnya penuh otoritas.Naina terkejut, tapi tatapan tajam Marven membuat Naina ketakutan dan buru-buru duduk di sofa empuk itu.“Jadi…” Ucapan Marven menggantung.Naina segera angkat bicara, “Selamat siang tuan Marven, saya Naina Rosely. Mungkin anda masih mengingat wanita yang anda tolong beberapa hari yang lalu. Anda meninggalkan kartu nama anda pada saya, jadi saya berpikir untuk berterima kasih secara langsung dan meminta bantuan anda.” Kata Naina segera.Marven mengamati Naina, lama hening akhirnya pria itu be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 8

    “Terima kasih, pak.” Kata Naina sopan, saat dia sudah diantar sampai di rumahnya.“Rumah anda bagus ya Nona,” Kata supir Marven pada Naina yang melihat rumahnya dan Jake dari dalam mobil.“Ah– itu rumah suami saya.” Kata Naina dengan sopan.“Oh anda sudah menikah? Maafkan saya, saya kira anda masih lajang hingga saya panggil Nona.”Naina mengangguk dan hanya tersenyum formal lalu keluar dari mobil itu untuk menghindari pertanyaannya selanjutnya.Begitu mobil itu menjauh, Naina langsung berbalik dan tubuhnya langsung menegang saat melihat Jake tengah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Mobil siapa yang mengantarmu tadi?” Tanya Jake seolah menyelidik.Naina berusaha tetap tenang, “Itu mobil orang baik, tadi bertemu di rumah sakit.” Katanya pelan.“Ck, kau buang-buang waktu saja ke rumah sakit. Ayahmu juga tak bisa sembuh jika kau terus jenguk, lebih baik kau rawat Evelyn. Dia butuh gizi baik untuk pemulihannya!”Naina menatap ke arah Jake, tatapan yang dalam suli

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 9

    Ruang kerja itu didominasi oleh warna hitam, dengan sentuhan emas di beberapa sudut yang memberikan kesan mewah, meski tetap terasa suram.Seorang pria duduk di kursi kerjanya, wajahnya memperlihatkan ekspresi tak sabar. Tangannya mengetuk meja kayu berukir dengan ritme pelan, menciptakan ketegangan di udara."Katakan," ucapnya dengan suara rendah namun penuh otoritas, memecah kesunyian yang menggantung di ruangan itu.“Sesuai perintah. Saya telah menyelidiki rumah tangga Naina Rosely, tuan. Memang, disana terlihat tidak harmonis dan juga ada wanita lain yang tinggal disana. Sepertinya, suami dari Naina Rosely berselingkuh secara terang-terangan di depan istrinya sendiri. Selain itu juga, Naina Rosely juga sering mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Itu saja laporan singkat yang bisa saya sampaikan, dokumentasi dan keterangan lengkap sudah saya kirim melalui email.” Kata pria itu dengan sopan.Marven, pria itu tampak mengerutkan dahinya. “Berapa lama?”“Mungkin sejak tahun kedua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 10

    Ini adalah hari kedua Naina bekerja di mansion Tuner.Dan hari kedua ini, Naina bisa mulai bekerja setelah kemarin baru acara pengenalan dan juga memahami sistem kerja di mansion Tuner.Sebagai asisten rumah tangga, ternyata pekerjaannya tidak terlalu banyak seperti yang dia pikir. Dia hanya perlu mengawasi kinerja pelayan dan juga mengecek rasa masakan yang akan dihidangkan untuk Marven sekaligus melayani pria itu dari dekat.Naina pikir, itu adalah hal yang mudah.Dia bahkan dijemput oleh pak Johan, supir pribadi Marven sendiri. Dalam perjalanan Naina tak berhenti untuk tidak tersenyum, apalagi Jake tak ada dirumah karena sedang liburan dengan Evelyn.“Naina, ini sudah sampai di toko roti yang anda maksud. Apakah saya saja yang memesannya?” Tanya pak Johan, meskipun pria paruh baya itu sedikit canggung memanggil Naina dengan nama langsung, tapi bagi Naina itu lebih baik daripada dipanggil dengan nyonya ataupun nona.“Biar saya saja Pak. Pak Johan tunggu disini sebentar ya.” Kata Nai

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 11

    “Naina? Hei..”Naina yang tadi melamun langsung menyadarkan diri dari lamunannya, tangannya masih gemetar memegang kontrak kerja itu.“Saya bisa menambahkan gaji kamu jika itu kurang. Asuransi kesehatan itu tidak hanya kamu yang dapat, tapi ayahmu. Jadi, Kamu tidak perlu memikirkan uang lagi untuk pengobatan ayahmu.” Kata Marven dengan nada suara rendah.Naina menatap ke arah Marven dengan mata bergetar, jelas dia sangat bingung sekaligus senang. Tanpa sadar dia langsung turun dari sofa itu dan berlutut di hadapan pria itu.“T-tuan, saya sangat berterima kasih. Anda sangat baik, terima kasih, terima kasih.” Kata Naina yang terus menundukkan kepalanya hampir bersujud di kaki Marven.Marven segera berdiri dan langsung memegang bahu Naina dan menyuruhnya bangkit.Marven tampak sedikit tidak nyaman dengan sikap Naina yang begitu rendah hati hingga berlutut. Dengan cepat, dia membungkuk sedikit dan memegang bahu Naina, membantunya berdiri. "Naina, berdirilah. Tidak perlu seperti ini," kata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 12

    Keluar dari ruang kerja Marven, Naina tampak bingung harus mengerjakan apalagi. Melihat para pekerja lain yang melakukan tugasnya dengan baik, membuat dia tak memiliki banyak hal yang harus dia urus.Tanpa sadar, dia berjalan ke arah taman bunga di belakang mansion. Bunga-bunga yang mekar dengan cantik itu membuat Naina tersenyum.“Ruangan tuan Marven terlihat suram, apa aku harus memetik beberapa tangkai dan menaruhnya di beberapa sudut ruang kerja itu?” Gumam Naina, hingga setelah berpikir lama dia akhirnya memetik berbagai macam bunga disana dan membawanya masuk ke dalam mansion.“Apakah ada vas bunga disini?” Tanya Naina pada pelayan lain yang ada di belakang.Pelayan yang ditanya Naina tampak sedikit terkejut sebelum segera mengangguk. "Ada, Bu Naina. Saya bisa mengambilkan untuk Anda. Vas bunga biasanya disimpan di pantry dekat dapur.""Baik, terima kasih. Kalau begitu, tolong ambilkan satu yang ukurannya sedang," kata Naina dengan senyum hangat.Pelayan itu segera bergegas, sem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 13

    “Ambil dua kantong darahnya!” perintah Jake dengan senyum puas, sambil mendorong tubuh Naina ke ranjang rumah sakit.Suster yang mendengar itu segera mengangguk. “Baik, Tuan,” jawabnya sopan sebelum mulai menyiapkan alat-alat untuk mengambil darah.Naina hanya bisa terdiam, pasrah. Ketika jarum mulai menusuk kulitnya, ia merasakan air mata mengalir tanpa bisa dicegah. Rasa sakit di hatinya jauh lebih besar daripada di lengannya.Melihat air mata itu, suster tampak salah paham. “Apakah terasa sakit, Nyonya?” tanyanya lembut, dengan nada penuh perhatian.“Sakit,” jawab Naina dengan suara lirih, hampir seperti bisikan. Namun, bukan jarum itu yang menyakitinya. Luka yang ia rasakan berasal dari kenyataan pahit yang tak bisa ia ubah.Dia pikir, jika dia bisa melepaskan diri dari Jake, maka akan menjadi akhir dari penderitaannya. Tapi kenyataannya, Jake masih memiliki cengkeraman kuat dalam hidupnya. Jika bukan karena ayahnya, Naina tidak akan pernah sudi mendonorkan darahnya untuk wanita ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 61

    “Aku ada perjalanan dinas selama tiga hari.” Kata Naina sambil meletakkan kopi pagi di depan Jake. Hal itu membuat Jake yang sedang bekerja di depan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, “Aku rasa kau baru saja bekerja, kenapa sudah diajak perjalanan dinas?” Tanyanya dengan curiga.Naina masih bersikap tenang, seolah dia tak membohongi Jake. “Ada karyawan lama yang sedang cuti melahirkan, jadi atasan menyuruhku untuk ikut sambil belajar.” Jake yang mendengar itu ragu, “Oke, hanya tiga hari kan?” Tanya Jake dengan santai.Naina yang mendengar itu langsung mengangguk, dia sedikit bersemangat kala melihat Jake tak mempersulitnya.Jake menyesap kopi yang disajikan Naina sambil tetap menatapnya penuh selidik. "Kau pergi dengan siapa saja?" tanyanya lagi.Naina tersenyum tipis. "Dengan tim kantor, tentu saja," jawabnya ringan, menghindari menyebut nama Marven secara langsung.Jake mengangguk, seolah menerima jawaban itu. Namun, sorot matanya tetap tajam, seakan ingin mencari celah

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 60

    BRAK!!Suara pintu yang terbanting membuat Naina sedikit tersentak, setelah mereka kembali ke apartemen amarah Jake masih belum mereda.Naina menghela nafasnya kemudian masuk ke dalam kamar, lalu mulai melepaskan semua perhiasan yang dia pakai.Dan pada saat itu juga Jake ikut masuk ke dalam kamar, namun hal yang tak Naina duga, pria itu langsung mencekiknya.Naina terkejut, tangannya secara refleks mencengkram pergelangan tangan Jake, mencoba melepaskan cekikannya. Matanya membelalak, dada terasa sesak, sementara napasnya mulai tersengal. "Ka—kau gila...!" desisnya dengan suara tercekik, berusaha keras untuk melepaskan diri. Mata Jake merah penuh amarah. "Kau mempermalukanku, Naina! Di depan semua orang! Kau menamparku demi pria lain!" suaranya dipenuhi kebencian, cengkeramannya semakin erat. Naina mulai kehilangan tenaga. Kepalanya terasa pusing, pandangannya mulai buram. Jika ini terus berlanjut, dia bisa kehabisan napas. Namun, di saat kesadarannya hampir hilang, tiba-tiba

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 59

    “Selamat datang tuan Marven Tuner!”Semua orang membungkuk dengan hormat kecuali Jake yang terpaku pada sosok yang berjalan dengan langkah tegas memasuki ballroom.Tuan Dasman yang melihat itu buru-buru menarik tangan Jake untuk segera membungkuk, Jake yang masih linglung langsung membungkuk namun tatapannya masih tetap berada pada pria itu.“Marven Tuner?” Gumamnya bingung.Bukankah pria itu….Jake langsung menatap ke arah Naina yang ikut membungkuk disana, namun raut wajah istrinya itu tampak biasa seolah sudah mengetahui hal ini.Jake masih tidak ingin menerima hal ini, apa mungkin dia palsu? Tidak mungkin pria sepertinya adalah Marven Tuner yang merupakan elite di ibukota.Jake merasa dadanya sesak. Matanya terus menatap ke arah Marven, mencari-cari sesuatu yang bisa membuktikan bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, semakin lama dia memperhatikan, semakin jelas baginya bahwa pria yang berdiri dengan penuh wibawa di tengah ballroom itu memang benar Marven Tuner—tokoh berpeng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 58

    “Sudah siap?” Tanya Jake dengan lembut kala menghampiri Naina di kamarnya yang tengah bersiap.Naina yang selesai berdandan langsung berbalik, “sebentar aku ingin memakai anting.” Katanya dengan tenang.Jake mengangguk kemudian menunggu di ruang tamu.Naina yang melihat Jake keluar langsung mengeluarkan anting berlian yang diberikan oleh Marven kemarin.“Sangat indah, cocok dengan gaun ini.” Gumam Naina dan memutuskan untuk mengenakan anting itu hari ini.Begitu Naina keluar dari kamar, langkahnya anggun dengan gaun yang membalut tubuhnya sempurna. Setiap detail dari penampilannya terlihat memukau, membuat siapapun yang melihatnya terpikat, termasuk Jake. Jake yang tengah menyesap minuman di ruang tamu refleks berhenti. Matanya membesar sedikit, terpesona oleh sosok istrinya yang begitu memesona malam itu. Gaun itu memang indah, tapi yang lebih mencuri perhatiannya adalah aura percaya diri yang terpancar dari Naina. Ditambah dengan kilauan anting berlian di telinganya, wanita itu ta

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 57

    “Kamu ingin pulang, Naina?” Suara Marven mengejutkan Naina yang tengah merapikan barang-barangnya. “Eh, benar, Tuan. Apakah Anda ada perlu dengan saya?” tanyanya sopan. Marven menggeleng. “Kita searah, ayo saya antar pulang,” katanya dengan tenang. Namun, Naina tersenyum sopan dan menolak. “Saya tidak langsung pergi ke apartemen, Tuan, tapi ke butik. Suami saya meminta saya untuk ke sana hari ini,” ujarnya halus. “Butik?” Marven mengernyit. Naina mengangguk. “Katanya besok ada acara penting, jadi saya harus ikut.” Mendengar itu, Marven langsung menyadari acara penting yang dimaksud Naina. Sudah pasti itu adalah makan malam pebisnis ibu kota yang akan diadakan besok. “Baiklah kalau begitu,” katanya dengan senyum ramah, tak memaksa Naina untuk pulang bersamanya. Naina mengangguk, tersenyum sopan, lalu meminta izin pergi. Marven hanya bisa menatap punggung kecil itu dengan tatapan dalam, seolah memikirkan sesuatu. Sesampainya di butik, Naina tampak menghela nafas kala

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 56

    “Kopi anda, tuan.” Kata Naina sambil menyajikan kopi hitam untuk Marven.“Hm.” Jawab Marven sambil mengangguk kemudian fokus pada pekerjaannya.Naina hanya diam berdiri disana sambil menunggu instruksi selanjutnya, meskipun dia bingung kenapa tuannya kembali begitu cepat saat pekerjaannya menumpuk.“Nyonya Naina, boleh saya minta kopi juga?” Tanya Ben yang sebelumnya tidak ada di ruangan itu, namun saat Naina kembali ternyata Ben sudah duduk disana.Naina langsung mengangguk, “Baik.”Namun Marven langsung menatap Ben dengan tajam, “Kamu punya kaki untuk membuatnya sendiri.” Katanya dengan datar.Ben langsung terdiam, lalu tertawa kecil sambil mengangkat kedua tangannya. “Tuan, saya hanya bercanda. Tidak perlu menatap saya seperti ingin membunuh.” Naina menahan senyum, sedikit bingung dengan suasana ini. Biasanya, Marven selalu tenang dan serius, tapi kali ini dia terlihat lebih... protektif? Marven kembali menyesap kopinya tanpa menanggapi lebih lanjut. Namun, sesekali matanya mel

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 55

    “Aku mengijinkan kau bekerja, terserah kau mau bekerja apa. Ini ijazahmu yang aku bawa.” Kata Jake dengan datar pada Naina yang tengah sibuk menata buku di rak.Tangan Naina berhenti di udara, lalu menatap ijazah sarjananya yang ada di tangan Jake.Lalu dengan wajah datar dia kembali menyusun buku yang ada di tangannya, “Kenapa tiba-tiba?” Katanya dengan datar seolah tak peduli.Jake menghela napas, meletakkan ijazah itu di meja. “Aku hanya berpikir ini yang terbaik untuk kita berdua,” katanya, berusaha terdengar tenang. Naina hanya tersenyum sinis tanpa menoleh ke arah Jake. “Terbaik untuk siapa? Untukku, atau untukmu?” Jake terdiam, tidak langsung menjawab. Naina akhirnya menatapnya, tatapannya tajam. “Kenapa? Apakah uangmu sudah habis membiayai seseorang sampai akhirnya kau sadar aku bisa menghasilkan uang sendiri?” Jake menggeram pelan. “Naina, aku memberimu kebebasan. Kenapa kau malah mencurigai niatku?” Naina tertawa kecil, tapi dingin. “Kebebasan?” Dia berjalan mende

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 54

    “Bulan ini kebutuhan rumah hanya ada sepuluh juta.” Kata Jake dengan santai saat mereka makan malam bersama.Naina yang mendengar itu langsung menghentikan sendoknya di udara dan kembali menaruhnya di piring, “Apa kau tahu listrik bulanan kita berapa? biaya makan kita berapa? Bahkan mobil ibumu masih belum lunas dan harus dibayar bulan ini. Kau pikir sepuluh juta cukup?” Kata Naina.Jake menghela napas panjang, meletakkan sendoknya dengan sedikit kesal. “Naina, aku bukan mesin pencetak uang. Aku sudah berusaha sekeras mungkin, dan aku rasa sepuluh juta cukup kalau kau bisa mengatur pengeluaran dengan lebih baik.”Naina tertawa kecil, tapi tawanya penuh dengan sindiran. “Oh, jadi sekarang aku yang harus belajar mengatur keuangan, ya? Sementara kau dengan mudahnya menghamburkan uang entah ke mana? Mungkin untuk membelikan seseorang dress merah, ya?”Jake langsung menegang, ekspresinya berubah. “Naina, jangan mulai,” katanya dengan nada memperingatkan. “Ibu sudah menghabiskan uang hampir

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 53

    “Terima kasih untuk hari ini,” Kata Marven dengan lembut pada Naina.Naina tersenyum tipis, “Sama-sama, tuan. Senang bisa membantu anda. Apa anda langsung kembali ke ibukota?” Tanya Naina basa-basi.Marven melihat ke arah jam di tangannya, kemudian kembali menatap Naina. “Sepertinya saya menginap di hotel saja. Besok juga tak ada rapat pagi.” Katanya dengan tenang.Naina hanya mengangguk, “Jika begitu saya akan masuk ke dalam.” Kata Naina dengan sopan.“Tunggu Naina.” Tiba-tiba Marven mencegah Naina.Naina akhirnya berhenti dan menatap Marven yang seperti mengambil sesuatu dari sakunya.Marven mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari sakunya. Dengan perlahan, dia membukanya, memperlihatkan sepasang anting berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan. "Ini untukmu," kata Marven, suaranya tenang namun dalam. Naina terkejut, matanya membesar saat melihat hadiah itu. "Tuan... ini terlalu berlebihan. Saya tidak bisa menerimanya," katanya dengan ragu, menatap Marven de

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status