Melissa mulai menggeliat di balik selimut yang mengubur seluruh tubuhnya. Panggilan alam yang tak bisa ditahan memaksanya bangun dan beranjak meskipun dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, berjalan menuju kamar mandi di sebelah kamarnya.
Melissa keluar setelah mencuci tangan. Karena ingin kembali terlelap, ia memutuskan untuk tidak mencuci muka.
Baru saja ia menarik selimut, ponsel miliknya yang berada di atas balas berdering kencang karena setelan alarm yang lupa ia matikan.
Lalu kedua matanya membulat saat melihat beberapa notifikasi pesan dari nomor baru. Jarinya bergerak menyentuh notifikasi itu dan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Isi pesan yang di kirimkan nomer baru itu menimbulkan desiran aneh dalam hatinya. Melissa tak bisa menyimpulkan dengan cepat.
"Ini orang kesambet apa? Pake ngirimin pesan kayak gini lagi! Dia pikir keren gitu? Awas aja kalau ketemu!" gerutu Melissa seraya meletakkan ponselnya asal di nakas. "Mumpung libur aku mau tidur lagi. Kapan lagi bisa tidur tanpa di gangguin kakak."
Melissa menarik selimutnya dan kembali bergelung. Namun belum sampai ia terlelap, ketukan pintu kamar terasa mengganggunya. Dan suara Sang Bunda membuat ia membeku.
“Lo ngapain pagi-pagi ke rumah Gue?” tanya Melissa menuntut dengan nada lirih.
Rendy tersenyum miring, membuat Melissa memasang antisipasi.
“Lo ... Lo kesurupan ya?” tanya Melissa gugup. Sial! Smirk yang ditampilkan laki-laki itu mampu membuatnya meremang.
Senyum Rendy menghilang, digantikan ekspresi geli yang membuat Melissa semakin gugup.
“Jadi begini, etika kamu sama calon suami, hm?” tanya Rendy menaikkan satu alisnya, menatap Melissa dengan tatapan mengintimidasi.
Melissa terlihat syok mendengar kata ‘Calon Suami'. Bulu kuduknya meremang dan membuatnya harus meneguk ludah kasar.
Brakk
Rendy menatap Melissa dengan geram saat gadis itu membanting pintu mobilnya dengan kasar.
'Tahan Ren, tahan! Jangan terpancing emosi! Cewek itu nggak suka dengan cowok yang kasar. Kalau kamu mau buat dia tergila-gila kamu harus bisa menahan emosi kamu. Ingat! Gadis di samping kamu ini harus kamu jaga baik-baik kalau tidak mau Mama marah sama kamu. Gumam Rendy menenangkan durinya.'
“Kamu harus hati-hati nutup pintunya. Bukannya apa, aku nggak mau tangan mulus kamu lecet gara-gara pintu mobil. Kalau mobilnya yang lecet sih aku nggak masalah.” ucapnya lembut. Alih-alih mengeluarkan nada tajam, Rendy memilih bermain lembut.
Melissa seketika menoleh mendengar ucapan Rendy yang membuatnya heran, ngeri dan merinding.
“Lo gak usah drama deh! Kita kan udah di mobil. Gak perlu Lo sok-sok an pakai bahasa kayak gitu!” sergah Melissa, ketus.
Tak mendapat tanggapan Rendy membuat Melissa memasang antisipasi. Ia mengawasi gerak-gerik Rendy dari sudut mata.
Rendy yang terlihat kesal, melepas lock safety bealt, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Melissa.
Melissa yang tak siap, tidak bisa menghindari pergerakan Rendy secara tiba-tiba dan membuatnya terkesiap. Jantungnya terasa berdetak kencang. Apalagi ketika jarak wajah mereka semakin dekat.
'Sepertinya ada yang salah sama otakku. Kenapa dia bisa menarik dan memikat dalam waktu yang bersamaan? Gumam Rendy.'
Aroma wangi dari tubuh Melissa membuat Rendy seakan tertarik ke dunia lain. Dari jarak sedekat ini, ia merasa seperti di antara surga dan dunia.
Rendy mencoba menghirup napas dalam-dalam, namun sialnya aroma tubuh Melissa ikut masuk ke paru-parunya. Dan membuat Rendy si ‘Playboy’ kampus menjadi gugup seketika. Memalukan! Tapi tak bisa dipungkiri, aroma buah Cherry yang menguar dari tubuh Melissa sangat menenangkan. Dan sepertinya akan membuat Rendy menjadi candu. WHAT?!
Rendy menarik diri. Menciptakan jarak antara dirinya dan Melissa. Berada di sekitar Melissa dalam jarak dekat membahayakan kondisi jantungnya.
“Mulai saat ini sampai nanti tidak akan ada drama diantara kita. Apalagi kalau sudah menikah. Mana ada ceritanya suami istri pakai panggilan elo-gue.” ucap Rendy menjelaskan panjang lebar.
Melissa terkesiap mendengar kata ‘suami-istri' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy. Ia menggeram. “Siapa yang mau nikah sama ... sama ... L ... ka-kamu?” tanya Melissa terbata, karena lirikan tajam Rendy ke arahnya.
“Kalau kamu lupa, semalem Mama udah ngasih cincin sebagai tanda bahwa kamu gak akan bisa menolak,” jawab Rendy dengan santai.
'Lihat saja! Aku akan buat kamu jatuh cinta sama aku. Hanya tinggal tunggu waktu yang tepat. Dan kamu akan jadi milikku. Gumam Rendy. '
Melissa sontak melihat di mana jari manis sebelah kanan berada. Ya, di sana ada cincin yang melingkar dengan indah. Cincin yang secara langsung disematkan oleh Mama Ningrum, di saksikan oleh dua pihak keluarga, dan malam tadi memang Melissa tak mampu mengutarakan penolakannya. Jangankan menolak, mengutarakan pendapat pun ia tak bisa.
Keputusan sang ayah tidak bisa diganggu gugat, meskipun Melissa mengiba.
Melissa memejamkan mata sesaat untuk menahan gejolak amarah yang tiba-tiba saja tersulut. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan nada lirih dan cukup membuat Rendy menahan napas.
“Ah, Calon Suami ya? Aku lupa kalau semalam kita sudah menjadi calon pengantin.” Melissa mencondongkan diri ke arah Rendy, ia pun menambahkan bisikan lirih yang mampu membuat gejolak gairah pada diri Rendy. “Maafkan aku, Sayang. Mulai saat ini aku akan selalu ingat kalau kita akan segera menikah.” bisiknya lirih dengan nada manja.
Melissa sengaja melakukannya karena ingin melihay reaksi Rendy. Dan benar, reaksi yang Rendy tunjukkan membuatnya tersenyum miring. Namun tanpa diduga dan di antisipasi olehnya. Rendy memalingkan wajah hingga kedua hidung mereka bersentuhan.
Ada debaran riuh di dada mereka. Yang mungkin bisa saja meledak dalam waktu dekat, bila keduanya berada dalam jarak sedekat ini.
Tanpa diduga, Rendy menggerakkan bibirnya menyentuh bibir Melissa. Hanya beberapa detik sebenarnya, tapi itu mampu membuat udara di sekitar mereka menjadi panas. Mereka menarik diri masing-masing.
Kedua pipi Melissa tampak merona. Itu terlihat dari lirikan sudut mata Rendy. Membuat ego pria itu seakan di atas langit.
'Baru segini aja udah kayak begitu? Apalagi kalau lebih? Aku jamin kamu bakal klepek-klepek.'
Rendy pun mulai memakai lock safety bealt miliknya untuk meredakan debaran dadanya. Ia melirik kepada Melissa yang belum memakai seatbelt dengan benar. Dan entah mengapa gadis di sampingnya ini benar-benar menguji kesabarannya.
Menunggu adalah hal menyebalkan bagi Rendy. Ia membuka sabuk pengaman dan ia mencondongkan tubuhnya ke arah Melissa. Meraih seatbelt di tangan Melissa dan memasangkan dengan benar. Klik .
Rendy tersenyum miring mendapati Melissa menahan nafas untuk kedua kalinya.
Kedua pipi Melissa memerah. Bukan karena blush on atau yang lain. Itu efek dari perlakuan Rendy barusan yang menurutnya sangat manis.
Melihat tingkah Melissa saat ini membuat Rendy ingin menyemburkan tawa. Tapi, tentu saja ia tahan. Kan nggak lucu, mau pendekatan itu harus melakukan yang manis-manis. Biar makin mudah, iyakan.
Rendy pun mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumahnya.
Melissa menatap rumah di depannya ini dengan takjub. Dalam hitungan detik, tampak wanita paruh baya keluar dari pintu utama dengan binar-binar kebahagiaan. Menyambut dan memberikan pelukan hangat seorang ibu.
“Ayo masuk, Sayang,” ajak Ningrum.
“Ba-baik Tan ...” mata Ningrum membola. “Mak-maksud Lissa, Ba-baik M-Ma.” Fyuh, seumur hidupnya baru kali ini Melissa dilanda kegugupan luar biasa.
'Anak dan ibunya sama aja. Bikin aku gugup sepagi ini. Oh Tuhan! Bagaimana kalau sudah tinggal bersama?
Glek ,,,
Apa yang kamu pikirkan Lissa??? Kenapa kamu sudah memikirkan untuk tinggal bersama? Sepertinya otakku mulai error! A-aku harus mandi keramas nanti! Jangan-jangan ada kotoran yang menempel di sana.'
Ningrum dengan semangat empat lima, menggandeng calon menantunya masuk ke rumah. Mengabaikan Rendy yang masih termenung di luar.
"Anaknya sendiri dicuekin! Tahu gitu ogah aku jemput dia sepagi ini! Mana dia menguji kesabaran aku banget lagi!" gerutu Rendy seraya mengikuti dua wanita ke dalam rumah.
*
“Eh,, Ada calon menantu di sini.” Joni menghampiri istri dan calon menantunya di ruang menonton.
Mendengar suara calon Papa Mertuanya, Melissa pun menoleh dan beranjak menghampirinya. Ia meraih punggung tangan Joni. Seperti yang dilakukan kepada orang tuanya.
“Udah lama, Sa?” tanya Joni kembali.
“Be-belum lama O ... Pa-Papa,” jawab Melissa terbata.
Joni tertawa melihat kegugupan Melissa. Lalu ia pun berkata dengan nada lembut, “Nggak usah sungkan. Anggap saja seperti rumah sendiri. Hm?”
“I-iya Pa ,,” Melissa semakin gugup. Kali ini bukan karean Rendy. Ini karena kedua calon mertuanya yang menganggapnya sudah seperti anak sendiri.
“Kalau Rendy macam-macam sama kamu bilangin ke Papa. Biar nanti Papa yang ngurus dia,” ucap Joni dengan nada serius.
Melissa mengangguk sopan. “Iya, Pa.”
“Kamu sudah sarapan belum, Sayang?” tanya Ningrum.
“Sudah, Ma. Tadi sarapan di rumah bareng sama Mas Rendy dan yang lain.” Melissa tidak sadar menambahkan panggilan ‘Mas' kepada Rendy. Ya, semalam Ayah dan Bundanya menasehati Melissa panjang lebar. Tentang sopan santun kepada suami dan mertua.
Ningrum dan Joni saling pandang. Mengulum senyum geli. Sedangkan Rendy hanya diam memperhatikan interaksi orang tuanya dengan gadis asing yang tiba-tiba dijodohkan dengannya.
*
“Nanti dulu dong, Ren. Kenapa buru-buru mau dianterin pulang sih?” protes Ningrum ketika Rendy mengajak Melissa pulang. Padahal wanita paruh baya itu masih belum rela berpisah dengan calon menantu pilihannya.
“Tadi Ayah bilang, Lissa harus pulang sebelum jam lima, Ma dan Rendy sudah berjanji untuk mengantar sebelum jam empat.” jawab Rendy tenang.
“Ya sudah. Besok pulang kuliah ajak ke sini ya. Biar Mama yang ijin sama CALON MERTUA kamu.” Ningrum sengaja menekankan kata ‘CALON MERTUA' kepada Rendy membuatnya salah tingkah. Ningrum mengulum senyum.
“Iya ,,, iya. Nanti Rendy saja yang sekalian ijin sama Ayah.” jawab Rendy cepat. "Aku 'kan laki-laki, masa mau jemput calon istri pakai diijinin sama Mama," gerutu Rendy pelan.
Gerutuan Rendy masih bisa di dengar oleh Ningrum. Membuat wanita itu menahan tawanya agar tidak menyembur.
Melissa sendiri mendadak takjub melihat Rendy yang begitu dekat dan patuh kepada sang Mama. Berbeda sekali dengan sikapnya yang di kampus.
“Ayo Sayang, aku anterin kamu pulang. Di tungguin Ayah dan Kak Riko di rumah.” Rendy meraih tangan Melissa dan menggenggam lembut. Joni dan Ningrum yang melihat keromantisan mereka pun begitu bahagia.
“Enggak salahkan pilihan Mama, Pa?”
Joni merengkuh Ningrum dalam pelukannya. “Mama benar, semoga Lissa bisa membuat Rendy kembali seperti dulu lagi.”
“Iya Pa. Semoga saja ,,,”
*
Sesampainya di halaman rumah Melissa, Rendy melihat Hasan dan Sukma sedang duduk bersantai di teras.
Rendy yang kembali ingin melancarkan aksinya pun meminta Melissa untuk tidak lekas turun. Lalu ia pun turun kemudian membukakan pintu untuk Melissa. Manis. Itu kesan yang ditangkap Melissa tanpa ia tahu ada maksud tersendiri bagi Rendy.
Dengan sengaja ia meraih tangan Melissa. Membantu gadis itu turun. Pun menggenggam lembut tangan kiri Melissa. Berjalan menuju di mana calon mertua berada.
Hasan dan Sukma yang melihat kesan romantis antara anak gadis dan calon menantunya itu saling melirik. Mengulum senyum geli.
“Selamat sore Yah, Bun?” sapa Rendy dengan nada sopan.
Melepaskan tangan Melissa, dan mencium punggung tangan kedua calon mertuanya bergantian.
Melihat tatapan heran dari kedua orang tuanya, Melissa menjadi gugup dan salah tingkah.
Ia segera mencium punggung tangan Ayah dan Bundanya dengan sedikit gemetaran. Lalu menoleh ke arah Rendy.
“Ehm ,,, M-Mas Re-Rendy ma-mau mampir dulu atau enggak?” tanya Melissa dengan nada terbata yang membuat ketiga orang disana tersenyum geli.
“Ehm ,,, enggak deh, Sayang. Sudah sore, besok pagi aja Mas jemput ya?” jawab Rendy.
Mata Melissa membola mendengar Rendy memanggilnya ‘sayang' di hadapan kedua orang tuanya.
Dasar!
“E-eng-Enggak usah re-repot Mas. Lissa besok bisa bareng Ayah ke kantor.” Lissa melirik ke arah kedua orang tuanya yang terlihat tenang-tenang saja.
“Nggak apa-apa kok. Besok aku jemput, ya?” Lalu Rendy mengalihkan ke arah Hasan. “Yah, besok Rendy jemput Lissa pagi ya, dan besok siang Rendy mau ajak Lissa ke rumah lagi.”
Hasan tersenyum. “Boleh. Tapi pulangnya jangan malam-malam ya, Nak,”
Rendy mengangguk. “Iya Yah. Kalau begitu Rendy sekalian pamit pulang. Selamat sore Ayah, Bunda.”
“Mas pulang dulu ya, besok Mas jemput pagi.” pamit Rendy yang diangguki Melissa.
“Iya Mas.”
Sejak Rendy berlalu, kedua orang tua Melissa menggoda anak gadisnya bergantian. Membuat Melissa jengah. Ia pun memilih masuk ke kamarnya.
Tak bisa dipungkiri ada setitik perasaan lain, setelah insiden tempel bibir di dalam mobil tadi. Wajahnya kini bersemu merah mengingat kejadian itu. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur kesayangannya.
Tringg...
Satu notifikasi pesan masuk ke ponsel Melissa. Membuat gadis itu meraih ponsel yang berada di sebelahnya. Satu nomor yang telah lama tak menghubunginya. Jemari Melissa gemetar saat membuka pesan itu.
+6285749*****
Aku merindukanmu ...
Deg ...
Bersambung ....
Hujan mengguyur kota sejak pukul dua pagi. Melissa yang sejak semalam merasakan pusing, tidak bisa memejamkan mata hingga pagi menyapa. Maka tak heran, pagi ini ia merasa sangat mengantuk. Apalagi ketika alarm di ponselnya berbunyi, ia segera mematikannya dan kembali bergelung di dalam selimut, mengubur seluruh tubuhnya. Sukma yang baru saja selesai membereskan sarapan di meja makan, mengerutkan dahi. Merasa aneh, karena Melissa belum juga bangun. Ia pun segera mencuci kedua tangannya dan bergegas menuju kamar Melissa untuk mengecek keadaan putrinya. Tok ... tok ... tok ... “Lissa ,,,” panggil Sukma dari balik pintu.Karena tak mendapat jawaban dari dalam, Sukma memutuskan masuk tanpa memanggil Lissa kembali. Sukma menyibak selimut yang di pakai Melissa. Dengan sigap Sukma mengecek keadaan putri bungsunya. Saat mendapati bahwa tubuh Melissa menggigil, ia segera membuka laci di nakas, mengambil thermometer untuk me
“Awwssh ,,, perih Mas.” “Tahan ya, dikit lagi kok.” “Awwssh ,,, sa-sakit” lirih Melissa dengan mata berkaca-kaca. “Dikit lagi ... aku pelan-pelan, kok. Sabar, ya?” dengan telaten Rendy mengobati luka-luka di wajah Melissa. Begitu juga dengan luka di tangan. Melissa menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Rasa perih yang menjalar di kedua pipi sangat sulit untuk di tahan. Meskipun pria itu melakukannya dengan hati-hati. "Tahan, ya? Dikit lagi selesai," hibur Rendy seraya mengobati luka di tangan Melissa. "Terima kasih, Mas Rendy," ucap Melissa tulus. "Sama-sama, Sayang," jawab Rendy tanpa sadar. Melissa seketika membulatkan matanya mendengar kata 'sayang' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy. "Selesai," gumam Rendy. "Pasti nanti Ayah dan Bunda heboh melihat keadaan Lissa seperti ini," gumam Melissa yang masih bisa didengar oleh Rendy. "Nanti biar Mas aja yang bil
Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja. Tok ... tok ... tok ... Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan. Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya. Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berh
Mas Rendy Besok pagi, Mas jemput ya? Melissa masih betah memandangi pesan dari Rendy, satu jam yang lalu. Wajahnya merah merona. Ingatannya tertarik pada insiden tadi sore. Flasback “Ayo Mas antar pulang!” Melissa merengut. Padahal ia belum ingin pulang. Menyadari perubahan raut wajah gadis itu, Rendy mengulum senyum. Ia meraih dagu Melissa, mengecup bibir gadis itu sesaat. Membuat si empunya merona. Rendy pun terkekeh pelan. “Mas Rendy godain Lissa mulu ih?!” rajuk Melissa tanpa sadar. “Kenapa cemberut, hm?” tanya Rendy lembut. “Siapa yang cemberut?” Melissa balik bertanya dengan nada ketus. “Terus, ekspresi kamu yang seperti ini apa namanya dong?” goda Rendy. Merasa tak suka, Melissa beranjak dengan cepat. Tak me
Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah. “Kamu sakit?” Tanya Rendy. Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya. Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming. Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya. Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya. Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpah
Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana. “Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius. Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara. “Ada apa?” Tanya Ningrum lembut. “Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat. Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini. “K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata. “Rendy serius Ma, Pa.” Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam. “Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya. “J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih s
“Bagaimana? Suka nggak dengan gaunnya?” Tanya Rendy lembut. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Suka Mas.” Merasa gemas dengan tingkah malu-malu Melissa, Rendy memeluk erat gadis itu dari belakang. Sejak lamaran mendadak semalam, perasaannya ke gadis itu semakin menggila. Seakan tak mau berpisah walau hanya sebentar. “Malu Mas.” Melissa menggeliat. Mencoba meregangkan pelukan erat calon suaminya itu. Tapi sia-sia. Pelukan itu semakin erat. Rendy terkekeh. Ia tak menghiraukan rengekan Melissa. “Yakin mau yang itu aja?” Tanya Rendy ke sekian kali. “Yakin Mas. Udah ah, kita ditungguin Mama loh.” “Ya udah. Ayok.” Rendy menautkan jemari tangannya ke jemari Melissa. Mereka saling bergandengan dan melempar senyum sebelum keluar dari Butik tersebut. Tak jauh dari posisi mereka, sepasang mata tajam tak mengalihkan pandangan sejak ia melihat interaksi keduanya. * “Gimana? Suka sama makanannya?” Ningrum tak sabaran. Me
Mas Rendy Selamat pagi calon tunangan Kamu nggak boleh nakal ya, Harus istirahat yang cukup Jangan lupa sarapan Melissa merasakan wajahnya memanas. Ia masih setia memandangi ponselnya sejak bangun tidur. Pesan itu memang bukan yang pertama. Tapi mampu menyita perhatian gadis itu untuk waktu yang tidak sebentar. Tok ... tok ... tok “Lissa ... Buruan keluar. Ada Mita di depan.” Seru Riko dengan lantang. “Iya Kak.” Jawabnya. Gadis itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Mengikat rambut seadanya, dan menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. “Astaga Mel! Lo baru bangun?” Seru Mita. Melissa meringis, “Sebenarnya udah dari tadi. Tapi males aja mau gerak.” Mita geleng-geleng kepala dengan tingkah sahabatnya. “By Th