Share

BAB 2

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 19:55:48

“Kau pulang terlambat lagi!”

Sentakan dengan suara keras itu membuat Naina yang baru masuk ke dalam rumah langsung kaget.

Dia tak tahu kenapa Jake akhir-akhir ini menjadi sangat pemarah, tapi dia hanya diam.

“Kau mau makan? Tadi aku beli makanan dulu karena Bibi sedang pulang kampung.” Kata Naina dengan lembut.

Namun kantong berisi makanan itu langsung dibuang oleh Jake, “Evelyn akan makan malam disini! Kau ingin meracuninya dengan junkfood itu!”

Naina terdiam, menyaksikan kantong makanan itu jatuh ke lantai dengan bunyi yang memekakkan telinga di tengah keheningan. Hatinya seketika teriris, bukan hanya karena perlakuan kasar Jake, tetapi juga karena kenyataan bahwa suaminya lebih peduli pada Evelyn dibanding dirinya.

“Maaf, aku tidak tahu,” jawab Naina lirih, sambil berjongkok untuk memungut kantong makanan yang berserakan. Tangannya sedikit gemetar, tapi ia mencoba tetap tenang.

Jake hanya mendengus kesal. “Aku sudah bilang padamu, Evelyn sedang dalam masa pemulihan. Dia butuh perhatian lebih, dan aku tidak mau kau membuat masalah!”

Naina menatap makanan di tangannya yang kini berantakan, lalu mengangkat wajahnya sedikit. Ada dorongan dalam dirinya untuk melawan, tetapi seperti biasanya, ia memilih untuk menunduk. “Aku akan membersihkannya,” katanya pelan, lalu beranjak menuju dapur.

Saat punggungnya membelakangi Jake, air mata yang sudah menggenang akhirnya jatuh. Tapi Naina menahannya agar tak ada suara. Ia menyalakan keran, membasuh tangannya, dan mencoba mengendalikan diri.

“Apakah dia harus bersikap kasar seperti itu? Rasanya aku ingin menyerah.” Gumam Naina pelan

Setelah selesai membersihkan kekacauan itu, Naina berbalik dan melihat Jake sudah berjalan menuju ruang tamu, sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Evelyn mencoba tertidur di pangkuan Jake.

Naina hanya bisa tersenyum dan bertanya, “Aku akan keluar dulu untuk membeli bahan, bahan di dapur habis. Apa Evelyn ada sesuatu yang ingin dia makan?” Tanyanya pada Jake.

Jake melirik Naina dengan ekspresi dingin, sementara tangannya secara refleks membelai rambut Evelyn yang tampak nyaman di pangkuannya. Evelyn membuka matanya sedikit, seolah tak peduli dengan kehadiran Naina, lalu menutupnya lagi.

“Dia bilang ingin sup ayam kampung.”

Naina mengangguk mengerti lalu pergi, untungnya swalayan sangat dekat dengan rumah mereka sehingga dia tak perlu berjalan jauh.

Saat sampai dirumah dengan membawa bahan untuk membuat sup, Naina dengan pelan mulai memasak. Meskipun kepalanya terasa pusing, tapi dia mencoba tetap kuat dan memasak hingga selesai.

Setelah sup selesai, Naina mengatur meja makan dengan rapi. Ia menyendokkan sup ke dalam mangkuk, memastikan penyajiannya terlihat sempurna. Saat semuanya siap, ia berjalan menuju ruang tamu dan dengan lembut memanggil, “Jake, Evelyn, makan malam sudah siap.”

Jake melirik sekilas, lalu membangunkan Evelyn yang masih bersandar di pangkuannya. “Ayo, makan,” katanya sambil membantu Evelyn berdiri. Evelyn menguap kecil, melangkah malas menuju meja makan.

Naina berdiri di sudut ruangan, menunggu keduanya duduk. Evelyn menyendok sup dengan perlahan, mencicipinya.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Jake yang melihat Evelyn terbatuk langsung panik, “Kau kenapa? Apakah ada yang sakit?” Tanyanya dengan khawatir.

Evelyn langsung menunjuk ke arah sup di mangkoknya, “Ini sangat asin.” Katanya sambil terbatuk-batuk.

Jake yang mendengar itu menggeram marah lalu langsung mengambil mangkuk itu dan menyiramnya ke arah Naina..

“APA KAU TAK BISA MEMASAK DENGAN BENAR!”

Sup yang panas menetes dari kulit Naina, menyengat leher dan dadanya, tapi rasa sakit fisik itu tak seberapa dibandingkan dengan rasa malu dan penghinaan yang mendera hatinya. Ia tetap berdiri di tempatnya, tak bergeming meski rasa perih mulai menyebar. 

Jake berdiri di depannya, wajahnya memerah karena amarah. "Aku sudah bilang kau tidak kompeten, tapi ini benar-benar keterlaluan!" teriaknya, menunjuk ke arah sup yang berceceran di lantai. Evelyn hanya duduk diam, seolah menikmati drama itu.

Naina membuka matanya perlahan, menatap Jake dengan tatapan kosong. Ia ingin membela diri, ingin mengatakan bahwa ia sudah melakukan yang terbaik meski tubuhnya lelah dan pikirannya kacau. Tapi seperti biasanya, kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokannya.

"Aku minta maaf," gumamnya akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

"Maaf?" Jake mengulang dengan nada mengejek. "Kau pikir maaf cukup? Evelyn bisa sakit karena ini! Apa kau tidak berpikir sedikit pun sebelum memasak? Atau mungkin kau sengaja melakukan ini?" Nada suaranya berubah tajam, penuh tuduhan.

Air mata mulai menggenang di mata Naina, tapi ia menolaknya untuk jatuh. Ia hanya menunduk, mengambil lap dan mulai membersihkan sup yang berserakan di lantai. Tangannya gemetar, tapi ia tetap melakukannya tanpa protes.

Jake mendengus keras, lalu berbalik ke arah Evelyn. "Aku akan memesankan makanan dari restoran. Kau istirahat saja di kamar." Evelyn mengangguk pelan, menatap Naina dengan ekspresi puas sebelum bangkit dan berjalan ke kamar tamu.

Jake mengikuti Evelyn tanpa memberi Naina pandangan lagi, meninggalkannya sendiri di dapur yang kini penuh dengan rasa sakit dan kesepian.

Ketika suara langkah kaki mereka menghilang, Naina akhirnya duduk di lantai, membiarkan lap di tangannya terjatuh. Tubuhnya gemetar, dan air mata yang tadi ia tahan akhirnya mengalir deras. 

Tapi buru-buru dia mengelap air matanya dan segera membersihkan dapur agar bisa istirahat di kamar. Dia sudah lelah, dia ingin tidur.

******

“Ini sangat cantik, Jake. Apakah kalung ini pantas untukku?” Suara Naina yang ceria dengan kemeja lusuh itu terlihat sangat cantik.

“Kau selalu cantik, Naina. Aku membelinya khusus untukmu.”

“Benarkah?” Naina terpesona dengan kalung kupu-kupu itu. Ini adalah hadiah mewah yang pertama kali dia dapatkan.

“Jika kau menjadi istriku, jangankan kalung ini seluruh dunia pun akan aku berikan.” Kata Jake dengan manis.

Naina tertawa, tawa yang begitu bahagia menatap Jake dengan penuh cinta.

Itu adalah kilas balik yang sangat manis untuk dikenang.

Naina tersenyum tipis menatap lehernya yang masih tergantung kalung yang diberikan oleh Jake saat mereka masih pacaran saat masa kuliah.

Tapi kalung itu harus dia lepas, dia dengan perlahan mulai mengompress lehernya yang melepuh dengan es batu sebelum mengoleskan salep agar tidak tambah parah.

“Aku ingin segera tidur.” Gumamnya sambil berjalan ke arah ranjangnya. 

Tapi notifikasi ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya, sambil duduk dia membuka pesan yang dikirim oleh Evelyn untuknya.

Dia mengirimkan pesan dengan foto dirinya dan Jake yang tengah tidur bersama.

“Lihat, suamimu lebih memilih tidur denganku.”

Naina hanya tersenyum tipis, provokasi Evelyn tak membuatnya menggila. Karena jika dia terpancing dia yang akan hancur dibuat Jake.

“Jika begitu cepatlah hamil, agar kau bisa menikahinya.” Balas Naina melalui pesan itu lalu tidur.

Dia ingin tahu apa reaksi wanita itu setelah membaca pesannya, apa dia akan pingsan lagi karena marah?

‘Aku harap kau segera mati saja.’ Batin Naina walaupun tak akan pernah dia sampaikan.

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 3

    BYUR!!!Air dingin langsung tersiram di wajah Naina yang tengah tertidur nyenyak, matanya langsung terbuka dan mulutnya terengah-engah karena terkejut.Disana, Naina melihat Jake dan juga Evelyn yang sedang menangis di belakang pria itu.Naina menatap bingung, terlebih melihat Jake terlihat sangat murka terhadapnya.“Beraninya kau mengatai Evelyn mandul!” Kata Jake dengan keras.Tak cukup hanya itu, bahkan Naina di tampar keras oleh suaminya itu hingga membuat sudut bibirnya berdarah.Naina langsung menggeleng, “A-aku tak pernah mengatakan itu, aku juga jarang berinteraksi dengan Evelyn. Bagaimana bisa aku sempat mengatakan hal itu?” Kata Naina membela diri.Jake menatap Naina dengan mata menyala penuh kemarahan, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Evelyn, yang berdiri di belakang Jake, terisak dengan sempurna, memainkan perannya sebagai korban. "Jangan berbohong, Naina!" Jake berteriak, nadanya tajam seperti belati. "Evelyn mendengar itu langsung dari salah satu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 4

    “Kau sudah sadar?” Suara dingin itu langsung membuat Naina langsung membuka matanya.Dia melihat sekeliling, ternyata dia berada di rumah sakit dan di depannya sudah ada Jake dengan wajah dingin.“Kau ceroboh sekali, bagaimana kau bisa pingsan. Untung ada yang membawamu ke rumah sakit.” Kata Jake dengan ketus.Naina masih memproses apa yang terjadi, ingatan terakhirnya adalah dia ditolong oleh seorang pria. Apakah dia yang membawanya ke rumah sakit?“Naina!” Sentak Jake yang membuat Naina terkejut dan menatap ke arah suaminya.“Maaf.” Kata Naina dengan pelan.Jake menghela nafasnya, “Kata dokter kau kekurangan hemoglobin dan kekurangan gizi. Sebenarnya apa yang kau lakukan sampai kau seperti ini. Kau membuatku malu karena seperti suami yang tak merawatmu.” Kata Jake dengan ketus.Naina hanya diam, bahkan sampai akhir Jake tak mengakui jika keadaannya yang seperti ini adalah ulahnya sendiri.“Kenapa kita tidak cerai saja?” Kata Naina dengan pelan.Jake langsung mencengkram dagu Naina sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 5

    “Evelyn akan tinggal dirumah ini mulai sekarang. Aku akan mempersiapkan kamar utama untuknya.” Kata Jake begitu mereka sampai rumah setelah Naina pulang dari rumah sakit.Naina mengangguk tak banyak komentar, percuma dia menolak karena itu akan membuatnya semakin sakit hati.“Aku akan pergi ke kamar.” Kata Naina dengan tenang lalu naik ke lantai dua.Jake menatap punggung kecil Naina, tatapannya begitu dalam hingga akhirnya teralihkan saat Evelyn memeluk lengannya.“Hari ini aku ingin makan es krim, bagaimana jika kita keluar dan ke kedai es krim?” Kata wanita itu dengan manis.Jake langsung tersenyum, “Oke. Kita ajak Naina juga.”Evelyn langsung berubah cemberut, “Aku hanya ingin berdua denganmu, bukankah dia baru kembali dari rumah sakit?”Jake terdiam sesaat, menatap Evelyn yang kini merajuk seperti anak kecil. Senyuman tipis kembali terukir di wajahnya, tapi pandangannya menyiratkan keraguan yang sekilas.“Baiklah,” kata Jake akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Kita pergi berdu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 6

    Hujan mengguyur kota.Pakaian basah kuyup dan juga mata sembab itu membuat Naina tampak begitu menyedihkan.Suara gelak tawa di dalam mansion membuat sakit Naina semakin dalam, dengan cepat dia membuka pintu itu dengan kasar.Suara yang begitu keras membuat tawa dua insan yang tengah duduk bersama di ruang keluarga itu berhenti.“NAINA! Apa kau tak punya sopan santun!!” Teriak Jake, jelas pria itu marah.Naina tak peduli, dia berjalan cepat menuju ke arah mereka berdua.Tatapannya seolah ingin membunuh mereka.Jake yang menyadari keanehan istrinya langsung berdiri, lalu mendorong tubuh itu sedikit menjauh. “Kau basah seperti ini malah mendekat ke sini. Tidak lihat karpet mahalku jadi kotor!”Naina masih diam, bibirnya terkatup seolah menahan semuanya agar tak keluar.Evelyn langsung memegang tangan Jake, lalu memasang wajah lemah. “Jake, aku sepertinya pusing. Apa kau bisa mengantarkanku ke kamar?”Jake langsung mengangguk, lalu menggendong Evelyn menuju ke kamarnya sambil menyenggol t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 7

    Canggung.Itu yang dirasakan oleh Naina sekarang.Ruangan mewah yang bertuliskan president suite itu membuatnya gelisah. Dia tak menyangka Marven akan membawanya ke ruangan yang terlihat untuk tamu penting itu.“Kenapa diam disitu?” Tanya Marven saat melihat Naina seolah tak berani masuk.“S-saya rasa ruangan ini terlalu mewah, saya takut mengotorinya.” Jawab Naina dengan jujur.Marven menaikkan alisnya, lalu duduk dengan tenang sambil menatap Naina dengan serius.“Duduk.” Titahnya penuh otoritas.Naina terkejut, tapi tatapan tajam Marven membuat Naina ketakutan dan buru-buru duduk di sofa empuk itu.“Jadi…” Ucapan Marven menggantung.Naina segera angkat bicara, “Selamat siang tuan Marven, saya Naina Rosely. Mungkin anda masih mengingat wanita yang anda tolong beberapa hari yang lalu. Anda meninggalkan kartu nama anda pada saya, jadi saya berpikir untuk berterima kasih secara langsung dan meminta bantuan anda.” Kata Naina segera.Marven mengamati Naina, lama hening akhirnya pria itu be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 8

    “Terima kasih, pak.” Kata Naina sopan, saat dia sudah diantar sampai di rumahnya.“Rumah anda bagus ya Nona,” Kata supir Marven pada Naina yang melihat rumahnya dan Jake dari dalam mobil.“Ah– itu rumah suami saya.” Kata Naina dengan sopan.“Oh anda sudah menikah? Maafkan saya, saya kira anda masih lajang hingga saya panggil Nona.”Naina mengangguk dan hanya tersenyum formal lalu keluar dari mobil itu untuk menghindari pertanyaannya selanjutnya.Begitu mobil itu menjauh, Naina langsung berbalik dan tubuhnya langsung menegang saat melihat Jake tengah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Mobil siapa yang mengantarmu tadi?” Tanya Jake seolah menyelidik.Naina berusaha tetap tenang, “Itu mobil orang baik, tadi bertemu di rumah sakit.” Katanya pelan.“Ck, kau buang-buang waktu saja ke rumah sakit. Ayahmu juga tak bisa sembuh jika kau terus jenguk, lebih baik kau rawat Evelyn. Dia butuh gizi baik untuk pemulihannya!”Naina menatap ke arah Jake, tatapan yang dalam suli

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 9

    Ruang kerja itu didominasi oleh warna hitam, dengan sentuhan emas di beberapa sudut yang memberikan kesan mewah, meski tetap terasa suram.Seorang pria duduk di kursi kerjanya, wajahnya memperlihatkan ekspresi tak sabar. Tangannya mengetuk meja kayu berukir dengan ritme pelan, menciptakan ketegangan di udara."Katakan," ucapnya dengan suara rendah namun penuh otoritas, memecah kesunyian yang menggantung di ruangan itu.“Sesuai perintah. Saya telah menyelidiki rumah tangga Naina Rosely, tuan. Memang, disana terlihat tidak harmonis dan juga ada wanita lain yang tinggal disana. Sepertinya, suami dari Naina Rosely berselingkuh secara terang-terangan di depan istrinya sendiri. Selain itu juga, Naina Rosely juga sering mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Itu saja laporan singkat yang bisa saya sampaikan, dokumentasi dan keterangan lengkap sudah saya kirim melalui email.” Kata pria itu dengan sopan.Marven, pria itu tampak mengerutkan dahinya. “Berapa lama?”“Mungkin sejak tahun kedua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 10

    Ini adalah hari kedua Naina bekerja di mansion Tuner.Dan hari kedua ini, Naina bisa mulai bekerja setelah kemarin baru acara pengenalan dan juga memahami sistem kerja di mansion Tuner.Sebagai asisten rumah tangga, ternyata pekerjaannya tidak terlalu banyak seperti yang dia pikir. Dia hanya perlu mengawasi kinerja pelayan dan juga mengecek rasa masakan yang akan dihidangkan untuk Marven sekaligus melayani pria itu dari dekat.Naina pikir, itu adalah hal yang mudah.Dia bahkan dijemput oleh pak Johan, supir pribadi Marven sendiri. Dalam perjalanan Naina tak berhenti untuk tidak tersenyum, apalagi Jake tak ada dirumah karena sedang liburan dengan Evelyn.“Naina, ini sudah sampai di toko roti yang anda maksud. Apakah saya saja yang memesannya?” Tanya pak Johan, meskipun pria paruh baya itu sedikit canggung memanggil Naina dengan nama langsung, tapi bagi Naina itu lebih baik daripada dipanggil dengan nyonya ataupun nona.“Biar saya saja Pak. Pak Johan tunggu disini sebentar ya.” Kata Nai

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 61

    “Aku ada perjalanan dinas selama tiga hari.” Kata Naina sambil meletakkan kopi pagi di depan Jake. Hal itu membuat Jake yang sedang bekerja di depan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, “Aku rasa kau baru saja bekerja, kenapa sudah diajak perjalanan dinas?” Tanyanya dengan curiga.Naina masih bersikap tenang, seolah dia tak membohongi Jake. “Ada karyawan lama yang sedang cuti melahirkan, jadi atasan menyuruhku untuk ikut sambil belajar.” Jake yang mendengar itu ragu, “Oke, hanya tiga hari kan?” Tanya Jake dengan santai.Naina yang mendengar itu langsung mengangguk, dia sedikit bersemangat kala melihat Jake tak mempersulitnya.Jake menyesap kopi yang disajikan Naina sambil tetap menatapnya penuh selidik. "Kau pergi dengan siapa saja?" tanyanya lagi.Naina tersenyum tipis. "Dengan tim kantor, tentu saja," jawabnya ringan, menghindari menyebut nama Marven secara langsung.Jake mengangguk, seolah menerima jawaban itu. Namun, sorot matanya tetap tajam, seakan ingin mencari celah

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 60

    BRAK!!Suara pintu yang terbanting membuat Naina sedikit tersentak, setelah mereka kembali ke apartemen amarah Jake masih belum mereda.Naina menghela nafasnya kemudian masuk ke dalam kamar, lalu mulai melepaskan semua perhiasan yang dia pakai.Dan pada saat itu juga Jake ikut masuk ke dalam kamar, namun hal yang tak Naina duga, pria itu langsung mencekiknya.Naina terkejut, tangannya secara refleks mencengkram pergelangan tangan Jake, mencoba melepaskan cekikannya. Matanya membelalak, dada terasa sesak, sementara napasnya mulai tersengal. "Ka—kau gila...!" desisnya dengan suara tercekik, berusaha keras untuk melepaskan diri. Mata Jake merah penuh amarah. "Kau mempermalukanku, Naina! Di depan semua orang! Kau menamparku demi pria lain!" suaranya dipenuhi kebencian, cengkeramannya semakin erat. Naina mulai kehilangan tenaga. Kepalanya terasa pusing, pandangannya mulai buram. Jika ini terus berlanjut, dia bisa kehabisan napas. Namun, di saat kesadarannya hampir hilang, tiba-tiba

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 59

    “Selamat datang tuan Marven Tuner!”Semua orang membungkuk dengan hormat kecuali Jake yang terpaku pada sosok yang berjalan dengan langkah tegas memasuki ballroom.Tuan Dasman yang melihat itu buru-buru menarik tangan Jake untuk segera membungkuk, Jake yang masih linglung langsung membungkuk namun tatapannya masih tetap berada pada pria itu.“Marven Tuner?” Gumamnya bingung.Bukankah pria itu….Jake langsung menatap ke arah Naina yang ikut membungkuk disana, namun raut wajah istrinya itu tampak biasa seolah sudah mengetahui hal ini.Jake masih tidak ingin menerima hal ini, apa mungkin dia palsu? Tidak mungkin pria sepertinya adalah Marven Tuner yang merupakan elite di ibukota.Jake merasa dadanya sesak. Matanya terus menatap ke arah Marven, mencari-cari sesuatu yang bisa membuktikan bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, semakin lama dia memperhatikan, semakin jelas baginya bahwa pria yang berdiri dengan penuh wibawa di tengah ballroom itu memang benar Marven Tuner—tokoh berpeng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 58

    “Sudah siap?” Tanya Jake dengan lembut kala menghampiri Naina di kamarnya yang tengah bersiap.Naina yang selesai berdandan langsung berbalik, “sebentar aku ingin memakai anting.” Katanya dengan tenang.Jake mengangguk kemudian menunggu di ruang tamu.Naina yang melihat Jake keluar langsung mengeluarkan anting berlian yang diberikan oleh Marven kemarin.“Sangat indah, cocok dengan gaun ini.” Gumam Naina dan memutuskan untuk mengenakan anting itu hari ini.Begitu Naina keluar dari kamar, langkahnya anggun dengan gaun yang membalut tubuhnya sempurna. Setiap detail dari penampilannya terlihat memukau, membuat siapapun yang melihatnya terpikat, termasuk Jake. Jake yang tengah menyesap minuman di ruang tamu refleks berhenti. Matanya membesar sedikit, terpesona oleh sosok istrinya yang begitu memesona malam itu. Gaun itu memang indah, tapi yang lebih mencuri perhatiannya adalah aura percaya diri yang terpancar dari Naina. Ditambah dengan kilauan anting berlian di telinganya, wanita itu ta

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 57

    “Kamu ingin pulang, Naina?” Suara Marven mengejutkan Naina yang tengah merapikan barang-barangnya. “Eh, benar, Tuan. Apakah Anda ada perlu dengan saya?” tanyanya sopan. Marven menggeleng. “Kita searah, ayo saya antar pulang,” katanya dengan tenang. Namun, Naina tersenyum sopan dan menolak. “Saya tidak langsung pergi ke apartemen, Tuan, tapi ke butik. Suami saya meminta saya untuk ke sana hari ini,” ujarnya halus. “Butik?” Marven mengernyit. Naina mengangguk. “Katanya besok ada acara penting, jadi saya harus ikut.” Mendengar itu, Marven langsung menyadari acara penting yang dimaksud Naina. Sudah pasti itu adalah makan malam pebisnis ibu kota yang akan diadakan besok. “Baiklah kalau begitu,” katanya dengan senyum ramah, tak memaksa Naina untuk pulang bersamanya. Naina mengangguk, tersenyum sopan, lalu meminta izin pergi. Marven hanya bisa menatap punggung kecil itu dengan tatapan dalam, seolah memikirkan sesuatu. Sesampainya di butik, Naina tampak menghela nafas kala

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 56

    “Kopi anda, tuan.” Kata Naina sambil menyajikan kopi hitam untuk Marven.“Hm.” Jawab Marven sambil mengangguk kemudian fokus pada pekerjaannya.Naina hanya diam berdiri disana sambil menunggu instruksi selanjutnya, meskipun dia bingung kenapa tuannya kembali begitu cepat saat pekerjaannya menumpuk.“Nyonya Naina, boleh saya minta kopi juga?” Tanya Ben yang sebelumnya tidak ada di ruangan itu, namun saat Naina kembali ternyata Ben sudah duduk disana.Naina langsung mengangguk, “Baik.”Namun Marven langsung menatap Ben dengan tajam, “Kamu punya kaki untuk membuatnya sendiri.” Katanya dengan datar.Ben langsung terdiam, lalu tertawa kecil sambil mengangkat kedua tangannya. “Tuan, saya hanya bercanda. Tidak perlu menatap saya seperti ingin membunuh.” Naina menahan senyum, sedikit bingung dengan suasana ini. Biasanya, Marven selalu tenang dan serius, tapi kali ini dia terlihat lebih... protektif? Marven kembali menyesap kopinya tanpa menanggapi lebih lanjut. Namun, sesekali matanya mel

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 55

    “Aku mengijinkan kau bekerja, terserah kau mau bekerja apa. Ini ijazahmu yang aku bawa.” Kata Jake dengan datar pada Naina yang tengah sibuk menata buku di rak.Tangan Naina berhenti di udara, lalu menatap ijazah sarjananya yang ada di tangan Jake.Lalu dengan wajah datar dia kembali menyusun buku yang ada di tangannya, “Kenapa tiba-tiba?” Katanya dengan datar seolah tak peduli.Jake menghela napas, meletakkan ijazah itu di meja. “Aku hanya berpikir ini yang terbaik untuk kita berdua,” katanya, berusaha terdengar tenang. Naina hanya tersenyum sinis tanpa menoleh ke arah Jake. “Terbaik untuk siapa? Untukku, atau untukmu?” Jake terdiam, tidak langsung menjawab. Naina akhirnya menatapnya, tatapannya tajam. “Kenapa? Apakah uangmu sudah habis membiayai seseorang sampai akhirnya kau sadar aku bisa menghasilkan uang sendiri?” Jake menggeram pelan. “Naina, aku memberimu kebebasan. Kenapa kau malah mencurigai niatku?” Naina tertawa kecil, tapi dingin. “Kebebasan?” Dia berjalan mende

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 54

    “Bulan ini kebutuhan rumah hanya ada sepuluh juta.” Kata Jake dengan santai saat mereka makan malam bersama.Naina yang mendengar itu langsung menghentikan sendoknya di udara dan kembali menaruhnya di piring, “Apa kau tahu listrik bulanan kita berapa? biaya makan kita berapa? Bahkan mobil ibumu masih belum lunas dan harus dibayar bulan ini. Kau pikir sepuluh juta cukup?” Kata Naina.Jake menghela napas panjang, meletakkan sendoknya dengan sedikit kesal. “Naina, aku bukan mesin pencetak uang. Aku sudah berusaha sekeras mungkin, dan aku rasa sepuluh juta cukup kalau kau bisa mengatur pengeluaran dengan lebih baik.”Naina tertawa kecil, tapi tawanya penuh dengan sindiran. “Oh, jadi sekarang aku yang harus belajar mengatur keuangan, ya? Sementara kau dengan mudahnya menghamburkan uang entah ke mana? Mungkin untuk membelikan seseorang dress merah, ya?”Jake langsung menegang, ekspresinya berubah. “Naina, jangan mulai,” katanya dengan nada memperingatkan. “Ibu sudah menghabiskan uang hampir

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 53

    “Terima kasih untuk hari ini,” Kata Marven dengan lembut pada Naina.Naina tersenyum tipis, “Sama-sama, tuan. Senang bisa membantu anda. Apa anda langsung kembali ke ibukota?” Tanya Naina basa-basi.Marven melihat ke arah jam di tangannya, kemudian kembali menatap Naina. “Sepertinya saya menginap di hotel saja. Besok juga tak ada rapat pagi.” Katanya dengan tenang.Naina hanya mengangguk, “Jika begitu saya akan masuk ke dalam.” Kata Naina dengan sopan.“Tunggu Naina.” Tiba-tiba Marven mencegah Naina.Naina akhirnya berhenti dan menatap Marven yang seperti mengambil sesuatu dari sakunya.Marven mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari sakunya. Dengan perlahan, dia membukanya, memperlihatkan sepasang anting berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan. "Ini untukmu," kata Marven, suaranya tenang namun dalam. Naina terkejut, matanya membesar saat melihat hadiah itu. "Tuan... ini terlalu berlebihan. Saya tidak bisa menerimanya," katanya dengan ragu, menatap Marven de

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status