Sebuah pernikahan seharusnya membawa kebahagiaan tetapi tidak bagi Purnama. Bintang sang suami kerap melakukan kekerasan bahkan menuduh Purnama berselingkuh. Perceraian akhirnya terjadi. Akankah Purnama meraih bahagia setelah bertemu pria lain sedangkan Bintang tak rela jika mantan istrinya menikah lagi?
Lihat lebih banyakMalam yang gelap, Purnama baru saja pulang dari tempat kerjanya. Setelan blazer dan rok sepannya sudah kusut setelah seharian bekerja. Jam 6.30 pagi ia berangkat dan kini jam 11 malam dia pulang.
Turun dari mobil milik rekan kerjanya, Purnama tergesa memasuki rumah. Menoleh pada rekan kerjanya lalu Purnama melambaikan tangan.
Setelah melepas sepatu dan menaruhnya di rak Purnama mengetuk pintu. Namun, beberapa kali ia mengetuk tidak ada siapa pun yang menjawab. Purnama berinisiatif menggerakkan gagang pintu.
Krek!
Pintu rumah ternyata tidak dikunci, ia membukanya. Di dalam keadaan amat gelap karena lampu ruang tamu dimatikan.
Klik!
Lampu menyala saat Purnama menutup pintu.
"Dari mana kamu jam 11 malam baru pulang?" tanya Bintang–suami Purnama– duduk di sofa sambil merokok.
"Lembur, Mas. Ini kan akhir tahun, aku harus nyelesaiin laporan."
"Lembur apa lembur?!" Bintang meniup asap rokok, menaruh puntungnya lalu berdiri dan berjalan ke arah Purnama. Mata Bintang menatap tajam pada Purnama.
"Ya, lembur banyak kerjaan. Tadi jam 7 kan aku udah bilang kalo malam ini lembur." jawab Purnama hati-hati.
"Yang anter kamu pulang tadi siapa?" tanya Bintang tepat di depan Purnama. Bau asap rokok bercampur alkohol begitu terasa di hidung Purnama.
"Itu Pak Alex, manajer aku, Mas."
"Hm. Mobilnya bagus ya?" tanya Bintang.
"Mobil?" Purnama tidak mengerti mengapa sang suami bicara ke sana dan ke sini.
"Mobil gue kan cuma Avanza model lama, dia Fortuner model baru. Pasti bagusan Fortuner kan?" tanya Bintang sinis.
"Maksud Mas apa?"
"Jangan belaga bego! Uang dia pasti lebih banyak dari uang gue."
"Kok jadi ke masalah uang?" Purnama makin tidak mengerti.
"Lembur tuh cuma alesan kamu biar kamu bisa berduaan sama manajer kamu." tuduh Bintang sambil menunjuk muka Purnama.
Mendengar ucapan suaminya, emosi Purnama naik. "Mas jangan sembarangan nuduh!"
"Buktinya kamu pulang diantar dia!"
"Jam 10 tadi aku minta tolong sama Mas untuk jemput tapi Mas bilang gak bisa, sibuk. Pak Alex cuma berbaik hati nganterin aku karena udah malem, Mas." Purnama berusaha menjelskan dengan menekan setiap kata yang dia ucapkan.
"Owh, sekarang kamu bela dia. Ngerti aku." Bintang mengangguk-angguk.
"Apa sih maksud kamu, Mas?"
"Kamu selingkuh!" Bintang mencengkeram bahu Purnama.
"Itu tuduhan gak berdasar, Mas!" Purnama berusaha melepas cengkeraman tangan suaminya. Namun tenaga Bintang jauh lebih besar dari Purnama. Postur tubuh Bintang yang tinggi besar seakan menenggelamkan tubuh Purnama yang mungil.
"Kamu cari yang lebih kaya kan?!" Tatapan tajam Bintang seakan menusuk Purnama.
"Enggak, Mas, demi Allah dia cuma rekan kerja aku." Purnama bicara penuh kesungguhan.
"Atau kamu cari lelaki yang bisa kasih kamu kepuasan lebih?" Pertanyaan Bintang menyalakan api di hati Purnama.
"Kamu mabuk, Mas! Omongan kamu ngaco semua!"
Cengkeraman Bintang makin keras, tubuh Purnama makin tidak dapat bergerak.
"Sakit, Mas." ringis Purnama.
"Atau kamu cari keduanya, harta dan kepuasan?" Mata Bintang menatap nyalang pada istrinya.
"Ngaco kamu!"
"Dasar jalang!"
Plak!
Purnama menampar suaminya dengan tenaga yang tersisa.
"Aku istri kamu!" ucap Purnama penuh amarah.
Mendapat tamparan dari sang istri, emosi Bintang semakin naik. Matanya menyalang menatap Purnama, gerahamnya saling beradu.
Diusapnya bekas tamparan Purnama lalu tangan kanannya memegang kepala Purnama dari arah belakang.
"Malam ini kamu akan dapat kepuasan dariku!" Bintang menyeringai.
Bintang mencium istrinya dengan kasar, tangannya menekan kepala Purnama hingga Purnama tak mampu berontak atas ciuman suaminya.
Bintang mendorong tubuh Purnama ke dinding tanpa melepas ciumannya.
"Le … pas!" Purnama terus berontak namun Bintang tak peduli. Nafsu menguasainya, Vodka yang diminumnya beberapa saat sebelum Purnama pulang memperparah semuanya.
Bintang melucuti pakaian istrinya satu demi satu dengan paksaan dan membawa Purnama ke kamar mereka.
Air mata Purnama meleleh, ini pertama kalinya ia melayani sang suami dengan terpaksa. Selama ini ia berusaha menjadi istri yang baik, melayani suami sepenuh hati.
Lebih dari satu jam Purnama bergumul dengan suaminya dan kini Bintang telah lelap di sebelahnya. Tubuhnya terasa sakit semua apalagi hatinya.
Purnama melihat jam yang bertengger di dinding. Hari sudah berganti dan ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Bintang, tepat setahun mereka menikah.
***
Purnama bangun setelah 2 jam tertidur. Ia segera menuju dapur untuk memasak air. Diisinya air di panci besar lalu menjerangnya di atas kompor. Dikeluarkannya bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas. Nasi sisa semalam ia masak menjadi nasi goreng untuk sarapan. Ia juga memasak nasi baru untuk makan siang.
Adzan Subuh berkumandang, Purnama mandi hadats besar lalu menunaikan kewajibannya pada Sang Pencipta. Bintang masih terlelap di ranjang tepat di samping Purnama yang sedang sholat. Ia tidak tahu kenapa sang suami menuduhnya selingkuh bahkan menyematkan julukan paling menjijikkan padanya. Ia berdoa agar Allah membuka tabir kebenaran tanpa ada lagi keributan di antara mereka.
"Mas, Subuh, mandi, sholat!" Purnama menggoyangkan bahu suaminya.
"Euh ...." Bintang melenguh dan merubah posisi menjauhi istrinya.
"Mas, nanti waktu Subuhnya keburu habis loh,"
"Ngantuk." ucap Bintang tanpa sedikit pun membuka matanya.
"Ayo, Mas, bangun!" Purnama membuka sedikit selimut yang menutupi suaminya berharap ia segera bangun.
"Cerewet banget sih lu!" Bintang menutup tubuhnya kembali dengan selimut lalu kembali tidur.
Purnama menghela napas, ia tahu suaminya bukanlah lelaki sholeh saat mereka menikah namun ia selalu berharap suaminya dapat berubah. Tiap hari Purnama berusaha dengan lembut menegur dan memberi tahu suaminya tentang kewajiban dalam agama yang harus dilaksanakan dan doanya tidak pernah putus untuk suaminya.
Purnama juga sadar dia bukanlah wanita sholehah, dia pun belum melaksanakan kewajiban untuk menutup aurat. Namun, Purnama selalu berusaha melakukan yang ia bisa. Bajunya selalu sopan, sholat 5 waktu juga tidak pernah ia tinggalkan, bersedekah pun menjadi kebiasaan dan kadang ia melakukan puasa sunah.
Ia tinggalkan Bintang yang masih bergelut dengan selimut menuju ke dapur. Jam 6.30 pagi ia harus berangkat dan sebelum ia berangkat makanan untuk suaminya harus sudah matang. Setiap hari sebelum bekerja Purnama selalu memasak untuk sarapan dan makan siang suaminya.
Asyik berkutat di dapur, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Pintu rumah diketuk, Purnama tahu siapa yang datang karena beliau hampir tiap pagi datang ke rumah.
"Masuk, Pih." Pria paruh baya dengan rambut yang telah memutih berdiri di depan Purnama. Begitu pintu dibuka ia masuk ke dalam. Ucapan Purnama yang mempersilakannya masuk hanya basa basi semata karena tanpa dipersilakan pun beliau akan masuk.
"Udah bikin sarapan?" Martoyo, sang bapak mertua bertanya sambil melihat ke arah meja makan.
"Udah, itu ada nasi goreng di meja makan."
Martoyo duduk di meja makan dan menyendokkan nasi ke piringnya, "Kamu udah sarapan?"
"Saya sarapan di kantor saja, takut kesiangan."
"Mana Bintang?"
"Masih tidur." "Owh."
"Saya siap-siap ke kantor dulu, Pih."
Ini adalah pemandangan sehari-hari di rumah Purnama. Rumah yang dihuni Purnama adalah milik mertuanya, mereka memiliki 2 rumah yang berdampingan. Mertua Purnama tinggal di samping rumah yang dihuni Purnama. Sang ibu mertua lebih sering berada di ruko yang mereka miliki dan pulang hanya beberapa hari sekali. Karena itulah bapak mertua Purnama selalu sarapan di rumah Purnama.
Blazer beserta celana panjang dengan warna senada dikenakan Purnama, kantor tempatnya bekerja sedang amat sibuk hingga beberapa hari ini ia harus berangkat lebih pagi. Biasanya jam 7.30 ia berangkat.
Messenger bag diselempangkan Purnama di bahunya. Rambut selehernya telah disisir rapi. Ia mendekati bapak mertuanya yang sedang menikmati sarapan.
"Pamit, Pih. Saya berangkat. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
***
Bintang bangun dari tidurnya saat matahari telah sepenggalan naik. Dari kamar tidur ia langsung menuju meja makan. Kopi buatan istrinya telah dingin begitu juga dengan nasi goreng yang ada di sebelahnya.
Kopi dingin dan nasi goreng itu ia nikmati dengan lahap karena perutnya sangat lapar. Bintang mengecek pesan di gawainya sambil menyuapkan sesendok nasi goreng.
[Bener kan kata mami kalo istrimu diantar atasannya?] [Iya]
[Jangan diam saja Bintang]
[Udah aku kasi pelajaran semalam.] [Bagus]
Bintang menaruh gawainya lalu melanjutkan makannya. Satu piring nasi goreng beserta segelas kopi telah ia habiskan. Sekarang waktunya Bintang bekerja.
Tanpa mandi, hanya cuci muka dan berganti baju Bintang berangkat ke bengkel miliknya.
***
note: Judul bab 1-2 berarti bab 1 dan 2 digabungkan dari buku aslinya.
Purnama menatap layar ponselnya, ada beberapa pesan masuk dari Bintang sejak dia di dalam kamar mandi.[Nama, kita jalan yuk, berdua aja.][Aku pengen kita mengenang masa lalu, masa pacaran kita.][Mau ya?][Jawab dong pesan saya.]Baru saja Purnama menekan tombol untuk menjawab pesan Bintang, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Dokter Surya begitu kata yang terpampang di layar."Assalamu'alaikum, Dok.""Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.""Ada apa, Dok?""Maaf mengganggu aktivitas sore kamu, saya mau mengajak Langit nonton film anak-anak yang baru tayang di bioskop ... sekalian sama kamu.""Nonton?""Iya, besok ba'da Zuhur saya jemput."Purnama terdiam sesaat, haruskah ia menerima ajakan Surya?"Diam berarti iya." Surya menyimpulkan sendiri lalu menutup panggilan.***Adzan Maghrib telah berkumandang beberapa saat yang lalu, Langit bersama ayah Purnama shalat berjamaah
Terdiam sejenak Purnama berpikir, apakah ia harus ikut bersama Bintang ke rumahnya dan bertemu dengan mantan mertuanya? Rumah itu penuh dengan kenangan buruk semasa ia menikah dengan Bintang."Ayolah, Nama. Cuma sebentar, kita gak akan lama kok.Langit setuju kan kalo mama ikut?" "Iya, Ma. Temenin Langit."Purnama bernapas berat lalu mengangguk."Terima kasih kamu mau ikut." ujar Bintang dengan mata berbinar.Setelah semua ice cream di meja mereka habis, ketiganya bergegas pergi ke parkiran. Lalu mendekati mobil Bintang."Naik," Bintang berkata pada Purnama sambil membuka pintu penumpang di bagian depan."Aku di belakang saja. Langit, kamu yang di depan!""Kenapa bukan kamu? Biar Langit di belakang." ujar Bintang."Aku pengen istirahat, jadi mending di belakang." Purnama beralasan, ia sebenarnya tak nyaman jika harus duduk berdekatan dengan Bintang."Ok lah kalau begitu. Langit, kamu yang di depan."
Langit sudah sembuh dari sakitnya dan mulai bersekolah. Hari pertama setelah sembuh dari sakit, Purnama mengantarkannya ke sekolah. "Mama mau ke bagian administrasi, Langit belajar di kelas ya! Nanti waktunya pulang, kakek yang jemput." "Iya, Ma." Purnama mencium pipi Langit dan Langit membalasnya lalu mencium punggung tangan Purnama lalu masuk ke kelas. Purnama ingat ia belum membayar administrasi sekolah bulan ini. Sebenarnya bisa dilakukan secara online tetapi mumpung ia berada di sekolah tidak ada salahnya ia membayar secara langsung. "Selamat pagi, Miss." sapa Purnama pada gadis muda yang bertugas di bagian administrasi sekolah. "Pagi, Mom." "Saya mau bayar SPP atas nama Langit," Gadis itu mengetik sesuatu di komputer lalu mengernyitkan dahinya. "SPP atas
Dokter Surya melakukan kunjungan ke kamar Langit pagi itu. Ia tahu sebentar lagi Langit dan Purnama akan pulang."Assalamualaikum. Selamat pagi,""Waalaikumsalam. Pagi, Dok." jawab Purnama yang menghentikan sejenak kegiatannya berbenah pakaian Langit."Bagaimana Langit, sudah mau pulang ya?" tanya Surya melihat Purnama yang berbenah. Ia mendekat ke ranjang pasien tempat Langit yang sedang duduk."Iya, Dok. Tadi dokter Andra sudah mengizinkan kami untuk pulang.Surya menganggukkan kepala, Andra adalah dokter spesialis anak yang bertanggung jawab menangani Langit."Dokter, Langit suka mobilannya, terima kasih." ucap Langit."Alhamdulillah kamu suka. Kalo ice cream suka gak?" Dokter Surya mengusap kepala Langit."Suka, suka banget.""Suka rasa apa?""Rasa vanilla, Om Dokter suka rasa apa?""Rasa vanilla juga. Kita samaan, tos dulu."Su
Bintang menghabiskan baksonya dalam waktu singkat. Rupanya dia benar-benar lapar."Nama, aku mohon kamu pertimbangkan keinginanku. Aku tau kamu masih cinta, buktinya kamu belum menikah juga sampai sekarang."Purnama diam sejenak, memori saat menjalin rumah tangga bersama Bintang menyeruak. Luka yang sudah mengering itu kembali terasa sakit."Mas, kamu sudah menorehkan luka yang begitu dalam.""Aku sudah minta maaf, beri aku kesempatan kedua."Purnama berdiri lalu membayar pesanan bakso Bintang dan berlalu pergi. Ia malas melayani omongan Bintang."Nama, tunggu!" seru Bintang yang setengah berlari mengejar Purnama.Purnama tak peduli dengan teriakan Bintang. Yang penting saat ini Langit telah mendapatkan donor dan mulai membaik. Biarlah ia dianggap tidak tau terima kasih oleh Bintang.Grep!Bintang berhasil menarik tangan Purnama hingga Purnama menoleh ke arahnya dan berusaha melepaskan diri."Lepas!""Denge
Purnama merasakan anaknya (Langit) bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia membuka mata lalu menyentuh tubuh langit.PanasKantuknya hilang seketika padahal baru saja ia terlelap. Segera Purnama mengambil termometer untuk mengukur suhu tubuh Langit.38 derajat CelciusAnak lelaki berusia tujuh tahun itu gemetar karena demam. Purnama mengambil baskom dan waslap untuk mengompres putranya.Sampai pagi menjelang Purnama terus memantau keadaan putranya. Langit sudah tidak mengigil hanya suhu tubuhnya belum juga menurun.Matahari telah sepenggalan naik saat Purnama bersiap ke kantor. Melihat kondisi Langit ia ingin tetap di rumah namun janji dengan klien tak mungkin ia batalkan."Bu, aku titip Langit. Kalo ada apa-apa langsung telpon ya?""Iya, udah kamu kerja aja yang tenang. Langit biar ibu yang urus."Dengan hati tak tenang Purnama mengendarai mobilnya memecah jalanan kota. Menjadi single parent da
"Sial!” umpat Bintang di teras. Ia menendang kursi teras hingga kursi itu terjungkal.Suara berisik yang ditimbulkan aksi Bintang membuat ibunya yang tinggal di rumah sebelah datang menghampiri. “Kamu kenapa marah-marah begitu?”“Ini,” Bintang memberikan selembar kertas yang ada di tangannya.Mami membaca kertas itu yang berasal dari pengadilan agama, di kertas itu tertulis bahwa gugatan cerai Purnama telah dikabulkan dan resmi jatuh talak 1.“Mami bilang kalau aku gak datang ke pengadilan, Purnama yang akan disalahkan oleh pengadilan, tapi ini gugatannya justru dikabulkan!” Suara Bintang meninggi.“Ya bagus dong, akhirnya kalian bercerai, kamu bisa bebas cari istri lagi yang cantik dan kaya.”“Tapi aku dianggap gak menghormati pengadilan agama, Mam, makanya talak satu jatuh dalam 3 kali sidang. Orang- orang pasti akan mencemooh aku,”Bintang merasa harga dirinya terluk
"Aku mau ketemu anakku," ucap Bintang tegas."Baru sekarang kamu mau nemuin? Setelah sebulan lebih," Purnama menatap marah pada suaminya."Kamu pergi dari rumah sakit gak bilang-bilang, hape kamu juga gak aktif." tunjuk Bintang pada Purnama"Kamu kan bisa langsung datang ke sini,"Suara perdebatan Purnama dan Bintang terdengar ibunya."Nama, ajak suami kamu masuk! Bicara baik-baik di dalam, jangan berdebat di teras gini, malu sama tetangga."Pernama mengikuti kata ibunya, ia masuk lalu duduk di sofa. Sementara sang ibu masuk ke ruang tengah, ingin memberi privacy bagi Purnama.Bintang mengekori Purnama masuk ke rumah lalu duduk di seberang Purnama."Mana anakku?""Kamu gak malu dateng ke sini langsung nanya anak, waktu aku lahiran kamu kemana? Waktu aku hamil kamu juga gak peduli." ujar Purnama ketus."Aku pikir itu dulu bukan anak aku,""Jahat kamu Mas, gak sekalipun aku selingkuh tapi kamu perlak
"Maaf ya Purnama, mami sama papi baru sempet ke sini." ucap Mami sambil menaruh sekantung buah di nakas."Iya, Mi.""Ibu Purnama udah lama di sini?" Mami bertanya pada sang besan.Pertanyaan basa basi, batin Purnama bicara."Ibu saya menemani sejak sebelum melahirkan dan belum pulang sampai saat ini." jawab Purnama ketus.Melihat gelagat yang tak baik, ibu Purnama menggendong cucunya yang telah lelap di dekapan Purnama lalu menaruhnya di dalam box bayi."Sorry ya, Sayang, aku gak nemenin kamu. Bengkel lagi rame." Bintang ikut bicara."Mau rame mau nggak, istri lahiran harusnya didampingin suami. Jangan mau bikinnya aja," Ibu menjawab dengan tidak kalah ketus.Mami mendekati box bayi dan memperhatikan wajah cucunya."Bin, mirip banget sama kamu,""Iya, Mi. Bintang tau, kemarin Bintang udah liat." Bintang keceplosan.Mendengar ucapan suaminya, Purnama terkejut. "Kamu kemarin ke sini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen