Pertemanan yang Malik jalin bersama Isha semenjak mereka masih anak-anak berujung permusuhan karena sebuah kesalahpahaman. Satu sama lain saling menjauh. Apalagi ketika suatu ketika Malik mengatakan bahwa dia memang mencintai Isha, sehingga Isha marah dan menuduh Malik mengkhianati persahabatan mereka dengan membiarkan perasaan cintanya berkembang untuk Isha. Malik yang pasrah hanya bisa mencintai dalam diam dan putus asa ketika mendengar Isha akan dipersunting oleh laki-laki lain. Namun, sepertinya takdir sedang mempermainkan mereka ketika Malik justru mengajukan diri untuk menggantikan posisi Murad, laki-laki yang hendak menikahi Isha tetapi justru tidak hadir pada hari yang dijanjikan. Bagaimana Isha mengambil sikap? Apakah dia menerima uluran tangan Malik untuk menyelamatkan nama baiknya dan menerima pernikahan itu? Atau memilih menolak dengan banyaknya konsekuensi yang harus ditanggungnya? Jika memang Isha membenci Malik, mengapa dia membenci semua perempuan yang dekat dan mendekati Malik?
Lihat lebih banyakMeskipun Malik menjauh, namun dia tidak membiarkan Isha dan Murad berinteraksi tanpa pengawasan. Malik tetap memantau mereka. Bahkan, ketika Malik melihat Isha terlihat menangis dan emosi, ingin rasanya Malik segera mendekat dan menenangkan Isha. Namun sepertinya pembicaraan mereka belum selesai, sehingga Malik memilih diam dan menunggu.Tiba-tiba ponsel Malik berdering. Laki-laki itu segera menerima panggilan yang ternyata dari Bu Rosminah.“Assalamu alaikum, Ibu?” sapa Malik santun.“Mal? Dimana kalian? Bapak sudah sadar. Beliau akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Bisakah kalian ke sini sekarang? Kita harus mengantar Bapak ke ruang rawat inap.” Bu Rosminah meminta Malik datang.“Oh, bisa, Bu. Sekarang kami kesana,” jawab Malik dengan cepat.Tanpa banyak pertimbangan, Malik segera bergegas menemui Isha yang sedang bicara dengan Murad.“Maaf, Murad. Aku harus mengajak Isha menemui Bapak. Mungkin nanti bisa diteruskan kembali jika memang kalian belum selesai bicara,” ujar Malik sambi
Dan disinilah mereka bertiga kini. Di tempat dimana tadi Malik menemui Murad dan bicara empat mata. Namun, kini menjadi enam mata karena Isha akhirnya bersedia menemui Murad, lelaki yang dulu dicintainya tetapi sekarang dibencinya setengah mati. Tetapi tak bijak rasanya jika dia membenci tanpa memberi kesempatan pada Murad untuk menceritakan semuanya.Meskipun mereka sadari bahwa penjelasan apapun yang nanti akan Murad katakan, sama sekali tak berpengaruh pada hubungan mereka yang terlanjur berantakan.“Silahkan bicara. Perselisihan kalian harus segera diakhiri,” ujar Malik pada Isha dan Murad, kemudian hendak pergi.Namun, tangan Isha memegang tangan Malik, mencegah suaminya itu menjauh.“Abang mau kemana?” tanya Isha canggung.Malik tersenyum, kemudian mengusap kepala Isha dengan senyumnya yang menyejukkan hati.“Aku harus memberi waktu pada kalian untuk menyelesaikan semuanya,” ujarnya.“Mengapa Abang nggak di sini saja?” pinta Isha.Malik tersenyum dan menggeleng.“Nanti kalian ti
Bertemu dengan Isha?Malik spontan menoleh ke arah Murad dengan ekspresi aneh, seperti tak suka dan tidak setuju dengan permintaan Murad kali ini. Memangnya siapa dia sampai minta bertemu? Melihat perubahan ekspresi Malik yang shock itu, Murad buru-buru membenahi kalimatnya.“Aku hanya ingin bicara, tidak ingin melakukan apapun. Aku hanya ingin minta maaf, untuk yang terakhir kalinya. Jadi tolong jangan berpikir bahwa aku akan memintanya kembali padaku, karena aku tahu itu tak akan mungkin terkabul,” ujar Murad dengan cepat.Sungguh, dia nyeri ketika mengatakan bahwa dia tak akan meminta Isha kembali padanya, padahal jujur saja dia masih sangat mencintai Isha. Hanya saja mungkin cintanya sudah tidak berlaku lagi.“Dan aku tak akan membiarkanmu memintanya kembali jika kamu melakukannya,” ujar Malik dengan tegas penuh nada posesif.Murad tersenyum. Diam-diam dia salut dengan sikap yang diambil oleh Malik atas pernikahan dan cintanya. Laki-laki ini tegas menentukan sikap ketika ada bah
Malik sengaja mengajak Murad untuk sedikit menjauh dari posisi Isha dan Bu Rosminah yang menunggu Pak Ridwan keluar dari ruang ICU rumah sakit ini. Ketika tiba di koridor yang sedikit lengang, Malik menghentikan langkahnya.“Kita bicara di sini saja,” pinta Malik sambil mengajak Murad duduk di kursi panjang yang ada di koridor itu.Murad hanya mengangguk. Keduanya lantas duduk berjajar berdampingan dalam jarak yang tidak terlalu dekat.“Mungkin kamu sudah tahu siapa aku,” ujar Malik mengawali percakapannya dengan Murad.Terdengar Murad menghela napas panjang dan berat.“Ya. Aku mendengarnya dari Rendra, bahwa kamu adalah suami Isha.” Murad menjawab dengan nada murung yang tak bisa disembunyikan.Malik tersenyum masam mendengar jawaban Murad.“Ya. Suami pengganti kehadiranmu yang mangkir ketika itu,” tandas Malik seolah menegaskan kesalahan terbesar Murad pada Isha.Murad tersenyum getir.“Ya. Aku memang bodoh ketika itu. Memilih takut pada ancaman selingkuhanku daripada menikahi Isha.
Pak Ridwan dan Bu Rosminah benar-benar terkejut melihat kedatangan Murad, laki-laki yang sudah mempermalukan keluarganya karena tidak datang pada hari pernikahannya dengan Isha.“Murad? Masih punya nyali dia untuk datang ke sini,” gumam Pak Ridwan dengan geram dan wajah yang sangar.“Tenang, Pak. Jangan terbawa emosi. Kita lihat dulu apa maksudnya datang kali ini,” jawab Bu Rosminah masih dengan suara rendah.“Hm.” Hanya itu jawab Pak Ridwan, menunjukkan betapa geramnya dia pada sosok Murad yang kini datang tanpa rasa bersalah itu.Sementara itu, Murad yang turun dari mobilnya sejenak bimbang. Apalagi ketika melihat reaksi kedua orang yang kebetulan sedang ada di teras itu. Tapi Murad tidak mungkin kabur begitu saja. Kemarin dia sudah bersikap pengecut, dan sekarang dia tak ingin menjadi pengecut untuk kedua kalinya di mata keluarga ini.“Selamat pagi, Pak, Bu,” sapa Murad dengan kikuk namun tetap menjaga kesantunannya.Bu Rosminah tersenyum canggung, sementara Pak Ridwan yang sejak m
Pagi ini, sesuai dengan tekadnya kemarin, bahwa dia akan tetap menemui Isha, apapun penerimaan perempuan itu. Ketika sarapan, Rendra kembali mengingatkan mengenai keinginan Murad itu.“Kamu yakin untuk tetap datang ke rumah Isha?” tanya Rendra.Murad menatap Rendra tanpa keraguan. Tekadnya sudah sangat bulat. Dia tak mau hidup dalam bayang-bayang dosa yang pernah dilakukannya di masa lalu. Dia ingin mendapatkan maaf dari Isha, menjelaskan semua mengapa dia tidak hadir di hari pernikahan mereka.“Ya. Aku yakin.” Murad menjawab mantap.Rendra tersenyum miris mendengar jawaban Murad.“Baiklah. Semoga kamu berhasil,” ujar Rendra mendoakan Murad.Namun, Rendra tak tahu doa ini sebuah ketulusan atau sebuah ejekan. Nyatanya dia berharap Murad akan dicaci maki oleh Isha, terlebih orang tuanya. Meskipun begitu, Rendra salut dengan tekad dan semangat Murad untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukannya, tidak seperti dirinya yang menjadi pengecut dengan menghindari Isha. Padahal hatinya be
Jujur, Malik kali ini memang merasa sangat cemburu dengan laki-laki yang ada di kamar rawat inap Rendra tadi sore. Malik sama sekali tak menduga bahwa yang membuat Isha demikian kolap dan marah serta sedih ternyata adalah Murad, bukannya Rendra.“Murad? Pacarmu di masa lalu itu?” tanya Malik ragu.Namun, anggukan Isha berhasil mengikis keraguan Malik. Kecemburuan Malik semakin menjadi kini.“Ada apa dengan Murad? Apakah dia menghubungi kamu? Mencarimu?” tanya Malik dengan bodohnya.“Tidak. Tapi dia ada di kota ini sekarang,” jawab Isha murung.“Ada di kota ini? Bagaimana kamu tahu kalau dia tidak menghubungimu?” Malik masih juga tak mengerti.“Karena aku melihatnya, Bang.”Malik semakin terpana mendengar jawaban Isha kali ini.“Melihatnya? Dimana?” Malik tersenyum, mencoba menganggap bahwa jawaban Isha hanya omong kosong belaka.“Di rumah sakit, di ruang rawat inap Rendra tadi sore.”Jleb!Jawaban Isha spontan membuat Malik semakin terkejut.“Di kamar Rendra? Apakah … apakah dia laki-
Isha sudah tidur sejak lepas isya tadi ketika Malik keluar dari kamar untuk ngobrol dengan Ridwan. Sepertinya sudah agak lama mereka tidak berbincang karena belakangan memang Malik dan Isha jarang pulang.“Tumben pulang bukan hari libur, Mal?” tanya Pak Ridwan yang sedang menikmati secangkir kopi hitam ditemani Rosminah.Malik tersenyum.“Iya, Pak. Belakangan Isha sering malas kalau diajak pulang. Katanya belum rindu sama rumah,” jawab Malik dengan senyum kecil.“Memang anak itu, ya?” gerutu Aminah membuat Pak Ridwan tersenyum.“Eh, Mal. Ibu lihat tadi dia sepertinya murung? Ada sesuatu, Mal? Apa kalian sedang bertengkar?” tanya Rosminah ketika tadi dia melihat wajah Isha sedikit murung ketika mereka tiba.Malik terkejut mendengar pertanyaan itu. Ya, memang diakui bahwa Isha sedikit murung karena memang tadi menangis di rumah sakit. Setahu Malik, karena dia melihat Rendra yang mungkin menimbulkan rasa marah dalam hatinya. Tapi tak mungkin Malik mengatakan hal ini karena ini menyangkut
Tanpa kata, Isha yang gemetar dan jantung yang berdetak kencang oleh amarah sekaligus kecewa dan sakit hati, dia bergegas meninggalkan ruang rawat inap dimana Rendra dirawat. Malik yang kebingungan dengan sikap Isha, bergegas meninggalkan ruangan itu untuk mengejar Isha.“Sha! Isha tunggu, Isha!” panggil Malik yang kemudian berlari untuk menjangkau Isha yang seolah tak mempedulikan panggilan Malik.Ketika akhirnya Malik bisa menjangkau tangan Isha, dia memaksa Isha berhenti. Namun, saat Malik melihat raut muka Isha yang berlumur air mata, runtuh sudah hati Malik. Rasa bersalahnya menjadi-jadi karena merasa sudah membuat Isha bersedih, meskipun dia belum tahu apa yang membuat istrinya itu sedih.“Hei, Sayang? Ada apa? Mengapa pergi dan menangis?” tanya Malik dengan lembut sambil mengusap air mata di pipi Isha.“Aku mau pulang,” jawab Isha tak peduli bahwa mereka bahkan belum menjenguk Rendra.“Nggak jadi menjenguk Rendra?” tanya Malik masih dengan lembut.Isha mengangguk dan menunduk.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen