Share

BAB 2

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2024-12-24 19:55:48

“Kau pulang terlambat lagi!”

Sentakan dengan suara keras itu membuat Naina yang baru masuk ke dalam rumah langsung kaget.

Dia tak tahu kenapa Jake akhir-akhir ini menjadi sangat pemarah, tapi dia hanya diam.

“Kau mau makan? Tadi aku beli makanan dulu karena Bibi sedang pulang kampung.” Kata Naina dengan lembut.

Namun kantong berisi makanan itu langsung dibuang oleh Jake, “Evelyn akan makan malam disini! Kau ingin meracuninya dengan junkfood itu!”

Naina terdiam, menyaksikan kantong makanan itu jatuh ke lantai dengan bunyi yang memekakkan telinga di tengah keheningan. Hatinya seketika teriris, bukan hanya karena perlakuan kasar Jake, tetapi juga karena kenyataan bahwa suaminya lebih peduli pada Evelyn dibanding dirinya.

“Maaf, aku tidak tahu,” jawab Naina lirih, sambil berjongkok untuk memungut kantong makanan yang berserakan. Tangannya sedikit gemetar, tapi ia mencoba tetap tenang.

Jake hanya mendengus kesal. “Aku sudah bilang padamu, Evelyn sedang dalam masa pemulihan. Dia butuh perhatian lebih, dan aku tidak mau kau membuat masalah!”

Naina menatap makanan di tangannya yang kini berantakan, lalu mengangkat wajahnya sedikit. Ada dorongan dalam dirinya untuk melawan, tetapi seperti biasanya, ia memilih untuk menunduk. “Aku akan membersihkannya,” katanya pelan, lalu beranjak menuju dapur.

Saat punggungnya membelakangi Jake, air mata yang sudah menggenang akhirnya jatuh. Tapi Naina menahannya agar tak ada suara. Ia menyalakan keran, membasuh tangannya, dan mencoba mengendalikan diri.

“Apakah dia harus bersikap kasar seperti itu? Rasanya aku ingin menyerah.” Gumam Naina pelan

Setelah selesai membersihkan kekacauan itu, Naina berbalik dan melihat Jake sudah berjalan menuju ruang tamu, sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Evelyn mencoba tertidur di pangkuan Jake.

Naina hanya bisa tersenyum dan bertanya, “Aku akan keluar dulu untuk membeli bahan, bahan di dapur habis. Apa Evelyn ada sesuatu yang ingin dia makan?” Tanyanya pada Jake.

Jake melirik Naina dengan ekspresi dingin, sementara tangannya secara refleks membelai rambut Evelyn yang tampak nyaman di pangkuannya. Evelyn membuka matanya sedikit, seolah tak peduli dengan kehadiran Naina, lalu menutupnya lagi.

“Dia bilang ingin sup ayam kampung.”

Naina mengangguk mengerti lalu pergi, untungnya swalayan sangat dekat dengan rumah mereka sehingga dia tak perlu berjalan jauh.

Saat sampai dirumah dengan membawa bahan untuk membuat sup, Naina dengan pelan mulai memasak. Meskipun kepalanya terasa pusing, tapi dia mencoba tetap kuat dan memasak hingga selesai.

Setelah sup selesai, Naina mengatur meja makan dengan rapi. Ia menyendokkan sup ke dalam mangkuk, memastikan penyajiannya terlihat sempurna. Saat semuanya siap, ia berjalan menuju ruang tamu dan dengan lembut memanggil, “Jake, Evelyn, makan malam sudah siap.”

Jake melirik sekilas, lalu membangunkan Evelyn yang masih bersandar di pangkuannya. “Ayo, makan,” katanya sambil membantu Evelyn berdiri. Evelyn menguap kecil, melangkah malas menuju meja makan.

Naina berdiri di sudut ruangan, menunggu keduanya duduk. Evelyn menyendok sup dengan perlahan, mencicipinya.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Jake yang melihat Evelyn terbatuk langsung panik, “Kau kenapa? Apakah ada yang sakit?” Tanyanya dengan khawatir.

Evelyn langsung menunjuk ke arah sup di mangkoknya, “Ini sangat asin.” Katanya sambil terbatuk-batuk.

Jake yang mendengar itu menggeram marah lalu langsung mengambil mangkuk itu dan menyiramnya ke arah Naina..

“APA KAU TAK BISA MEMASAK DENGAN BENAR!”

Sup yang panas menetes dari kulit Naina, menyengat leher dan dadanya, tapi rasa sakit fisik itu tak seberapa dibandingkan dengan rasa malu dan penghinaan yang mendera hatinya. Ia tetap berdiri di tempatnya, tak bergeming meski rasa perih mulai menyebar. 

Jake berdiri di depannya, wajahnya memerah karena amarah. "Aku sudah bilang kau tidak kompeten, tapi ini benar-benar keterlaluan!" teriaknya, menunjuk ke arah sup yang berceceran di lantai. Evelyn hanya duduk diam, seolah menikmati drama itu.

Naina membuka matanya perlahan, menatap Jake dengan tatapan kosong. Ia ingin membela diri, ingin mengatakan bahwa ia sudah melakukan yang terbaik meski tubuhnya lelah dan pikirannya kacau. Tapi seperti biasanya, kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokannya.

"Aku minta maaf," gumamnya akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

"Maaf?" Jake mengulang dengan nada mengejek. "Kau pikir maaf cukup? Evelyn bisa sakit karena ini! Apa kau tidak berpikir sedikit pun sebelum memasak? Atau mungkin kau sengaja melakukan ini?" Nada suaranya berubah tajam, penuh tuduhan.

Air mata mulai menggenang di mata Naina, tapi ia menolaknya untuk jatuh. Ia hanya menunduk, mengambil lap dan mulai membersihkan sup yang berserakan di lantai. Tangannya gemetar, tapi ia tetap melakukannya tanpa protes.

Jake mendengus keras, lalu berbalik ke arah Evelyn. "Aku akan memesankan makanan dari restoran. Kau istirahat saja di kamar." Evelyn mengangguk pelan, menatap Naina dengan ekspresi puas sebelum bangkit dan berjalan ke kamar tamu.

Jake mengikuti Evelyn tanpa memberi Naina pandangan lagi, meninggalkannya sendiri di dapur yang kini penuh dengan rasa sakit dan kesepian.

Ketika suara langkah kaki mereka menghilang, Naina akhirnya duduk di lantai, membiarkan lap di tangannya terjatuh. Tubuhnya gemetar, dan air mata yang tadi ia tahan akhirnya mengalir deras. 

Tapi buru-buru dia mengelap air matanya dan segera membersihkan dapur agar bisa istirahat di kamar. Dia sudah lelah, dia ingin tidur.

******

“Ini sangat cantik, Jake. Apakah kalung ini pantas untukku?” Suara Naina yang ceria dengan kemeja lusuh itu terlihat sangat cantik.

“Kau selalu cantik, Naina. Aku membelinya khusus untukmu.”

“Benarkah?” Naina terpesona dengan kalung kupu-kupu itu. Ini adalah hadiah mewah yang pertama kali dia dapatkan.

“Jika kau menjadi istriku, jangankan kalung ini seluruh dunia pun akan aku berikan.” Kata Jake dengan manis.

Naina tertawa, tawa yang begitu bahagia menatap Jake dengan penuh cinta.

Itu adalah kilas balik yang sangat manis untuk dikenang.

Naina tersenyum tipis menatap lehernya yang masih tergantung kalung yang diberikan oleh Jake saat mereka masih pacaran saat masa kuliah.

Tapi kalung itu harus dia lepas, dia dengan perlahan mulai mengompress lehernya yang melepuh dengan es batu sebelum mengoleskan salep agar tidak tambah parah.

“Aku ingin segera tidur.” Gumamnya sambil berjalan ke arah ranjangnya. 

Tapi notifikasi ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya, sambil duduk dia membuka pesan yang dikirim oleh Evelyn untuknya.

Dia mengirimkan pesan dengan foto dirinya dan Jake yang tengah tidur bersama.

“Lihat, suamimu lebih memilih tidur denganku.”

Naina hanya tersenyum tipis, provokasi Evelyn tak membuatnya menggila. Karena jika dia terpancing dia yang akan hancur dibuat Jake.

“Jika begitu cepatlah hamil, agar kau bisa menikahinya.” Balas Naina melalui pesan itu lalu tidur.

Dia ingin tahu apa reaksi wanita itu setelah membaca pesannya, apa dia akan pingsan lagi karena marah?

‘Aku harap kau segera mati saja.’ Batin Naina walaupun tak akan pernah dia sampaikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Enny Mantouw
alurnya menarik
goodnovel comment avatar
Marlina Yulita
suami yg kasar
goodnovel comment avatar
aqila aqila
bagus tapi agak kurang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 3

    BYUR!!!Air dingin langsung tersiram di wajah Naina yang tengah tertidur nyenyak, matanya langsung terbuka dan mulutnya terengah-engah karena terkejut.Disana, Naina melihat Jake dan juga Evelyn yang sedang menangis di belakang pria itu.Naina menatap bingung, terlebih melihat Jake terlihat sangat murka terhadapnya.“Beraninya kau mengatai Evelyn mandul!” Kata Jake dengan keras.Tak cukup hanya itu, bahkan Naina di tampar keras oleh suaminya itu hingga membuat sudut bibirnya berdarah.Naina langsung menggeleng, “A-aku tak pernah mengatakan itu, aku juga jarang berinteraksi dengan Evelyn. Bagaimana bisa aku sempat mengatakan hal itu?” Kata Naina membela diri.Jake menatap Naina dengan mata menyala penuh kemarahan, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Evelyn, yang berdiri di belakang Jake, terisak dengan sempurna, memainkan perannya sebagai korban. "Jangan berbohong, Naina!" Jake berteriak, nadanya tajam seperti belati. "Evelyn mendengar itu langsung dari salah satu

    Last Updated : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 4

    “Kau sudah sadar?” Suara dingin itu langsung membuat Naina langsung membuka matanya.Dia melihat sekeliling, ternyata dia berada di rumah sakit dan di depannya sudah ada Jake dengan wajah dingin.“Kau ceroboh sekali, bagaimana kau bisa pingsan. Untung ada yang membawamu ke rumah sakit.” Kata Jake dengan ketus.Naina masih memproses apa yang terjadi, ingatan terakhirnya adalah dia ditolong oleh seorang pria. Apakah dia yang membawanya ke rumah sakit?“Naina!” Sentak Jake yang membuat Naina terkejut dan menatap ke arah suaminya.“Maaf.” Kata Naina dengan pelan.Jake menghela nafasnya, “Kata dokter kau kekurangan hemoglobin dan kekurangan gizi. Sebenarnya apa yang kau lakukan sampai kau seperti ini. Kau membuatku malu karena seperti suami yang tak merawatmu.” Kata Jake dengan ketus.Naina hanya diam, bahkan sampai akhir Jake tak mengakui jika keadaannya yang seperti ini adalah ulahnya sendiri.“Kenapa kita tidak cerai saja?” Kata Naina dengan pelan.Jake langsung mencengkram dagu Naina sa

    Last Updated : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 5

    “Evelyn akan tinggal dirumah ini mulai sekarang. Aku akan mempersiapkan kamar utama untuknya.” Kata Jake begitu mereka sampai rumah setelah Naina pulang dari rumah sakit.Naina mengangguk tak banyak komentar, percuma dia menolak karena itu akan membuatnya semakin sakit hati.“Aku akan pergi ke kamar.” Kata Naina dengan tenang lalu naik ke lantai dua.Jake menatap punggung kecil Naina, tatapannya begitu dalam hingga akhirnya teralihkan saat Evelyn memeluk lengannya.“Hari ini aku ingin makan es krim, bagaimana jika kita keluar dan ke kedai es krim?” Kata wanita itu dengan manis.Jake langsung tersenyum, “Oke. Kita ajak Naina juga.”Evelyn langsung berubah cemberut, “Aku hanya ingin berdua denganmu, bukankah dia baru kembali dari rumah sakit?”Jake terdiam sesaat, menatap Evelyn yang kini merajuk seperti anak kecil. Senyuman tipis kembali terukir di wajahnya, tapi pandangannya menyiratkan keraguan yang sekilas.“Baiklah,” kata Jake akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Kita pergi berdu

    Last Updated : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 6

    Hujan mengguyur kota.Pakaian basah kuyup dan juga mata sembab itu membuat Naina tampak begitu menyedihkan.Suara gelak tawa di dalam mansion membuat sakit Naina semakin dalam, dengan cepat dia membuka pintu itu dengan kasar.Suara yang begitu keras membuat tawa dua insan yang tengah duduk bersama di ruang keluarga itu berhenti.“NAINA! Apa kau tak punya sopan santun!!” Teriak Jake, jelas pria itu marah.Naina tak peduli, dia berjalan cepat menuju ke arah mereka berdua.Tatapannya seolah ingin membunuh mereka.Jake yang menyadari keanehan istrinya langsung berdiri, lalu mendorong tubuh itu sedikit menjauh. “Kau basah seperti ini malah mendekat ke sini. Tidak lihat karpet mahalku jadi kotor!”Naina masih diam, bibirnya terkatup seolah menahan semuanya agar tak keluar.Evelyn langsung memegang tangan Jake, lalu memasang wajah lemah. “Jake, aku sepertinya pusing. Apa kau bisa mengantarkanku ke kamar?”Jake langsung mengangguk, lalu menggendong Evelyn menuju ke kamarnya sambil menyenggol t

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 7

    Canggung.Itu yang dirasakan oleh Naina sekarang.Ruangan mewah yang bertuliskan president suite itu membuatnya gelisah. Dia tak menyangka Marven akan membawanya ke ruangan yang terlihat untuk tamu penting itu.“Kenapa diam disitu?” Tanya Marven saat melihat Naina seolah tak berani masuk.“S-saya rasa ruangan ini terlalu mewah, saya takut mengotorinya.” Jawab Naina dengan jujur.Marven menaikkan alisnya, lalu duduk dengan tenang sambil menatap Naina dengan serius.“Duduk.” Titahnya penuh otoritas.Naina terkejut, tapi tatapan tajam Marven membuat Naina ketakutan dan buru-buru duduk di sofa empuk itu.“Jadi…” Ucapan Marven menggantung.Naina segera angkat bicara, “Selamat siang tuan Marven, saya Naina Rosely. Mungkin anda masih mengingat wanita yang anda tolong beberapa hari yang lalu. Anda meninggalkan kartu nama anda pada saya, jadi saya berpikir untuk berterima kasih secara langsung dan meminta bantuan anda.” Kata Naina segera.Marven mengamati Naina, lama hening akhirnya pria itu be

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 8

    “Terima kasih, pak.” Kata Naina sopan, saat dia sudah diantar sampai di rumahnya.“Rumah anda bagus ya Nona,” Kata supir Marven pada Naina yang melihat rumahnya dan Jake dari dalam mobil.“Ah– itu rumah suami saya.” Kata Naina dengan sopan.“Oh anda sudah menikah? Maafkan saya, saya kira anda masih lajang hingga saya panggil Nona.”Naina mengangguk dan hanya tersenyum formal lalu keluar dari mobil itu untuk menghindari pertanyaannya selanjutnya.Begitu mobil itu menjauh, Naina langsung berbalik dan tubuhnya langsung menegang saat melihat Jake tengah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Mobil siapa yang mengantarmu tadi?” Tanya Jake seolah menyelidik.Naina berusaha tetap tenang, “Itu mobil orang baik, tadi bertemu di rumah sakit.” Katanya pelan.“Ck, kau buang-buang waktu saja ke rumah sakit. Ayahmu juga tak bisa sembuh jika kau terus jenguk, lebih baik kau rawat Evelyn. Dia butuh gizi baik untuk pemulihannya!”Naina menatap ke arah Jake, tatapan yang dalam suli

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 9

    Ruang kerja itu didominasi oleh warna hitam, dengan sentuhan emas di beberapa sudut yang memberikan kesan mewah, meski tetap terasa suram.Seorang pria duduk di kursi kerjanya, wajahnya memperlihatkan ekspresi tak sabar. Tangannya mengetuk meja kayu berukir dengan ritme pelan, menciptakan ketegangan di udara."Katakan," ucapnya dengan suara rendah namun penuh otoritas, memecah kesunyian yang menggantung di ruangan itu.“Sesuai perintah. Saya telah menyelidiki rumah tangga Naina Rosely, tuan. Memang, disana terlihat tidak harmonis dan juga ada wanita lain yang tinggal disana. Sepertinya, suami dari Naina Rosely berselingkuh secara terang-terangan di depan istrinya sendiri. Selain itu juga, Naina Rosely juga sering mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Itu saja laporan singkat yang bisa saya sampaikan, dokumentasi dan keterangan lengkap sudah saya kirim melalui email.” Kata pria itu dengan sopan.Marven, pria itu tampak mengerutkan dahinya. “Berapa lama?”“Mungkin sejak tahun kedua

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 10

    Ini adalah hari kedua Naina bekerja di mansion Tuner.Dan hari kedua ini, Naina bisa mulai bekerja setelah kemarin baru acara pengenalan dan juga memahami sistem kerja di mansion Tuner.Sebagai asisten rumah tangga, ternyata pekerjaannya tidak terlalu banyak seperti yang dia pikir. Dia hanya perlu mengawasi kinerja pelayan dan juga mengecek rasa masakan yang akan dihidangkan untuk Marven sekaligus melayani pria itu dari dekat.Naina pikir, itu adalah hal yang mudah.Dia bahkan dijemput oleh pak Johan, supir pribadi Marven sendiri. Dalam perjalanan Naina tak berhenti untuk tidak tersenyum, apalagi Jake tak ada dirumah karena sedang liburan dengan Evelyn.“Naina, ini sudah sampai di toko roti yang anda maksud. Apakah saya saja yang memesannya?” Tanya pak Johan, meskipun pria paruh baya itu sedikit canggung memanggil Naina dengan nama langsung, tapi bagi Naina itu lebih baik daripada dipanggil dengan nyonya ataupun nona.“Biar saya saja Pak. Pak Johan tunggu disini sebentar ya.” Kata Nai

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 172

    “Sudah habis kek?” tanya Naina saat melihat tuan ANtony turun dari lantai dua.Pria tua itu terkekeh, “apa suamimu memang manja seperti itu?”Naina tersenyum malu, sudah dia duga pasti Marven akan membuat dirinya malu sendiri. “Tidak, hanya kadang-kadang saja. Apa dia menyusahkan kakek?” tanyanya dengan khawatir.Tuan Antony menggeleng pelan, senyum hangat masih tergantung di wajahnya. “Tidak, tidak. Dia hanya… sulit menerima kalau dirinya juga butuh dimanja sesekali. Tapi ekspresinya saat tahu aku yang menyuapi, speechless,” katanya sambil tertawa pelan.Naina ikut tertawa, membayangkan wajah kaget suaminya. “Pasti dia langsung sok cool setelahnya, ya kek?”“Awalnya iya,” jawab tuan Antony sambil menuruni anak tangga perlahan, “tapi akhirnya dia pasrah juga. Kupikir, dia hanya butuh alasan untuk bersikap lembut tanpa merasa malu.”Naina tersenyum, matanya hangat. “Dia memang begitu. Di balik keras kepalanya, dia lembut… tapi tidak semua orang bisa lihat sisi itu.”Tuan Antony menepuk

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 171

    “Marven sakit?” tuan Antony bertanya pada Naina yang menemaninya sarapan bersama hari ini.Naina yang tadi akan menyendokkan sup ayam ke dalam mulutnya berhenti dan meletakkannya dengan pelan. “Iya kek, tadi setelah bangun dia mual dan sekarang merasa pusing. Setelah sarapan aku akan menyuapi bubur agar dia mau sarapan.”Tuan Antony mengangguk, “anak itu memang terlalu banyak bekerja.” Gumamnya, “biar aku yang menyuapinya, kau sedang hamil jangan terlalu lelah.”Naina langsung terbatuk-batuk kala mendengar ucapan tuan Antony, “A-apa?”Tuan Antony menatap Naina sambil tersenyum tipis, “Kenapa? Apa ada masalah?”Naina buru-buru menegakkan punggungnya, masih berdehem pelan, lalu menatap kakek dengan wajah bingung sekaligus canggung. “B-bukan begitu, Kek… Tapi… Kakek mau nyuapin Marven? M-maksudku, aku bisa menyuapinya tanpa perlu kakek yang turun tangan.”Tuan Antony terkekeh, melihat wajah canggung sekaligus panik dari cucu menantunya itu. “Tak masalah, kakek juga ingin memanjakan cucu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 170

    Air mata menetes pelan di sudut mata Tuan Antony, tapi ia tersenyum lebar, tangannya gemetar saat menggenggam erat jemari Naina. “Astaga… Tuhan benar-benar memberiku hadiah terakhir yang luar biasa sebelum aku pergi…”“Sayang, padahal aku ingin mengatakan ini pada kakek saat merayakan ulang tahun mu nanti.Naina tertawa pelan, “aku tak sabar memberitahu kakek kabar bahagia ini. Lihat, kakek tampak terkejut karena bahagia.” ucap Naina sambil melihat tuan Antony yang masih terkejut dengan kabar kehamilannya itu.Tuan Antony menghela napas pelan, lalu tertawa kecil sambil mengusap sudut matanya yang masih basah, “Terkejut sekali, tentu saja. Tapi ini kejutan terbaik yang pernah kudapatkan seumur hidupku.”Marven merangkul istrinya dari samping, lalu menoleh ke arah kakeknya. “Kami ingin membuat kakek bangga. Jadi nanti waktu ulang tahun kakek tahun depan, kita rayakan bersama dengan buyut kecil sebagai anggota baru kita.”“Benar,” sahut Naina, tersenyum manis sambil menepuk lembut perutn

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 169

    Suasana di mansion terasa sangat hangat, hari ini Naina tengah membuat kue untuk suaminya yang sedang lembut meskipun hari ini adalah hari weekend.“Nyonya, anda akan membuat apa hari ini?” tanya salah satu pelayan yang ikut penasaran dan juga antusias karena mereka pasti juga akan mencicipi makanan nyonyanya yang sangat lezat itu.Naina tersenyum manis sambil menggulung lengan bajunya, terlihat santai namun penuh semangat. “Hari ini aku ingin membuat cheese cake stroberi. Marven bilang ingin sesuatu yang manis-manis… jadi aku akan berikan yang paling manis,” ujarnya sambil tertawa kecil.Para pelayan langsung bersorak kecil, ikut senang dan tak sabar mencicipinya.“Wah, pasti Tuan Marven tambah sayang!”Naina mengedipkan mata sambil menunjuk spatula ke arah mereka, “Makanya, bantu aku angkut bahan-bahannya dari kulkas, nanti kalian dapat satu loyang sendiri.”Tak butuh waktu lama, dapur mansion pun berubah menjadi tempat penuh tawa dan aroma manis dari adonan yang mulai dipanggang. S

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 168

    “Ayah sudah memutuskan tinggal di Jerman?” suara Nyonya Sisca terdengar lebih serius.Tuan Antony menatap putri angkatnya itu dengan lembut, “Ibumu ada disana, ayah juga ingin di makamkan disana jika ayah sudah meninggal.”Nyonya Sisca menghela nafasnya pelan, “Ayah seperti benar-benar akan pergi jauh. Ayah sehat kan?” tanyanya dengan khawatir, “disana Sisca maupun Marven tak ada yang bisa menjaga ayah, kenapa tidak tinggal disini saja agar Sisca bisa memantau dan menjaga kesehatan ayah?”Tuan Antony tersenyum kecil, namun ada kesedihan lembut di balik tatapan matanya. Ia menggenggam tangan Nyonya Sisca perlahan, seperti ingin menenangkan sekaligus menegaskan sesuatu yang berat.“Ayah sehat, nak. Tapi yang namanya usia… tak ada yang benar-benar bisa menjamin. Dan di sini… ayah sudah melihat cukup. Marven bahagia. Kamu pun hidup dengan tenang. Apa lagi yang perlu ayah khawatirkan?”“Tapi, ayah...”“Ayah hanya ingin kembali ke tempat di mana semuanya dimulai, dan mungkin, akan diakhiri.

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 167

    “Selamat Ros, akhirnya kamu bisa menyelesaikan proyekmu dengan baik.” Ucap Naina begitu mendekati Rosana yang baru saja turun dari panggung.Marven juga ikut tersenyum bangga, “mobil tesla mu sudah menunggu di rumah.”Mata Rosana langsung berbinar mendengar ucapan itu, “Serius?! Kalian nggak bercanda, kan?”Naina tertawa kecil melihat reaksi adik iparnya yang kembali seperti anak kecil, “Tentu saja tidak. Itu bagian dari kesepakatanmu dengan Marven, kan?”Rosana langsung memeluk Naina dengan semangat. “Aku sayang banget sama kakak ipar yang satu ini!” katanya dengan gaya manja yang khas.Marven menepuk pelan kepala Rosana, meski ekspresinya tetap dingin seperti biasa, namun senyumnya tak bisa ia sembunyikan. “Jangan sampai Tesla itu jadi dekorasi garasi, buktikan kalau kamu memang pantas memilikinya.”Rosana langsung berdiri tegap, wajahnya penuh percaya diri. “Tenang saja! Setelah ini aku akan bikin proyek lebih besar lagi! Andrian harus siap-siap diajak lembur setiap hari!”Marven d

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 166

    “Selamat datang tuan dan nyonya Tuner, meja anda sudah disiapkan, silahkan masuk.” Salah satu panitia acara ini menyambut Naina dan juga Marven dengan sopan.Malam ini adalah acara perilisan produk yang dibuat oleh Rosana dan Andrian sebagai mitra kerja.Seluruh ruangan menjadi hening sejenak saat pasangan Tuner memasuki area acara. Semua mata tertuju pada Naina yang mengenakan gaun hijau sage yang menambah pesona kecantikannya, sementara Marven dengan setelan jas hitam tampak gagah di sampingnya. Senyum Naina yang memikat dan kehadiran Marven yang karismatik membuat suasana semakin elegan.Panitia yang menyambut mereka langsung memberikan isyarat untuk menuju ke meja VIP yang sudah disiapkan di depan. Ketika mereka berjalan menuju meja, beberapa tamu tak bisa menahan tatapan kagum, terutama pada penampilan Naina yang begitu mempesona malam itu.Setelah duduk, Marven melepaskan tangannya dari tangan Naina dan meraih gelas anggur yang sudah disediakan di meja. “Apa kamu merasa nyaman?”

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 165

    “Hari ini perilisan resmi produk yang Rosana dan Andrian kerjakan?” tanya Naina pada suaminya itu yang tengah mengangkat barbel di balkon kamar mereka.“Iya, kamu tak ingin datang? Jika tidak ya tak usah datang. Aku bisa membuat alasan.” Ucap Marven dengan enteng.Naina langsung mendengus, suaminya selalu saja menyimpulkan apapun sendiri, “Aku hanya ingin memastikan. Pantas saja pelayan tadi sibuk memilihkan gaun untukku.”Marven menurunkan barbel perlahan, ototnya masih tegang tapi senyumnya mulai mengembang. Ia menatap Naina yang berdiri dengan tangan bersedekap dan alis sedikit terangkat.“Hm, pelayan membuat istriku terlihat tertekan. Sudah aku bilang jika tak ingin tak usah datang, toh ini bukan acara yang wajib kita datangi.”“E-eh, bukan begitu. Kenapa sih kamu, selalu saja seperti ini.”Marven langsung mendekati istrinya dan langsung membopongnya hingga dia duduk di pangkuannya.“Karena aku ingin istriku hidup bebas,”Naina memegang bahu pria itu dengan senyum tipis, “bagaiman

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 164

    “Iya, apakah tidak ada tanda-tanda kehamilan?” tanya Marven dengan penuh harapan.Mereka melakukannya tanpa libur, seharusnya harapannya bisa tercapai karena dia sudah bekerja sangat keras.Naina terbatuk-batuk sampai Marven segera mengambilkan minum untuknya.“Kamu gila? kita baru menikah jalan tiga minggu ini.”Marven menyodorkan gelas air ke Naina sambil mengelus punggungnya pelan. “Tiga minggu yang produktif,” jawabnya dengan nada serius tapi ekspresi wajah yang terlalu berharap membuat Naina hampir menyemburkan air yang baru ia teguk.“Produktif dari mana?” katanya geli sambil meletakkan gelasnya. “Aku bahkan belum telat datang bulan.”Marven menghela napas dramatis dan bersandar di sofa. “Setiap malam itu perjuangan, sayang. Aku merasa seperti sedang ikut olimpiade.”Naina langsung memukul bantal ke wajah Marven sambil tertawa, “Olimpiade dari mana, dasar lebay!”Marven menarik bantal itu dan menatap istrinya dengan penuh tekad. “Kalau ini gagal, aku akan mengalami paceklik.” N

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status