Share

Part 12

“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Ren!?” Ucap wanita paruh baya itu menggebu.

“Udah dong Ma. Maafin Rendy.” Ucap laki-laki itu memelas.

“Kamu ini ,,, benar-benar gak tahu waktu dan tempat. Gimana kalau ketahuan calon mertua kamu coba.” Tambah wanita itu.

Rendy terdiam. Ia tak berpikir sampai kesana.

“Awas aja kamu!?” Wanita paruh baya itu menatap Rendy penuh peringatan “Kalau sampai Melissa nggak jadi mantu Mama, kamu yang akan tanggung akibatnya.”

Ningrum meninggalkan Rendy yang termangu di kamarnya. Ya, wanita paruh baya itu memergoki dua sejoli yang sedang berciuman di ruang rias setelah acara tukar cincin semalam. Ia tak menyangka putranya bisa tidak mengerti tempat dan waktu. Pasalnya ini bukan pertama kalinya Ningrum memergoki keduanya dalam keadaan seperti itu. Namun, kali ini ia benar-benar merasa syok dengan kelakuan putra tampannya.

Seumur hidup Rendy tak pernah bisa membantah ucapan Mamanya. Seperti malam tadi, saat Ningrum tidak memperbolehkan dirinya mengantar Melissa pulang ke rumah. Ia hanya bisa pasrah dan mengiyakan.

Raut muka kusutnya semalam sukses menjadi bahan ledekan Papanya. Apalagi setelah mengetahui penyebab Ningrum tidak memperbolehkan putranya mengantar tunangannya sendiri.

Seharusnya bukan salah aku kan?

Salah Mama juga ini sebenarnya,

Ngapain dandanin Melissa secantik itu

Mana banyak laki-laki yang ngeliatin dia lagi

Arghhh ...

Batin Rendy

“Mendingan aku ke rumah Melissa sekarang. Biar gak telat masuk nanti.” Monolog Rendy.

Rendy mengetikkan sederet pesan kepada gadis itu,

//Me

Pagi sayang,

Aku jemput ya,

Sekarang aku berangkat

Ia pun bergegas mengambil kunci mobil dan membawa tas ranselnya. Menjemput tunangan tercinta.

Senyum manis tersungging di bibirnya sejak keluar dari kamar. Ia masih tak menyangka jika sudah bertunangan dengan gadis pilihan Mamanya. Yang mana sekarang jadi gadis yang selalu dirindukan olehnya.

Senyumnya langsung luntur ketika mendapati sederet pesan dari Melissa.

>>My Sweetheart

Pagi juga,

Aku udah berangkat Mas,

Bareng Kak Riko

Soalnya Kak Riko harus terbang ke Bali pagi ini.

Mas Rendy langsung ke kampus aja

Nanti Lissa tungguin di parkiran

Rendy pun memutar balik arah mobilnya. Mengemudikan lebih cepat agar segera sampai di kampus.

Lima belas menit kemudian, mobil Rendy tiba di gerbang kampus. Ia pun segera menuju ke tempat parkir biasanya.

Di sana ia melihat gadis manis itu berdiri menunggu kehadirannya. Satu senyum geli pun terbit dari bibirnya.

Rendy masih berniat merajuk. Ia mencoba mengacuhkan kehadiran Melissa. Tapi satu kecupan mendarat di pipinya, luntur sudah niatnya mendiamkan tunangan cantiknya itu. Dengan gemas ia melabuhkan kecupan di bibir Melissa. Membuat kedua pipi gadis itu merona.

“Ayo, kita masuk.” Ajak Rendy. Ia menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Menggenggam erat. Gadis itu mengangguk malu.

Tak heran kalau pagi ini akan ada bisik-bisik sepanjang koridor kampus. Dengan tak tahu malu, Rendy tak segan-segan mengumbar perhatiannya kepada tunangan cantiknya itu. Membuat para mahasiswa dan mahasiswi kampus terkejut dan syok. Pasalnya  Rendy dikenal dingin dengan para mantan pacarnya dulu. Ia tak pernah melakukan kontak fisik apapun, walau hanya sekedar bergandengan. Itu bukan tipe Rendy sama sekali. Tapi, hari ini ia seolah ingin memamerkan kepossessifannya kepada semua orang.

*

“Fix, gue kalah taruhan kali ini.” Ucap Dino kesal. 

“Hahahahaha  .....” kedua temannya terbahak-bahak mendengar nada kesal sahabatnya itu. Sedangkan Rendy yang baru datang menatap bingung ke arah mereka.

“Tumben pagi-pagi udah ketawa aja. Ada apa?” tanya Rendy.

Dino meremas rambutnya yang rapi kini menjadi kasut masai.

“Dino kalah taruhan.  Hahahaha ,,,” ucap Fadly.

Dino tersenyum kecut.

“Taruhan?” gumam Rendy.

Fadly menghentikan tawanya. “Iya taruhan. Gue bilang ke Dino kalo Lo udah bucin sama Melissa, tapi dia gak percaya. Dan malah ngajakin taruhan.”

Rendy membolakan matanya, “A-apa? Gue kalian jadiin bahan taruhan?”

Fadly pun tertawa terbahak-bahak. “Bukan maksud gue Ren. Tapi Dino tuh!” cowok itu menunjuk ke arah Dino dengan dagunya.

“Kalian ini bener-bener!?” geram Rendy.

“S-santai R-Ren. Kan bukan taruhan yang macem-macem. Kita gak bermaksud apa-apa kok. Kita cuman gak percaya aja kalo Lo bener-bener jadi bucin.” Ucap Dino tenang.

“Tapi Ren, gue kok ngeri ya ngeliat perubahan Lo yang drastis ke tikus kecil itu.” Tanya Bima heran.

“Tikus?” gumam Rendy. Ia menatap tajam ke arah Baim.

Baim meneguk ludah. “Ehm ,,, M-maksud gue Melissa. Ini pertama kalinya gue lihat Lo possessive sama cewek. Apalagi ,,, i-ini termasuk langka banget tahu gak.”

“Ada yang salah?” Rendy menaikkan satu alisnya.

“Enggak sih. Cuman ya, kayak suatu keajaiban saja. Semua kenal kamu kali, gimana perlakuan kamu ke cewek. Mana ini sampek tunangan lagi. Lo dipaksa nikah ya sama orang tua Lo?” cerocos Baim.

Rendy menggeleng. “Gue tertarik sama dia udah lama. Tapi baru-baru ini aja deket karena ...” Rendy menjeda perkataannya, membuat ketiga sahabatnya menahan napas. “Takdir.”

Ketiga sahabatnya mendengus kesal. Sedangkan Rendy tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kecut dari ketiga sahabatnya.

*

“Mel, Lo ngerasa gak sih hari ini terlihat mencekam banget.” Bisik Mita pelan.

Melissa mengedikkan bahu cuek. “Biarin aja. Namanya juga syok dan terkejut. Palingan besok udah normal lagi kok.”

“Lo santai banget sih Mel. Gue yang di samping Lo aja berpikir sepertinya kita akan di serang dalam waktu dekat. Seperti perang dunia.” Lirih Mita.

Melissa tersenyum geli. “Cuekin aja. Pura-pura tidak tahu adalah senjata paling aman.” Gadis itu membereskan beberapa buku materinya. Dan bersiap keluar dari kelasnya.

“Kamu pulang sama ,,,” belum sampai Mita menyelesaikan pertanyaannya, suara laki-laki yang begitu familiar terdengar. Keduanya berbalik arah, mendapati Rendy yang berlari kecil ke arah mereka.

“Sudah selesai?” tanya Rendy.

 Melissa mengangguk. “Udah Mas.”

Uhuukkk

Mita tersedak salivanya sendiri mendengar nada malu-malu dari sahabatnya.

“Lo kenapa Mit?” tanya Melissa polos.

Mita masih berusaha meredakan tenggorokannya yang tiba-tiba menjadi sakit.

“G-gue nggak apa-apa kok. Ehm, gue duluan ya. Bye ,,,” Mita segera beranjak dari sana . Meninggalkan Melissa yang menatapnya heran.

“Dia kenapa sih. Kok aneh.” Gumam Melissa.

Sedangkan Rendy hanya tersenyum geli melihat tingkah polos tunangannya. Tanpa bertanya cowok itu menarik tangan Melissa menuju di mana mobilnya berada.

“Mumpung masih siang, gimana kalau kita pergi nonton?” tanya Rendy yang telah selesai memasang seatbeltnya.

“Ehm ,,, Tapi Lissa belum ijin sama Ayah, Mas.” Jawabnya gugup

“Aku udah ijin kok. Kata Ayah sebelum jam lima sore harus pulang.” Jawab Rendy santai.

“B-beneran Mas?” Tanya Melissa meyakinkan.

Rendy mengulum senyum, dan mengangguk pelan. Dan itu sukses membuat gadis itu memerah. Satu kecupan mendarat di pipinya. Membuatnya terkesiap namun juga menerbitkan senyum manis di bibirnya.

Tak mengulur waktu, Rendy mengemudikan mobilnya meninggalkan parkiran kampus. Ia bersiap membelah jalanan yang tampak begitu lengang.

Dua puluh menit kemudian mereka telah sampai di bioskop ternama di Ibu Kota. Tempatnya luas dan banyak pilihan film yang bisa dilihat.

“Aku beli tiketnya dulu ya, kamu tunggu disini sebentar.” Satu kecupan mendarat mulus di bibir Melissa. Membuat kedua pipinya merona.

Sambil menunggu Rendy,  Melissa memutuskan untuk membeli beberapa camilan dan minuman untuk di bawa masuk.

“Berapa Mbak?”

“Semuanya dua ratus empat puluh ribu mbak.”

“Aku pakai kartu aja. Terima kasih.”

Melissa keluar dari toko tersebut. Dan kembali berdiri di tempat Rendy meninggalkannya tadi.

“Lama banget ya,” monolog Melissa.

“Elissa?” Seru laki-laki dari arah belakangnya.

Deg

Dada Melissa berdebar kencang. Suara itu, panggilan itu. Hanya satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. 

Kaki Melissa terasa gemetar. Bulir-bulir air mata sudah menggenang di pelupuk mata. Pelan-pelan ia menggerakkan kakinya, memutar tubuhnya. Dan, ia tercekat. Siluet seseorang yang pernah di hatinya sekaligus yang meninggalkannya tanpa kata perpisahan. Di sana laki-laki itu menatapnya sendu.

“Sayang?” Tiba-tiba Rendy sudah memeluknya dari belakang dan memanggil dirinya dengan begitu lembut.

Melissa menegang. Situasi yang tak pernah ia harapkan terjadi. Bertemu dengan sesuatu yang membuatnya jatuh terpuruk.

Rendy memutar tubuh Melissa. Menarik dagunya dan melabuhkan satu kecupan dalam pada bibirnya. Yang mampu membuat gadis itu memejamkan matanya. Merasakan setiap desiran halus di relung hatinya.

“Aku udah beli tiketnya.” Ucapnya lirih.

Melissa membuka mata, ia tersenyum. Tanpa Rendy duga, gadis itu mengecup bibirnya sesaat sebelum menarik tangan kanan cowok itu,

“Ayo. Aku udah lama nggak nonton.” Ajak Melissa.

Rendy mengangguk, ia pun melepaskan tangan Melissa. Ia lebih memilih melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Melissa pun tak merasa keberatan. Ia tampak membalas dengan melingkarkan satu tangannya di pinggang Rendy.

Mereka berjalan tanpa menghiraukan sosok laki-laki yang menatapnya dengan tajam.

Ini tidak mungkin

Elissa hanya milikku

Selamanya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status