Mas Rendy
Besok pagi, Mas jemput ya?
Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore.
Flasback
“Ayo Mas antar pulang!”
Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang.
Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan.
“Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar.
“Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut.
“Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus.
“Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy.
Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak mengeluarkan suara apapun lagi. Ia berjalan tanpa memperhatikan sekitarnya. Tak sengaja, kakinya menginjak lantai yang licin. Tiba-tiba saja tubuhnya melayang, dan dari belakang Rendy yang sudah mengantisipasi pun segera meraih tubuh gadis itu.
Tubuh Melissa jatuh ke pelukan Rendy. Keduanya saling menatap untuk beberapa saat. Mereka kembali merasakan debaran yang begitu riuh di dada. Kalau Melissa berdebar karena gugup, Rendy berdebar takut jika gadisnya jatuh dan terluka.
“ Ada yang luka?” tanya Rendy
Melissa menggeleng. Ia masih menetralkan debaran riuh di dadanya.
“Ayo kita pulang! Kapan-kapan kita bisa ke sini lagi kok. Nanti biar aku ijin ke Ayah dulu kalau kamu mau lama-lama.”
‘I-iya M-Mas.” Melissa gugup sekali. Ini seakan-akan menunjukkan bahwa dirinya tak mau pisah dari Rendy. Ia pun merutuki dirinya sendiri dalam hati.
Rendy meraih pinggang Melissa untuk merapatkan tubuh keduanya. Mereka berjalan tampak mesra di sepanjang jalan menuju mobil Rendy.
Flasback off
Dering ponsel Melissa berbunyi nyaring. Menyadarkan dirinya dari lamunannya. Ia melihat ID caller Mita terpampang di layar ponselnya. Entah mengapa ia menjadi begitu gugup.
Angkat gak ya,,
Ini pasti dia pasti mau nginterogasi gue
Duh ,,, kok berasa gue jadi apa gitu
Batin Melissa
Gadis itu menghirup napas dalam-dalam untuk meredakan kegugupannya sebelum menerima panggilan dari sahabat keponya.
“Lama banget sih angkat telponnya?” gerutu Mita di sana.
Melissa mengulum senyum. Berusaha untuk tidak tertawa.
“Ada apa malem-malem telfon gue?” tanya Melissa.
Mita yang di seberang sana melongo, walau jelas Melissa tak bisa melihatnya. “Ini masih jam sembilan Bambank?! Biasanya kita telfon jam sepuluh aja, nggak Lo bilang malem tuh!” cetus Mita dengan nada heran.
“Oh ,,, gue tahu. Lo lagi mesra-mesraan sama calon suami elo? Ah siapa namanya? Ah ,,,, Sial!? Gue mau mastiin sesuatu." Mita tampak menghela nafas sebelum lanjut bertanya. “Lo bener-bener mau nikah sama ‘Playboy’ kampus? Iya?! Jangan bilang selama ini Lo juga naksir dia? Atau ,,,,?”
“Nggaklah. Apaan sih Lo, Mit. Gue nggak ada acara naksir dia kali!?” Melissa membela diri. Tapi, mendengar kata Mita ‘Mesra-mesraan sama calon suami’ pipinya merona tanpa bisa dicegah.
“Terus? Soal Lo yang dibully sama fans fanatiknya Rendy itu, gimana? Lo masih mau bohongin gue?” cecar Mita.
Melissa meneguk ludahnya. “L-Lo kok tahu?”
“Ya ampun, Bambank?! Jangan Lo kira gue gak di kampus, terus gak tahu suasana kampus beberapa hari ini,” ucap Mita dengan nada sombong.
Melissa mencibir, “Iyalah. Pasti Lo lihat CCTV kampus. Gue tahu!” katanya cuek.
“Hahahaha ,,,, Ehm, tunggu. Lo jawab jujur pertanyaan gue dulu. Lo bener mau nikah sama ‘Playboy’ kampus itu?” desak Mita tak menyerah.
“Ehm ,,, E-Emang Lo bakal percaya kalo gue bilang enggak?” jawabnya gugup
“Hahahaha ,,,, Astaga. Sejak kapan seorang Melissa gugup? Hahaha ,,,” Kata-kata Mita seakan mengejek dirinya. Membuat Melissa kesal.
“Kalo Lo nelfon gue cuma mau ketawa, gue matiin aja deh. Gue mau tidur!?” kata gadis itu dengan nada kesal.
Mendengar nada kesal sahabatnya, Mita berdehem untuk meredakan tawanya.
“Ok ,,, Ok. Balik ke topik deh. Lo jawab dulu, beneran Lo mau nikah?” tanya Mita menuntut.
“Ehm ,,, Iya, gue mau nikah.” jawabnya singkat.
Mita terkesiap. Mendengar sahabatnya mengatakan dengan tegas dan jelas membuatnya syok. Jelas saja, sahabatnya yang kaku itu tak pernah dekat dengan laki-laki sejak kuliah. Maka wajar saja bila dirinya terkejut.
“I-Ini gak lucu deh Mel? Lo pasti bercanda kan?”
Melissa memutar bola malas, “Gue serius. Gue bakal nikah sama Kak Rendy.” jawabnya tegas.
Kalo aku gak jujur, anak ini pasti kepo terus
Mending aku jujur aja kan.
Biar dia syoknya sekarang aja
Batin Melissa
Seketika Mita membeku. Tiba-tiba tenggorokannya kering. Lidahnya kelu untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya.
“Mit, Lo masih di situ kan?” tanya Melissa.
“Ehm ,,, Gue masih di sini kok. Trus? Kapan Lo nikahnya?”
“Belum tahu sih. Baru aja gue ketemu sama orang tuanya. Ya, masih dalam tahap perkenalan aja sih. By The Way, Lo kapan sampai Indonesia?” tanya Melissa
“Ehm ,,, Tadi sore. Besok Lo masuk kan?”
“Masuklah. Ya, walaupun ada beberapa ukiran di pipi. Gue masuk besok. Bentar lagi kita ada ujian. Gak bisa sering absen.”
“Mau bareng gue? Atau Lo dianterin Om?”
Pertanyaan itu membuat pipi Melissa memerah. “Ehm, iya mungkin.”
“Mungkin? Ah ,,, gue tahu jawabannya. Ya udah, sampai jumpa besok ya. Bye bye.”
Wajah Melissa kembali merona. Ia meletakkan ponselnya di nakas. Menarik selimut dan pergi ke alam mimpi.
*
“Tumben udah bangun Dek?” tanya Riko.
“Iya, tadi kebangun trus nggak bisa tidur lagi. Jadi ya, Lissa sekalian bangun aja. Bantuin Bunda nyiapin sarapan,” jawab gadis itu santai
“Bukan karena mau jemput Rendy?” Goda Riko.
Uhukk ... uhukk ...
Gadis itu tersedak ludahnya. Melihat reaksi adik kecilnya, Riko tertawa terbahak-bahak.
“Kakak ihh...” Melissa merajuk. “Bunda? Kakak godain Lissa terus tuh?!” rengeknya.
Sukma yang mendengar perdebatan kedua anaknya pun mengulum senyum.
“Udah Kak. Adiknya mumpung rajin bantuin Bunda, jangan digodain terus. Panggil Ayah sana.” lerai Sukma.
“Ada apa sih? Pagi-pagi udah ribut?”
“Kak Riko, Yah. Godain Lissa terus kerjaannya.” Gadis itu merajuk.
“Kalau Kakak jauh kamu kangenin, kalau di rumah berantem terus?” Hasan menaikkan satu alisnya.
Gadis itu terdiam. Ia tak bisa mengelak dari perkataan Ayahnya.
“Tapi Yah ...” belum sampai Melissa meneruskan ucapannya, Hasan kembali bicara.
“Kamu nggak malu didengar sama calon suamimu?” tanya Hasan.
“Mas Rendy kan be ....” Mata gadis itu membola. Ia tak bisa meneruskan perkataannya. Di sana seseorang telah berdiri sambil tersenyum ke arahnya.
Blushh
Kedua pipi Melissa langsung memerah. Ia menunduk malu.
“Ciye ,,,, yang lagi malu-malu. Hahaha ...” Riko tertawa lepas melihat adik manisnya memerah malu.
Arghh..
Kok dia yang langsung muncul aja di sana?
Bikin aku malu aja
Kak Riko ini malah ngetawain aku
“Ayo Nak Rendy masuk. Kita sarapan sama-sama.” Sukma menghampiri Rendy. Mengajak calon menantunya untuk sarapan bersama.
“Lissa mau kemana?” Tanya Hasan.
“L-Lissa mau ganti baju Yah.” Jawabnya gugup.
“Sarapan dulu saja.” Titah Hasan.
“I-iya Yah.” Gadis itu menuju ke tempat duduk di sebelah Rendy.
Riko yang duduk bersebelahan dengan Sukma, masih mencoba menggoda adiknya. Ia menaik turunkan alisnya, dan mengedipkan mata genit kepada Melissa.
Melissa yang terlihat geram hanya diam. Ia tak mau meladeni godaan Riko, yang nantinya akan membuatnya malu di depan calon suami.
Calon suami ,,, pikiran gadis itu sudah melalang jauh ke negeri seberang.
*
Mobil Rendy masuk ke area parkiran kampus. Ia memarkirkan mobilnya di tempat biasa.
“Ayo turun,” Rendy mengulurkan tangannya ke arah Melissa. Gadis itu masih belum sepenuhnya sadar kalau Rendy sudah turun dari mobil.
“Sayang?” Rendy memanggilnya kembali.
Blushh
Tubuh Melissa menegang, kedua pipinya merona. Ia meneguk ludah kasar. Panggilan itu masih terasa asing di telinganya.
“Enggak mau turun?” Tanya Rendy lagi.
“A-aku turun kok. Mas Rendy ngapain di situ?”
“Ayo, sini tangan kamu.” Rendy meraih tangan gadis itu.
Melissa menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan bahwa tak ada yang melihatnya turun dari mobil Rendy.
“Kamu nyariin apa sih, Sayang?”
Blushh
Kedua pipi Melissa merona, membuat Rendy menjadi gemas. Ia pun menyentuh pipi itu dengan sebelah tangannya. Melissa yang menegang, menatap kedua mata Rendy.
Sial ...
Kalau dia kayak gini aku pasti lepas kendali
Batin Rendy
Rendy mendekatkan wajahnya. Mengecup bibir gadis itu singkat. Tak siap dengan serangan Rendy, tubuh Melissa membeku. Rendy terkekeh pelan.
“Ayo!” Seru Rendy.
Ia menyusupkan jemarinya dengan jemari Melissa. Menarik gadis itu untuk berjalan di sampingnya.
Sepertinya Melissa harus membiasakan diri untuk menjadi perhatian umum. Terbukti, sejak kejadian kemarin. Para mahasiswa dan mahasiswi yang biasa menatap remeh atau tak suka kepadanya, kini merubah mimik wajah mereka.
Rendy bukannya tak tahu. Tapi ia cuek saja. Yang ada ia malah semakin menunjukkan kemesraannya yang membuat Melissa menganga.
*
“Mel, gue kok ngerasa aura di kantin terasa mencekam ya?” bisik Mita.
“Oh ,,, ini gak separah kemaren sih. Cuek aja.” Balas Melissa.
“Hari ini, Lo dijemput Kak Rendy ya?” Tanya Mita.
Melissa mengulum senyum, “Iyalah.” Lirihnya.
“Ckckck, Lo berubah jadi manis gini sih. Gue jadi inget masa-masa putih abu-abu kita deh.”
Melissa menegang. Sekilas bayangan masa itu mampir di otaknya.
Flashback
“Elissa, aku bakal ngomong ke Papa dan Mama ketika kita sudah lulus nanti. Gimana menurut kamu?”
Elissa tersenyum malu. “Terserah Kakak aja deh. Elissa ikut aja.”
“Kamu janji sama aku ya, apapun yang terjadi kita tetap akan berjuang agar kita bisa bersama selamanya.”
Elissa mengangguk pelan.
Minggu ini Fery yang merupakan kekasih Melissa mengajak gadis itu ke toko buku yang berada di salah satu mall terbesar di Ibu Kota ini.
Setelah mendapatkan buku yang mereka cari, keduanya berencana makan es krim sebelum nonton film di bioskop.
Sebenarnya Melissa tidak diijinkan pacaran saat itu, namun apa daya bila perasaannya ke teman sekelas yang ia sukai bersambut. Laki-laki bernama Fery itu ternyata juga menyukainya.
Hari ini pun, ia terpaksa berbohong kepada orang tuanya. Tugas memang benar ada, tapi soal teman itu masalahnya.
“Kamu makannya berantakan.” Fery mengulas senyum, mengambil selembar tissu dan membersihkan es krim yang berada di bibir kekasihnya.
Mendapat perlakuan seperti itu, wajah Melissa merona. “Terima kasih Kak.” Ucap gadis itu malu-malu
Mereka berdua tampak saling bercanda dan terlihat begitu bahagia. Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata yang menatap tak suka ke arah mereka.
Kedua pasang mata itu tak lain adalah Mamanya Fery dan Farida, seorang perempuan sebaya Fery yang telah dipilih untuk dijodohkan dengan Fery.
Farida yang melihat itu berpura-pura sedih, sehingga Mamanya Fery menenangkannya. Ia berjanji kepada gadis itu, bahwa Fery akan menjadi miliknya.
Mamanya Fery bersama Farida menghampiri kedua insan yang dimabuk asmara itu.
Fery yang tak siap pun kelabakan. Ia terkejut dan syok. Sedangkan Melissa yang masih tak paham dengan situasinya, hanya mengerjap polos.
“M-Mama n-ngapain disini?” Tanya Fery terbata.
Wanita paruh paya itu menatap ke arah Melissa tak suka. Lale mengalihkan pandangan ke putranya.
“Kamu ngapain masih berhubungan sama perempuan ini? Mama kan sudah bilang ke kamu berkali-kali, dia itu tidak selevel dengan keluarga kita.” Ujarnya dengan ketus dan menggebu.
Melissa yang menyadari situasi itu pun gemetar. Ia tak tahu menahu bila hubungannya dengan Fery sudah diketahui oleh keluarga cowok itu.
“M-Mama!?” Fery kalut. Suaranya meninggi. Farida hanya menyeringai, disamping wanita paruh baya itu.
“Jadi ini yang diajarkan perempuan itu ke kamu. Kamu berani melawan Mama? Ingat Fery, Mama yang sudah mengandung dan melahirkan kamu. Bukan perempuan itu.” Wanita itu beralih menatap Melissa dengan tatapan tajam penuh kebencian. “Kamu tidak pantas untuk anak saya. Kamu dan keluarga kamu tidak selevel dengan keluarga kami. Dan ingat satu hal,” wanita itu semakin mendekati Melissa yang sudah berlinang air mata. “Kalau kamu ingin kehidupanmu dan keluargamu baik-baik saja, jangan sekali-sekali menentangku. Jauhi putraku, karna dia sudah aku jodohkan dengan perempuan yang sederajat dengan kami.”
Wanita paruh baya itu menarik tangan Fery untuk pergi dari tempat itu. Tapi, Fery melepaskan tangan wanita yang melahirkannya itu. Ia menghampiri kekasihnya yang sudah berlinang air mata.
“Maaf.” Suara Fery bergetar. “Aku akan memperjuangkanmu. Tunggu aku .”
Setelah mengucapkannya cowok itu berlalu dari sana bersama Mamanya dan Farida.
Tangis yang ditahan Melissa pun pecah. Ia tak mampu menahanmya sendirian. Hingga kedua tangan pria paruh baya memegang kedua pundaknya.
Merasa familiar dengan aroma parfum itu, Melissa berbalik dan mendapati sang Ayah menatapnya sendu. Gadis itu berhambur memeluk Ayahnya. Berulangkali mengatakan maaf sambil menangis.
Flashback off
Melihat ada yang tidak beres dengan sahabatnya, Mita menepuk gadis itu.
“Sadar Mel, Melissa” Pekik Mita.
Bukan hanya Melissa yang menoleh, tapi sebagian penghuni di kantin tersebut menoleh ke arah Mita.
“Lo kenapa Mel? Ada yang sakit atau apa?” Tanya Mita cemas.
“G-gue n-nggak apa-apa kok Mit.” Jawab Melissa terbata. Ia mengusap kedua matanya .
“Lo punya gue Mel, kalau ada apa-apa Lo bisa cerita ke gue. Jangan disimpen sendiri.” Hibur Mita.
“Gue tahu. Thanks Mit.” Gadis itu menghela nafas dalam-dalam. Meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Mita menatap sendu ke arah sahabatnya. Ia tahu sahabatnya sedang bertarung dengan kesedihannya.
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Bagaimana? Suka nggak dengan gaunnya?” Tanya Rendy lembut. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Suka Mas.” Merasa gemas dengan tingkah malu-malu Melissa, Rendy memeluk erat gadis itu dari belakang. Sejak lamaran mendadak semalam, perasaannya ke gadis itu semakin menggila. Seakan tak mau berpisah walau hanya sebentar. “Malu Mas.” Melissa menggeliat. Mencoba meregangkan pelukan erat calon suaminya itu. Tapi sia-sia. Pelukan itu semakin erat. Rendy terkekeh. Ia tak menghiraukan rengekan Melissa. “Yakin mau yang itu aja?” Tanya Rendy ke sekian kali. “Yakin Mas. Udah ah, kita ditungguin Mama loh.” “Ya udah. Ayok.” Rendy menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Mereka saling bergandengan dan melempar senyum sebelum keluar dari Butik tersebut. Tak jauh dari posisi mereka, sepasang mata tajam tak mengalihkan pandangan sejak ia melihat interaksi keduanya. * “Gimana? Suka sama makanannya?” Ningrum tak sabaran. Me
Mas Rendy Selamat pagi calon tunangan Kamu nggak boleh nakal ya, Harus istirahat yang cukup Jangan lupa sarapan Melissa merasakan wajahnya memanas. Ia masih setia memandangi ponselnya sejak bangun tidur. Pesan itu memang bukan yang pertama. Tapi mampu menyita perhatian gadis itu untuk waktu yang tidak sebentar. Tok ... tok ... tok “Lissa ... Buruan keluar. Ada Mita di depan.” Seru Riko dengan lantang. “Iya Kak.” Jawabnya. Gadis itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Mengikat rambut seadanya, dan menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. “Astaga Mel! Lo baru bangun?” Seru Mita. Melissa meringis, “Sebenarnya udah dari tadi. Tapi males aja mau gerak.” Mita geleng-geleng kepala dengan tingkah sahabatnya. “By Th
“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Ren!?” Ucap wanita paruh baya itu menggebu. “Udah dong Ma. Maafin Rendy.” Ucap laki-laki itu memelas. “Kamu ini ,,, benar-benar gak tahu waktu dan tempat. Gimana kalau ketahuan calon mertua kamu coba.” Tambah wanita itu. Rendy terdiam. Ia tak berpikir sampai kesana. “Awas aja kamu!?” Wanita paruh baya itu menatap Rendy penuh peringatan “Kalau sampai Melissa nggak jadi mantu Mama, kamu yang akan tanggung akibatnya.” Ningrum meninggalkan Rendy yang termangu di kamarnya. Ya, wanita paruh baya itu memergoki dua sejoli yang sedang berciuman di ruang rias setelah acara tukar cincin semalam. Ia tak menyangka putranya bisa tidak mengerti tempat dan waktu. Pasalnya ini bukan pertama kalinya Ningrum memergoki keduanya dalam keadaan seperti itu. Namun, kali ini ia benar-benar merasa syok dengan kelakuan putra tampannya. Seumur hidup Rendy tak pernah bisa membantah ucapan Mamanya. Seperti malam tadi, saat Ningrum
Malam ini Melissa merasa begitu kesepian. Beberapa hari ini biasanya ada Riko yang selalu mengganggu saat ia di rumah. Tring >>Kak Riko Adekku yang cantik dan baik hati lagi ngapain? Rindu sama Kakak nggak? Hihihi Melissa tertawa membaca pesan konyol dari Kakaknya. Ia pun berniat membalas pesan itu. //Me Lissa lagi di kamar, Habis ngerjain tugas, sekarang lagi rebahan Kakak makin lama makin narsis ih,,, Bukan Riko namanya kalau gak menggoda Melissa. Dirinya akan melancarkan seribu jurus hanya untuk membuat adik manisnya itu terdiam tanpa bisa mendebatnya. >>Kak Riko
>>Mas Rendy Selamat tidur calon istri Semoga mimpi indah Jangan lupa mimpiin aku ya, Sayang Mmuaachh Melissa mendekap ponselnya dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Ia kembali teringat saat Rendy dengan percaya diri melamar, lebih tepatnya memaksa gadis itu untuk menikah dengannya. Flashback “Sudah puas?” Tanya Rendy dengan nada jahil. Melissa memukul dada Rendy gemas, saat cowok itu menggodanya. “Kok mukul sih, Sayang? Kalau belum puas aku bisa kasih yang lebih lama” goda Rendy. Blushh ... Kedua pipi Melissa merah merona. Ini bukan pertama kalinya cowok itu memanggilnya dengan panggilan ‘sayang’. Tapi tetap saja, itu membuatnya tersipu malu. Setelah ciuman kedua yang begitu menggebu, bibir keduanya tam
“Lo kemarin kenapa gak masuk? Pesan gue juga gak Lo bales? Lo sakit?” Tanya Mita beruntun. Melissa memutar bola mata malas, “Bisa satu persatu nggak sih ngasih pertanyaan ke gue?” “Nggak.” Sahut Mita cepat. Melissa menggelengkan kepalanya. “Jadi? Lo ngapain kemarin gak masuk?” Desak Mita. “Gue jalan sama Mas Rendy.” Mita membelalakkan matanya, tak percaya dengan perkataan lugas dari sahabatnya. “Lo bilang apa tadi?” Mita memastikan pendengarannya. Melissa mendekatkan diri ke telinga Mita. Lalu berbisik dengan pelan dan jelas. “Gue jalan sama Mas Rendy.” Tubuh Mita membeku dengan kedua mata yang melotot dan mulut terbuka. Karena terlalu syok dengan pengakuan sahabatnya. “Ckckck, sadar woy. Biasa aja kali.” Celetuk Melissa. Untuk beberapa saat Mita masih begitu tak percaya. Pasalnya hubungan mereka masih terbilang baru. Pesta pertunangan kemarin saja sudah membuatnya terkejut. D