Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja.
Tok ... tok ... tok ...
Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan.
Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya.
Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berharap adiknya menjadi tenang. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Gadis itu terisak semakin kencang.
"Jangan nangis lagi, Sayang! Udah ditungguin ayah sama Bunda, loh,"
Melissa mencoba meredakan isakannya. Ia tak mau ayah dan bundanya tahu kalau dirinya menangis.
Melihat mata sembab Melissa, Sukma tak berkomentar. Begitu juga dengan Hasan. Mereka sarapan seperti biasa.
Bertahan menjadi hal sulit bagi Melissa. Ia buru-buru menyelesaikan sarapannya dan segera berpamitan dengan kedua orang tuanya. Bahkan ia harus memberi kode kepada sang kakak untuk melakukan hal yang sama.
“Hati-hati ya Nak?” pesan Hasan kepada kedua anaknya.
Riko dan Melissa pun mengangguk bersamaan. “ Iya Yah.”
Setelah kedua anaknya berangkat, Sukma dan Hasan membicarakan perihal kejadian yang anak gadisnya alami kemarin.
“Bagaimana kejadian sebenarnya, Bun?” tanya Hasan.
“Yang Bunda dengar dari Rendy, ada beberapa mahasiswi yang membully Lissa di kampus. Mereka cemburu melihat Rendy dan Lissa dekat,” terang Sukma.
Hasan menghela nafas. Ia tahu, menjodohkan putrinya dengan orang seperti Rendy akan mendapat banyak resiko. Tapi ia lebih melihat banyaknya peluang untuk memberikan kebahagiaan untuk putrinya karena Rendy dan keluarganya yang tampak menyayangi putrinya.
“Ayah nggak usah khawatir. Bu Ningrum sudah mengurus semuanya kemarin. Cuma hari ini orang tua pelaku dipanggil ke kampus. Jadi nanti Lissa akan dipertemukan dengan mereka, di dampingi Riko,” ucap Sukma menjelaskan.
“Yang Ayah khawatirkan kejadian itu terulang lagi Bun? Bunda kan tahu bagaimana jatuhnya Lissa saat itu?” Hasan mengenang kejadian tiga tahun yang lalu.
“Itu berbeda Yah. Saat ini Rendy dan keluarganya akan melindungi putri kita dari mereka. Lihat, kemarin Bu Ningrum langsung mengurus masalahnya. Saat ini mereka hanya mau mendengar keterangan dari Lissa saja. Tidak ada yang lain,”
“Semoga semuanya baik-baik saja Bun. Jujur, Ayah nggak mau melihat putri kita seperti dulu,” lirih Hasan.
“Bunda yakin semuanya akan baik-baik saja.” Sukma tersenyum. “Ayah mau berangkat sekarang?” tanya Sukma.
“Iya. Ayah ada meeting pagi ini. Kemungkinan lusa Ayah harus dinas lagi.” Hasan merapikan Jasnya. Menyambut tas yang diberikan Sukma dan mengecup dahi Sukma sebelum berangkat.
“Kalau ada apa-apa cepat kabari Ayah ya, Bun?”
“Iya Yah. Ayah hati-hati.”
Setelah mengantar suaminya berangkat, ia membereskan meja makan.
*
“Ayo turun!” titah Riko.
“K-Kak ... ?” lirih Melissa.
Riko yang bersiap turun mengalihkan pandangan ke arah adiknya. Diraihnya tangan Melissa yanh kini bergetar karena gugup.
“Kenapa?” tanya Riko lembut.
“L-Lissa ,,,”
“Kamu nggak sanggup berada di samping Rendy?”
Melissa mengangkat wajahnya. Menatap sang Kakak yang tiba-tiba memberi pertanyaan seperti itu.
“Kenapa Kakak bilang kayak gitu?” Melissa terlihat kesal.
Riko tertawa, dan itu membuat Melissa semakin manyun.
“Kakak mau ketawa aja?! Melissa turun sendiri.” Ia melepas lock safety bealt dan segera turun dari mobil.
Riko tak henti-hentinya tertawa melihat penampilan Melissa yang memakai topi dan masker wajah.
Melissa terus saja berjalan tanpa menghiraukan godaan Riko. Ia berjalan sambil menunduk tanpa sadar bahwa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.
“Please deh K ... M-Mas Re-Rendy ...?” Melissa menunduk malu saat berbalik ke belakang mendapati sosok Rendy di sana.
Rendy mengulum senyum. Menarik sedikit topi yang di pakai Melissa.
“Kenapa pakai topi dan masker?” tanya Rendy lembut.
“A-aku ,,,,”
“Dia takut kelihatan jelek, Ren,” sahut Riko, cepat. Membuat Melissa melotot ke arah Riko.
'Kakak ini! Bisa-bisanya ngomongin aku kayak gitu di depan Mas Rendy! Awas aja entar!' sungut Melissa dalam hati.
Bukannya berhenti, Riko malah semakin terbahak-bahak dan membuat Melissa semakin merajuk.
“Terus-terusin aja ketawanya!?” ucap Melissa dengan nada ketus.
Riko menepuk pundak Rendy, “Kamu mau punya istri kayak dia, Ren?” Riko menunjuk ke arah sang adik.
Wajah Melissa memerah malu. Sialan Kakaknya itu.
“Gak apa-apa Kak. Aku lebih suka dia yang apa adanya. Daripada dibuat-buat,” jawab Rendy bersungguh-sungguh.
Blush ....
Kedua pipi Melissa merah merona. Sayangnya tertutup masker, jadi tidak ada yang melihat.
“Ayo kita masuk!”
“Kamu ngajak siapa?” tanya Riko sambil menaikkan satu alisnya.
Melissa geram. Ia memasang wajah semanis mungkin. “Tentu Kakakku yang tercinta dan ehm .... M-Mas Re-Rendy,” suara Melissa melirih saat menyebut nama Rendy dan itu membuat Riko kembali tertawa.
Rendy yang melihat Riko menggoda Melissa, hanya bisa tersenyum. Bahaya kalau ia ikut tertawa. Bisa di tendang ke planet Pluto pasti. Pria itu meraih tangan Melissa dan menggenggamnya erat. Menuntun gadis itu berjalan di sampingnya.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, wajah Melissa memerah. Dadanya berdebar kencang sambil melirik keadaan sekitar. Di beberapa sudut, tampak beberapa mahasiswi saling bisik-bisik.
Entah kenapa telinganya menjadi sangat sensitif. Bisikan yang teramat halus, bisa ia dengar dengan baik.
Riko yang berjalan di belakang mereka berdua tersenyum penuh arti.
*
Rendy, Melissa dan Riko kini masuk ke salah satu ruangan salah satu Dosen. Di sana sudah ada Vera, Nindy, Meylan, Nina, dan Fani. Pun beserta orang tua mereka.
Dosen pria yang bernama Juna, mempersilahkan Rendy, Melissa dan Riko untuk duduk di kursi yang masih kosong. Belum sampai Pak Juna berbicara, ada suara pintu diketuk. Saat pintu terbuka, nampak salah satu staff bersama Joni dan Ningrum masuk.
Melihat kedatangan orang tuanya, Rendy tersenyum simpul dan melarikan tatapan tajamnya ke beberapa mahasiswi yang kini membeku. Tak hanya mahasiswi, para orang tua pun ikut membeku. Mungkin hanya ada satu kata dalam benak mereka, mampus.
Ningrum yang menyadari keberadaan Melissa, segera melepaskan tangannya dari Joni. Ia pun memilih menghampiri calon menantunya tersebut. Memeluknya, dan membisikkan kata-kata menenangkan. Membuat mata Melissa berkaca-kaca.
Siapapun yang melihat interaksi antara Ningrum dan Melissa merasa tegang. Tentu saja ada ketakutan yang tergambar jelas di wajah mereka. Salah satu dari orang tua mahasiswi itu adalah istri seorang Manager Keuangan di Pratama Corporation.
Suasana menjadi begitu tegang. Pak Juna dengan begitu tenang menjelaskan permasalahan berikut dengan bukti-bukti yang sudah terkumpul. Berikut dengan keterangan Melissa sebagai korban.
“Saya rasa, perbuatan ini harus dapat hukuman setimpal,” cetus Ningrum dengan lantang.
Wajah-wajah kelima mahasiswi di sana seketika pias. Ningrum tersenyum miring.
“Bagaimana Pak Juna?”
“Ehm ,,, Tentu Bu. Semua ada sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pak Joni dan Bu Ningrum tidak perlu khawatir. Kami akan menegakkan keadilan,” jawab Juna dengan tegas.
“Bagaimana menurut anda Nyonya Susi? Saya dengar, putri anda yang telah melukai calon menantu saya?” tanya Ningrum.
Calon menantu ... batin mereka
Dua kata tersebut membuat hampir semua orang di sana terkejut. Apalagi Vera, yang sampai saat ini terang-terangan menyukai Rendy. Ia beralih menatap di mana Rendy duduk di sebelah Melissa. Di sana terlihat, tangan Rendy menggenggam tangan Melissa dengan erat. Sedangkan Melissa hanya terdiam dan sesekali menunduk.
Vera menahan napasnya saat matanya melihat Rendy membisikkan sesuatu ke telinga Melissa.
'Dasar! Sok jual mahal! Ternyata tak lebih dari seorang jalang' batin Vera.
“T-Tentu Bu, ah Nyonya Ningrum,” jawab Susi terbata-bata. Sial! Dia tidak menduga bahwa korban yang dibully anaknya adalah calon menantu keluarga Pratama.
Wajah Vera semakin memerah karena kesal mendengar Mamanya mengiyakan perkataan Nyonya Ningrum.
“Pak Juna, Kami serahkan kasus ini sepenuhnya ke Anda. Tapi, bila Anda tidak bisa memberikan keadilan. Maka biarkan saya yang akan mengadili mereka ini,” titah Joni tegas.
“Tentu Pak. Kami akan menegakkan keadilan seadil-adilnya.”
Keempat dari lima mahasiswi di sana minta maaf kepada Melissa. Kecuali Vera, pelaku yang telah membuat luka di wajah dan tangan Melissa.
Riko tersenyum lega, karena keluarga Rendy begitu menyayangi adik kecilnya. Mereka pun keluar bersamaan setelah mendapat keputusan dari Pak Juna.
“Kamu mau pulang sama Kakak ? Atau sama Rendy?”
Melissa tersentak ketika tiba-tiba Riko bertanya padanya.
Ningrum yang samar-samar mendengar pun mengulum senyum sambil mengeratkan pegangan di tangan Joni.
“Aku ,,,”
“Aku antar ya?” tawar Rendy cepat. Ningrum semakin tersenyum lebar, begitu juga dengan Joni dan Riko.
“T-tapi Mas?”
“Aku gak terima penolakan!?” ucap Rendy tegas.
“Ya sudah, Kakak titip Lissa ya, Ren?”
“Iya Kak. Nanti aku yang antar Lissa pulang,” janji Rendy.
Riko berpamitan kepada Joni dan Ningrum. Lalu ia pergi setelah menggoda adik manisnya itu.
“Papa dan Mama mau pulang?” tanya Rendy.
“Enggak. Papa ada acara dan Mama mau arisan,” jawab Joni.
“Aku bawa calon menantu Papa dan Mama jalan dulu ya,” pamit Rendy dengan mengedipkan mata.
Ningrum tertawa melihat tingkah putranya yang menurutnya lucu dan menggemaskan. Apalagi melihat calon menantunya bergelayut di lengan Rendy. Entah gadis itu sadar atau tidak.
“Ya udah, sana buruan. Tapi ingat! Jangan kamu macem-macemin!” pesan Ningrum dengan nada jahil.
“Enggak macem-macem kok Ma. Satu macem aja,” jawab Rendy mengedipkan satu matanya.
Ningrum dan Joni tertawa, sedang Melissa memerah malu.
“Ayo kita jalan-jalan dulu sebelum pulang. Masih ada banyak waktu hari ini. Bagaimana?”
Melissa tersenyum dan mengangguk.
Rendy meraih tangan Melissa, menggenggam lembut berjalan menuju parkiran. Beberapa mahasiswa yang berpapasan dengan mereka pun tak ada yang berkomentar.
*
“Kita mau kemana, Mas?"
Rendy menoleh, “Kamu maunya kemana?”
“Ehm ,,, Taman? Boleh?” mata Melissa mengerjap polos
Rendy mengangguk, “Boleh. Ke Taman yang mana?”
“Taman yang deket kampus aja.”
“OK!”
Rendy membelokkan mobilnya. Masuk ke area parkir, memilih parkir di paling ujung. Setelah memarkirkan mobilnya, ia dan Melissa turun. Rendy melepas masker Melissa dan menyimpan di saku celananya.
“M-Mas? L-Lissa malu,” ucap Melissa terbata.
Rendy meraih dagu Melissa dengan jari tangannya. “Kenapa malu?”
“Wajah Lissa lagi jelek!” Melissa merajuk.
Rendy tertawa dan itu membuat Melissa kesal. Ia pun berjalan meninggalkan Rendy yang masih betah tertawa.
Menyadari jaraknya dan Melissa jauh, Rendy mempercepat langkahnya. Saat jarak sudah dekat, Rendy meraih pinggang Melissa. Membuat gadis itu terkesiap.
Mereka berjalan beriringan, lalu duduk di bangku yang ada di sana.
“Panas banget hari ini.”
“Siapa suruh ngajakin ke taman. Atau kita pulang dulu, nanti sore kesini lagi. Bagaimana?” Tawar Rendy
“Enggak ah. Kalau sore cuman sebentar.”
“Kamu pengennya lama-lama ya?” Goda Rendy
“Mas ish ,,, suka ngegodain kayak Kak Riko. Huh!”
Melihat wajah kesal Melissa membuat Rendy semakin mendekat untuk menggodanya. Beberapa saat Rendy hanya memandangi wajah Melissa lekat-lekat. Dari dahi, hidung, pipi dan bibirnya. Walaupun ada beberapa goresan di sana, gadis itu tetap terlihat mempesona.
“Mas Rendy tahu gak ,,,”
Melissa tak bisa menyelesaikan perkataannya. Saat ia menoleh ke arah Rendy, hidung mereka saling bersentuhan. Hangat nafas keduanya saling beradu. Melissa yang mengerjapkan matanya, membuat Rendy meneguk ludahnya.
Wajah memerah itu, terlihat memikat. Tangan Rendy bergerak meraih tekuk Melissa. Dan kedua bibir itu bersentuhan. Membuat debaran riuh di dada mereka. Rendy menatap kedua bola mata Melissa yang tampak bening. Sorot mata itu mampu menghipnotis Rendy untuk beberapa saat.
Dengan tak rela Rendy menjauhkan bibirnya. "Maaf, Sayang. Aku lepas kendali."
Melissa mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Mencoba mencerna kejadian yang baru pertama kali ia rasakan. Ya, seumur hidup ia hanya berpacaran sekali. Dan ia tak pernah melakukan hal seintim ini.
"K-kamu maafin aku kan?" Tanya Rendy gusar. Tidak mendapatkan jawaban membuat laki-laki itu frustasi. "Lissa? A-aku ti ..."
Tanpa Rendy duga, gadis yang berada di hadapannya ini memejamkan mata dan menarik tekuknya. Kedua bibir mereka kembali bersentuhan.
Gadis yang kini memejamkan matanya seakan menikmati setiap desiran halus yang mengusik hatinya yang tenang. Rasanya tidak bisa dijelaskan.
Rendy tertegun dengan perlakuan spontan Melissa. Ia terkejut sekaligus senang. Perlahan ia menggerakkan bibirnya. Merasakan rasa manis seperti buah Cherry favoritnya.
Walaupun terkenal mempunyai banyak mantan pacar, Rendy tidak pernah melakukan hal-hal yang menjadi larangan dari Mama-nya. Ini pertama kali baginya. Ia hanya mengikuti instingnya saja.
Tak kunjung mendapat balasan, Rendy semakin menarik gadis itu merapat padanya. Dengan gerakan kaku dan malu-malu, Melissa mengikuti ajakan tak tersirat Rendy. Laki-laki itu merasa senang karena pergerakan kaku Melissa. Ternyata gadis di hadapannya ini belum berpengalaman.
Melissa mendorong pelan dada Rendy, ketika ia merasa dadanya menjadi sesak.
“L-Lissa nggak bisa nafas, Mas.” Gadis itu menghirup udara dalam-dalam. Begitu juga dengan Rendy. Melihat bibir pink berkilat-kilat basah, membuat Rendy semakin bergairah. Sesuatu di dirinya bangkit begitu saja.
Sial !!! Batin Rendy
Rendy menyentuh bibir basah itu dengan ibu jarinya. Merasakan kelembutan bibir itu membuatnya semakin menegang.
"Bibir kamu manis. Aku suka," ucap Rendy serak. Ia kembali mengecup bibir basah itu.
Melissa mengulum senyum malu-malu dan menundukkan wajahnya. Ia terlalu malu menatap ke arah Rendy yang menatapnya intens.
Mas Rendy Besok pagi, Mas jemput ya? Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore. Flasback “Ayo Mas antar pulang!” Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang. Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan. “Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar. “Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut. “Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus. “Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy. Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak me
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Bagaimana? Suka nggak dengan gaunnya?” Tanya Rendy lembut. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Suka Mas.” Merasa gemas dengan tingkah malu-malu Melissa, Rendy memeluk erat gadis itu dari belakang. Sejak lamaran mendadak semalam, perasaannya ke gadis itu semakin menggila. Seakan tak mau berpisah walau hanya sebentar. “Malu Mas.” Melissa menggeliat. Mencoba meregangkan pelukan erat calon suaminya itu. Tapi sia-sia. Pelukan itu semakin erat. Rendy terkekeh. Ia tak menghiraukan rengekan Melissa. “Yakin mau yang itu aja?” Tanya Rendy ke sekian kali. “Yakin Mas. Udah ah, kita ditungguin Mama loh.” “Ya udah. Ayok.” Rendy menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Mereka saling bergandengan dan melempar senyum sebelum keluar dari Butik tersebut. Tak jauh dari posisi mereka, sepasang mata tajam tak mengalihkan pandangan sejak ia melihat interaksi keduanya. * “Gimana? Suka sama makanannya?” Ningrum tak sabaran. Me
Mas Rendy Selamat pagi calon tunangan Kamu nggak boleh nakal ya, Harus istirahat yang cukup Jangan lupa sarapan Melissa merasakan wajahnya memanas. Ia masih setia memandangi ponselnya sejak bangun tidur. Pesan itu memang bukan yang pertama. Tapi mampu menyita perhatian gadis itu untuk waktu yang tidak sebentar. Tok ... tok ... tok “Lissa ... Buruan keluar. Ada Mita di depan.” Seru Riko dengan lantang. “Iya Kak.” Jawabnya. Gadis itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Mengikat rambut seadanya, dan menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. “Astaga Mel! Lo baru bangun?” Seru Mita. Melissa meringis, “Sebenarnya udah dari tadi. Tapi males aja mau gerak.” Mita geleng-geleng kepala dengan tingkah sahabatnya. “By Th
“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Ren!?” Ucap wanita paruh baya itu menggebu. “Udah dong Ma. Maafin Rendy.” Ucap laki-laki itu memelas. “Kamu ini ,,, benar-benar gak tahu waktu dan tempat. Gimana kalau ketahuan calon mertua kamu coba.” Tambah wanita itu. Rendy terdiam. Ia tak berpikir sampai kesana. “Awas aja kamu!?” Wanita paruh baya itu menatap Rendy penuh peringatan “Kalau sampai Melissa nggak jadi mantu Mama, kamu yang akan tanggung akibatnya.” Ningrum meninggalkan Rendy yang termangu di kamarnya. Ya, wanita paruh baya itu memergoki dua sejoli yang sedang berciuman di ruang rias setelah acara tukar cincin semalam. Ia tak menyangka putranya bisa tidak mengerti tempat dan waktu. Pasalnya ini bukan pertama kalinya Ningrum memergoki keduanya dalam keadaan seperti itu. Namun, kali ini ia benar-benar merasa syok dengan kelakuan putra tampannya. Seumur hidup Rendy tak pernah bisa membantah ucapan Mamanya. Seperti malam tadi, saat Ningrum
Malam ini Melissa merasa begitu kesepian. Beberapa hari ini biasanya ada Riko yang selalu mengganggu saat ia di rumah. Tring >>Kak Riko Adekku yang cantik dan baik hati lagi ngapain? Rindu sama Kakak nggak? Hihihi Melissa tertawa membaca pesan konyol dari Kakaknya. Ia pun berniat membalas pesan itu. //Me Lissa lagi di kamar, Habis ngerjain tugas, sekarang lagi rebahan Kakak makin lama makin narsis ih,,, Bukan Riko namanya kalau gak menggoda Melissa. Dirinya akan melancarkan seribu jurus hanya untuk membuat adik manisnya itu terdiam tanpa bisa mendebatnya. >>Kak Riko
>>Mas Rendy Selamat tidur calon istri Semoga mimpi indah Jangan lupa mimpiin aku ya, Sayang Mmuaachh Melissa mendekap ponselnya dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Ia kembali teringat saat Rendy dengan percaya diri melamar, lebih tepatnya memaksa gadis itu untuk menikah dengannya. Flashback “Sudah puas?” Tanya Rendy dengan nada jahil. Melissa memukul dada Rendy gemas, saat cowok itu menggodanya. “Kok mukul sih, Sayang? Kalau belum puas aku bisa kasih yang lebih lama” goda Rendy. Blushh ... Kedua pipi Melissa merah merona. Ini bukan pertama kalinya cowok itu memanggilnya dengan panggilan ‘sayang’. Tapi tetap saja, itu membuatnya tersipu malu. Setelah ciuman kedua yang begitu menggebu, bibir keduanya tam
“Mas, Lissa udah kebelet nih,” rengek Melissa yang sejak tadi tak dihiraukan oleh Rendy. Beberapa hari ini Rendy mendadak manja kepada Melissa.“Jangan lama-lama, ya?” Melissa mengangguk dengan cepat karena sudah tak tahan. Rendy mengurai pelukannya dan membiarkan Melissa turun dari tempat tidur mereka.“Hati-hati, Sayang,” pesan Rendy yang hanya dibalas gumaman oleh Sang istri.Beberapa hari ini, Rendy merasakan hal-hal aneh yang belum pernah ia rasakan pada kehamilan pertama Melissa. Jika dulu Melissa yang selalu ingin ditemani dan dipeluk, kali ini sebaliknya. Rendy akan uring-uringan jika Melissa sibuk dengan aktivitas hariannya. Termasuk mengurus putra pertama mereka.Rendy bak bayi besar yang suka merajuk tanpa alasan dan jelas. Bahkan makan pun ia minta disuapi, kalau tidak ia akan mogok makan seharian.Perubahan sikap Rendy tentu saja membuat Melissa pusing sekaligus geli. Bagaimana tidak! Rendy yang biasanya tampak cool dan berwibawa tiba-tiba berubah l
Seorang wanita dengan wajah merengut, membawa tiga buah alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang terlihat jelas, menuju ruang kerja sang suami di sebelah kamarnya di lantai dasar.Laki-laki yang tadinya sibuk dengan dokumen yang berada di tangannya, tersenyum dan memundurkan kursi kerjanya, untuk menyambut wanita dengan bibir merengut yang baru saja masuk ke sana.Wanita yang tak lain adalah Melissa meletakkan tiga tes kehamilan itu di meja kerja sang suami.Rendy meraih tangan Melissa, dan membuat wanita itu jatuh di pangkuannya.“Mas?!” seru Melissa dengan mata membulat.Rendy terkekeh seraya melirik tes kehamilan yang berada di mejanya. Tangannya terulur meraih ketiga benda itu, dan dalam beberapa detik kemudian kedua matanya membulat dan berkaca-kaca.“S-sayang .... ini?” Rendy menatap Melissa yang masih merengut.Melissa mengangguk. “Lissa hamil, Mas.”Rendy langsung menarik teku
Rendy menyusuri lorong salah satu Rumah Sakit dengan terburu-buru dan mengumpat sesekali. Meeting yang ia perkirakan hanya sebentar, ternyata memakan waktu tiga kali lipat dari seharusnya. Membuatnya harus berlari agar segera tiba di ruang Dokter Kandungan, tempat Sang istri melakukan USG.Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang wanita dengan perut yang membesar, memakai kemeja panjang berwarna biru dan celana bahan hitam khas ibu hamil, baru saja keluar dari ruangan dokter membawa buku pemeriksaan kehamilan.Rendy dengan dada berdebar kencang berjalan menghampiri wanita yang sudah menjadi istrinya sejak sembilan bulan yang lalu.“Hai Sayang?” Rendy meraih buku pemeriksaan dan tas kecil yang dibawa Melissa. “Maaf ya, Mas telat lagi,” ucap Rendy dengan sedikit gugup.“Hm, Lissa mau pulang. Capek!” ucapnya dengan nada ketus dan raut muka tak bersahabat.Rendy hanya mendesah pasrah. Bagaimanapun juga ini
Dua bulan kemudian ....Seorang laki-laki berpakaian formal, kemeja biru dengan jas dan celana bahan senada, sabuk hitam dan dasi biru polkadot, disempurnakan oleh sepatu pantofel dan jam tangan mewah di pergelangan tangan kanannya, telah siap untuk pergi ke kantor. Menjalankan rutinitas yang telah berjalan dalam satu minggu ini.Namun sebelum benar-benar berangkat, ia harus memastikan istrinya untuk bangun dan sarapan. Laki-laki itu tak ingin Sang istri kembali merajuk seperti dua hari yang lalu, dan mengakibatkan dirinya tidak bisa pergi ke mana-mana.“Ayo Sayang, bangun dulu. Mas udah siap mau ke kantor loh,” ucap Rendy dengan nada selembut mungkin sambil merapikan anak rambut Melissa yang berantakan.Melissa mengerjapkan kedua bola matanya untuk melihat ke arah Rendy yang benar-benar sudah rapi. Tiba-tiba perut Melissa bergejolak mencium aroma parfum Rendy yang menguar tajam
“Selamat pagi, Baby.”Laki-laki yang kini telah siap dengan kemeja putih panjang dan celana bahan berwarna hitam, dengan rambut yang tertata rapi dan sepatu pantofel hitam yang membalut kedua kakinya, menghampiri wanita yang masih terlelap dengan tubuh polos, di atas tempat tidur yang berada di kamarnya.Wanita yang lelah akibat percintaan panas dengannya semalam, menggeliat pelan ketika ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya.“Mas Rendy sudah mau berangkat?” tanya Melissa dengan parau.“Iya. Hari ini Mas ada bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin sampai jam tiga sore Mas baru bisa pulang.”Melissa mengerjapkan kedua matanya, ia tersenyum melihat penampilan Rendy yang tampak begitu tampan. “Lissa mau tidur aja hari ini. Mas Rendy hati-hati.”Rendy tersenyum. Laki-laki itu melabuhkan kecupan di bibir Melissa sebelum benar-benar beranjak dari sana. Tak lupa ia menarik selimut untuk m
Warning 21++Melissa menggerakkan kedua bola matanya. Mengerjap berulang kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang menerangi seluruh sudut kamar hotel yang ditempatinya.Setelah percintaan panasnya siang tadi, Melissa langsung terlelap. Mengingat betapa kuatnya Rendy menerobos pertahanannya.Mendapati dirinya masih dalam keadaan polos, Melissa melirik ke kanan kirinya. Berharap ada pakaian yang bisa dipakai. Namun hingga ia duduk terbangun pun tak ada selembar pakaian yang berada di sekitarnya. Begitu juga dengan Sang suami.Melissa memutuskan untuk melilitkan selimut di tubuhnya dari pada berjalan dengan tubuh polos. Ia berniat ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi kandung kemihnya.Tapi saat ia menginjakkan kaki di lantai, ada rasa mengganjal di kewanitaannya. Ingatannya kembali pada kegiatannya dan Rendy siang tadi. Sesuatu yang membuat mereka bermandikan keringat dan bisa terlelap setelahnya. Kedua pipi Melissa meme
Warning mature content 21++Bab ini mengandung adegan dewasa yang begitu mendetail. Kalau tidak suka bisa dilewati. Tapi aku rasa tidak akan lengkap kalau tidak membaca part ini.Sinar matahari pagi yang terang menerobos kain tebal penutup dinding kaca di salah satu kamar hotel, di mana sepasang pengantin baru masih terlelap dengan posisi saling memeluk.Rendy yang baru saja mengumpulkan kesadarannya tersenyum melihat Sang istri masih terlelap di dalam pelukannya. Perlahan ia melabuhkan kecupan dalam di puncak kepala Sang istri dan menghirup aroma Cherry yang menjadi candu baginya.Melissa menggeliat pelan saat merasakan kecupan berulang-ulang di puncak kepala dan usapan lembut di punggungnya. Ia masih enggan membuka mata karena terlalu nyaman berada dalam dekapan hangat Sang suami. Melissa semakin membenamkan wajahnya di dada Rendy dan sesekali memberikan kecupan nakal di sana.Rendy menggeram
PERNIKAHAN PEWARIS PRATAMA CORPORATION AKAN DI GELAR NANTI MALAM DI SALAH SATU BALLROOM HOTEL PANDAWATAMU UNDANGAN YANG DIPERKIRAKAN MENCAPAI 6000 ORANG TERMASUK RELASI BISNIS DARI LUAR NEGERIPOTRET BAHAGIA SANG PENGANTIN BARU SETELAH ACARA AKAD YANG DILAKUKAN PUKUL 10.00PERNIKAHAN DENGAN NILAI FANTASTIS YANG MENDUDUKI NOMER DUA DI TAHUN INIBeberapa dari sederet judul berita yang sukses menghebohkan pengguna media sosial hanya dalam hitungan jam saja. Tentu saja banyak yang tidak menyangka jika Melissa benar-benar akan menjadi pendamping satu-satunya pewaris PRATAMA CORPORATION. Banyak komentar hujatan dan pujian mewarnai kotak berita di sana.Kini sebuah ballroom terbesar dan paling megah di Hotel Pandaw
Sejak pagi Rendy tampak menggerutu karena merasa seperti tahanan di kamar pribadinya. Pasalnya Ningrum benar-benar membuktikan perkataannya semalam tentang Fello dan Derrick yang akan mengawasinya selama empat hari ke depan.Dan parahnya kedua laki-laki yang kini mengawasi pergerakannya itu tidak mau diajak kerja sama. Mereka patuh pada perintah Joni yang dipastikan karena permintaan Ningrum.“Gue bisa gila kalau kalian di sini terus,” geram Rendy kesal.Namun sia-sia saja sebenarnya. Karena Fello dan Derrick seolah tuli walau Rendy terus mengumpat dengan kata-kata kasar.Rendy memilih keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Sang Mama. Ia harus bernegosiasi agar dua laki-laki yang kini mengikuti dirinya dipindahkan saja.“Ma ... Mama ...” seru Rendy dari tangga menuju ke dapur. Tapi ketika mendapati raut tak bersahabat dari Sang Mama membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya. “Rendy laper.” Hanya dua kata