“Awwssh ,,, perih Mas.”
“Tahan ya, dikit lagi kok.”
“Awwssh ,,, sa-sakit” lirih Melissa dengan mata berkaca-kaca.
“Dikit lagi ... aku pelan-pelan, kok. Sabar, ya?” dengan telaten Rendy mengobati luka-luka di wajah Melissa. Begitu juga dengan luka di tangan.
Melissa menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Rasa perih yang menjalar di kedua pipi sangat sulit untuk di tahan. Meskipun pria itu melakukannya dengan hati-hati.
"Tahan, ya? Dikit lagi selesai," hibur Rendy seraya mengobati luka di tangan Melissa.
"Terima kasih, Mas Rendy," ucap Melissa tulus.
"Sama-sama, Sayang," jawab Rendy tanpa sadar.
Melissa seketika membulatkan matanya mendengar kata 'sayang' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy.
"Selesai," gumam Rendy.
"Pasti nanti Ayah dan Bunda heboh melihat keadaan Lissa seperti ini," gumam Melissa yang masih bisa didengar oleh Rendy.
"Nanti biar Mas aja yang bilang ke Ayah dan Bunda," sahut Rendy.
"Tapi, Mas ..."
Rendy menggelengkan kepalanya tanda tak mau dibantah. Membuat Melissa diam.
Ceklek ...
Ningrum masuk membawa dua paper bag di tangannya. Ia meletakkan asal dan memilih menghampiri Melissa yang kini masih berbaring di atas tempat tidur.
"Sudah selesai diobati, Ren?" tanya Ningrum dengan kekhawatiran yang jelas terlambat di wajahnya.
"Sudah, Ma,"
Ningrum menatap lembut ke arah Melissa. "Nanti biar Rendy yang bilang ke Ayah dan Bunda ya, Sayang?" ucap Ningrum penuh kelembutan.
"Iya, Ma,"
"Mama bawain baju sama pakaian dalam buat kamu. Lebih baik sekarang mandi dan ganti pakaiannya, gimana?" tawar Ningrum.
"Terima kasih, Ma,"
Penampilan Melissa sudah lebih baik setelah mandi dan berganti pakaian. Saat ini, gadis itu duduk bersama Ningrum di ruang menonton.
Sedangkan Rendy sudah mengabari keluarga Melissa, jikalau kini gadis itu berada di rumahnya. Tapi ia belum memberitahukan insiden yang terjadi di kampus.
“Lissa, ayo Mas antar kamu pulang!”
Ningrum langsung melotot ke arah putranya. “Masih jam tiga loh, Sa. Satu jam lagi ya?” bujuk Ningrum.
Melissa tersenyum canggung. Dirinya bingung harus berkata apa.
“Besok lagi kan bisa, Ma? Rendy bakalan bawa Lissa ke sini tiap hari deh. Tapi, sekarang biarin Lissa aku antar pulang dulu,” janji Rendy bersungguh-sungguh.
“Beneran besok ke sini lagi?” tanya Ningrum dengan mata memicing ke arah Rendy.
“Iya Ma, Rendy janji,” jawab Rendy mantap. Jawaban Rendy membuat Ningrum melebarkan senyumannya.
Seumur hidupnya, Rendy pernah menolak sekali keinginan orang tuanya dan penolakan itu mampu membuat Ningrum mendiamkannya dalam waktu 2 bulan. Apalagi pilihannya ternyata salah. Sejak saat itu ia berjanji kepada dirinya sendiri akan menuruti segala keinginan mereka. Termasuk perjodohannya kali ini.
*
Rendy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan teratur menuju ke rumah Melissa. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang nampak gelisah sejak keluar dari rumahnya.
Sampai di perempatan lampu merah, Rendy menarik tangan kanan Melissa dan menggenggamnya erat, seolah menyalurkan ketenangan kepadanya.
Melissa terkesiap mendapat perlakuan manis dari laki-laki yang menyebut dirinya sebagai calon suami. Bagaimana tidak terkesiap jika dalam beberapa saat kemudian Rendy melabuhkan kecupan di punggung tangannnya? Melissa tak habis pikir dengan perlakuan Rendy padanya.
Rendy sendiri bersikap santai seolah itu wajar dilakukan oleh sepasang kekasih atau lebih tepatnya sepasang calon pengantin. What? Sepertinya Rendy sudah mengklaim gadis di sebelahnya ini menjadi calon istrinya.
Bukan hanya mengklaim tepatnya, tapi juga menekankan kalau perjodohan ini serius ia terima dengan sepenuh hati.
Rendy melepaskan tangan Melissa dengan tak rela saat lampu berubah menjadi hijau dan ia harus kembali fokus pada jalanan.
“Mas, nanti biar Lissa aja yang bilang ke Ayah,” ucap Melissa gugup. Kini mereka berdua sudah berada di halaman rumah Melissa.
“Enggak!” tolak Rendy tegas. Seperti biasa, Rendy memperlakukan gadisnya begitu manis. Melissa tersentak kala Rendy masih saja menggenggam tangannya dengan erat dan lembut.
“M-Mas ,,,?” lirih Melissa.
“Kenapa?” tanya Rendy cuek.
“I-ini ... Ehm, tangan kita ...?” Melissa sedikit mengangkat tangannya yang berada dalam genggaman Rendy.
Rendy tersenyum. Lalu mengusap kepala gadis itu perlahan. “Nanti biar Mas yang ngomong ke Ayah,” ucap Rendy lembut. Sepertinya mulai sekarang laki-laki itu akan bersikap lembut kepada Melissa.
Dada Melissa terasa bergemuruh. Debarannya semakin tak terkendali, saat mendapat perlakuan manis dari calon suami. Bukan hanya perlakuan saja. Tapi dari tatapan lembut dan kata-kata manis yang mampu menghipnotis dirinya untuk beberapa saat. Keduanya saling menatap. Hingga Melissa yang terlalu malu menundukkan wajahnya.
Riko yang sengaja mengintip dari dalam rumah pun tersenyum geli. Ia menjadi lebih tenang, karena adik manisnya terlihat bahagia. Dari mana ia bisa tahu? Tentu saja itu terlihat jelas dari sorot mata Melissa saat menatap Rendy dan senyum malu-malu yang ditunjukkan saat dirinya menggoda Melissa. Tapi, Riko menatap aneh dengan pakaian yang dikenakan adiknya. Berbeda dari pagi tadi.
Melissa membawa Rendy masuk ke dalam rumah tanpa melepaskan tangannya. Kedatangan mereka disambut oleh Sukma yang panik setelah mendekat karena melihat luka di pipi putrinya.
"K-kamu kenapa, Nak?" tanya Sukma panik.
“Kita duduk dulu Bun, nanti Rendy jelaskan,” sahut Rendy cepat dan sopan.
Sukma menatap Rendy kemudian dan mengangguk. Ia meraih lembut tangan Melissa, membawanya duduk di sofa ruang tamu.
Riko yang baru saja dari ruang keluarga pun keluar menemui Rendy. Pria itu duduk di sebelah Melissa. Namun saat mendapati luka di tangan adik manisnya itu, ia mengalihkan tatapan tajamnya ke arah Rendy.
'Gawat! Tatapan Kak Riko menyeramkan saja!' gumam Rendy seraya bergidik.
Mendapat tatapan tajam dari calon Kakak Ipar, Rendy di landa kegugupan dan langsung saja menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
“Jadi pelaku sudah diproses?” tanya Riko menuntut ke arah Rendy.
“Sudah Kak. Tadi Mama sudah menelepon pihak kampus dan besok Ayah atau Bunda diperkenankan datang untuk proses lebih lanjut.” jawab Rendy.
“Baiklah.” sahut Riko. Pria itu mengalihkan tatapan ke Bundanya, “Biar Riko ya Bun, yang datang ke kampus Lissa, besok?” pinta Riko lembut yang mendapat anggukan dari Sukma.
Rendy merasa lega. Pun dengan Melissa yang diam-diam melirik ke arah Rendy dengan memberikan senyuman.
Itu semua tak lepas dari pengamatan Riko yang tak mengalihkan matanya dari adik kesayangannya.
Setelah Rendy pamit, Melissa memilih masuk kamar. Ia meletakkan sling bag di tempatnya dan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Pikirannya kembali pada kejadian tadi pagi di kampus.
Melissa tidak pernah mengira bahwa kedekatannya dengan Rendy, dapat mengakibatkan hal seperti itu.
Ini baru permulaan. Bagaimana kalau mereka tahu aku dan Rendy menikah? Belum menikah saja mereka sudah seperti ini. Aku tidak akan bisa membayangkan hal-hal ke depannya. Ya Tuhan! Semoga saja semuanya baik-baik saja.
Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, membuat kepala Melissa pusing. Ia memijat kedua pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Hingga suara halus ketukan pintu terdengar.
Tok ... tok ... tok ...
“Dek, ini Kakak? Apa Kakak boleh masuk?” seru Riko dari luar.
Melissa beranjak bangun, dan membuka kunci pintu untuk Kakaknya. “Masuk Kak.” Ia pun kembali merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.
“Ada yang mau Kakak tanyakan! Tapi kamu harus jawab yang jujur!” titah Riko tegas.
Melissa mengangguk. “Iya Kak. Lissa akan jawab dengan jujur.”
Riko duduk di samping adiknya itu. Kedua matanya melembut dan intonasi bicaranya pun pelan.
“Kenapa kamu bisa di bully di kampus? Kamu berdebat dengan mereka? Atau mereka memang biasa mengusili kamu?” tanya Riko beruntun.
Melissa menggeleng dan itu membuat Riko menyimpulkan sesuatu.
“Karena Rendy?” tebak Riko. Mendapati respon adiknya yang menegang, ia tahu jawabannya. Ia menghela napas dalam-dalam guna menghalau sekelebat emosi yang datang.
“Tebakan Kakak benar? Ini gara-gara Rendy?” desak Riko.
“Iya Kak,” jawab Melissa tanpa berani menatap Kakaknya.
“Kamu cinta sama Rendy?”
“Ehm ,,, ehm ,,,” Melissa bingung mau menjawab apa. Apakah ini cinta? Kalau pun iya, apa tidak terlalu dini menyimpulkan itu semua?
“Ckckck, Kakak udah tau jawabannya,” decak Riko sambil tersenyum geli.
Wajah Melissa merona. Kakaknya ini paling ahli menggodanya.
“Rendy sudah pernah bilang cinta ke kamu?” tanya Riko, kepo.
Melissa menggeleng. Karena memang hubungannya dan Rendy tidak baik-baik saja selama di kampus. Tapi perlakuan manis laki-laki iu cukup membuat dirinya nyaman berada di sekitar Rendy.
“Kamu tau sesuatu gak?”
“A-apa Kak?”
“Sebenarnya Kakak kurang setuju saat Ayah berniat menjodohkan kamu. Karena Kakak pikir kamu masih perlu menyesuaikan diri. Dan umur kamu juga masih terlalu muda.” Riko menjeda perkataannya. “Tapi, setelah Kakak bertemu dengan Rendy. Kakak menjadi yakin bahwa dia bisa melindungi kamu. Bagaimana dia memperlakukanmu beberapa hari ini, itu sudah cukup membuat Kakak menyimpulkan dia adalah pilihan terbaik dari Ayah,” ucap Riko bersungguh-sungguh. “Tapi ...”
“Tapi apa Kak?” potong Melissa, cepat.
Riko tersenyum geli, melihat ada sorot ketakutan di wajah Melissa.
“Tapi, kamu harus bisa menjaga diri dari Rendy. Bukan malah pasrah saja. Ingat! Kalian belum menikah!” Riko menatap adiknya dengan serius.
“M-Maksud Kakak a-apa ya?” tanya Melissa, gugup.
Tangan Riko menyentuh dahi adiknya. “Kamu pikir Kakak tidak tahu apa yang Rendy lakukan kemaren di teras?” ucap Riko menaikkan satu alisnya.
Wajah Melissa seketika pias. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. Ia tidak menyangka Kakaknya mengetahui jika Rendy menciumnya.
"Sudah ingat?" desak Riko yang belum ingim menyerah menggoda Melissa. Padahal dari raut wajah gadis itu, sudah bisa ditebak ke mana pikirannya.
"L-Lissa ingat," jawabnya singkat.
"Ya sudah, kamu istirahat saja! Besok biar Kakak yang anter kamu ke kampus,” ucap Riko tegas dan keluar dari kamar Melissa kemudian.
Tring ...
Satu notifikasi masuk ke ponsel Melissa. Gadis itu buru-buru mengambil ponsel dari dalam tasnya.
>>Mas Rendy
Sayang,
Lagi ngapain?
Melissa tersenyum malu-malu dan mulai mengetikkan beberapa pesan balasan.
//Me
Belum Mas,
Tadi bicara sama Kak Riko,
Tak menunggu lama pesan tersebut mendapat balasan.
>>Mas Rendy
Oh, gitu ya?
Besok Mas jemput, ya?
Jari-jari Melissa kembali menari di atas keyboard ponselnya.
>>Me
Enggak usah, Mas.
Kata Kak Riko, besok aku bareng Kakak ke kampus,
Sekalian mau menghadap ke dosen,
Tring ...
Mas Rendy
Oh ,,, Ok!
Mas tunggu kamu di kampus,
Setelah membaca balasan dari Rendy, Melissa memeluk ponsel dan berguling-guling di atas kasur dengan wajah memerah.
Bersambung ....
Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja. Tok ... tok ... tok ... Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan. Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya. Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berh
Mas Rendy Besok pagi, Mas jemput ya? Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore. Flasback “Ayo Mas antar pulang!” Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang. Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan. “Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar. “Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut. “Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus. “Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy. Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak me
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Bagaimana? Suka nggak dengan gaunnya?” Tanya Rendy lembut. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Suka Mas.” Merasa gemas dengan tingkah malu-malu Melissa, Rendy memeluk erat gadis itu dari belakang. Sejak lamaran mendadak semalam, perasaannya ke gadis itu semakin menggila. Seakan tak mau berpisah walau hanya sebentar. “Malu Mas.” Melissa menggeliat. Mencoba meregangkan pelukan erat calon suaminya itu. Tapi sia-sia. Pelukan itu semakin erat. Rendy terkekeh. Ia tak menghiraukan rengekan Melissa. “Yakin mau yang itu aja?” Tanya Rendy ke sekian kali. “Yakin Mas. Udah ah, kita ditungguin Mama loh.” “Ya udah. Ayok.” Rendy menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Mereka saling bergandengan dan melempar senyum sebelum keluar dari Butik tersebut. Tak jauh dari posisi mereka, sepasang mata tajam tak mengalihkan pandangan sejak ia melihat interaksi keduanya. * “Gimana? Suka sama makanannya?” Ningrum tak sabaran. Me
Mas Rendy Selamat pagi calon tunangan Kamu nggak boleh nakal ya, Harus istirahat yang cukup Jangan lupa sarapan Melissa merasakan wajahnya memanas. Ia masih setia memandangi ponselnya sejak bangun tidur. Pesan itu memang bukan yang pertama. Tapi mampu menyita perhatian gadis itu untuk waktu yang tidak sebentar. Tok ... tok ... tok “Lissa ... Buruan keluar. Ada Mita di depan.” Seru Riko dengan lantang. “Iya Kak.” Jawabnya. Gadis itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Mengikat rambut seadanya, dan menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. “Astaga Mel! Lo baru bangun?” Seru Mita. Melissa meringis, “Sebenarnya udah dari tadi. Tapi males aja mau gerak.” Mita geleng-geleng kepala dengan tingkah sahabatnya. “By Th
“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Ren!?” Ucap wanita paruh baya itu menggebu. “Udah dong Ma. Maafin Rendy.” Ucap laki-laki itu memelas. “Kamu ini ,,, benar-benar gak tahu waktu dan tempat. Gimana kalau ketahuan calon mertua kamu coba.” Tambah wanita itu. Rendy terdiam. Ia tak berpikir sampai kesana. “Awas aja kamu!?” Wanita paruh baya itu menatap Rendy penuh peringatan “Kalau sampai Melissa nggak jadi mantu Mama, kamu yang akan tanggung akibatnya.” Ningrum meninggalkan Rendy yang termangu di kamarnya. Ya, wanita paruh baya itu memergoki dua sejoli yang sedang berciuman di ruang rias setelah acara tukar cincin semalam. Ia tak menyangka putranya bisa tidak mengerti tempat dan waktu. Pasalnya ini bukan pertama kalinya Ningrum memergoki keduanya dalam keadaan seperti itu. Namun, kali ini ia benar-benar merasa syok dengan kelakuan putra tampannya. Seumur hidup Rendy tak pernah bisa membantah ucapan Mamanya. Seperti malam tadi, saat Ningrum
Malam ini Melissa merasa begitu kesepian. Beberapa hari ini biasanya ada Riko yang selalu mengganggu saat ia di rumah. Tring >>Kak Riko Adekku yang cantik dan baik hati lagi ngapain? Rindu sama Kakak nggak? Hihihi Melissa tertawa membaca pesan konyol dari Kakaknya. Ia pun berniat membalas pesan itu. //Me Lissa lagi di kamar, Habis ngerjain tugas, sekarang lagi rebahan Kakak makin lama makin narsis ih,,, Bukan Riko namanya kalau gak menggoda Melissa. Dirinya akan melancarkan seribu jurus hanya untuk membuat adik manisnya itu terdiam tanpa bisa mendebatnya. >>Kak Riko