Novel ini sedang dalam revisi. Kalian bisa menambahkan dulu ke daftar pustaka.
“Lissa ,,, ingat pesan Ayah. Selesai kuliah kamu harus pulang,” ucap Hasan tegas.
“Emang mau ada apa sih, Yah?” tanya Melissa penasaran.
“Kamu tidak ingat kata Ayah tempo hari?” Hasan terlihat menggeleng, “Masa masih muda udah pikun sih Sa,” Hasan tersenyum geli.
Prankk
Sendok di tangan Melissa pun terjatuh ke piring. Melissa teringat pembicaraan Hasan dengan dirinya kemarin, tentang perjodohan yang telah Sang Ayah rencanakan.
“A-ayah serius? Lissa kan masih kuliah, Yah?” tanya Melissa dengan nada terbata dan memelas.
Hasan menatap putri kesayangannya dengan tatapan tegas. “Ayah sudah bilang 'kan ke kamu dan itu tidak akan bisa berubah.” jawab Hasan, mutlak.
"T-tapi Yah?"
Hasan mengisyaratkan dengan gelengan kepala yang menandakan ia tak boleh membantah.
Melissa Saraswati, merupakan salah satu mahasiswi di fakultas bisnis yang baru saja berusia dua puluh satu tahun. Lissa begitu panggilan kesayangan dari Hasan untuknya. Terlahir sebagai anak bungsu dari Hasan Firmansyah dan Sukma Liyana dan mempunyai seorang Kakak laki-laki bernama Riko Firmansyah(28).
"Bun," Melissa mengalihkan pandangan ke arah Sukma dengan harapan mendapat bantuan.
Tapi saat Bundanya menggeleng dan mengulas senyum, sudah cukup menjadi tanda bahwa dirinya tak boleh mengelak. Melissa pun mengambil sendoknya dan bergegas menghabiskan sarapannya.
“Lissa berangkat ya, Yah,” Lissa menghampiri Ayahnya untuk mencium punggung tangan Sang Ayah dan begitu juga kepada Bundanya. “Lissa berangkat ya, Bunda,”
“Hati-hati Nak,” pesan Hasan.
Melissa pun menggangguk dan memberikan senyuman.
Hasan dan Sukma tampak terlibat obrolan tentang rencana pertemuan keluarga yang sudah disepakati sejak dua hari yang lalu oleh dua keluarga. Tentunya kesepakatan itu hanya untuk orang tua tanpa melibatkan anak.
“Memang tidak bisa di undur Yah, rencana pernikahannya?” tanya Sukma.
Hasan menutup koran yang ia baca. Tersenyum dan berkata dengan nada lembut, “Tidak bisa Bun, menurut Ayah ini waktu yang tepat. Walau nanti Lissa sudah menikah, ia tetap bisa melanjutkan kuliah dan menggapai cita-citanya.”
“Ibu terlalu takut Yah. Bukannya apa, Lissa suka jadi keras kepala sama orang baru. Ibu takut nanti dia mengecewakan keluarga Pak Joni,” ucap Sukma dengan nada kekhawatiran di sana.
Hasan meraih kedua tangan Sukma. Meremas dengan lembut dan memberikan penjelasan yang mampu menenangkan perasaan istrinya. Sebenarnya bukan Sukma saja yang punya ketakutan seperti itu. Hasan pun merasakannya.
*
Suasana hati Melissa pagi ini begitu buruk. Langkah kakinya terasa berat dan wajahnya terlihat begitu suram mengingat ucapan Sang Ayah yang mampu menghancurkan moodnya.
“Mel,” panggil Mita. Mita mengerutkan dahinya ketika sahabatnya tak merespon panggilannya dan Melissa terlihat aneh. Ia pun mencubit pipi kanan Melissa karena merasa gemas, hingga sang punya pipi terjengit.
“Aduh! Lo ngapain nyubit pipi Gue? Sakit tahu?” ringis Melissa.
“Salah sendiri Gue panggil enggak nyahut!” jawab Mita enteng. “Ah ,,, By the way gue ngelihat Lo aneh banget sih seharian ini. Lo ada masalah? Kenapa?” desak Mita.
“Nggak pa-pa, kok. Cuma ada masalah dikit. Masih bisa Gue atasin,” ucap Melissa berbohong.
“Tapi kok gue ngerasa aneh ya? Kayak ada yang beda gitu,” menatap Melissa dari ujung rambut hingga kaki. Lalu ia berkata, “Ada bau-bau yang tidak lazim gitu.”
“Biasa aja bambank!!!” Melissa menoyor kepala Mita. “Gue cuma kurang tidur kok. Ini juga gara-gara Lo sih! Sok-sok an nyuruh gue nonton film horror sendirian. Kan tidur Gue jadi gak nyenyak. Berasa kayak di kejar hantu di film itu.” protes Melissa dengan menggebu-gebu.
Mita melongo, bukan karena masalah tidur. Hanya saja, di benaknya sedang berfikir keras, sejak kapan ia menyuruh Melissa nonton film horror?
Ini gue yang amnesia atau dia yang aneh sih? Dari orok juga gue tahu dia gak bisa nonton film horror sendirian. Dan tadi apa dia bilang ? Gue nyuruh dia nonton ?
Ckckck ,,,,
Emang kapan gue pernah nyuruh dia gitu? Ada yang nggak beres nih! Mana gak mau ngaku lagi.
Begitu banyak pertanyaan di benak Mita, namun saat tersadar ia tak mendapati Melissa di sekitarnya. Ia terlihat menoleh kanan kiri, memastikan keberadaan Melissa. Zonk, gadis itu kabur entah ke mana.
Melissa langsung saja kabur dari hadapan sahabatnya ketika sadar dengan kebodohan yang baru saja ia lakukan. Ia tampak terengah-engah karena berjalan secepat mungkin untuk lari dari serbuan pertanyaan sahabatnya yang mempunyai jiwa kepo akut.
Brukk ,,,,
Kedua manusia jenis kelamin itu tiba-tiba saling bertabrakan. Mereka sama-sama mengusap dahi dan lengannya. Manusia berjenis laki-laki yang tak lain adalah mahasiswa terpopuler dengan predikat ‘Playboy’ di kampusnya. Rendy Arya Pratama (23) yang merupakan salah satu mahasiswa semester akhir di manajemen bisnis. Laki-laki itu menatap sengit kepada Melissa yang dengan sengaja menabraknya.
“ Lo jalan gak pake mata ya?! Nabrak orang sembarangan!!! Ahh ,,, gue tahu. Lo ingin cari perhatian ke Gue? Iya, ngaku aja Lo!?” ucap Rendy panjang lebar dengan percaya diri.
Melissa melongo, tak percaya dengan serentetan kalimat yang dilontarkan Rendy kepadanya.
“Gue jalan pake kaki. Bukan pakai mata. Lo juga, udah tahu ini bukan jalan umum. Pake acara nabrakin orang lagi!” jawab Melissa sengit. “Atau ,,, Jangan-jangan Lo yang sengaja nabrakin gue?” Melissa membalikkan pertanyaan ke Rendy.
Mendengar jawaban Melissa membuat Rendy kesal dengan mata membola. "Lo yang salah kok malah nyolot sih!!"
"Beraninya cuma sama perempuan! Dasar Playboy cap kadal!" seru Melissa tanpa rasa takut.
Rendy pun tersenyum miring, berjalan mendekat ke arah Melissa dengan gaya sok percaya diri.
Melissa memasang antisipasi ketika menyadari jarak antara dirinya dan Rendy semakin dekat. Apalagi dari sudut mata, ia melihat beberapa mahasiswi mulai memerhatikan dirinya.
"Aww ...sialan!!" pekik Rendy dengan kencang saat Melissa dengan cepat menginjak kakinya. "Dasar ..." ucapan Rendy menggantung di udara mendapati Melissa yang sudah kabur dari hadapannya.
Rendy tampak tertatih karena kakinya terasa nyeri akibat injakan kencang dari Melissa.
'Sialan! Baru aja putus, udah dapet sial.' gerutu Rendy dalam hati.
Hari ini Rendy baru saja memutuskan pacar yang baru saja kemarin menyatakan cinta. Itu pun dikarenakan Sang Mama yang meminta. Entah kenapa akhir-akhir ini Sang Mama selalu ingin tahu nasib percintaannya dengan perempuan.
“Kakak gak apa-apa?” tanya Nita yang terlihat cemas, mencari perhatian.
“Gue gak apa-apa,” jawab Rendy datar.
Rendy pun berlalu begitu saja. Tak menanggapi keberadaan Nita yang berniat mencari perhatiannya.
Dasar itu cewek ! Awas aja kalau ketemu lagi! Berani-beraninya dia injek kaki Gue!
Rendy berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Malam ini Sang Mama akan mengajaknya datang untuk acara keluarga yang tidak Rendy tahu.
*
Melissa merasa hidupnya hari ini sangat kacau. Sering melamun dan tidak fokus pada mata kuliah ataupun sekitarnya. Bayangan akan suatu pernikahan melintas silih berganti seperti kaset rusak yang berputar-putar tak jelas.
Beberapa menit yang lalu, sang ayah mengirimkan pesan bahwa beliau sedang di perjalanan menuju kampus di mana ia kuliah. Membuat gadis itu merasa semakin tertekan.
'Oh Tuhan? Apa tidak ada takdir yang lebih baik daripada pernikahan?' gumam Melissa dalam hati.
Tin ... tin ...
Melissa yang telah menunggu di dekat gerbang kampus langsung menghampiri mobil Sang ayah yang baru saja datang.
"Sore, Yah," Melissa mencium punggung tangan Hasan sebelum memakai seatbelt dan duduk dengan benar.
"Ada yang mau dibeli atau nggak?" tanya Hasan basa-basi.
Melissa menggeleng dan memilih menyandarkan tubuhnya dengan nyaman.
Sesampainya di rumah, Melissa di kejutkan dengan sosok laki-laki yang sedang bersama sang Bunda di dapur. Tanpa basa-basi ia pun berlari dan berteriak memanggil laki-laki yang tak lain adalah Kakaknya. Sukma pun hanya bisa menggeleng melihat tingkah anak gadisnya.
“Aaaaaa ,,,,, Kak Riko!” Melissa pun menghambur ke arah Riko.
Riko mengeratkan pelukan adik manisnya itu dan mengecup puncak kepala Lissa.
“Baru aja sebulan Dek, kamu heboh kayak gini,” goda Riko.
Melissa memukul punggung Riko dengan salah satu tangannya. Riko pun hanya tertawa geli. Adiknya selalu saja seperti ini. Menggemaskan.
“Kakak kok gak bilang kalau mau pulang? Lissa kan mau minta oleh-oleh,” ucap Melissa seraya mengurai pelukannya.
Riko mencubit hidung Lissa, dan si empunya memekik.
“Kakak, ih pasti suka cubit-cubit!” protes Melissa. Ia mengusap hidungnya yang terasa nyeri.
“Kamu itu Dek, udah gede juga masih saja manja. Sana, lihat di kamar Kakak! Mungkin ada beberapa barang yang kamu sukai.”
“Beneran?” pekik Melissa menatap Riko dengan berbinar.
“Iya, sana ambil di koper merah ya?” Melissa pun mencium pipi Riko dan langsung beranjak ke kamar kakaknya.
Riko tersenyum geli melihat sifat adiknya yang masih saja manja. Padahal sebentar lagi akan menikah. Sebenarnya ia sangat kaget saat Hasan memberi tahu rencana perjodohan yang melibatkan adiknya ini.
“Kamu istirahat sana Kak nanti malem tamunya agak lama loh,” ucap Sukma lembut.
“Nanti dulu, Bun. Riko masih kangen Bunda,” sahut Riko pelan.
“Kapan bawa calon mantu pulang?"
Bersambung ....
Hai, perkenalkan ini tulisan pertama aku di GoodNovel. Silahkan ikuti akun F@cebookku Merry Anna untuk mengetahui update-an bab terbaru ya.
Jangan lupa tinggalkan komentar ya Kakak dan berikan ulasan bila kamu menyukai cerita ini.
Terima kasih.
AR_Merry
Riko menatap takjub ke arah Melissa yang saat ini telah selesai di rias, dan memakai dress batik selutut berwarna merah muda. Polesan make up natural membuatnya terlihat memesona, seperti putri dalam negeri dongeng. Apa tidak berlebihan? Jawabannya adalah tidak, karena penampilan Melissa saat ini sungguh memesona dari berbagai sisi. Siapa pun yang melihatnya akan terpikat karena aura yang memancarkan dari wajah polosnya. “Kenapa Kak? Ada yang aneh ya?” tanya Melissa salah tingkah karena diperhatikan Riko sejak tadi. “Enggak kok. Malah Kakak merasa kamu itu sebenernya cantik banget kalau mau dandan kayak gini,” puji Riko, tulus. Pipi Melissa bersemu dan menambah kesan manis. Apalagi senyum manis yang saat ini tersungging di bibirnya, yang membuat Riko tidak tahan ingin memberikan cubitan. Ceklek ... “Sudah siap, Nak?" tanya Sukma seraya menghampiri Melissa. “Sudah, Bun,” ucap Melissa gugup. “Ya
Melissa mulai menggeliat di balik selimut yang mengubur seluruh tubuhnya. Panggilan alam yang tak bisa ditahan memaksanya bangun dan beranjak meskipun dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, berjalan menuju kamar mandi di sebelah kamarnya. Melissa keluar setelah mencuci tangan. Karena ingin kembali terlelap, ia memutuskan untuk tidak mencuci muka. Baru saja ia menarik selimut, ponsel miliknya yang berada di atas balas berdering kencang karena setelan alarm yang lupa ia matikan. Lalu kedua matanya membulat saat melihat beberapa notifikasi pesan dari nomor baru. Jarinya bergerak menyentuh notifikasi itu dan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Isi pesan yang di kirimkan nomer baru itu menimbulkan desiran aneh dalam hatinya. Melissa tak bisa menyimpulkan dengan cepat. "Ini orang kesambet apa? Pake ngirimin pesan kayak gini lagi! Dia pikir keren gitu? Awas aja kalau ketemu!" gerutu Melissa seraya meletakkan ponselnya asal di naka
Hujan mengguyur kota sejak pukul dua pagi. Melissa yang sejak semalam merasakan pusing, tidak bisa memejamkan mata hingga pagi menyapa. Maka tak heran, pagi ini ia merasa sangat mengantuk. Apalagi ketika alarm di ponselnya berbunyi, ia segera mematikannya dan kembali bergelung di dalam selimut, mengubur seluruh tubuhnya. Sukma yang baru saja selesai membereskan sarapan di meja makan, mengerutkan dahi. Merasa aneh, karena Melissa belum juga bangun. Ia pun segera mencuci kedua tangannya dan bergegas menuju kamar Melissa untuk mengecek keadaan putrinya. Tok ... tok ... tok ... “Lissa ,,,” panggil Sukma dari balik pintu.Karena tak mendapat jawaban dari dalam, Sukma memutuskan masuk tanpa memanggil Lissa kembali. Sukma menyibak selimut yang di pakai Melissa. Dengan sigap Sukma mengecek keadaan putri bungsunya. Saat mendapati bahwa tubuh Melissa menggigil, ia segera membuka laci di nakas, mengambil thermometer untuk me
“Awwssh ,,, perih Mas.” “Tahan ya, dikit lagi kok.” “Awwssh ,,, sa-sakit” lirih Melissa dengan mata berkaca-kaca. “Dikit lagi ... aku pelan-pelan, kok. Sabar, ya?” dengan telaten Rendy mengobati luka-luka di wajah Melissa. Begitu juga dengan luka di tangan. Melissa menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Rasa perih yang menjalar di kedua pipi sangat sulit untuk di tahan. Meskipun pria itu melakukannya dengan hati-hati. "Tahan, ya? Dikit lagi selesai," hibur Rendy seraya mengobati luka di tangan Melissa. "Terima kasih, Mas Rendy," ucap Melissa tulus. "Sama-sama, Sayang," jawab Rendy tanpa sadar. Melissa seketika membulatkan matanya mendengar kata 'sayang' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy. "Selesai," gumam Rendy. "Pasti nanti Ayah dan Bunda heboh melihat keadaan Lissa seperti ini," gumam Melissa yang masih bisa didengar oleh Rendy. "Nanti biar Mas aja yang bil
Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja. Tok ... tok ... tok ... Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan. Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya. Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berh
Mas Rendy Besok pagi, Mas jemput ya? Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore. Flasback “Ayo Mas antar pulang!” Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang. Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan. “Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar. “Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut. “Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus. “Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy. Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak me
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Mas, Lissa udah kebelet nih,” rengek Melissa yang sejak tadi tak dihiraukan oleh Rendy. Beberapa hari ini Rendy mendadak manja kepada Melissa.“Jangan lama-lama, ya?” Melissa mengangguk dengan cepat karena sudah tak tahan. Rendy mengurai pelukannya dan membiarkan Melissa turun dari tempat tidur mereka.“Hati-hati, Sayang,” pesan Rendy yang hanya dibalas gumaman oleh Sang istri.Beberapa hari ini, Rendy merasakan hal-hal aneh yang belum pernah ia rasakan pada kehamilan pertama Melissa. Jika dulu Melissa yang selalu ingin ditemani dan dipeluk, kali ini sebaliknya. Rendy akan uring-uringan jika Melissa sibuk dengan aktivitas hariannya. Termasuk mengurus putra pertama mereka.Rendy bak bayi besar yang suka merajuk tanpa alasan dan jelas. Bahkan makan pun ia minta disuapi, kalau tidak ia akan mogok makan seharian.Perubahan sikap Rendy tentu saja membuat Melissa pusing sekaligus geli. Bagaimana tidak! Rendy yang biasanya tampak cool dan berwibawa tiba-tiba berubah l
Seorang wanita dengan wajah merengut, membawa tiga buah alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang terlihat jelas, menuju ruang kerja sang suami di sebelah kamarnya di lantai dasar.Laki-laki yang tadinya sibuk dengan dokumen yang berada di tangannya, tersenyum dan memundurkan kursi kerjanya, untuk menyambut wanita dengan bibir merengut yang baru saja masuk ke sana.Wanita yang tak lain adalah Melissa meletakkan tiga tes kehamilan itu di meja kerja sang suami.Rendy meraih tangan Melissa, dan membuat wanita itu jatuh di pangkuannya.“Mas?!” seru Melissa dengan mata membulat.Rendy terkekeh seraya melirik tes kehamilan yang berada di mejanya. Tangannya terulur meraih ketiga benda itu, dan dalam beberapa detik kemudian kedua matanya membulat dan berkaca-kaca.“S-sayang .... ini?” Rendy menatap Melissa yang masih merengut.Melissa mengangguk. “Lissa hamil, Mas.”Rendy langsung menarik teku
Rendy menyusuri lorong salah satu Rumah Sakit dengan terburu-buru dan mengumpat sesekali. Meeting yang ia perkirakan hanya sebentar, ternyata memakan waktu tiga kali lipat dari seharusnya. Membuatnya harus berlari agar segera tiba di ruang Dokter Kandungan, tempat Sang istri melakukan USG.Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang wanita dengan perut yang membesar, memakai kemeja panjang berwarna biru dan celana bahan hitam khas ibu hamil, baru saja keluar dari ruangan dokter membawa buku pemeriksaan kehamilan.Rendy dengan dada berdebar kencang berjalan menghampiri wanita yang sudah menjadi istrinya sejak sembilan bulan yang lalu.“Hai Sayang?” Rendy meraih buku pemeriksaan dan tas kecil yang dibawa Melissa. “Maaf ya, Mas telat lagi,” ucap Rendy dengan sedikit gugup.“Hm, Lissa mau pulang. Capek!” ucapnya dengan nada ketus dan raut muka tak bersahabat.Rendy hanya mendesah pasrah. Bagaimanapun juga ini
Dua bulan kemudian ....Seorang laki-laki berpakaian formal, kemeja biru dengan jas dan celana bahan senada, sabuk hitam dan dasi biru polkadot, disempurnakan oleh sepatu pantofel dan jam tangan mewah di pergelangan tangan kanannya, telah siap untuk pergi ke kantor. Menjalankan rutinitas yang telah berjalan dalam satu minggu ini.Namun sebelum benar-benar berangkat, ia harus memastikan istrinya untuk bangun dan sarapan. Laki-laki itu tak ingin Sang istri kembali merajuk seperti dua hari yang lalu, dan mengakibatkan dirinya tidak bisa pergi ke mana-mana.“Ayo Sayang, bangun dulu. Mas udah siap mau ke kantor loh,” ucap Rendy dengan nada selembut mungkin sambil merapikan anak rambut Melissa yang berantakan.Melissa mengerjapkan kedua bola matanya untuk melihat ke arah Rendy yang benar-benar sudah rapi. Tiba-tiba perut Melissa bergejolak mencium aroma parfum Rendy yang menguar tajam
“Selamat pagi, Baby.”Laki-laki yang kini telah siap dengan kemeja putih panjang dan celana bahan berwarna hitam, dengan rambut yang tertata rapi dan sepatu pantofel hitam yang membalut kedua kakinya, menghampiri wanita yang masih terlelap dengan tubuh polos, di atas tempat tidur yang berada di kamarnya.Wanita yang lelah akibat percintaan panas dengannya semalam, menggeliat pelan ketika ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya.“Mas Rendy sudah mau berangkat?” tanya Melissa dengan parau.“Iya. Hari ini Mas ada bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin sampai jam tiga sore Mas baru bisa pulang.”Melissa mengerjapkan kedua matanya, ia tersenyum melihat penampilan Rendy yang tampak begitu tampan. “Lissa mau tidur aja hari ini. Mas Rendy hati-hati.”Rendy tersenyum. Laki-laki itu melabuhkan kecupan di bibir Melissa sebelum benar-benar beranjak dari sana. Tak lupa ia menarik selimut untuk m
Warning 21++Melissa menggerakkan kedua bola matanya. Mengerjap berulang kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang menerangi seluruh sudut kamar hotel yang ditempatinya.Setelah percintaan panasnya siang tadi, Melissa langsung terlelap. Mengingat betapa kuatnya Rendy menerobos pertahanannya.Mendapati dirinya masih dalam keadaan polos, Melissa melirik ke kanan kirinya. Berharap ada pakaian yang bisa dipakai. Namun hingga ia duduk terbangun pun tak ada selembar pakaian yang berada di sekitarnya. Begitu juga dengan Sang suami.Melissa memutuskan untuk melilitkan selimut di tubuhnya dari pada berjalan dengan tubuh polos. Ia berniat ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi kandung kemihnya.Tapi saat ia menginjakkan kaki di lantai, ada rasa mengganjal di kewanitaannya. Ingatannya kembali pada kegiatannya dan Rendy siang tadi. Sesuatu yang membuat mereka bermandikan keringat dan bisa terlelap setelahnya. Kedua pipi Melissa meme
Warning mature content 21++Bab ini mengandung adegan dewasa yang begitu mendetail. Kalau tidak suka bisa dilewati. Tapi aku rasa tidak akan lengkap kalau tidak membaca part ini.Sinar matahari pagi yang terang menerobos kain tebal penutup dinding kaca di salah satu kamar hotel, di mana sepasang pengantin baru masih terlelap dengan posisi saling memeluk.Rendy yang baru saja mengumpulkan kesadarannya tersenyum melihat Sang istri masih terlelap di dalam pelukannya. Perlahan ia melabuhkan kecupan dalam di puncak kepala Sang istri dan menghirup aroma Cherry yang menjadi candu baginya.Melissa menggeliat pelan saat merasakan kecupan berulang-ulang di puncak kepala dan usapan lembut di punggungnya. Ia masih enggan membuka mata karena terlalu nyaman berada dalam dekapan hangat Sang suami. Melissa semakin membenamkan wajahnya di dada Rendy dan sesekali memberikan kecupan nakal di sana.Rendy menggeram
PERNIKAHAN PEWARIS PRATAMA CORPORATION AKAN DI GELAR NANTI MALAM DI SALAH SATU BALLROOM HOTEL PANDAWATAMU UNDANGAN YANG DIPERKIRAKAN MENCAPAI 6000 ORANG TERMASUK RELASI BISNIS DARI LUAR NEGERIPOTRET BAHAGIA SANG PENGANTIN BARU SETELAH ACARA AKAD YANG DILAKUKAN PUKUL 10.00PERNIKAHAN DENGAN NILAI FANTASTIS YANG MENDUDUKI NOMER DUA DI TAHUN INIBeberapa dari sederet judul berita yang sukses menghebohkan pengguna media sosial hanya dalam hitungan jam saja. Tentu saja banyak yang tidak menyangka jika Melissa benar-benar akan menjadi pendamping satu-satunya pewaris PRATAMA CORPORATION. Banyak komentar hujatan dan pujian mewarnai kotak berita di sana.Kini sebuah ballroom terbesar dan paling megah di Hotel Pandaw
Sejak pagi Rendy tampak menggerutu karena merasa seperti tahanan di kamar pribadinya. Pasalnya Ningrum benar-benar membuktikan perkataannya semalam tentang Fello dan Derrick yang akan mengawasinya selama empat hari ke depan.Dan parahnya kedua laki-laki yang kini mengawasi pergerakannya itu tidak mau diajak kerja sama. Mereka patuh pada perintah Joni yang dipastikan karena permintaan Ningrum.“Gue bisa gila kalau kalian di sini terus,” geram Rendy kesal.Namun sia-sia saja sebenarnya. Karena Fello dan Derrick seolah tuli walau Rendy terus mengumpat dengan kata-kata kasar.Rendy memilih keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Sang Mama. Ia harus bernegosiasi agar dua laki-laki yang kini mengikuti dirinya dipindahkan saja.“Ma ... Mama ...” seru Rendy dari tangga menuju ke dapur. Tapi ketika mendapati raut tak bersahabat dari Sang Mama membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya. “Rendy laper.” Hanya dua kata