Share

BAB 168

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-14 19:40:02

“Ayah sudah memutuskan tinggal di Jerman?” suara Nyonya Sisca terdengar lebih serius.

Tuan Antony menatap putri angkatnya itu dengan lembut, “Ibumu ada disana, ayah juga ingin di makamkan disana jika ayah sudah meninggal.”

Nyonya Sisca menghela nafasnya pelan, “Ayah seperti benar-benar akan pergi jauh. Ayah sehat kan?” tanyanya dengan khawatir, “disana Sisca maupun Marven tak ada yang bisa menjaga ayah, kenapa tidak tinggal disini saja agar Sisca bisa memantau dan menjaga kesehatan ayah?”

Tuan Antony tersenyum kecil, namun ada kesedihan lembut di balik tatapan matanya. Ia menggenggam tangan Nyonya Sisca perlahan, seperti ingin menenangkan sekaligus menegaskan sesuatu yang berat.

“Ayah sehat, nak. Tapi yang namanya usia… tak ada yang benar-benar bisa menjamin. Dan di sini… ayah sudah melihat cukup. Marven bahagia. Kamu pun hidup dengan tenang. Apa lagi yang perlu ayah khawatirkan?”

“Tapi, ayah...”

“Ayah hanya ingin kembali ke tempat di mana semuanya dimulai, dan mungkin, akan diakhiri.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 169

    Suasana di mansion terasa sangat hangat, hari ini Naina tengah membuat kue untuk suaminya yang sedang lembut meskipun hari ini adalah hari weekend.“Nyonya, anda akan membuat apa hari ini?” tanya salah satu pelayan yang ikut penasaran dan juga antusias karena mereka pasti juga akan mencicipi makanan nyonyanya yang sangat lezat itu.Naina tersenyum manis sambil menggulung lengan bajunya, terlihat santai namun penuh semangat. “Hari ini aku ingin membuat cheese cake stroberi. Marven bilang ingin sesuatu yang manis-manis… jadi aku akan berikan yang paling manis,” ujarnya sambil tertawa kecil.Para pelayan langsung bersorak kecil, ikut senang dan tak sabar mencicipinya.“Wah, pasti Tuan Marven tambah sayang!”Naina mengedipkan mata sambil menunjuk spatula ke arah mereka, “Makanya, bantu aku angkut bahan-bahannya dari kulkas, nanti kalian dapat satu loyang sendiri.”Tak butuh waktu lama, dapur mansion pun berubah menjadi tempat penuh tawa dan aroma manis dari adonan yang mulai dipanggang. S

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 170

    Air mata menetes pelan di sudut mata Tuan Antony, tapi ia tersenyum lebar, tangannya gemetar saat menggenggam erat jemari Naina. “Astaga… Tuhan benar-benar memberiku hadiah terakhir yang luar biasa sebelum aku pergi…”“Sayang, padahal aku ingin mengatakan ini pada kakek saat merayakan ulang tahun mu nanti.Naina tertawa pelan, “aku tak sabar memberitahu kakek kabar bahagia ini. Lihat, kakek tampak terkejut karena bahagia.” ucap Naina sambil melihat tuan Antony yang masih terkejut dengan kabar kehamilannya itu.Tuan Antony menghela napas pelan, lalu tertawa kecil sambil mengusap sudut matanya yang masih basah, “Terkejut sekali, tentu saja. Tapi ini kejutan terbaik yang pernah kudapatkan seumur hidupku.”Marven merangkul istrinya dari samping, lalu menoleh ke arah kakeknya. “Kami ingin membuat kakek bangga. Jadi nanti waktu ulang tahun kakek tahun depan, kita rayakan bersama dengan buyut kecil sebagai anggota baru kita.”“Benar,” sahut Naina, tersenyum manis sambil menepuk lembut perutn

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 171

    “Marven sakit?” tuan Antony bertanya pada Naina yang menemaninya sarapan bersama hari ini.Naina yang tadi akan menyendokkan sup ayam ke dalam mulutnya berhenti dan meletakkannya dengan pelan. “Iya kek, tadi setelah bangun dia mual dan sekarang merasa pusing. Setelah sarapan aku akan menyuapi bubur agar dia mau sarapan.”Tuan Antony mengangguk, “anak itu memang terlalu banyak bekerja.” Gumamnya, “biar aku yang menyuapinya, kau sedang hamil jangan terlalu lelah.”Naina langsung terbatuk-batuk kala mendengar ucapan tuan Antony, “A-apa?”Tuan Antony menatap Naina sambil tersenyum tipis, “Kenapa? Apa ada masalah?”Naina buru-buru menegakkan punggungnya, masih berdehem pelan, lalu menatap kakek dengan wajah bingung sekaligus canggung. “B-bukan begitu, Kek… Tapi… Kakek mau nyuapin Marven? M-maksudku, aku bisa menyuapinya tanpa perlu kakek yang turun tangan.”Tuan Antony terkekeh, melihat wajah canggung sekaligus panik dari cucu menantunya itu. “Tak masalah, kakek juga ingin memanjakan cucu

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 172

    “Sudah habis kek?” tanya Naina saat melihat tuan ANtony turun dari lantai dua.Pria tua itu terkekeh, “apa suamimu memang manja seperti itu?”Naina tersenyum malu, sudah dia duga pasti Marven akan membuat dirinya malu sendiri. “Tidak, hanya kadang-kadang saja. Apa dia menyusahkan kakek?” tanyanya dengan khawatir.Tuan Antony menggeleng pelan, senyum hangat masih tergantung di wajahnya. “Tidak, tidak. Dia hanya… sulit menerima kalau dirinya juga butuh dimanja sesekali. Tapi ekspresinya saat tahu aku yang menyuapi, speechless,” katanya sambil tertawa pelan.Naina ikut tertawa, membayangkan wajah kaget suaminya. “Pasti dia langsung sok cool setelahnya, ya kek?”“Awalnya iya,” jawab tuan Antony sambil menuruni anak tangga perlahan, “tapi akhirnya dia pasrah juga. Kupikir, dia hanya butuh alasan untuk bersikap lembut tanpa merasa malu.”Naina tersenyum, matanya hangat. “Dia memang begitu. Di balik keras kepalanya, dia lembut… tapi tidak semua orang bisa lihat sisi itu.”Tuan Antony menepuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 173

    “Nyonya, ada kiriman paket untuk anda.” Suara pelayan yang sedang memberitahu Naina saat wanita itu sedang menyirami bunga membuatnya langsung menoleh.“Paket? sepertinya aku tak memesan apapun.” Ucapnya namun segera melepaskan sarung tangannya dan berjalan pelan ke arah ruang tamu.Beberapa orang sedang mengeluarkan paket besar dari dalam mobil box disana.Dan salah satu kurir memberinya surat tanda terima, “mohon tanda tangan, nyonya.”Naina melihat lagi ke belakang, “Siapa yang mengirim paket? dan apa isinya?”Kurir itu tersenyum, “kursi pijat dan dikirim oleh nyonya Sisca Tuner.”Naina sempat terpaku, menatap paket besar berbentuk kotak panjang yang dibungkus rapi dengan pita emas. Wajahnya menunjukkan campuran bingung dan haru, lalu ia buru-buru menandatangani tanda terima dan mengangguk sopan kepada kurir.Setelah para kurir meninggalkan ruang tamu, Naina berjalan mendekat, menyentuh permukaan kardus itu seolah memastikannya nyata. “Bibi Sisca...”Tak lama kemudian, Marven muncu

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 174

    “Nyonya, ada paket dari nyonya Naina. Sepertinya beliau sangat menyukai hadiah anda sehingga memberikan hadiah balasan, “ ucap asisten nyonya Sisca dengan semangat.Nyonya Sisca yang tengah berkutat di depan laptopnya langsung menoleh, lalu berdiri dan berjalan ke arah meja tempat paket itu diletakkan. “Hadiah balasan? Apa isinya?”Asistennya tersenyum sambil membuka bungkus rapi dengan pita hijau pastel. Di dalamnya terdapat kotak kayu mungil yang elegan. Ketika dibuka, tercium langsung aroma menenangkan yang menguar dari dalamnya.Terdapat satu set aromaterapi dalam botol kaca mungil—dengan campuran lavender, peppermint, dan citrus—lengkap dengan difuser kecil bergaya minimalis, serta lilin aromaterapi berlabel “For the calm moments you deserve.”Nyonya Sisca mengangkat sebuah kartu kecil yang terselip di dalamnya dan mulai membaca:"Untuk Oma Sisca yang terhormat, Terima kasih atas hadiah kursi pijat yang sangat membantu. Semoga aromaterapi ini bisa menjadi teman relaksasi di ten

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 175

    “Serius kita akan ke mansion tuan? untuk apa? Ada rapat disana kah?” salah satu karyawan divisi operasional tampak bingung karena satu divisi harus datang ke mansion tuan mereka.“Tak tahu, katanya nyonya besar membutuhkan kita.” bisik yang lainnya.“Jangan-jangan kita akan dikasih kerjaan tambahan,” gumam yang lain dengan nada setengah cemas, setengah penasaran.Bus mini yang mengangkut mereka mulai melewati gerbang utama mansion Tuner yang megah. Beberapa orang tampak menempelkan wajah ke kaca, terkagum-kagum melihat taman dan bangunan luas yang biasanya hanya bisa mereka lihat lewat majalah internal perusahaan.Sesampainya di sana, mereka langsung disambut oleh pelayan pribadi keluarga dan diarahkan ke aula kecil di samping mansion. Begitu masuk, mata mereka langsung membelalak—ruangan itu penuh sesak dengan tumpukan kotak hadiah mewah dari berbagai ukuran dan bentuk. Ada yang dibungkus pita emas, ada yang berlabelkan nama-nama penting dari industri, bahkan ada yang langsung ditand

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 176

    “Bis perusahaan masih disini, jadi mereka belum pulang?” Marven yang baru tiba di mansion terkejut, dia tak menyangka sebanyak itu hadiah yang harus mereka urus.Ben terkekeh, “memang banyak tuan, anda kan banyak relasi. Sudah pasti mereka semua mengirimi anda dan nyonya hadiah.”Marven menghela nafas pelan lalu keluar dengan bungkusan cemilan favorit istrinya.Begitu turun dari mobil, Marven langsung melangkah masuk ke dalam mansion dengan ekspresi datarnya, namun langkahnya sedikit lebih cepat dari biasanya. Begitu masuk, ia langsung disambut aroma harum makanan dari arah taman belakang—tempat makan malam yang disiapkan Naina untuk para staf yang bekerja membantunya.“Selamat malam, tuan!” sapa beberapa staf yang melihatnya, sambil sedikit membungkuk.Marven hanya mengangguk singkat, lalu berbelok ke arah ruang lain yang kini penuh dengan tumpukan kotak hadiah, pita, kartu ucapan, dan kertas kado berwarna pastel. Di tengah ruangan, Naina tampak duduk bersila di lantai, sibuk menuli

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status