Ini lebih mengenaskan dibanding menikahi seorang duda berbuntut tiga. Pernikahan macam apa yang kulakukan dan rumah tangga macam apa yang ingin kubangun? Ketika dengan bodohnya aku bersedia menyetujui lamaran dari pria yang sudah menyimpan tiga istri dirumahnya. Parahnya lagi, aku baru mengetahui jika dia juga telah memiliki seorang anak yang sebelumnya tak pernah diterangkan kepadaku. Kuakui, suamiku memang layak diperebutkan oleh banyak wanita diluar sana, bahkan setelah memiliki istri genap empat orang, ia tetap menjadi sasaran renyah para pelakor. Salahnya, kami sama-sama belum dianugerahi perasaan cinta satu sama lain, bahkan setelah kami sampai pada situasi malam pertama, tak ada cinta, tak ada rasa, namun anehnya kami bisa melewatinya. Ya ... Aku memang harus melepas keperawanan pada suamiku walau tak cinta, dengan alasan sederhana yaitu statusku yang kini telah menjadi seorang istri. Tapi ... sesungguhnya hubungan kami yang rumit ini masih menyimpan teka-teki yang akupun tak mengerti, intinya pernikahanku tak sesimpel dari sekedar pelaksanaan akad, tidur bersama, dan satu atap. Apalagi ketiga maduku secara diam-diam mengingkari perjanjian kami.
View MoreDak dek dak dek, dalam suasana seperti ini, malah pura-pura mesra.. gak ngaruh!Aku langsung saja tersenyum kecut setelah membaca pesan mas Azka. Bagaimana mungkin ia bisa bersikap seolah tak terjadi apa-apa setelah mengabaikanku begitu saja. Aku sangat tidak mengerti dengan jalan pikirannya.Pesan mas Azka tak kugubris sama sekali, jangankan untuk membalasnya, menyentuh ponselnya pun aku sangat malas. Karena diri ini sudah mulai lelah, bergegas kuambil handuk dan menuju kamar mandi. Hari masih pagi dan udara sekitar pun masih segar dan dingin, Dihalaman belakang, kulihat bapak yang mulai memanen pakcoy yang siap dipilah pilih sebelum akhirnya diedarkan kepada para langganan. Halaman belakang rumah kami memang memiliki luas yang tidak seberapa, akan tetapi dengan lahan itu cukup membuat bapak kewalahan merawatnya, apalagi beliau belum memiliki anakbuah yang membantu pekerjaannya, semuanya dilakukan sendiri, untungnya lagi sayuran organik tidak terlalu sulit dibudidayakan."Ngapain l
"Hahahaaa, kamu lebay nak." Gelak tawa bapak yang menggema diruang utama kediaman kami segera membuatku mendesah berat. Setelah mendengar ceritaku tentang mas Azka yang tiba-tiba membawaku ke Australia, lalu tiba-tiba mengajak pulang padahal belum sempat kami menikmati waktu berdua, kemudian aku yang istri sah mendadak diminta untuk bersandiwara menjadi asisten, seolah tidak ada hubungan apa-apa selain karena pekerjaan. Tak membuat pria yang telah merawatku sejak kecil itu emosi.Lantas ia malah menertawakan cerita itu, memangnya ada yang lucu?Lebay??? ada yang bisa menjelaskan, dimana lebaynya.Tak habis pikir dengan tanggapannya, hingga bibirku sudah maju seperti bebek. Apalagi sejak memulai cerita, aku sudah sesegukan merasa yang kualami ini teramat pahit. Anehnya, bukannya membelaku bapak malah tertawa gelak, ia gemas padaku dan mencubit pipiku. "Kok bapak malah ketawa sih?" kulontarkan pertanyaan itu dengan nada kecewa, apakah bapak tidak kasihan pada anaknya ini? harusnya b
ByurTanpa mau mendengar ucapan mas Azka, wanita itu tiba-tiba saja mendekat lalu menyiram kepalaku dengan segelas air. Air minum yang baru saja kupesan untuk makan malam dengan suamiku. Seketika aku menggigil kedinginan, bukan hanya karena air yang baru dibawa pelayan itu adalah air es, namun juga bercampur dengan perasaan sakit serta kecewa hati yang tak terbendung, ditambah lagi mas Azka tak melakukan pembelaan sedikitpun setelah melihat kejadian itu."Irmaaa!" teriaknya mungkin cukup menggema namun tubuhnya mematung kaku seperti robot yang nonaktif.Sekalipun bola matanya melotot, dia tak membentak, menampar atau menyiram balik tubuh wanita itu dengan segelas air minum yang tersisa, melainkan ia menarik tangan wanita itu untuk menjauh dari hadapanku, membiarkan aku sendirian memeluk tubuh diselimuti tatapan miring orang-orang sekitar termasuk para karyawan restoran.Jujur aku kecewa, mengapa disaat seperti ini sikap mas Azka malah tidak tegas, sebagai perempuan yang menyandang s
KletakKletakJari jariku secara berurutan mengetuk permukaan meja hingga berbunyi. Sedangkan sebelah tangan menopang dagu dengan siku yang bertumpu pada meja itu pula.Aku mendesah malas seorang diri, semangatku dan rasa laparku yang tadi kubawa ke tempat ini akhirnya tak terasa lagi. Semuanya berganti dengan rasa bosan yang mendera.Setelah membalas pesanku dan memberi jawaban bersedia, mas Azka kembali membuatku kesal karena aku harus menunggunya seorang diri. Walaupun menyetujui ajakan itu, nyatanya aku masih merasa tak diinginkan mengingat pertemuan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, aku tidak tahu seluas apa pengaruh keluarga mbak Sonia di Sukabumi, sampai-sampai suaminya yang cukup memiliki power pun tak bisa leluasa."Mas!" seruku terjengkit saat seseorang tiba-tiba menepuk bahuku, akupun reflek menyebut sosok yang sedang aku tunggu-tunggu."Sudah lama?" tanyanya tanpa basa-basi mengambil posisi duduk didepanku, tempat duduk yang memang tersedia untuknya."Enggak kok!" j
Aku melirik mas Azka yang lebih dulu keluar dari mobil. Sementara aku diminta membawa berkas-berkasnya.Layaknya seorang asisten, akupun menyusul dengan kehebohan dari beberapa barang bawaan, sedang mas Azka kini berjalan mendahuluiku menemui kliennya.Jam menunjukkan pukul empat sore. Tak tahu berapa lama kami diperjalanan dari Australia hingga akhirnya sampai ke Sukabumi, tapi yang kurasakan disini adalah rasa lelah yang luar biasa, rasanya aku tak kuat untuk sekedar mengangkat ujung kaki, apalagi harus mengangkat seluruh tubuh apalagi medan yang harus kami lalui ternyata adalah perbukitan yang dikelilingi perkebunan teh. Ingin sekali aku berhenti dan menjatuhkan diri saat melihat bentangan vertikal alam yang menghijau, karena dari sudut pandangku yang lelah ini, semuanya bagai kasur empuk yang melambai dan minta ditiduri. "Akhh... jatuh diatas daun teh yang merapat ini sakit tidak ya?" tanyaku pada diri sendiri, sekedar untuk memberi semangat agar aku bisa melanjutkan perjalanan
"Mas kenapa gak ngajak mbak Sonia?" tanyaku berbarengan menghempas tubuh diatas kursi kabin pesawat."Maksud kamu apa?" bukannya menjawab, mas Azka malah balik bertanya.Sesak didada membuatku menghela napas panjang sebelum memberikan jawaban yang diinginkan."Mas tahu aku tidak bisa apa-apa, lantas kenapa malah mengajakku untuk terlibat dengan pekerjaan ini, bukannya mbak Sonia yang lebih berpotensi menjadi seorang asisten." jelasku pada akhirnya.Mas Azka langsung menghentikan gerakannya saat mengetik sesuatu pada laptop. Bahkan untuk fokus menjawab pertanyaanku, ia langsung mematikan benda pipih itu lalu menyimpannya."Mas pergi ke Australi bukan karena ingin bulan madu, kan?" tebakku disaat mas Azka baru saja membuka mulut. Namun saking tak sabarnya aku sampai tidak memberinya kesempatan untuk mulai bicara."El, sudah ya. Keberangkatan ini memang sekaligus untuk urusan pekerjaan. Tapi kita juga masih bisa memanfaatkan sisa waktunya berdua, Apa itu yang kamu permasalahkan? bukankah
KlentingKlentingBunyi halus suara dentingan sendok yang diaduk didalam cangkir berisi teh hangat menemani suasana pagiku dan suami didalam hotel. Entah siapa yang memesannya, namun tiba-tiba saja seorang pramusaji mengetuk kamar kami lalu memberikan dua gelas teh madu beserta kue manis yang aku tidak tahu namanya. Maklum saja, aku hanya gadis biasa yang belum pernah bepergian jauh. Maka tak heran jika makanan manis itu tak kutemukan di daerahku dan lantas aku tak tahu sebutan untuk mekanan asing itu.Setelah mengaduk dan menambahkan madu sesuai selera, akupun membawa teh tersebut ke arah balkon, demi menikmati keindahan suasana pagi di negara orang ini. Walau suasana hatiku sendiri tak seceran dan seceria suasana yang ada.Kuhirup udara perkotaan yang begitu sejuk dengan tingkat kebersihan udaranya yang seperti pedesaan, sangat nyaman, dadaku terasa lega dan hidup saat aku menghirup udara pagi berembun.Puas memandangi orang-orang dibawah sana yang akan memulai aktivitas mereka se
DrrttLamunan sesaat antara aku dan mas Azka yang saling berpandangan dengan isi pikiran masing-masing kini terpecah oleh adanya getaran ponsel miliknya.Setelah melihat nama si pemanggil yang tertera, Mas Azka lekas bangkit menjauh dariku saat menerima telepon itu. Meski tak protes, namun jujur saja aku lagi-lagi kecewa atas sikapnya. Jika benar mas Azka ingin memperbaiki hubungan kami, alangkah baiknya ia tidak menerima panggilan secara sembunyi disaat bersamaku, lagi pun aku tidak akan mengamuk andai seorang yang memanggilnya adalah salah satu istrinya, bahkan jika mereka ingin bermesraan atau saling mengungkap rasa rindu, akupun tak berhak marah. Tapi sedikit banyaknya, hal itu membuatku merasa dihargai. Mungkin tujuannya baik, ia tidak ingin aku mengukur atau membanding-bandingkan caranya memperlakukan para istri satu sama lain yang mungkin akan menimbulkan kecemburuan dari segala sisi.Namun, saat mas Azka terlihat masih menutupi sesuatu dariku, rasa percayaku mendadak pupus, t
"Sebenarnya ada apa antara kalian berdua, hemm??" Suamiku bergeleng kepala tak terima dengan permintaanku."Enggak ada mas." jawabku meyakinkan."Tidak mungkin hubungan kalian hanya sebatas teman jika tatapannya saja seperti itu!" mas Azka mengemukakan keresahan hatinya."Serius mas nggak ada, baiklah jika mas masih melarang, itu artinya mas meragukan kesetiaan El." ucapku pasrah.Mas Azka terlihat mengepalkan kedua tangan dan menatapku geram."Semuanya terserah mas, El akan patuh sekalipun mas tetap melarang. Tapi sebuah hubungan tidak akan berjalan baik jika ada ketidakpercayaan didalamnya. Dan dari situ El bisa tahu perasaan mas yang sesungguhnya sama El, apakah cinta yang tulus atau hanya sebuah obsesi." ucapanku sukses membuat mas Azka makin mematung.Bukan maksudku ingin menceramahinya, seolah akulah istri yang sempurna, tapi aku hanya ingin membuka pikirannya. Bahkan karena itu aku sudah menurunkan ego yang sangat ingin tahu tentang hubungan mas Azka dengan istri lainnya."Apa
"Saya akan bebaskan Pak Marwan dari penjara, asal kamu mau menikah dengan suami saya!" tawar mbak Lena tiba-tiba menghampiriku seraya bersedekap. Aku yang sedang bekerja didepan mesin cuci seketika terdiam mendengarnya, padahal niatku hanya minta kasbon sembari menceritakan musibah yang menimpa orangtuaku satu-satunya itu. Dan demi dapat mengantarkan makanan kesukaan bapak, aku rela meminta gajiku diturunkan lebih awal kepada mbak Lena, selaku pemilik usaha laundry di tempatku bekerja. Akan tetapi, wanita itu justru menawarkan hal yang aneh sekali. "Maksud mbak Lena ...?" tanyaku dengan kalimat menggantung, sebab aku tak sanggup melanjutkannya. Sebagaimana seorang perempuan, tentu saja aku merasa heran dengan penawarannya, apa aku tidak salah dengar? "Kamu sudah kenal Mas Azka, kan?" tanya bosku itu lagi tak sabar, karena aku malah mematung ditempat. Akupun reflek mengangguk sambil teringat jika suaminya yang pernah datang sekali itu ternyata adalah kakak kelasku semasa S...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments