Ok, Aku Nyerah Bos!

Ok, Aku Nyerah Bos!

By:  Lavinka   Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
8 ratings
121Chapters
21.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Jika aku disuruh memilih antara menjadi istri Bos atau resign? Maka aku lebih memilih resign. Percuma gaji gede, tapi selalu makan hati mulu. Yakinlah itu hanya ucapan omong kosong seorang Naina Kayla Putri semata. Karena kenyataannya, aku tetap bekerja di perusahaan yang sama dengan bos yang arogan, dingin, suka memerintah, dan masih banyak kejelekan lainnya. Akan tetapi, Gartama Wirasesa ini adalah makhluk yang paling tampan dan hot di kantor, bahkan banyak karyawati rela menjadi antri hanya untuk sekadar melihat wajah rupawannya. Intinya, aku ... Naina tidak akan terperdaya oleh pesona Gartama titik!

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Azzurra
suka banget sama ceritanya thor. Naina jaim-jaim mau.
2024-08-02 23:27:37
1
user avatar
Lavinka
Hai, semuanya. Terima kasih sudah singgah dan baca cerita Tama Dan Naina. Alhamdulillah, cerita ini sudah selesai. Saya ucapkan terima kasih buat reader yang selalu komen dan memberikan dukungan untuk author. Saranghaeyo. Sampai jumpa di novel lainnya lagi.
2024-05-16 06:27:57
2
user avatar
Anugrah
bagus banget bukunya, baca nya santai tapi asik. romance nya dapet, bagus banget pokoknya... semoga happy ending....
2024-03-31 09:33:09
2
user avatar
Aulia Salwa
selalu ditunggu ya up nya..... semoga segera......
2024-03-29 05:16:40
1
user avatar
aryu key
bagusss, tp slow juga bacanya, cuma bisa pakein bonus,,, jd sabar buat lnjut bab berikut nya,, huhuuu
2024-03-23 22:57:12
1
user avatar
Indah Carolina
suka. kata yang dipake emosian tapi ada humor humor nya . bagus. tapi sayang belum ada lanjutannya.
2024-03-22 06:24:02
1
user avatar
Princess Belda
ceritanya bikin gila karena senyum2 sendiri saat membacanya. suka pakek banget. semangat kak. si Tama ini memang tipe impian
2024-03-02 14:38:36
2
user avatar
Marina
saya suka cerita nya kak...bagus
2024-02-05 14:50:23
1
121 Chapters

Bab 1. Ok, Aku Nyerah Bos!

“Kamu di mana? Apa kamu gak tau ini sudah jam berapa?”“Em, sebentar, Pak!” Aku menggosok kedua mataku yang terasa berat untuk terbuka. Pukul 02.00 wib. Seketika mataku berotasi jengah. Aku menguap lebar sebelum kembali menempelkan ponsel pintar itu ke telinga. "Iya, Pak Tama. Maaf, saya ada di apartemen sekarang. Apa ada yang bisa saya bantu?"Tolong, ini masih pagi! Jangan buat kucing betina ini nge-reog dan berubah menjadi harimau buas yang siap memangsa siapa pun yang sudah menyenggolnya.Aku gak membiarkan pria di seberang sana bicara. "Denger yah, Pak. Lagian ini masih jam pagi ... jam 2 dini hari!" Kutekan kan setiap kata-kataku. "Bapak kalau mau nyuruh sesuatu juga mikir, dong!"Aku meniup poniku yang jatuh menutupi salah satu mata. "Asal bapak tau, yah, kalau saya ini baru mejamin mata pukul 12 tadi. Apa bapak kira saya ini robot yang harus standby 24 jam buat ngurusin bapak doang?" keluhku dalam satu tarikan napas.“Naina. Udah selesai ngocehnya?”“Udah!” ucapku ketus. Ya
Read more

Bab 2. Cinta ditolak

Setelah adegan mari mengangkat koper ala kuli panggul–yang kata si bos berisi salah satu koleksi terbarunya– selesai, kini kami sudah tiba di apartemen milik bos yang letaknya 5 lantai dari kamar milikku. Ya, kami memang tinggal satu apartemen. Bedanya dia kelas wahid, sedangkan aku masih sama dengan yang lain. Gartama sendiri menempati lantai paling atas, tepatnya penthouse yang kadang membuatku iri setengah mati akan semua harta yang dimilikinya.“Pak, ini kopernya mau ditaruh di mana?” tanyaku sopan. Jangan kalian pikir aku akan dengan baik hati menggotong koper ini lagi, big no. Terima kasih. Aku lebih memilih untuk memanggil security untuk membantuku membawanya.“Taruh situ saja. Udah sana keluar! Aku mau tidur.”Hatiku pun bersorak senang karena bisa terbebas dari Gartama. Dengan cepat aku membungkukkan badan dan tersenyum begitu lebar, kebebasan ini sudah seperti oase di gurun pasir yang terlihat begitu menggiurkan. “Kalau begitu a–”“Jangan lupa besok kamu bangunkan saya puku
Read more

Bab 3. Tidak Ada Celah

“Bisa gak sekali saja kamu bangunin saya gak pake teriak, Na! Bisa-bisa telinga saya ini jadi tuli.” Suara serak dan maskulin langsung menyapa indera pendengaranku. Bibirku langsung cemberut dan dengan cepat membalikkan tubuh hingga membelakangi seorang lelaki yang dengan begitu percaya diri tidur hanya mengenakan celana pendek. Apa pria ini tidak tahu jika auratnya itu begitu membuatku menggila. Aku ini adalah pecinta pria yang bertubuh atletis dan kenapa juga Gartama harus memiliki semua tipe idealku sebagai pendamping hidup, tetapi tidak dengan sifat menyebalkan yang sungguh membuatku ingin menceburkan dia ke sungai A****n.“Kamu ngapain masih berdiri di situ? Dan mau sampai kapan kau membelakangiku? Apa kamu tidak ingin memberitahu jadwalku hari ini?” “T-tapi bapak sudah berpakaian, ‘kan?” Eh, itu bukan suaraku, ‘kan? Kenapa jadi gugup begini, sih! Come on, Ina! Itu tubuh udah sering kamu lihat beberapa tahun ini. Jadi, gak usah lebay, deh! “Cih, gayamu udah kayak anak perawan
Read more

Bab 4. Tahan Napas

“Yakin kamu masih nanya?” Kuabaikan tatapan mengintimidasinya.“Bilang iya doang aja pelit,” gerutuku. Aku langsung melengos dan segera berjalan menjauhi sang bos, tetapi pria itu justru menarikku hingga mata kami saling bertemu tatap. Mataku menyipit saat tidak melihat tatapan dingin, ataupun menyebalkan yang biasa diperlihatkan Gartama. Namun, aku justru menemukan sebuah tatapan memohon. Seriously?“Naina, aku dengar!” “Bapak ini sebenarnya ada masalah apa dengan saya, sih? Kenapa setiap saya ingin cuti, atau bahkan libur saja selalu dipersulit? Saya juga manusia, Pak. Saya juga butuh istirahat. Otak saya ini bisa meledak jika terus-terusan digempur oleh kerjaan!” ungkapku pada akhirnya. Deru napasku memburu, kubuang wajahku saat manik hitam legam milik Gartama–yang selalu membuatku luluh– kini tertuju padaku. Akan tetapi, kali ini aku tekadkan hati untuk tidak mudah gentar, apalagi goyah hanya karena sebuah iming-iming bonus, atau kenaikan gaji. Naina Kayla Putri harus mendapat
Read more

Bab 5. Tamparan

Aku mengaduh kesakitan saat kening mulusku membentur dashboard. Namun, aku mencoba mengabaikan rasa sakit itu dan menoleh ke arah belakang. “Bapak Tama gak apa-apa, ‘kan? Apa ada yang terluka?” tanyaku cemas.Pria itu terlihat mendesis dan menggelengkan kepala. Aku yakin dia juga kaget karena kejadian itu terlalu mendadak. “Pak? Apa kepala Anda terbentur? Gegar otak atau gimana?” tanyaku beruntun.“Apa kamu mau membuat kita mat– yakh!” Tiba-tiba Gartama berteriak dan menarik wajahku. “Ada apa dengan keningmu?” “Saya?” Aku menatap pria itu dengan bingung, tetapi ketika tangan pria tersebut menyentuh keningku aku langsung meringis. “Kamu berdarah?” “S-saya gak tau,” ucapku, tetapi Pak Gunadi yang melihatku juga langsung sama cemasnya. Dia bahkan meminta maaf langsung kepadaku.Belum sempat aku membuka mulut, tiba-tiba ketukan di jendela bagian belakang membuat kami bertiga menoleh semua. Seorang wanita dengan pakaian yang cukup terbuka itu terlihat begitu ngotot dan seperti ingin men
Read more

Bab 6. Bibir Kami

Aku yakin setelah ini bakalan ada gosip-gosip murahan tentangku. Bukannya aku sok kepedean, melainkan sudah sedari lama aku mendengar tuduhan tak bermoral seperti itu melekat padaku. Gila bukan? Aku saja yang melakoni hidup tidak pernah merasa menjadi simpanan para lelaki hidung belang, apalagi simpanan Gartama Wirasesa. Heol, itu sih bukan aku banget.“Aku melalukan itu biar kamu sadar, kalau kamu itu sudah melakukan hal bodoh karena berniat menjadi sainganku. Lagian, situ gak usah sok manis, deh. Kamu, ‘kan, yang selama ini menyuruh Tama menghindariku? Kamu juga ‘kan yang memblokir nomorku di hp Tama? Kamu juga–”“Wait!” Aku langsung memotong ucapan wanita itu. “Maaf, Nona. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini!” ujarku berniat menjelaskan. Namun, wanita itu lagi-lagi langsung menyela ucapanku.“Salah paham!” Ada apa dengan orang ini? Apa pita suaranya tak sakit berteriak keras seperti itu.Lagipula, ini orang ada masalah apa, sih, sama aku? Perasaan aku tak pernah menyinggung siapa
Read more

Bab 7. Tama Menyebalkan

“Yah!” teriak Hina sambil memisahkan tubuh kami.Aku sendiri langsung menatap manik hitam milik Tama dengan pandangan shock. Namun, entah kenapa mataku justru tertuju ke arah bibir Tama. Seketika bayangan bibir itu yang menciumku tadi kembali terbayang dalam otakku layaknya kaset rusak."Gak, Na. Kamu gak boleh mikir kayak gitu!" batinku mengelak. Aku langsung menunduk untuk menutupi rona merah di pipiku ketika pandangan mata kami tidak sengaja saling bertemu."Tama!" Wanita itu menjerit tak terima, tetapi tidak kami pedulikan sampai hal yang lebih mengejutkan terjadi. "Arghhh!" "Pak Tama!" Aku menjerit reflek saat Tama yang tiba-tiba berdiri melindungi wajahku dari serangan si Hina.Aku menatap orang yang kini tengah memelukku dan melindungiku dengan tatapan campur aduk. Aroma musk langsung menyapa indera penciumanku saat tubuhnya memelukku. Aku langsung menunduk dan meremas bagian dadaku ketika debaran itu kembali datang.Aku langsung mengumpat dengan imajinasiku yang kadang suka m
Read more

Bab 8. Tangan Berotot

"Apa kamu tahu di mana kacamataku?"Aku dan Nadia langsung bertemu tatap dan kami refleks melihat ke arah Tama yang masih berdiri di depan pintu ruangannya. "Naina," panggilnya lagi dengan suara huskynya yang membuatku merinding. "Em, apa bapak lupa menaruhnya di kamar mandi? Bukankah biasanya--""Masuk dan bantu aku cari!" perintahnya dengan seenaknya. Si Tama dengan semua jiwa otoriternya kadang membuatku hanya bisa mengangguk. "Baik, Pak." Aku lalu melirik ke arah Nadia yang langsung membuat gesture telepon dengan tangannya. Kepalaku mengangguk dan kemudian meninggalkan Nadia yang juga pergi meninggalkan lantai 14."Permisi, Pak," ujarku saat akan melewati Tama. Aku berusaha menjaga kesopanan di antara makian yang kini sudah berada di ujung lidahku. "Lagian ini orang kenapa tidak menyingkir, sih? Kenapa juga harus tetap berdiri di samping pintu?" batinku menggerutu."Apa yang sedang dia lakukan tadi? Apa dia akan mengajakmu pulang?" Suara Tama tiba-tiba sudah berada di belakangk
Read more

Bab 9. Merasa Diawasi

Ingatanku akan kejadian beberapa hari yang lalu kembali berputar di mana saat itu, aku duduk di taman sendiri karena merasa sedikit pusing. "Aish, kepalaku sakit banget," keluhku sambil memijatnya. "Mana mual lagi."Aku menutup mulut saat ada dorongan dari lambung. Aku segera mendongak untuk mencegah mual itu. Namun, itu ternyata tak berhasil karena rasa ingin muntah itu justru semasih terus membayangiku.Tak tahan, aku pun langsung berlari ke tong sampah terdekat dan mengeluarkan semua isi lambungku. "Pahit," keluhku.Tiba-tiba, aku merasa bagian tengkukku ada yang memijat dan bahkan rambutku yang terurai menghalangi kini sudah dipegang oleh orang tersebut. "Sudah," ujarku memberitahu.Setelah selesai memuntahkan semua, badanku terasa lemas dan lagi-lagi orang itu membantuku untuk duduk ke kursi."Ckckck, kamu tuh ngapain berangkat kerja kalau lagi sakit, Na!" Kaisar Mahendra, seniorku ketika kuliah dulu. Tapi, kami beda jurusan, cuma karena kami satu arah dan menjadi tetangga kos ma
Read more

Bab 10. Diajak Nonton

Hari ini adalah hari jumat. Hari di mana menjadi akhir dari satu minggu bagi kami para karyawan untuk bekerja di Perusahaan Wirasesa. Semua berlomba-lomba merencanakan untuk bang out bareng temen dan juga pacar. Bagiku yang jomblo, mau besok weekend, ataupun hari biasa itu tidak akan merubah apa pun. Aku lebih memilih rebahan di atas ranjang sambil memeluk bantal guling dan bertemu sosok tampan di dalam mimpi. Ah, membayangkan saja aku langsung tersenyum senang. Namun, semua itu sepertinya sulit terealisasi karena satu perempuan sedari tadi membuntutiku dengan wajah memelas."Apa sih, Nad?" tanyaku jengah. "Ini aku lagi cuci tangan loh. Jangan sampai air ini kulempar ke muka kamu!" "Ayo, dong, Na! Please! Kamu ikut, yah?" Aku menoleh bosan ke arah Nadia. Dia seharian ini sudah sibuk menerorku, bahkan sebelum matahari terbit dia sudah mengirimiku chat dengan berbagai macam rencana ini dan itu. Kurang kerjaan banget memang itu Nadia.Kami sekarang sedang berada di toilet lantai 5,
Read more
DMCA.com Protection Status