Share

15-16

last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 14:30:37

Purnama mengingat betul perkataan ibunya, ia harus menyelesaikan masalahnya dengan Bintang atau pulang jika sudah tak sanggup lagi.

Sampai di rumah waktu sudah hampir tengah malam. Ingin sekali ia berbicara serius dengan suaminya namun Bintang terlihat lelah dan masih kesal.

Pagi hari setelah Bintang sarapan, Purnama sudah menyiapkan kata-kata untuk disampaikan pada suaminya.

Segelas air putih ditaruh Purnama tepat di depan Bintang. "Mas, kita harus bicara serius."

"Ada apa? Soal orang tua kamu?"

"Bukan, ini tentang rumah tangga kita."

"Memangnya rumah tangga kita kenapa?" tanya Bintang tanpa rasa bersalah.

"Banyak hal yang harus kamu perbaiki, Mas, sebagai seorang suami."

"Memangnya aku kenapa?" Bintang menatap Purnama.

Ada kesal di hati Purnama, suaminya tidak merasa bersalah sedikit pun.

"Sebagai kepala rumah tangga seharusnya Mas lebih bertanggung jawab."

"Owh, jadi maksud kamu aku gak bertanggung jawab?! Aku udah kasi kamu tempat tinggal yang layak, nafkah juga aku beri!"

"Nafkah yang dua ratus ribu sebulan itu? Seminggu aja itu gak cukup, Mas. Apalagi mami sama papi ikut makan di sini."

"Kan kamu kerja, jadi gak perlu aku kasi banyak- banyak."

"Yang berkewajiban menafkahi itu suami bukan istri."

"Kamu gak ikhlas uang kamu dipake buat belanja?"

"Ini bukan masalah ikhlas gak ikhlas tapi tanggung jawab kamu. Kalau kamu tukang batu yang penghasilannya kecil aku masih bisa terima tapi penghasilan kamu ‘kan memadai."

"Jadi ini semua karena duit," Bintang menyimpulkan.

"Bukan cuma duit tapi juga sikap kamu yang tidak menghargai aku sebagai istri!"

Bintang berdiri mengambil dompetnya di kamar. Ia kembali sambil membawa beberapa lembar uang berwarna merah lalu melemparkannya di hadapan Purnama.

"Ini ‘kan yang kamu mau!" Bintang berkata sinis lalu beranjak pergi. Purnama berusaha menghalangi, namun Bintang tetap berjalan keluar.

"Jangan pergi, Mas! Kita belum selesai bicara."

"Aku muak mendengar ocehan kamu! Lebih baik aku temui Alice yang selalu manis dan menghargaiku."

Mendengar nama Alice disebut, hati Purnama terasa amat sakit. Air matanya tak terasa menetes.

Apakah Bintang selingkuh? Begitu pikiran Purnama bicara.

"Argh..... " Purnama meringis, perutnya terasa mulas. Ia

mengusap area perutnya berkali kali berharap rasa mulas itu pergi.

Keringat dingin mulai keluar di pori-pori kulitnya. Rasa mulas itu makin menguat. Satu hal yang ia harus lakukan segera yaitu menemui dokter kandungan.

Purnama melangkah menuju kamarnya, ia berniat mengambil dompet dan buku pemeriksaan kehamilan. Namun mulas di perutnya makin menguat, langkahnya terhenti. Ia memegang kusen pintu kamarnya sambil membungkuk menahan sakit.

"Kamu kenapa?" tanya Bintang yang kembali untuk mengambil kunci mobilnya.

"Perut aku sakit, Mas."

"Ada-ada aja," kata Bintang tak peduli.

"Beneran, Mas. Tolong anter aku ke dokter." ucap Purnama sambil merintih menahan sakit.

Bintang melihat istrinya yang kesakitan, ada rasa tak percaya di sana.

"Mas, please!" Purnama memohon sampai hampir menangis.

Tak tega melihat Purnama meringis akhirnya Bintang memutuskan mengantar Purnama, "Yaudah aku anter,"

***

Purnama terbaring di ranjang periksa sang dokter. Kondisinya sudah lebih tenang setelah dokter menyuntiknya dengan obat. Bintang duduk di hadapan sang dokter kandungan yang telah berusia lanjut.

"Ibu Purnama mengalami kontraksi sebelum waktunya, untunglah cepat ditangani."

"Iya, Dok."

"Perlu Bapak ketahui, ibu hamil tidak boleh stress dan kecapean. Yang terjadi pada istri Bapak disebabkan karena dua hal itu. Jaga istrinya, Pak. Bahagiakan dia, istri Bapak itu sedang membawa calon penerus keluarga, darah daging Anda."

"Iya, Dok."

"Bapak sayang nggak sih sama Bu Purnama? Saya perhatikan tiap Ibu periksa kesini, Bapak nggak pernah datang ikut mengantar, Bu Purnama selalu sendiri."

"Yaa ... sayang, Dok."

"Kalau sayang, dampingi istri Anda! Jangan biarkan dia berjuang sendiri, Ibu Purnama bisa hamil juga karena andil Bapak kan?!"

"Iya, Dok."

"Saya harap ini tidak terjadi lagi, karena akan berbahaya bagi bayi dan Bu Purnama. Sementara ini Bu Purnama harus bedrest selama seminggu. Tolong sebagai suami, Bapak perhatikan kondisi istri."

"Iya, Dok."

Purnama memperhatikan segala ucapan sang dokter pada suaminya, ia mengelus perut buncitnya.

Mama akan mengusahakan apa pun untuk kamu.

***

Keduanya hanya terdiam saat pulang dari rumah sakit, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Purnama tidak ingin bertambah stress jika mereka bicara dan Bintang pun tidak mau mendapat sebutan pembunuh.

Semalaman Purnama merenung, prioritasnya kini adalah anak dalam kandungannya. Ia akan melakukan apapun demi sang calon buah hati.

Purnama melihat Bintang yang masih tertidur di sisinya, sejak semalam Bintang tak berkata apapun. Purnama mengelus perut buncitnya.

Dia papa kamu, tetapi jangan pernah kamu tiru kelakuannya.

Purnama segera membersihkan dirinya di kamar mandi. Selesai shalat Subuh, ia segera pergi menemui Lily sahabatnya. Ia membutuhkan seseorang untuk bertukar pikiran dan Lily sahabatnya sepertinya orang yang tepat.

Mereka berdua duduk berhadapan di sebuah warung bubur ayam. Uap bubur mengepul dari mangkuk di atas meja.

Purnama mengaduk aduk buburnya sambil bercerita, Lily tampak serius mendengarkan. Hanya beberapa suap saja yang masuk ke mulut Lily saking seriusnya mendengarkan Purnama.

Air mata Purnama kembali menetes, sesak terasa di hatinya. Lily memberi selembar tisu pada Purnama.

"Gue gak nyangka rumah tangga lo separah itu."

"Gue harus gimana? Apa gue ajuin cerai aja?"

"Proses perceraian itu gak gampang. Lo harus beberapa kali sidang belum lagi kalo si Bintang brengsek itu gak mau nyerein lo bakal makin lama prosesnya."

"Tapi gue gak kuat Ly, makin lama gue makin tersiksa."

"Lo juga harus mikirin baby yang di perut. Proses sidang yang ribet bisa bikin lo kecapean dan tambah stress. Gak baik buat baby lo."

"Buah simalakama. Gue bertahan juga bakal stress, Ly."

"Menurut gue yang penting sekarang pikiran lo jangan stress, gugatan cerai bisa lo ajuin setelah si baby lahir."

"Maksud lo?"

"Abaikan segala sesuatu tentang laki lo. Dia mau gini kek gitu kek, jangan dipikirin, anggap aja dia orang-orangan sawah."

"Gue ‘kan serumah, mana bisa gitu?"

"Bisa, gue yakin lo bisa. Abaikan segala sesuatu tentang laki lo terutama hal-hal yang buruk biar pikiran lo tenang dan si dedek bayi juga sehat."

"Apa gue bisa?"

"Lakukan itu demi anak lo. Seorang ibu pasti bisa melakukan apa pun demi anaknya."

Purnama terdiam mendengarkan penuturan sahabatnya.

Ucapan Lily ada benarnya.

"Sekarang lo makan, jangan cuma diaduk doang tuh bubur!"

"Iya."

"Lo harus kuat, demi anak lo! Kalo si Bintang berlaku kasar lagi sama lo, pintu rumah gue selalu terbuka untuk lo."

"Makasih, Ly."

Purnama mengikuti saran sahabatnya. Ia mengabaikan segala sesuatu tentang Bintang. Ia melakukan aktivitas sehari- hari seperti biasa, namun membatasi komunikasi dengan suaminya.

Bintang menyadari perubahan istrinya, ia merasa Purnama semakin menjauh. Tetapi bagi Bintang itu bukanlah hal yang harus ia risaukan.

***

Hari demi hari berlalu, kehamilan Purnama makin mendekati waktu lahir. Perutnya sudah demikian besar.

Purnama menantikan kelahiran bayinya namun sampai melewati tanggal perkiraan lahir masih belum juga ada tanda-tanda akan melahirkan. Purnama cemas sudah 2 minggu lebih dari perkiraan hari lahir. Ia menemui dokter kandungannya.

Setelah melalui berbagai pemeriksaan, dokter menyarankan agar Purnama segera melahirkan dengan bantuan induksi. Hal ini harus dilakukan karena dikhawatirkan sang bayi mengalami keracunan air ketuban. Air ketuban yang ada di dalam rahim jika sudah lebih dari 40 minggu bisa meracuni bayi karena bayi sudah bisa mengeluarkan tinjanya sendiri.

Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi alami terjadi, dengan tujuan untuk mempercepat proses persalinan. Prosedur ini tidak dapat dilakukan sembarangan, karena mengandung lebih banyak risiko dibandingkan persalinan normal.

Purnama menyiapkan mentalnya karena proses induksi lebih menyakitkan daripada kelahiran normal tanpa induksi. Setelah dari rumah sakit ia pulang dan menyiapkan segala keperluannya.

Purnama memasukkan beberapa potong pakaian, perlengkapan bayi dan kain yang mungkin akan ia perlukan saat bersalin nanti.

Hatinya terasa sedih, di saat-saat seperti ini seharusnya Bintang mendampingi. Purnama mengambil gawainya untuk menghubungi Bintang.

[Mas, aku ke rumah sakit. Dokter bilang aku harus induksi sore ini. Sudah saatnya bayi kita lahir.]

Purnama berharap masih ada setitik kepedulian Bintang. Sebagai istri ia ingin sekali ada suami di sisinya saat melahirkan. Purnama menunggu jawaban Bintang. Pesan itu telah dibaca Bintang namun satu jam menunggu Bintang tak jua menjawab. Purnama memutuskan untuk berangkat ke rumah sakit sendiri.

Ada sesak di dada, tapi ia harus kuat demi anaknya.

Bab terkait

  • Purnama   17-18

    Purnama menahan tangisnya selama di dalam taksi. Ia sangat butuh dukungan saat ini. Diambilnya gawai di dalam tas. Ia menelpon sang ibu. Di dering pertama ibunya langsung menjawab."Assalamualaikum.""Waalaikum salam. Nama gimana kabar kamu?""Baik, Bu. Nama … mau lahiran, Bu.""Udah mules?" Suara ibu terdengar panik."Belum tapi mau diinduksi, Bu."“Kok induksi?”“Iya, udah lewat waktu,”"Sekarang udah di rumah sakit?""Masih di jalan, Bu.""Kasih ibu alamat rumah sakitnya nanti ibu sama ayah ke sana.""Iya, Bu."Setelah menelpon ibunya, Purnama merasa sedikit tenang. Ia menyandarkan tubuhnya pada jok mobil sambil mengusap perut buncitnya.Sampai di rumah sakit, sang dokter langsung menangani dirinya. Memberi infus yang berisi obat induksi.Purnama berbaring di ranjang rumah sakit. Ia pasrah menyerahkan nasibnya pada Yang Maha Kuasa.Satu jam berla

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • Purnama   19-20

    "Maaf ya Purnama, mami sama papi baru sempet ke sini." ucap Mami sambil menaruh sekantung buah di nakas."Iya, Mi.""Ibu Purnama udah lama di sini?" Mami bertanya pada sang besan.Pertanyaan basa basi, batin Purnama bicara."Ibu saya menemani sejak sebelum melahirkan dan belum pulang sampai saat ini." jawab Purnama ketus.Melihat gelagat yang tak baik, ibu Purnama menggendong cucunya yang telah lelap di dekapan Purnama lalu menaruhnya di dalam box bayi."Sorry ya, Sayang, aku gak nemenin kamu. Bengkel lagi rame." Bintang ikut bicara."Mau rame mau nggak, istri lahiran harusnya didampingin suami. Jangan mau bikinnya aja," Ibu menjawab dengan tidak kalah ketus.Mami mendekati box bayi dan memperhatikan wajah cucunya."Bin, mirip banget sama kamu,""Iya, Mi. Bintang tau, kemarin Bintang udah liat." Bintang keceplosan.Mendengar ucapan suaminya, Purnama terkejut. "Kamu kemarin ke sini

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • Purnama   21-22

    "Aku mau ketemu anakku," ucap Bintang tegas."Baru sekarang kamu mau nemuin? Setelah sebulan lebih," Purnama menatap marah pada suaminya."Kamu pergi dari rumah sakit gak bilang-bilang, hape kamu juga gak aktif." tunjuk Bintang pada Purnama"Kamu kan bisa langsung datang ke sini,"Suara perdebatan Purnama dan Bintang terdengar ibunya."Nama, ajak suami kamu masuk! Bicara baik-baik di dalam, jangan berdebat di teras gini, malu sama tetangga."Pernama mengikuti kata ibunya, ia masuk lalu duduk di sofa. Sementara sang ibu masuk ke ruang tengah, ingin memberi privacy bagi Purnama.Bintang mengekori Purnama masuk ke rumah lalu duduk di seberang Purnama."Mana anakku?""Kamu gak malu dateng ke sini langsung nanya anak, waktu aku lahiran kamu kemana? Waktu aku hamil kamu juga gak peduli." ujar Purnama ketus."Aku pikir itu dulu bukan anak aku,""Jahat kamu Mas, gak sekalipun aku selingkuh tapi kamu perlak

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • Purnama   23-24

    "Sial!” umpat Bintang di teras. Ia menendang kursi teras hingga kursi itu terjungkal.Suara berisik yang ditimbulkan aksi Bintang membuat ibunya yang tinggal di rumah sebelah datang menghampiri. “Kamu kenapa marah-marah begitu?”“Ini,” Bintang memberikan selembar kertas yang ada di tangannya.Mami membaca kertas itu yang berasal dari pengadilan agama, di kertas itu tertulis bahwa gugatan cerai Purnama telah dikabulkan dan resmi jatuh talak 1.“Mami bilang kalau aku gak datang ke pengadilan, Purnama yang akan disalahkan oleh pengadilan, tapi ini gugatannya justru dikabulkan!” Suara Bintang meninggi.“Ya bagus dong, akhirnya kalian bercerai, kamu bisa bebas cari istri lagi yang cantik dan kaya.”“Tapi aku dianggap gak menghormati pengadilan agama, Mam, makanya talak satu jatuh dalam 3 kali sidang. Orang- orang pasti akan mencemooh aku,”Bintang merasa harga dirinya terluk

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Purnama   25-26

    Purnama merasakan anaknya (Langit) bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia membuka mata lalu menyentuh tubuh langit.PanasKantuknya hilang seketika padahal baru saja ia terlelap. Segera Purnama mengambil termometer untuk mengukur suhu tubuh Langit.38 derajat CelciusAnak lelaki berusia tujuh tahun itu gemetar karena demam. Purnama mengambil baskom dan waslap untuk mengompres putranya.Sampai pagi menjelang Purnama terus memantau keadaan putranya. Langit sudah tidak mengigil hanya suhu tubuhnya belum juga menurun.Matahari telah sepenggalan naik saat Purnama bersiap ke kantor. Melihat kondisi Langit ia ingin tetap di rumah namun janji dengan klien tak mungkin ia batalkan."Bu, aku titip Langit. Kalo ada apa-apa langsung telpon ya?""Iya, udah kamu kerja aja yang tenang. Langit biar ibu yang urus."Dengan hati tak tenang Purnama mengendarai mobilnya memecah jalanan kota. Menjadi single parent da

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Purnama   27-28

    Bintang menghabiskan baksonya dalam waktu singkat. Rupanya dia benar-benar lapar."Nama, aku mohon kamu pertimbangkan keinginanku. Aku tau kamu masih cinta, buktinya kamu belum menikah juga sampai sekarang."Purnama diam sejenak, memori saat menjalin rumah tangga bersama Bintang menyeruak. Luka yang sudah mengering itu kembali terasa sakit."Mas, kamu sudah menorehkan luka yang begitu dalam.""Aku sudah minta maaf, beri aku kesempatan kedua."Purnama berdiri lalu membayar pesanan bakso Bintang dan berlalu pergi. Ia malas melayani omongan Bintang."Nama, tunggu!" seru Bintang yang setengah berlari mengejar Purnama.Purnama tak peduli dengan teriakan Bintang. Yang penting saat ini Langit telah mendapatkan donor dan mulai membaik. Biarlah ia dianggap tidak tau terima kasih oleh Bintang.Grep!Bintang berhasil menarik tangan Purnama hingga Purnama menoleh ke arahnya dan berusaha melepaskan diri."Lepas!""Denge

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Purnama   29-30

    Dokter Surya melakukan kunjungan ke kamar Langit pagi itu. Ia tahu sebentar lagi Langit dan Purnama akan pulang."Assalamualaikum. Selamat pagi,""Waalaikumsalam. Pagi, Dok." jawab Purnama yang menghentikan sejenak kegiatannya berbenah pakaian Langit."Bagaimana Langit, sudah mau pulang ya?" tanya Surya melihat Purnama yang berbenah. Ia mendekat ke ranjang pasien tempat Langit yang sedang duduk."Iya, Dok. Tadi dokter Andra sudah mengizinkan kami untuk pulang.Surya menganggukkan kepala, Andra adalah dokter spesialis anak yang bertanggung jawab menangani Langit."Dokter, Langit suka mobilannya, terima kasih." ucap Langit."Alhamdulillah kamu suka. Kalo ice cream suka gak?" Dokter Surya mengusap kepala Langit."Suka, suka banget.""Suka rasa apa?""Rasa vanilla, Om Dokter suka rasa apa?""Rasa vanilla juga. Kita samaan, tos dulu."Su

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Purnama   31-32

    Langit sudah sembuh dari sakitnya dan mulai bersekolah. Hari pertama setelah sembuh dari sakit, Purnama mengantarkannya ke sekolah. "Mama mau ke bagian administrasi, Langit belajar di kelas ya! Nanti waktunya pulang, kakek yang jemput." "Iya, Ma." Purnama mencium pipi Langit dan Langit membalasnya lalu mencium punggung tangan Purnama lalu masuk ke kelas. Purnama ingat ia belum membayar administrasi sekolah bulan ini. Sebenarnya bisa dilakukan secara online tetapi mumpung ia berada di sekolah tidak ada salahnya ia membayar secara langsung. "Selamat pagi, Miss." sapa Purnama pada gadis muda yang bertugas di bagian administrasi sekolah. "Pagi, Mom." "Saya mau bayar SPP atas nama Langit," Gadis itu mengetik sesuatu di komputer lalu mengernyitkan dahinya. "SPP atas

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17

Bab terbaru

  • Purnama   35-36

    Purnama menatap layar ponselnya, ada beberapa pesan masuk dari Bintang sejak dia di dalam kamar mandi.[Nama, kita jalan yuk, berdua aja.][Aku pengen kita mengenang masa lalu, masa pacaran kita.][Mau ya?][Jawab dong pesan saya.]Baru saja Purnama menekan tombol untuk menjawab pesan Bintang, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Dokter Surya begitu kata yang terpampang di layar."Assalamu'alaikum, Dok.""Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.""Ada apa, Dok?""Maaf mengganggu aktivitas sore kamu, saya mau mengajak Langit nonton film anak-anak yang baru tayang di bioskop ... sekalian sama kamu.""Nonton?""Iya, besok ba'da Zuhur saya jemput."Purnama terdiam sesaat, haruskah ia menerima ajakan Surya?"Diam berarti iya." Surya menyimpulkan sendiri lalu menutup panggilan.***Adzan Maghrib telah berkumandang beberapa saat yang lalu, Langit bersama ayah Purnama shalat berjamaah

  • Purnama   33-34

    Terdiam sejenak Purnama berpikir, apakah ia harus ikut bersama Bintang ke rumahnya dan bertemu dengan mantan mertuanya? Rumah itu penuh dengan kenangan buruk semasa ia menikah dengan Bintang."Ayolah, Nama. Cuma sebentar, kita gak akan lama kok.Langit setuju kan kalo mama ikut?" "Iya, Ma. Temenin Langit."Purnama bernapas berat lalu mengangguk."Terima kasih kamu mau ikut." ujar Bintang dengan mata berbinar.Setelah semua ice cream di meja mereka habis, ketiganya bergegas pergi ke parkiran. Lalu mendekati mobil Bintang."Naik," Bintang berkata pada Purnama sambil membuka pintu penumpang di bagian depan."Aku di belakang saja. Langit, kamu yang di depan!""Kenapa bukan kamu? Biar Langit di belakang." ujar Bintang."Aku pengen istirahat, jadi mending di belakang." Purnama beralasan, ia sebenarnya tak nyaman jika harus duduk berdekatan dengan Bintang."Ok lah kalau begitu. Langit, kamu yang di depan."

  • Purnama   31-32

    Langit sudah sembuh dari sakitnya dan mulai bersekolah. Hari pertama setelah sembuh dari sakit, Purnama mengantarkannya ke sekolah. "Mama mau ke bagian administrasi, Langit belajar di kelas ya! Nanti waktunya pulang, kakek yang jemput." "Iya, Ma." Purnama mencium pipi Langit dan Langit membalasnya lalu mencium punggung tangan Purnama lalu masuk ke kelas. Purnama ingat ia belum membayar administrasi sekolah bulan ini. Sebenarnya bisa dilakukan secara online tetapi mumpung ia berada di sekolah tidak ada salahnya ia membayar secara langsung. "Selamat pagi, Miss." sapa Purnama pada gadis muda yang bertugas di bagian administrasi sekolah. "Pagi, Mom." "Saya mau bayar SPP atas nama Langit," Gadis itu mengetik sesuatu di komputer lalu mengernyitkan dahinya. "SPP atas

  • Purnama   29-30

    Dokter Surya melakukan kunjungan ke kamar Langit pagi itu. Ia tahu sebentar lagi Langit dan Purnama akan pulang."Assalamualaikum. Selamat pagi,""Waalaikumsalam. Pagi, Dok." jawab Purnama yang menghentikan sejenak kegiatannya berbenah pakaian Langit."Bagaimana Langit, sudah mau pulang ya?" tanya Surya melihat Purnama yang berbenah. Ia mendekat ke ranjang pasien tempat Langit yang sedang duduk."Iya, Dok. Tadi dokter Andra sudah mengizinkan kami untuk pulang.Surya menganggukkan kepala, Andra adalah dokter spesialis anak yang bertanggung jawab menangani Langit."Dokter, Langit suka mobilannya, terima kasih." ucap Langit."Alhamdulillah kamu suka. Kalo ice cream suka gak?" Dokter Surya mengusap kepala Langit."Suka, suka banget.""Suka rasa apa?""Rasa vanilla, Om Dokter suka rasa apa?""Rasa vanilla juga. Kita samaan, tos dulu."Su

  • Purnama   27-28

    Bintang menghabiskan baksonya dalam waktu singkat. Rupanya dia benar-benar lapar."Nama, aku mohon kamu pertimbangkan keinginanku. Aku tau kamu masih cinta, buktinya kamu belum menikah juga sampai sekarang."Purnama diam sejenak, memori saat menjalin rumah tangga bersama Bintang menyeruak. Luka yang sudah mengering itu kembali terasa sakit."Mas, kamu sudah menorehkan luka yang begitu dalam.""Aku sudah minta maaf, beri aku kesempatan kedua."Purnama berdiri lalu membayar pesanan bakso Bintang dan berlalu pergi. Ia malas melayani omongan Bintang."Nama, tunggu!" seru Bintang yang setengah berlari mengejar Purnama.Purnama tak peduli dengan teriakan Bintang. Yang penting saat ini Langit telah mendapatkan donor dan mulai membaik. Biarlah ia dianggap tidak tau terima kasih oleh Bintang.Grep!Bintang berhasil menarik tangan Purnama hingga Purnama menoleh ke arahnya dan berusaha melepaskan diri."Lepas!""Denge

  • Purnama   25-26

    Purnama merasakan anaknya (Langit) bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia membuka mata lalu menyentuh tubuh langit.PanasKantuknya hilang seketika padahal baru saja ia terlelap. Segera Purnama mengambil termometer untuk mengukur suhu tubuh Langit.38 derajat CelciusAnak lelaki berusia tujuh tahun itu gemetar karena demam. Purnama mengambil baskom dan waslap untuk mengompres putranya.Sampai pagi menjelang Purnama terus memantau keadaan putranya. Langit sudah tidak mengigil hanya suhu tubuhnya belum juga menurun.Matahari telah sepenggalan naik saat Purnama bersiap ke kantor. Melihat kondisi Langit ia ingin tetap di rumah namun janji dengan klien tak mungkin ia batalkan."Bu, aku titip Langit. Kalo ada apa-apa langsung telpon ya?""Iya, udah kamu kerja aja yang tenang. Langit biar ibu yang urus."Dengan hati tak tenang Purnama mengendarai mobilnya memecah jalanan kota. Menjadi single parent da

  • Purnama   23-24

    "Sial!” umpat Bintang di teras. Ia menendang kursi teras hingga kursi itu terjungkal.Suara berisik yang ditimbulkan aksi Bintang membuat ibunya yang tinggal di rumah sebelah datang menghampiri. “Kamu kenapa marah-marah begitu?”“Ini,” Bintang memberikan selembar kertas yang ada di tangannya.Mami membaca kertas itu yang berasal dari pengadilan agama, di kertas itu tertulis bahwa gugatan cerai Purnama telah dikabulkan dan resmi jatuh talak 1.“Mami bilang kalau aku gak datang ke pengadilan, Purnama yang akan disalahkan oleh pengadilan, tapi ini gugatannya justru dikabulkan!” Suara Bintang meninggi.“Ya bagus dong, akhirnya kalian bercerai, kamu bisa bebas cari istri lagi yang cantik dan kaya.”“Tapi aku dianggap gak menghormati pengadilan agama, Mam, makanya talak satu jatuh dalam 3 kali sidang. Orang- orang pasti akan mencemooh aku,”Bintang merasa harga dirinya terluk

  • Purnama   21-22

    "Aku mau ketemu anakku," ucap Bintang tegas."Baru sekarang kamu mau nemuin? Setelah sebulan lebih," Purnama menatap marah pada suaminya."Kamu pergi dari rumah sakit gak bilang-bilang, hape kamu juga gak aktif." tunjuk Bintang pada Purnama"Kamu kan bisa langsung datang ke sini,"Suara perdebatan Purnama dan Bintang terdengar ibunya."Nama, ajak suami kamu masuk! Bicara baik-baik di dalam, jangan berdebat di teras gini, malu sama tetangga."Pernama mengikuti kata ibunya, ia masuk lalu duduk di sofa. Sementara sang ibu masuk ke ruang tengah, ingin memberi privacy bagi Purnama.Bintang mengekori Purnama masuk ke rumah lalu duduk di seberang Purnama."Mana anakku?""Kamu gak malu dateng ke sini langsung nanya anak, waktu aku lahiran kamu kemana? Waktu aku hamil kamu juga gak peduli." ujar Purnama ketus."Aku pikir itu dulu bukan anak aku,""Jahat kamu Mas, gak sekalipun aku selingkuh tapi kamu perlak

  • Purnama   19-20

    "Maaf ya Purnama, mami sama papi baru sempet ke sini." ucap Mami sambil menaruh sekantung buah di nakas."Iya, Mi.""Ibu Purnama udah lama di sini?" Mami bertanya pada sang besan.Pertanyaan basa basi, batin Purnama bicara."Ibu saya menemani sejak sebelum melahirkan dan belum pulang sampai saat ini." jawab Purnama ketus.Melihat gelagat yang tak baik, ibu Purnama menggendong cucunya yang telah lelap di dekapan Purnama lalu menaruhnya di dalam box bayi."Sorry ya, Sayang, aku gak nemenin kamu. Bengkel lagi rame." Bintang ikut bicara."Mau rame mau nggak, istri lahiran harusnya didampingin suami. Jangan mau bikinnya aja," Ibu menjawab dengan tidak kalah ketus.Mami mendekati box bayi dan memperhatikan wajah cucunya."Bin, mirip banget sama kamu,""Iya, Mi. Bintang tau, kemarin Bintang udah liat." Bintang keceplosan.Mendengar ucapan suaminya, Purnama terkejut. "Kamu kemarin ke sini

DMCA.com Protection Status