Share

3. Malam Pertama

"Masih belum?" tanyanya sambil mengernyit heran.

"Sudah Mas!" aku menjawab sekenanya. Walau aku masih ragu sebenarnya pria itu mau menanyakan tentang apa.

"Kalau sudah mandi, kenapa masih pakai baju itu?" tanyanya memindai sekujur penampilanku.

Akupun tersenyum palsu, untuk menutupi rasa canggung bercampur rasa takut pada komentarnya lagi.

"Elva belum punya baju ganti, mas!" akupun memberitahu dengan ragu-ragu.

Dalam diam, Mas Azka menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ok, mau saya pinjamkan baju sama Sonia, Lena, atau Damai?" tanyanya memberi pilihan.

"Ti-tidak usah mas!" selaku cepat. Jujur, aku sedikit kecewa karena mas Azka hafal betul urutan nama istri-istrinya.

Tapi bukankah itu memang harus, tak mungkin juga mas Azka hanya mengingat satu nama istri saja, dan bukankah itu bentuk jika dirinya memang mampu memiliki istri empat?

Mas Azka kemudian berlalu tanpa banyak bicara lagi, dan akupun gegas mengenakan mukena terbaru pemberiannya.

Kupikir pria itu akan bergerak ke luar kamar menuju musholla yang ada di salah satu sudut rumah, lalu memanggil istri-istrinya yang lain untuk menjalankan sholat isya berjamaah.

Akan tetapi, tubuhku hampir menabrak mas Azka ketika ia malah menggelar sajadah di tengah-tengah ruangan, lalu menoleh kebelakang mengisyaratkan padaku untuk mengambil posisi.

"M-mas, kenapa sholatnya disini?" tanyaku pelan.

"Memangnya saya harus sholat dimana?" jawabnya ketus.

Mulutku masih terbuka saat pertanyaanku dijawabnya cepat dengan singkat, padat, dan menohok.

"Mau berdiri disitu, atau ikut saya sholat?" tanyanya lagi mendesak.

"Ikut Mas, ikut!" jawabku tergagap akupun bergegas menggelar sajadah dibelakang tubuhnya, karena biar bagaimanapun sholat berjamaah lebih banyak nilainya dibanding sholat sendirian. Apalagi dengan statusku yang baru saja menyempurnakan separuh agama dengan menjadi seorang istri, maka jumlah pahalanya tentu berkali-kali lipat.

Namun, hal yang membuatku bingung adalah mengapa mas Azka hanya mengajakku sholat berjamaah berdua saja didalam kamar, bukankah ia punya tiga makmum lagi yang harus diimami?

Berbekal prasangka baik jika istri-istri mas Azka yang lain sudah sholat lebih dahulu diawal waktu, akupun ikut saja sholat berjamaah dengan khusyuk tanpa banyak protes, lagipula momen ini cukup membuatku merasa menjadi wanita sempurna dan satu-satunya.

Tak apalah, mungkin juga di malam pertama ini mas Azka memang dipersembahkan diri hanya untukku.

"Bismillah!"

Kurebahkan batang tubuh yang lelah ini menikmati empuknya tempat tidur yang lembut dan wangi setelah sholat Isya berjamaah dengan suamiku.

Napasku mulai tenang dan nyaman, sebab akhirnya aku bisa beristirahat setelah hampir seharian penuh berkutat dengan kesibukan menjadi seorang mempelai. Seluruh tubuhku rasanya pegal sekali seperti dipukul dan dililit seutas tali, untung saja berbaring menjadi solusi menghilangkan rasa penatku itu.

Kusadari mas Azka sudah keluar dari kamar setelah sholat, entah pergi kemana akupun tidak berani bertanya karena segan.

Aku terpaksa mengenakan kemeja kebesaran milik mas Azka, sebab baju-bajuku yang tadi didalam tas malah terbawa pulang oleh bapak, dan penawaran mas Azka tentang usulan meminjam baju pada istri-istrinya berhasil kutolak karena tak ingin merepotkan, toh besok paginya bapak akan datang lagi membawakan baju-bajuku.

Dengan posisi telentang, kubiarkan mata ini perlahan terpejam sambil merentang kedua tangan guna mengencangkan otot-otot, selagi mas Azka belum kembali, maka akulah yang jadi penguasa tempat tidur.

Walau ini malam pertama kami, namun sejujurnya aku tidak menginginkan pria itu berada dikamarku, sebab keberadaannya disini hanya membuatku merasa risih.

Setidaknya aku lebih leluasa bermalasan sesuka hati sampai besok hari jika tanpa mas Azka.

Tak butuh waktu lama untukku sampai ke alam mimpi, karena setelah lima menit menjatuhkan tubuh diatas tempat tidur akupun terlena dan tenang.

"Elva!"

Suara bariton sayup-sayup terdengar memanggil namaku, lalu kemudian menyelimuti setengah badanku, saking ngantuknya aku tak bisa lagi membuka mata.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba tiba saja kurasakan sebuah tubuh kekar dan hangat memeluk diatasku, disematkannya kelima jari kami hingga menyatu, lalu sebuah daging kenyal seketika menempel dibibirku.

Degh.

"Mas belum tidur?" lirihku serak seraya membuka mata.

"Saya tidak bisa tidur, tugasku masih banyak!" ujarnya memandangku dengan sayu.

Tubuhnya yang kuat mengunci tubuh ini, akupun hanya bisa melenting tanpa elakan ketika Mas Azka menyingkap selimut yang baru saja diletakkannya.

Mas Azka mulai hilang kendali terhadap pesonaku, ia yang sudah menguasaiku tiba-tiba memacu hingga lenguhan itu terjadi, dan dengan rasa yang tak karuan kubalas pesonanya dengan dekapan erat pada tubuhnya yang sedang bergejolak.

Bukan, bukan aku yang sengaja melakukannya ...

Tapi anggota tubuh yang terlibat itulah yang bekerja sendiri secara otomatis, dan akupun juga merasakan energiku tiba-tiba habis terkuras.

Cup

Sekali lagi, tubuhku yang terasa koyak ini dimesrai olehnya, setelah menenggelamkan wajah dan memberi tanda kepemilikan di ceruk leher, pria polos itu berguling disampingku, ia terkulai lemas sebelum akhirnya terpejam tenang.

Aku menggelengkan kepala pelan merasakan sesuatu yang lumayan perih, bahkan hatikupun juga ikut perih sesudahnya, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.

Aku mulai mengatur napas, entah bagaimana, kami bisa saling melengkapi dan mengisi peran dalam hal yang masih tabu bagiku. Aku tahu Mas Azka sudah pro, jadi hal ini biasa untuknya, berbeda denganku yang pasti akan mengalami banyak perubahan setelah ini.

Lelah dengan keadaan, akupun memilih mengistirahatkan jiwa raga disisinya.

"Elva!"

Suara bariton yang tegas itu terdengar memanggil namaku, akupun diguncang olehnya sebab tak juga menjawab panggilannya.

"Elva!"

Panggil mas Azka lagi, ia menepis tanganku yang tak sengaja melingkar ditubuhnya, dan dapat kurasakan dia mulai bangkit seraya menyelimutiku yang kedinginan, dan masih mengharap pelukan hangatnya.

Meski sadar dengan semua yang ia lakukan, tapi aku sama sekali belum dapat membuka mata, bukan tidak mau tapi rasanya kedua kelopak ini sangatlah berat dipaksa terangkat.

"Elva bangun!" hardik mas Azka padaku.

"Iya-iya mas!" karena terkejut, akupun kelabakan menegakkan tubuh.

"Apa kamu minum obat ini tadi malam?" tanyanya menunjuk sesuatu diatas nakas yang luput dari perhatianku.

"Memangnya itu obat apa mas?" tanyaku kebingungan, seraya membenarkan penutup tubuh.

"Gak usah banyak tanya, kamu meminumnya atau tidak?" kembali mas Azka menegaskan.

Akupun mengucek kedua mata yang masih buram, kutegakkan tubuh menjadi duduk dengan rambut panjang terurai berantakan sambil memegang erat selimut sebatas dada.

"Elva bahkan gak tau kalau ada obat disitu!" cicitku yang langsung membuat mas Azka mendengkus.

Pria itu berpaling seraya mengusap wajahnya kasar lalu mengetik sesuatu di ponselnya.

Aku yang masih belum mengerti apa-apa hanya bisa menatapnya heran.

Setelah itu, ia berlalu keluar kamar meninggalkanku yang terpaksa mengejar waktu sholat subuh sendirian.

"Mas Azka sudah berangkat ya mbak?" tanyaku sambil celingukan setibanya dimeja makan, kepada tiga wanita yang sudah senior menjadi istri suamiku. Sebab mas Azka tak terlihat disana untuk sarapan bersama.

"Mas Azka nggak bisa malas-malasan kayak kamu, pagi ini dia sudah harus keluar kota!" sahut mbak Damai seadanya seraya mengambil sesendok nasi untuk ia makan sendiri.

Sementara mbak Lena dan mbak Sonia hanya duduk tenang sambil menyantap makanan masing-masing.

"Oh begitu ya!" gumamku pelan menundukkan kepala.

Rasa kecewaku mulai muncul lagi, seolah tak terima kenyataan keberangkatan suamiku tanpa pamit dihari pertama kami sebagai pasutri, apalagi dihari pertama yang harusnya ceria dan bahagia aku malah harus merasa canggung karena berhadapan dengan wanita-wanita ini.

"Sebenarnya rumah tangga macam apa yang sedang kujalani?" hatiku sempat bergumam mengomentari suasana pagi pertamaku dirumah ini, setelah menikah dan bermalam pengantin.

Aneh saja rasanya tinggal satu atap bersama semua madu dan harus saling ... ya begitulah, Apa aku bisa?

Terlihat istri ketiga suamiku itu memindai sinis pada pakaian yang kukenakan.

"Sudah, malam pertamanya?

Uhukkk

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ya elah malam pertama j harus ditanyain ya udah lah iya kl nunggu mp besok rugi dong jangan ya dek ya.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status