“Selamat pagi, Baby.”
Laki-laki yang kini telah siap dengan kemeja putih panjang dan celana bahan berwarna hitam, dengan rambut yang tertata rapi dan sepatu pantofel hitam yang membalut kedua kakinya, menghampiri wanita yang masih terlelap dengan tubuh polos, di atas tempat tidur yang berada di kamarnya.
Wanita yang lelah akibat percintaan panas dengannya semalam, menggeliat pelan ketika ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya.
“Mas Rendy sudah mau berangkat?” tanya Melissa dengan parau.
“Iya. Hari ini Mas ada bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin sampai jam tiga sore Mas baru bisa pulang.”
Melissa mengerjapkan kedua matanya, ia tersenyum melihat penampilan Rendy yang tampak begitu tampan. “Lissa mau tidur aja hari ini. Mas Rendy hati-hati.”
Rendy tersenyum. Laki-laki itu melabuhkan kecupan di bibir Melissa sebelum benar-benar beranjak dari sana. Tak lupa ia menarik selimut untuk m
Dua bulan kemudian ....Seorang laki-laki berpakaian formal, kemeja biru dengan jas dan celana bahan senada, sabuk hitam dan dasi biru polkadot, disempurnakan oleh sepatu pantofel dan jam tangan mewah di pergelangan tangan kanannya, telah siap untuk pergi ke kantor. Menjalankan rutinitas yang telah berjalan dalam satu minggu ini.Namun sebelum benar-benar berangkat, ia harus memastikan istrinya untuk bangun dan sarapan. Laki-laki itu tak ingin Sang istri kembali merajuk seperti dua hari yang lalu, dan mengakibatkan dirinya tidak bisa pergi ke mana-mana.“Ayo Sayang, bangun dulu. Mas udah siap mau ke kantor loh,” ucap Rendy dengan nada selembut mungkin sambil merapikan anak rambut Melissa yang berantakan.Melissa mengerjapkan kedua bola matanya untuk melihat ke arah Rendy yang benar-benar sudah rapi. Tiba-tiba perut Melissa bergejolak mencium aroma parfum Rendy yang menguar tajam
Rendy menyusuri lorong salah satu Rumah Sakit dengan terburu-buru dan mengumpat sesekali. Meeting yang ia perkirakan hanya sebentar, ternyata memakan waktu tiga kali lipat dari seharusnya. Membuatnya harus berlari agar segera tiba di ruang Dokter Kandungan, tempat Sang istri melakukan USG.Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang wanita dengan perut yang membesar, memakai kemeja panjang berwarna biru dan celana bahan hitam khas ibu hamil, baru saja keluar dari ruangan dokter membawa buku pemeriksaan kehamilan.Rendy dengan dada berdebar kencang berjalan menghampiri wanita yang sudah menjadi istrinya sejak sembilan bulan yang lalu.“Hai Sayang?” Rendy meraih buku pemeriksaan dan tas kecil yang dibawa Melissa. “Maaf ya, Mas telat lagi,” ucap Rendy dengan sedikit gugup.“Hm, Lissa mau pulang. Capek!” ucapnya dengan nada ketus dan raut muka tak bersahabat.Rendy hanya mendesah pasrah. Bagaimanapun juga ini
Seorang wanita dengan wajah merengut, membawa tiga buah alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang terlihat jelas, menuju ruang kerja sang suami di sebelah kamarnya di lantai dasar.Laki-laki yang tadinya sibuk dengan dokumen yang berada di tangannya, tersenyum dan memundurkan kursi kerjanya, untuk menyambut wanita dengan bibir merengut yang baru saja masuk ke sana.Wanita yang tak lain adalah Melissa meletakkan tiga tes kehamilan itu di meja kerja sang suami.Rendy meraih tangan Melissa, dan membuat wanita itu jatuh di pangkuannya.“Mas?!” seru Melissa dengan mata membulat.Rendy terkekeh seraya melirik tes kehamilan yang berada di mejanya. Tangannya terulur meraih ketiga benda itu, dan dalam beberapa detik kemudian kedua matanya membulat dan berkaca-kaca.“S-sayang .... ini?” Rendy menatap Melissa yang masih merengut.Melissa mengangguk. “Lissa hamil, Mas.”Rendy langsung menarik teku
“Mas, Lissa udah kebelet nih,” rengek Melissa yang sejak tadi tak dihiraukan oleh Rendy. Beberapa hari ini Rendy mendadak manja kepada Melissa.“Jangan lama-lama, ya?” Melissa mengangguk dengan cepat karena sudah tak tahan. Rendy mengurai pelukannya dan membiarkan Melissa turun dari tempat tidur mereka.“Hati-hati, Sayang,” pesan Rendy yang hanya dibalas gumaman oleh Sang istri.Beberapa hari ini, Rendy merasakan hal-hal aneh yang belum pernah ia rasakan pada kehamilan pertama Melissa. Jika dulu Melissa yang selalu ingin ditemani dan dipeluk, kali ini sebaliknya. Rendy akan uring-uringan jika Melissa sibuk dengan aktivitas hariannya. Termasuk mengurus putra pertama mereka.Rendy bak bayi besar yang suka merajuk tanpa alasan dan jelas. Bahkan makan pun ia minta disuapi, kalau tidak ia akan mogok makan seharian.Perubahan sikap Rendy tentu saja membuat Melissa pusing sekaligus geli. Bagaimana tidak! Rendy yang biasanya tampak cool dan berwibawa tiba-tiba berubah l
Novel ini sedang dalam revisi. Kalian bisa menambahkan dulu ke daftar pustaka. “Lissa ,,, ingat pesan Ayah. Selesai kuliah kamu harus pulang,” ucap Hasan tegas. “Emang mau ada apa sih, Yah?” tanya Melissa penasaran. “Kamu tidak ingat kata Ayah tempo hari?” Hasan terlihat menggeleng, “Masa masih muda udah pikun sih Sa,” Hasan tersenyum geli. Prankk Sendok di tangan Melissa pun terjatuh ke piring. Melissa teringat pembicaraan Hasan dengan dirinya kemarin, tentang perjodohan yang telah Sang Ayah rencanakan. “A-ayah serius? Lissa kan masih kuliah, Yah?” tanya Melissa dengan nada terbata dan memelas. Hasan menatap putri kesayangannya dengan tatapan tegas. “Ayah sudah bilang 'kan ke kamu dan itu tidak akan bisa berubah.” jawab Hasan, mutlak. "T-tapi Yah?" Hasan mengisyaratkan dengan gelengan kepala yang menandakan ia tak boleh membantah. Melissa Saraswati, merupakan salah satu mahasiswi
Riko menatap takjub ke arah Melissa yang saat ini telah selesai di rias, dan memakai dress batik selutut berwarna merah muda. Polesan make up natural membuatnya terlihat memesona, seperti putri dalam negeri dongeng. Apa tidak berlebihan? Jawabannya adalah tidak, karena penampilan Melissa saat ini sungguh memesona dari berbagai sisi. Siapa pun yang melihatnya akan terpikat karena aura yang memancarkan dari wajah polosnya. “Kenapa Kak? Ada yang aneh ya?” tanya Melissa salah tingkah karena diperhatikan Riko sejak tadi. “Enggak kok. Malah Kakak merasa kamu itu sebenernya cantik banget kalau mau dandan kayak gini,” puji Riko, tulus. Pipi Melissa bersemu dan menambah kesan manis. Apalagi senyum manis yang saat ini tersungging di bibirnya, yang membuat Riko tidak tahan ingin memberikan cubitan. Ceklek ... “Sudah siap, Nak?" tanya Sukma seraya menghampiri Melissa. “Sudah, Bun,” ucap Melissa gugup. “Ya
Melissa mulai menggeliat di balik selimut yang mengubur seluruh tubuhnya. Panggilan alam yang tak bisa ditahan memaksanya bangun dan beranjak meskipun dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, berjalan menuju kamar mandi di sebelah kamarnya. Melissa keluar setelah mencuci tangan. Karena ingin kembali terlelap, ia memutuskan untuk tidak mencuci muka. Baru saja ia menarik selimut, ponsel miliknya yang berada di atas balas berdering kencang karena setelan alarm yang lupa ia matikan. Lalu kedua matanya membulat saat melihat beberapa notifikasi pesan dari nomor baru. Jarinya bergerak menyentuh notifikasi itu dan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Isi pesan yang di kirimkan nomer baru itu menimbulkan desiran aneh dalam hatinya. Melissa tak bisa menyimpulkan dengan cepat. "Ini orang kesambet apa? Pake ngirimin pesan kayak gini lagi! Dia pikir keren gitu? Awas aja kalau ketemu!" gerutu Melissa seraya meletakkan ponselnya asal di naka
Hujan mengguyur kota sejak pukul dua pagi. Melissa yang sejak semalam merasakan pusing, tidak bisa memejamkan mata hingga pagi menyapa. Maka tak heran, pagi ini ia merasa sangat mengantuk. Apalagi ketika alarm di ponselnya berbunyi, ia segera mematikannya dan kembali bergelung di dalam selimut, mengubur seluruh tubuhnya. Sukma yang baru saja selesai membereskan sarapan di meja makan, mengerutkan dahi. Merasa aneh, karena Melissa belum juga bangun. Ia pun segera mencuci kedua tangannya dan bergegas menuju kamar Melissa untuk mengecek keadaan putrinya. Tok ... tok ... tok ... “Lissa ,,,” panggil Sukma dari balik pintu.Karena tak mendapat jawaban dari dalam, Sukma memutuskan masuk tanpa memanggil Lissa kembali. Sukma menyibak selimut yang di pakai Melissa. Dengan sigap Sukma mengecek keadaan putri bungsunya. Saat mendapati bahwa tubuh Melissa menggigil, ia segera membuka laci di nakas, mengambil thermometer untuk me