Riko menatap takjub ke arah Melissa yang saat ini telah selesai di rias, dan memakai dress batik selutut berwarna merah muda. Polesan make up natural membuatnya terlihat memesona, seperti putri dalam negeri dongeng.
Apa tidak berlebihan? Jawabannya adalah tidak, karena penampilan Melissa saat ini sungguh memesona dari berbagai sisi. Siapa pun yang melihatnya akan terpikat karena aura yang memancarkan dari wajah polosnya.
“Kenapa Kak? Ada yang aneh ya?” tanya Melissa salah tingkah karena diperhatikan Riko sejak tadi.
“Enggak kok. Malah Kakak merasa kamu itu sebenernya cantik banget kalau mau dandan kayak gini,” puji Riko, tulus.
Pipi Melissa bersemu dan menambah kesan manis. Apalagi senyum manis yang saat ini tersungging di bibirnya, yang membuat Riko tidak tahan ingin memberikan cubitan.
Ceklek ...
“Sudah siap, Nak?" tanya Sukma seraya menghampiri Melissa.
“Sudah, Bun,” ucap Melissa gugup.
“Ya sudah, ayo turun. Keluarga Pak Joni sudah datang loh,”
"Lissa ke kamar mandi dulu ya, Bunda. Kakak sama Bunda duluan aja.”
“Jangan lama-lama ya, Sayang,” pesan Sukma yang diangguki Melissa.
Melissa kembali mondar-mandir di depan pintu kamar mandi yang berada di sebelah kamarnya. Sebenarnya ia tak ingin ke kamar mandi. Hanya saja kegugupan saat ini terasa berbeda dengan yang lain. Biasanya segugup apa pun, Melissa bisa mengendalikan diri dengan baik.
'Gini amat sih rasanya mau ketemu calon mertua dan calon suami? Aku tidak bisa membayangkan menikah dengan orang asing yang bahkan belum pernah aku temui,' gumam Melissa dalam hati.
Setelah merasa lebih tenang, Melissa berjalan menuju ke ruang tamu, di mana ada dua orang lain selain keluarganya. Melissa mengerutkan dahi ketika mendapati hanya dua orang saja di sana. Ia pun mendadak gugup dan gemetar saat Hasan yang menyadari kehadirannya, mulai mengeluarkan suara.
“Lissa, salim dulu sama Pak Joni dan Bu Ningrum.”
Melissa mengalihkan pandangan ke arah pria dan wanita paruh baya di sebelahnya. Lalu dengan sopan mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Di sana wanita yang bernama Ningrum itu terpesona pada Melissa. Ningrum tak segan-segan berdiri dan memeluknya.
“Kamu cantik banget, sayang,” puji Ningrum.
“Terima kasih Tante,” Melissa tersenyum sopan.
“Kok Tante? Panggil Mama ya?” ucap Ningrum penuh harap.
Tubuh Melissa menegang. Kegugupan yang sempat reda, kini kembali datang. Gadis dua puluh satu tahun itu menatap kedua orang tuanya untuk meminta persetujuan. Saat mendapati anggukan dari ayah dan Bundanya, Melissa tahu apa yang harus ia lakukan.
“Ma-Mama,” panggil Melissa dengan gugup.
“Good, itu baru anak cantik. Kamu harus jadi mantu Mama secepatnya. Biar Mama nggak kesepian di rumah.” ucap Ningrum bersungguh-sungguh.
'Glek ... Menantu?? I-ini bukannya aku yang mau ni ...
Ya ampun!!! Sepertinya aku melupakan sesuatu '
"Kamu sekarang kuliah semester berapa, Sayang?"
"Ehm, semester tiga t ... Ma,"
Ningrum tersenyum Melissa mulai memanggilnya Mama.
"Nanti biar dijemput Rendy aja tiap pagi, biar bisa bareng ke kampus," ucap Ningrum yang membuat Melissa bingung. "Menurut Mas Hasan dan Mbak Sukma bagaimana?" Ningrum menatap ke arah Hasan dan Sukma tanpa melepaskan tangan Melissa yang berada dalam genggamannya.
"Boleh-boleh saja asal tidak merepotkan Nak Rendy," jawab Hasan.
"Mas Hasan tenang saja. Rendy biar saya yang mengurus," sahut Joni yang disambut tawa oleh Hasan.
Melissa sempat merasa malu mendapati Ningrum yang sejak tadi tak melepaskan tangan kirinya. Apalagi Riko menggodanya secara terang-terangan.
Tiba-tiba pikiran Melissa tertuju pada laki-laki yang akan menjadi calon suaminya. Sial! Melissa mulai memikirkan bagaimana wajah dan watak laki-laki asing yang akan jadi bagian dalam hidupnya kelak.
'Kenapa nggak dateng-dateng ya? I-ini bukannya aku yang ngarep sih, tapi ...masa iya dia nggak nongol pada pertemuan pertama? Nggak gentle banget,' gerutu Melissa.
Karena larut dalam lamunannya ia tak sadar bahwa telah datang satu sosok laki-laki yang saat ini duduk di sebelah Joni. Laki-laki yang memakai hem batik senada dengan dress Melissa malam ini.
“Lissa ,,, Ayo sapa calon suamimu!”
Melissa meneguk ludah. Tiba-tiba saja ia merasa gugup. Kedua tangannya meremas erat satu sama lain. Ia mengangkat wajah dan mengalihkan pandangan ke arah di mana laki-laki berada dan ....
Deg ...
Deg ...
Deg ...
Deg ...
Kedua jantung manusia berbeda jenis kelamin yang saling menatap itu berdebar kencang seperti habis lari marathon. Pertemuan ini terasa seperti mimpi bagi mereka. Baru tadi siang mereka terlibat perdebatan sengit di kampus dan kini kembali bertemu sebagai calon pengantin.
Wajah Melissa yang tadinya terlihat cantik merona, kini berubah menjadi pias dan memucat. Tak berbeda jauh dengan Rendy yang terlihat syok dan terpesona dalam waktu bersamaan. Terkejut dengan apa yang ia lihat kini.
'Ini gadis yang tadi nginjek kaki aku kan? Ah, BINGO! Ternyata kamu ya? Melissa Saraswati? Nama yang bagus, meskipun kelakuannya gak secantik namanya. Aku akan buat kamu klepek-klepek,' gumam Rendy dalam hatinya.
“Ayo Lissa, salim sama calon suami kamu," titah Hasan kemudian.
'Oh My God ... Ca-calon suami? Yang benar saja!! Cowok Playboy ini calon suamiku? Hellow? Apa kata dunia nanti? Aaaaaaa .... aku bisa gila kalau nikah sama dia. Mana mantan pacarnya aja segudang!' gerutu Melissa dalam hati.
“Lissa ...” Lagi-lagi suara Hasan membuyarkan lamunan Melissa. Gugup dan syok, itulah yang terlihat jelas di wajah keduanya. Namun itu di salah artikan oleh ke empat orang tua di sana. Mereka di anggap masih malu-malu. Padahal bukan itu yang terjadi.
Suasana menjadi hening, hanya dentingan alat-alat makan di meja berukuran sederhana di rumah Melissa. Mereka tampak fokus dengan makanannya.
Berbeda dengan Melissa, ia terdiam menatap piring yang masih berisi makanan di hadapannya. Duduk di sebelah Rendy membuatnya jengah. Pasalnya dari tadi Rendy sangat sopan menanggapi pertanyaan dari orang tuanya, berbeda seratus persen dengan yang ada di kampus.
Dan yang paling tak masuk akal, kedua orang tua Melissa begitu menyukai Rendy. Tak segan-segan memuji ataupun memberi nasehat.
'Kok dia berasa punya dua kepribadian ya ? Kalau Ayah tau dia suka gonta ganti pacar di kampus apa aku tetap mau di jodohkan sama dia?Ahh ...itu ide bagus ,, tapi orang dia tadi bilang pernah gak pernah pacaran kok ke Ayah. Ihh ,,,, ini laki-laki memang mulut buaya! Seisi kampus juga tahu kalau hampir seluruh mahasiswi pernah jadi pacarnya. Trus kalau mereka tau aku yang jadi istrinya ... gimana?Bangun Lissa! Kamu sudah berharap menjadi istrinya?
Glek ,,,,
Kayaknya bentar lagi bakalan kiamat. Oh Tuhan! Aku kan belum sempat jalan-jalan ke luar negeri! Masih banyak Drama Korea yang belum aku lihat juga. Lalu aku belum bertemu idola-idola aku. Aku rasa sebentar lagi bakalan gak waras!' gerutu Melissa dalam hati.
Melissa semakin menganga di saat rencana pernikahan pun sudah menjadi topik pembicaraan di pertemuan malam ini. Ia ingin kabur saja ke dunia lain untuk menghindari ini semua.
*
Setelah pertemuan beberapa jam yang lalu, Melissa yang telah kembali ke kamarnya, meraba-raba kejadian yang mengejutkannya hari ini. Bagaimana bisa laki-laki Playboy kampus itu jadi calon suaminya? Ah, sepertinya Melissa lupa jika mertuanya sudah menyematkan cincin sebagai pengikat. Melissa meraba jemari kirinya yang terpasang sebuah cincin sederhana bermata berlian.
Cincin ini nyata. Bisa aku pegang dan saat ini ada di jari aku. Astaga! Aku takkan bisa menghindar lagi kali ini. Tapi, jika melihat Ayah dan Bunda yang dengan mudah menerimanya, mungkin aku harus mencoba. Bagaimanapun juga, aku nggak boleh mengecewakan Ayah dan Bunda lagi.'
Ya, sebelum Joni, Ningrum dan Rendy pulang. Ningrum menyematkan cincin berlian di jari manis Melissa. Cincin yang sudah Ningrum siapkan beberapa hari sebelumnya, tanpa sepengetahuan Rendy. Sebagai tanda lamaran. Atau bisa juga dikatakan sebagai pengikat. Ningrum sudah jatuh hati pada Melissa dan ia tak mau kehilangan calon menantu.
Melissa yang tampak lelah dengan aktivitasnya, di tambah acara jamuan makan malam yang membuat waktu istirahatnya berkurang, membuat ia mudah terlelap.
Tak lama kemudian ada beberapa pesan dari nomer baru yang masuk ke ponselnya.
±6281259******
Selamat malam calon istri
Sudah tidur belum?
Besok aku jemput ya ,,,
Mama pengin kamu dateng ke sini
Jangan lupa dandan ya ,,,
Jangan lupa mimpiin aku ,,,
Di tempat lain, seorang laki-laki sedang terbahak-bahak ketika membaca kembali pesan yang baru saja ia kirimkan ke salah satu nomer baru di ponselnya.
Rendy menatap lama poto profil salah satu akun di pesan online milik-nya. Laki-laki itu tersenyum manis. Senyum yang jarang ia perlihatkan sejak kejadian itu.
Kini, hanya melihat poto saja senyum itu dengan mudah tersungging di bibirnya.
Kamu itu unik! Kayaknya aku bakal suka. Dan bukan hal yang sulit buat kamu jatuh hati kepadaku. Kita lihat saja, berapa lama aku membuatmu jatuh cinta ke aku. Gumam Rendy dalam hati'
"Kita lihat saja, akan jadi seperti apa perjodohan ini." Monolog Rendy.
Bersambung ....
*
Ikuti halaman f@cebook 'Kumpulan Novel AR_Merry'. Segala update cerita aku tampilkan di sana.
Terima kasih
Melissa mulai menggeliat di balik selimut yang mengubur seluruh tubuhnya. Panggilan alam yang tak bisa ditahan memaksanya bangun dan beranjak meskipun dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, berjalan menuju kamar mandi di sebelah kamarnya. Melissa keluar setelah mencuci tangan. Karena ingin kembali terlelap, ia memutuskan untuk tidak mencuci muka. Baru saja ia menarik selimut, ponsel miliknya yang berada di atas balas berdering kencang karena setelan alarm yang lupa ia matikan. Lalu kedua matanya membulat saat melihat beberapa notifikasi pesan dari nomor baru. Jarinya bergerak menyentuh notifikasi itu dan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Isi pesan yang di kirimkan nomer baru itu menimbulkan desiran aneh dalam hatinya. Melissa tak bisa menyimpulkan dengan cepat. "Ini orang kesambet apa? Pake ngirimin pesan kayak gini lagi! Dia pikir keren gitu? Awas aja kalau ketemu!" gerutu Melissa seraya meletakkan ponselnya asal di naka
Hujan mengguyur kota sejak pukul dua pagi. Melissa yang sejak semalam merasakan pusing, tidak bisa memejamkan mata hingga pagi menyapa. Maka tak heran, pagi ini ia merasa sangat mengantuk. Apalagi ketika alarm di ponselnya berbunyi, ia segera mematikannya dan kembali bergelung di dalam selimut, mengubur seluruh tubuhnya. Sukma yang baru saja selesai membereskan sarapan di meja makan, mengerutkan dahi. Merasa aneh, karena Melissa belum juga bangun. Ia pun segera mencuci kedua tangannya dan bergegas menuju kamar Melissa untuk mengecek keadaan putrinya. Tok ... tok ... tok ... “Lissa ,,,” panggil Sukma dari balik pintu.Karena tak mendapat jawaban dari dalam, Sukma memutuskan masuk tanpa memanggil Lissa kembali. Sukma menyibak selimut yang di pakai Melissa. Dengan sigap Sukma mengecek keadaan putri bungsunya. Saat mendapati bahwa tubuh Melissa menggigil, ia segera membuka laci di nakas, mengambil thermometer untuk me
“Awwssh ,,, perih Mas.” “Tahan ya, dikit lagi kok.” “Awwssh ,,, sa-sakit” lirih Melissa dengan mata berkaca-kaca. “Dikit lagi ... aku pelan-pelan, kok. Sabar, ya?” dengan telaten Rendy mengobati luka-luka di wajah Melissa. Begitu juga dengan luka di tangan. Melissa menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Rasa perih yang menjalar di kedua pipi sangat sulit untuk di tahan. Meskipun pria itu melakukannya dengan hati-hati. "Tahan, ya? Dikit lagi selesai," hibur Rendy seraya mengobati luka di tangan Melissa. "Terima kasih, Mas Rendy," ucap Melissa tulus. "Sama-sama, Sayang," jawab Rendy tanpa sadar. Melissa seketika membulatkan matanya mendengar kata 'sayang' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy. "Selesai," gumam Rendy. "Pasti nanti Ayah dan Bunda heboh melihat keadaan Lissa seperti ini," gumam Melissa yang masih bisa didengar oleh Rendy. "Nanti biar Mas aja yang bil
Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja. Tok ... tok ... tok ... Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan. Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya. Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berh
Mas Rendy Besok pagi, Mas jemput ya? Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore. Flasback “Ayo Mas antar pulang!” Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang. Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan. “Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar. “Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut. “Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus. “Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy. Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak me
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Bagaimana? Suka nggak dengan gaunnya?” Tanya Rendy lembut. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Suka Mas.” Merasa gemas dengan tingkah malu-malu Melissa, Rendy memeluk erat gadis itu dari belakang. Sejak lamaran mendadak semalam, perasaannya ke gadis itu semakin menggila. Seakan tak mau berpisah walau hanya sebentar. “Malu Mas.” Melissa menggeliat. Mencoba meregangkan pelukan erat calon suaminya itu. Tapi sia-sia. Pelukan itu semakin erat. Rendy terkekeh. Ia tak menghiraukan rengekan Melissa. “Yakin mau yang itu aja?” Tanya Rendy ke sekian kali. “Yakin Mas. Udah ah, kita ditungguin Mama loh.” “Ya udah. Ayok.” Rendy menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Mereka saling bergandengan dan melempar senyum sebelum keluar dari Butik tersebut. Tak jauh dari posisi mereka, sepasang mata tajam tak mengalihkan pandangan sejak ia melihat interaksi keduanya. * “Gimana? Suka sama makanannya?” Ningrum tak sabaran. Me
“Mas, Lissa udah kebelet nih,” rengek Melissa yang sejak tadi tak dihiraukan oleh Rendy. Beberapa hari ini Rendy mendadak manja kepada Melissa.“Jangan lama-lama, ya?” Melissa mengangguk dengan cepat karena sudah tak tahan. Rendy mengurai pelukannya dan membiarkan Melissa turun dari tempat tidur mereka.“Hati-hati, Sayang,” pesan Rendy yang hanya dibalas gumaman oleh Sang istri.Beberapa hari ini, Rendy merasakan hal-hal aneh yang belum pernah ia rasakan pada kehamilan pertama Melissa. Jika dulu Melissa yang selalu ingin ditemani dan dipeluk, kali ini sebaliknya. Rendy akan uring-uringan jika Melissa sibuk dengan aktivitas hariannya. Termasuk mengurus putra pertama mereka.Rendy bak bayi besar yang suka merajuk tanpa alasan dan jelas. Bahkan makan pun ia minta disuapi, kalau tidak ia akan mogok makan seharian.Perubahan sikap Rendy tentu saja membuat Melissa pusing sekaligus geli. Bagaimana tidak! Rendy yang biasanya tampak cool dan berwibawa tiba-tiba berubah l
Seorang wanita dengan wajah merengut, membawa tiga buah alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang terlihat jelas, menuju ruang kerja sang suami di sebelah kamarnya di lantai dasar.Laki-laki yang tadinya sibuk dengan dokumen yang berada di tangannya, tersenyum dan memundurkan kursi kerjanya, untuk menyambut wanita dengan bibir merengut yang baru saja masuk ke sana.Wanita yang tak lain adalah Melissa meletakkan tiga tes kehamilan itu di meja kerja sang suami.Rendy meraih tangan Melissa, dan membuat wanita itu jatuh di pangkuannya.“Mas?!” seru Melissa dengan mata membulat.Rendy terkekeh seraya melirik tes kehamilan yang berada di mejanya. Tangannya terulur meraih ketiga benda itu, dan dalam beberapa detik kemudian kedua matanya membulat dan berkaca-kaca.“S-sayang .... ini?” Rendy menatap Melissa yang masih merengut.Melissa mengangguk. “Lissa hamil, Mas.”Rendy langsung menarik teku
Rendy menyusuri lorong salah satu Rumah Sakit dengan terburu-buru dan mengumpat sesekali. Meeting yang ia perkirakan hanya sebentar, ternyata memakan waktu tiga kali lipat dari seharusnya. Membuatnya harus berlari agar segera tiba di ruang Dokter Kandungan, tempat Sang istri melakukan USG.Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang wanita dengan perut yang membesar, memakai kemeja panjang berwarna biru dan celana bahan hitam khas ibu hamil, baru saja keluar dari ruangan dokter membawa buku pemeriksaan kehamilan.Rendy dengan dada berdebar kencang berjalan menghampiri wanita yang sudah menjadi istrinya sejak sembilan bulan yang lalu.“Hai Sayang?” Rendy meraih buku pemeriksaan dan tas kecil yang dibawa Melissa. “Maaf ya, Mas telat lagi,” ucap Rendy dengan sedikit gugup.“Hm, Lissa mau pulang. Capek!” ucapnya dengan nada ketus dan raut muka tak bersahabat.Rendy hanya mendesah pasrah. Bagaimanapun juga ini
Dua bulan kemudian ....Seorang laki-laki berpakaian formal, kemeja biru dengan jas dan celana bahan senada, sabuk hitam dan dasi biru polkadot, disempurnakan oleh sepatu pantofel dan jam tangan mewah di pergelangan tangan kanannya, telah siap untuk pergi ke kantor. Menjalankan rutinitas yang telah berjalan dalam satu minggu ini.Namun sebelum benar-benar berangkat, ia harus memastikan istrinya untuk bangun dan sarapan. Laki-laki itu tak ingin Sang istri kembali merajuk seperti dua hari yang lalu, dan mengakibatkan dirinya tidak bisa pergi ke mana-mana.“Ayo Sayang, bangun dulu. Mas udah siap mau ke kantor loh,” ucap Rendy dengan nada selembut mungkin sambil merapikan anak rambut Melissa yang berantakan.Melissa mengerjapkan kedua bola matanya untuk melihat ke arah Rendy yang benar-benar sudah rapi. Tiba-tiba perut Melissa bergejolak mencium aroma parfum Rendy yang menguar tajam
“Selamat pagi, Baby.”Laki-laki yang kini telah siap dengan kemeja putih panjang dan celana bahan berwarna hitam, dengan rambut yang tertata rapi dan sepatu pantofel hitam yang membalut kedua kakinya, menghampiri wanita yang masih terlelap dengan tubuh polos, di atas tempat tidur yang berada di kamarnya.Wanita yang lelah akibat percintaan panas dengannya semalam, menggeliat pelan ketika ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya.“Mas Rendy sudah mau berangkat?” tanya Melissa dengan parau.“Iya. Hari ini Mas ada bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin sampai jam tiga sore Mas baru bisa pulang.”Melissa mengerjapkan kedua matanya, ia tersenyum melihat penampilan Rendy yang tampak begitu tampan. “Lissa mau tidur aja hari ini. Mas Rendy hati-hati.”Rendy tersenyum. Laki-laki itu melabuhkan kecupan di bibir Melissa sebelum benar-benar beranjak dari sana. Tak lupa ia menarik selimut untuk m
Warning 21++Melissa menggerakkan kedua bola matanya. Mengerjap berulang kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang menerangi seluruh sudut kamar hotel yang ditempatinya.Setelah percintaan panasnya siang tadi, Melissa langsung terlelap. Mengingat betapa kuatnya Rendy menerobos pertahanannya.Mendapati dirinya masih dalam keadaan polos, Melissa melirik ke kanan kirinya. Berharap ada pakaian yang bisa dipakai. Namun hingga ia duduk terbangun pun tak ada selembar pakaian yang berada di sekitarnya. Begitu juga dengan Sang suami.Melissa memutuskan untuk melilitkan selimut di tubuhnya dari pada berjalan dengan tubuh polos. Ia berniat ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi kandung kemihnya.Tapi saat ia menginjakkan kaki di lantai, ada rasa mengganjal di kewanitaannya. Ingatannya kembali pada kegiatannya dan Rendy siang tadi. Sesuatu yang membuat mereka bermandikan keringat dan bisa terlelap setelahnya. Kedua pipi Melissa meme
Warning mature content 21++Bab ini mengandung adegan dewasa yang begitu mendetail. Kalau tidak suka bisa dilewati. Tapi aku rasa tidak akan lengkap kalau tidak membaca part ini.Sinar matahari pagi yang terang menerobos kain tebal penutup dinding kaca di salah satu kamar hotel, di mana sepasang pengantin baru masih terlelap dengan posisi saling memeluk.Rendy yang baru saja mengumpulkan kesadarannya tersenyum melihat Sang istri masih terlelap di dalam pelukannya. Perlahan ia melabuhkan kecupan dalam di puncak kepala Sang istri dan menghirup aroma Cherry yang menjadi candu baginya.Melissa menggeliat pelan saat merasakan kecupan berulang-ulang di puncak kepala dan usapan lembut di punggungnya. Ia masih enggan membuka mata karena terlalu nyaman berada dalam dekapan hangat Sang suami. Melissa semakin membenamkan wajahnya di dada Rendy dan sesekali memberikan kecupan nakal di sana.Rendy menggeram
PERNIKAHAN PEWARIS PRATAMA CORPORATION AKAN DI GELAR NANTI MALAM DI SALAH SATU BALLROOM HOTEL PANDAWATAMU UNDANGAN YANG DIPERKIRAKAN MENCAPAI 6000 ORANG TERMASUK RELASI BISNIS DARI LUAR NEGERIPOTRET BAHAGIA SANG PENGANTIN BARU SETELAH ACARA AKAD YANG DILAKUKAN PUKUL 10.00PERNIKAHAN DENGAN NILAI FANTASTIS YANG MENDUDUKI NOMER DUA DI TAHUN INIBeberapa dari sederet judul berita yang sukses menghebohkan pengguna media sosial hanya dalam hitungan jam saja. Tentu saja banyak yang tidak menyangka jika Melissa benar-benar akan menjadi pendamping satu-satunya pewaris PRATAMA CORPORATION. Banyak komentar hujatan dan pujian mewarnai kotak berita di sana.Kini sebuah ballroom terbesar dan paling megah di Hotel Pandaw
Sejak pagi Rendy tampak menggerutu karena merasa seperti tahanan di kamar pribadinya. Pasalnya Ningrum benar-benar membuktikan perkataannya semalam tentang Fello dan Derrick yang akan mengawasinya selama empat hari ke depan.Dan parahnya kedua laki-laki yang kini mengawasi pergerakannya itu tidak mau diajak kerja sama. Mereka patuh pada perintah Joni yang dipastikan karena permintaan Ningrum.“Gue bisa gila kalau kalian di sini terus,” geram Rendy kesal.Namun sia-sia saja sebenarnya. Karena Fello dan Derrick seolah tuli walau Rendy terus mengumpat dengan kata-kata kasar.Rendy memilih keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Sang Mama. Ia harus bernegosiasi agar dua laki-laki yang kini mengikuti dirinya dipindahkan saja.“Ma ... Mama ...” seru Rendy dari tangga menuju ke dapur. Tapi ketika mendapati raut tak bersahabat dari Sang Mama membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya. “Rendy laper.” Hanya dua kata