Share

3. Malam Pertama

Author: Pineaple
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Masih belum?" tanyanya sambil mengernyit heran.

"Sudah Mas!" aku menjawab sekenanya. Walau aku masih ragu sebenarnya pria itu mau menanyakan tentang apa.

"Kalau sudah mandi, kenapa masih pakai baju itu?" tanyanya memindai sekujur penampilanku.

Akupun tersenyum palsu, untuk menutupi rasa canggung bercampur rasa takut pada komentarnya lagi.

"Elva belum punya baju ganti, mas!" akupun memberitahu dengan ragu-ragu.

Dalam diam, Mas Azka menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ok, mau saya pinjamkan baju sama Sonia, Lena, atau Damai?" tanyanya memberi pilihan.

"Ti-tidak usah mas!" selaku cepat. Jujur, aku sedikit kecewa karena mas Azka hafal betul urutan nama istri-istrinya.

Tapi bukankah itu memang harus, tak mungkin juga mas Azka hanya mengingat satu nama istri saja, dan bukankah itu bentuk jika dirinya memang mampu memiliki istri empat?

Mas Azka kemudian berlalu tanpa banyak bicara lagi, dan akupun gegas mengenakan mukena terbaru pemberiannya.

Kupikir pria itu akan bergerak ke luar kamar menuju musholla yang ada di salah satu sudut rumah, lalu memanggil istri-istrinya yang lain untuk menjalankan sholat isya berjamaah.

Akan tetapi, tubuhku hampir menabrak mas Azka ketika ia malah menggelar sajadah di tengah-tengah ruangan, lalu menoleh kebelakang mengisyaratkan padaku untuk mengambil posisi.

"M-mas, kenapa sholatnya disini?" tanyaku pelan.

"Memangnya saya harus sholat dimana?" jawabnya ketus.

Mulutku masih terbuka saat pertanyaanku dijawabnya cepat dengan singkat, padat, dan menohok.

"Mau berdiri disitu, atau ikut saya sholat?" tanyanya lagi mendesak.

"Ikut Mas, ikut!" jawabku tergagap akupun bergegas menggelar sajadah dibelakang tubuhnya, karena biar bagaimanapun sholat berjamaah lebih banyak nilainya dibanding sholat sendirian. Apalagi dengan statusku yang baru saja menyempurnakan separuh agama dengan menjadi seorang istri, maka jumlah pahalanya tentu berkali-kali lipat.

Namun, hal yang membuatku bingung adalah mengapa mas Azka hanya mengajakku sholat berjamaah berdua saja didalam kamar, bukankah ia punya tiga makmum lagi yang harus diimami?

Berbekal prasangka baik jika istri-istri mas Azka yang lain sudah sholat lebih dahulu diawal waktu, akupun ikut saja sholat berjamaah dengan khusyuk tanpa banyak protes, lagipula momen ini cukup membuatku merasa menjadi wanita sempurna dan satu-satunya.

Tak apalah, mungkin juga di malam pertama ini mas Azka memang dipersembahkan diri hanya untukku.

"Bismillah!"

Kurebahkan batang tubuh yang lelah ini menikmati empuknya tempat tidur yang lembut dan wangi setelah sholat Isya berjamaah dengan suamiku.

Napasku mulai tenang dan nyaman, sebab akhirnya aku bisa beristirahat setelah hampir seharian penuh berkutat dengan kesibukan menjadi seorang mempelai. Seluruh tubuhku rasanya pegal sekali seperti dipukul dan dililit seutas tali, untung saja berbaring menjadi solusi menghilangkan rasa penatku itu.

Kusadari mas Azka sudah keluar dari kamar setelah sholat, entah pergi kemana akupun tidak berani bertanya karena segan.

Aku terpaksa mengenakan kemeja kebesaran milik mas Azka, sebab baju-bajuku yang tadi didalam tas malah terbawa pulang oleh bapak, dan penawaran mas Azka tentang usulan meminjam baju pada istri-istrinya berhasil kutolak karena tak ingin merepotkan, toh besok paginya bapak akan datang lagi membawakan baju-bajuku.

Dengan posisi telentang, kubiarkan mata ini perlahan terpejam sambil merentang kedua tangan guna mengencangkan otot-otot, selagi mas Azka belum kembali, maka akulah yang jadi penguasa tempat tidur.

Walau ini malam pertama kami, namun sejujurnya aku tidak menginginkan pria itu berada dikamarku, sebab keberadaannya disini hanya membuatku merasa risih.

Setidaknya aku lebih leluasa bermalasan sesuka hati sampai besok hari jika tanpa mas Azka.

Tak butuh waktu lama untukku sampai ke alam mimpi, karena setelah lima menit menjatuhkan tubuh diatas tempat tidur akupun terlena dan tenang.

"Elva!"

Suara bariton sayup-sayup terdengar memanggil namaku, lalu kemudian menyelimuti setengah badanku, saking ngantuknya aku tak bisa lagi membuka mata.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba tiba saja kurasakan sebuah tubuh kekar dan hangat memeluk diatasku, disematkannya kelima jari kami hingga menyatu, lalu sebuah daging kenyal seketika menempel dibibirku.

Degh.

"Mas belum tidur?" lirihku serak seraya membuka mata.

"Saya tidak bisa tidur, tugasku masih banyak!" ujarnya memandangku dengan sayu.

Tubuhnya yang kuat mengunci tubuh ini, akupun hanya bisa melenting tanpa elakan ketika Mas Azka menyingkap selimut yang baru saja diletakkannya.

Mas Azka mulai hilang kendali terhadap pesonaku, ia yang sudah menguasaiku tiba-tiba memacu hingga lenguhan itu terjadi, dan dengan rasa yang tak karuan kubalas pesonanya dengan dekapan erat pada tubuhnya yang sedang bergejolak.

Bukan, bukan aku yang sengaja melakukannya ...

Tapi anggota tubuh yang terlibat itulah yang bekerja sendiri secara otomatis, dan akupun juga merasakan energiku tiba-tiba habis terkuras.

Cup

Sekali lagi, tubuhku yang terasa koyak ini dimesrai olehnya, setelah menenggelamkan wajah dan memberi tanda kepemilikan di ceruk leher, pria polos itu berguling disampingku, ia terkulai lemas sebelum akhirnya terpejam tenang.

Aku menggelengkan kepala pelan merasakan sesuatu yang lumayan perih, bahkan hatikupun juga ikut perih sesudahnya, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.

Aku mulai mengatur napas, entah bagaimana, kami bisa saling melengkapi dan mengisi peran dalam hal yang masih tabu bagiku. Aku tahu Mas Azka sudah pro, jadi hal ini biasa untuknya, berbeda denganku yang pasti akan mengalami banyak perubahan setelah ini.

Lelah dengan keadaan, akupun memilih mengistirahatkan jiwa raga disisinya.

"Elva!"

Suara bariton yang tegas itu terdengar memanggil namaku, akupun diguncang olehnya sebab tak juga menjawab panggilannya.

"Elva!"

Panggil mas Azka lagi, ia menepis tanganku yang tak sengaja melingkar ditubuhnya, dan dapat kurasakan dia mulai bangkit seraya menyelimutiku yang kedinginan, dan masih mengharap pelukan hangatnya.

Meski sadar dengan semua yang ia lakukan, tapi aku sama sekali belum dapat membuka mata, bukan tidak mau tapi rasanya kedua kelopak ini sangatlah berat dipaksa terangkat.

"Elva bangun!" hardik mas Azka padaku.

"Iya-iya mas!" karena terkejut, akupun kelabakan menegakkan tubuh.

"Apa kamu minum obat ini tadi malam?" tanyanya menunjuk sesuatu diatas nakas yang luput dari perhatianku.

"Memangnya itu obat apa mas?" tanyaku kebingungan, seraya membenarkan penutup tubuh.

"Gak usah banyak tanya, kamu meminumnya atau tidak?" kembali mas Azka menegaskan.

Akupun mengucek kedua mata yang masih buram, kutegakkan tubuh menjadi duduk dengan rambut panjang terurai berantakan sambil memegang erat selimut sebatas dada.

"Elva bahkan gak tau kalau ada obat disitu!" cicitku yang langsung membuat mas Azka mendengkus.

Pria itu berpaling seraya mengusap wajahnya kasar lalu mengetik sesuatu di ponselnya.

Aku yang masih belum mengerti apa-apa hanya bisa menatapnya heran.

Setelah itu, ia berlalu keluar kamar meninggalkanku yang terpaksa mengejar waktu sholat subuh sendirian.

"Mas Azka sudah berangkat ya mbak?" tanyaku sambil celingukan setibanya dimeja makan, kepada tiga wanita yang sudah senior menjadi istri suamiku. Sebab mas Azka tak terlihat disana untuk sarapan bersama.

"Mas Azka nggak bisa malas-malasan kayak kamu, pagi ini dia sudah harus keluar kota!" sahut mbak Damai seadanya seraya mengambil sesendok nasi untuk ia makan sendiri.

Sementara mbak Lena dan mbak Sonia hanya duduk tenang sambil menyantap makanan masing-masing.

"Oh begitu ya!" gumamku pelan menundukkan kepala.

Rasa kecewaku mulai muncul lagi, seolah tak terima kenyataan keberangkatan suamiku tanpa pamit dihari pertama kami sebagai pasutri, apalagi dihari pertama yang harusnya ceria dan bahagia aku malah harus merasa canggung karena berhadapan dengan wanita-wanita ini.

"Sebenarnya rumah tangga macam apa yang sedang kujalani?" hatiku sempat bergumam mengomentari suasana pagi pertamaku dirumah ini, setelah menikah dan bermalam pengantin.

Aneh saja rasanya tinggal satu atap bersama semua madu dan harus saling ... ya begitulah, Apa aku bisa?

Terlihat istri ketiga suamiku itu memindai sinis pada pakaian yang kukenakan.

"Sudah, malam pertamanya?

Uhukkk

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ya elah malam pertama j harus ditanyain ya udah lah iya kl nunggu mp besok rugi dong jangan ya dek ya.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   4. Bohong

    Tiba-tiba saja maduku mbak Damai bertanya demikian, dengan wajah datar sambil menyuap sarapannya, seolah yang dibicarakan bukanlah suaminya sendiri. Aku tak habis pikir. Bisa bisanya ia bertanya seperti itu. Aku yang sempat tersedak lalu meneggak segelas air kemudian mengangguk malu-malu memberi jawaban jujur pada wanita itu. "Trus kamu berhasil dapat apa, Ruko, Mobil, atau Rumah?" tanya Lena menambahkan. Ekspresi wanita itupun sama, yaitu biasa saja. Padahal kemarin-kemarin mbak Lena mengaku sangat mencintai mas Azka, sebagai istri ke-2 cinta seperti apa yang dimaksud, jika responnya sebiasa itu saat tahu sang suami baru saja menikmati malam pengantin dengan wanita lain? Akupun menggelengkan kepala, "Saya tidak minta apa-apa sama Mas Azka!" jawab ku kemudian. Sonia yang merupakan istri pertama tiba-tiba menghentikan makannya lalu menyipitkan mata kepadaku. "Kamu ini bodoh atau apa, masa iya seorang gadis menyerahkan keperawanannya tanpa minta imbalan!" tanya Son

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   5. Benang Kusut

    "Enak makanannya?" tanyaku kepada bocah lelaki dihadapanku yang kelihatannya lapar sekali. Iapun menjawabku sambil mengangguk girang tak berhenti mengunyah. Usut punya usut bocah yang lumayan mudah diajak berinteraksi itu bernama Chandra dan dia juga mengakui bahwa Mas Azka adalah papanya setelah aku menunjukkan foto suamiku yang tersimpan di galeri ponsel. Betapa kecewanya hati ini, setelah drama tentang mencoba mengikhlaskan berbagi suami belumlah usai, kini akupun harus menerima sebuah kebohongan yang baru terungkap. Ternyata anak yang sedang lahap menyantap telor ceplok buatanku adalah anak sambungku sendiri. Teganya mereka semua, ini lebih menyedihkan dari menikahi seorang duda berbuntut tiga. Parah, kebohongan Mas Azka dan tiga istrinya sangat-sangat membuatku kecewa. Akupun segera berlalu setelah berhasil menenangkan anak lelaki itu kembali ke kamarnya. Sumpah ... Belum genap sehari aku tinggal disini, tapi mereka sudah berkali-kali membuatku kecewa. Entah kebo

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   6. Jangan Cemas

    "Pak!" panggilku cepat pada sosok lelaki paruh baya yang baru tiba dengan tas besarnya.Kebetulan, aku baru saja selesai menjemur pakaian disamping rumah yang masih bisa melihat ke arah sana."Elva!" balasnya seraya tersenyum menyambut kedatanganku yang segera menghampiri.Setelah aku menyalaminya, beliau sekilas memindai sekujur tubuhku yang masih mengenakan kemeja kebasaran milik suamiku, untungnya sekarang aku sudah memakai legging daleman gaunku kemarin, jadi aku tak terlalu terlihat mengenaskan didepan orangtuaku."Maaf, kemarin tas kamu malah kebawa bapak lagi !" ucapnya seraya meninggikan tas besar tersebut didepanku."Gapapa pak, yuk masuk!" segera kuseka keringat, sambil menggiring beliau masuk ke rumah bersama yang kutempati bersama tiga istri mas Azka lainnya.Seraya melangkahkan kaki, terdengar helaan napas bapak sedang mengedarkan pandangannya pada keadaan rumah suamiku yang cukup besar ini."Rumah kamu nyaman ya?" komentarnya reflek penuh syukur. Untuk kesan pertama ku

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   7. Lagi

    "Mas!"Aku kembali terpekik melihat suamiku yang baru pulang itu, wajahnya yang lelah membuatku bangkit menghampiri untuk membantunya membuka pakaian."Sini tasnya mas!" ucapku menyambut tas kerja yang ia bawa. Pria itu memberikannya tanpa banyak drama. Sebagai istri yang baik, aku berlanjut membantu mas Azka melepaskan jas dan kemejanya satu persatu.Bekerja seharian dan harus pergi keluar kota demi menghidupi empat istri dan satu anak tentunya sangat melelahkan bukan? Dari itu, aku mencoba mengerti kondisi suamiku, dengan tidak langsung bertanya. Walaupun sebenarya isi kepalaku sudah hampir meledak ingin menuntut penjelasan tentang keberadaan Chandra.Setelah pakaian formal itu terlepas menyisakan celana panjang saja, ia berlalu menuju kamar mandi tanpa menoleh padaku sedikitpun.Sedangkan aku hanya bisa mendesah melihatnya, sungguh aku merasa hanya menjadi penambah bebannya saja, dan pernikahanku ini entah akan kemana tujuannya."Kamu sudah makan?" tanya mas Azka muncul mengagetk

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   8. Mengapa Tak Jujur Saja?

    "Ap apa mas?" tanyaku serak, sebab pertanyaan suamiku kurang jelas terdengar. "Apa kamu sudah minum obat dari Lena?" mas Azka mengulang. "I-itu, saya lupa mas!" akuku dengan jujur. Sebab, aku tak pandai berbohong apalagi didepan mas Azka dalam keadaan seperti ini. Lenguhan saja kusuarakan dengan lantang, walau otak ini melarangnya, tapi bahasa tubuhku memang kelewat jujur dan susah diajak bekerjasama. "Serius kamu lupa meminumnya?" tanya mas Azka memastikan. Akupun terpaksa mengangguk lemah, diri ini pasrah dan sudah siap mendapat makian darinya. Terserah lah, kedepannya mas Azka mau marah sebab ini sudah kedua kalinya kami berhubungan tanpa bantuan obat penyubur itu, sedangkan yang kutahu tujuannya menikahiku pun dengan alasan ingin memiliki anak kandung. "Bagus!" serunya tiba-tiba mengecup bibirku lembut, namun sama sekali tak memberikan penjelasan apa-apa padaku yang terkesiap dengan mata membulat sempurna.Masih dalam posisi yang sama, ia melanjutkan kegiatan pa

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   9. Biarkan

    Terpaksa kulontarkan kalimat tak pantas itu pada suamiku, sebab emosiku mulai memuncak dan gemas padanya.Pria itu cukup terkejut mendengarnya karena mungkin ia tidak menyangka jika aku bisa menuduhnya seperti itu.Memangnya aku harus bagaimana lagi?Mas Azka terlihat menghentikan langkahnya, ia menoleh padaku lagi dengan tatapan yang sulit kuartikan."Kamu menganggapku seperti itu?" Mas Azka malah balas bertanya, ia menatapku tajam seolah menanti jawaban dariku.Namun, kesempatan menjawab itu tak aku manfaatkan dengan baik, bertemu dengan tatapan matanya seperti membuatku bungkam tak bersuara. Pria itu mendengkus kasar dan lanjut berlalu mengetahui aku yang tak punya jawaban pasti. Sepertinya ia paham betul jika yang terlontar dari mulutku hanyalah sebuah luapan emosi."Baiklah! Elva minta maaf karena sudah lancang!" batinku seraya menunduk merelakan mas Azka keluar dari kamar ini.Ya ... mungkin akulah yang terlalu sensitif, mungkin aku yang terlalu berburuk sangka, mungkin aku y

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   10. Sekedar Mampir

    "Kok makannya dikasi ke Tini?" Abizar kembali datang menemuiku saat jam kerja kami telah selesai. Wajahnya terlihat kusut dan tak bersahabat. Kurasa ia tidak suka dengan inisiatifku memberikan bubur ayam darinya kepada Tini. "Ya kan daripada mubazir!" ungkapku meminta pengertiannya. "Seenggaknya kamu bisa makan itu pas makan siang, kan?" tanya pria itu lagi terkesan memaksakan kehendak. "Gak bisa Abi, makan siang aku udah bawa dari rumah!" seruku berbohong. Padahal aku tetap makan siang seperti biasa bersama Tini di warteg langganan. pria itu terlihat mendengkus kasar seraya menyalakan motornya. "Yaudah, lain kali aku males ngasi kamu sarapan lagi!" ungkapnya pada kekesalan. "Ya ampun Abi, gitu aja marah, sayang banget itu bubur gak jadi pahala soalnya pemberinya gak ikhlas." tak ingin kang bengkel terus menerus menekuk wajah, akupun mencoba membujuk. "Huh, bisa aja kamu!" dengkusnya menyimpan senyum saat menunduk lalu kembali melihat ke arahku. "Yuk balik!" ajaknya me

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   11. Berarti

    "Masa dicariin? kan Elva bukan anak kecil!" sahutku tak yakin, sambil melenggang memasuki rumah."Masa suami gak nyariin istrinya?" bapak balas bertanya."Ya kan Elva istri keempat Pa, kalaupun Elva terlambat, apa mungkin dia sadar, kan masih ada tiga perempuan yang masih menemaninya dirumah?" jawabku ragu, seolah mengeluhkan ketidaknyamanan saat harus tinggal satu rumah dengan madu lainnya. Risih ... tentu saja, namun aku tak bisa berbuat apa-apa selama ketiga wanita itu merasa aman-aman saja."Mau istri keberapapun, kalau hatinya ada sama kamu, gak mungkin dia lupa!" bapak coba menengahi karena tahu aku pasti mulai tertekan dengan hidupku.Mungkin bapak lumayan kasihan melihat pengorbananku demi membebaskannya walau entah ini bisa disebut pengorbanan atau tidak."Gimana mau ada hati, nikah aja baru hitungan hari!"Aku hanya bisa menanggapi sanggahan bapak dengan mendesah berat, karena rasanya itu tak mungkin. Bukankah selama ini hubungan yang terjalin antara kami berdua hanya seba

Latest chapter

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   42. Apakah Salah?

    "Sebenarnya ada apa antara kalian berdua, hemm??" Suamiku bergeleng kepala tak terima dengan permintaanku."Enggak ada mas." jawabku meyakinkan."Tidak mungkin hubungan kalian hanya sebatas teman jika tatapannya saja seperti itu!" mas Azka mengemukakan keresahan hatinya."Serius mas nggak ada, baiklah jika mas masih melarang, itu artinya mas meragukan kesetiaan El." ucapku pasrah.Mas Azka terlihat mengepalkan kedua tangan dan menatapku geram."Semuanya terserah mas, El akan patuh sekalipun mas tetap melarang. Tapi sebuah hubungan tidak akan berjalan baik jika ada ketidakpercayaan didalamnya. Dan dari situ El bisa tahu perasaan mas yang sesungguhnya sama El, apakah cinta yang tulus atau hanya sebuah obsesi." ucapanku sukses membuat mas Azka makin mematung.Bukan maksudku ingin menceramahinya, seolah akulah istri yang sempurna, tapi aku hanya ingin membuka pikirannya. Bahkan karena itu aku sudah menurunkan ego yang sangat ingin tahu tentang hubungan mas Azka dengan istri lainnya."Apa

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   41. Harusnya

    Huachhiimmm"Ini yang terakhir, sekali lagi kamu berurusan dengannya, maka bengkel itu akan saya ratakan dengan tanah!" peringat mas Azka tegas sambil memberikan selembar cek kosong yang sudah ditandatangani kepadaku.Bahkan saking kesalnya, ia terus memarahiku dan tak peduli padaku yang sejak tadi bersin-bersin karena sakit setelah ikut mandi berendam bersamanya.Huachiiim"Iya mas, iya ... tapi ini apa?" tanyaku kebingungan menerima cek kosong tersebut.HikAku mencoba meluruskan pandangan ke arah mas Azka meskipun rasanya berat sekali. Bukannya apa-apa, kondisi saluran pernapasanku sedang tidak baik-baik saja, karena itulah aku mengalami hidung tersumbat dan bersin tak henti-henti, apalagi sekarang ini aku tak bisa jauh-jauh dari kotak tisyu, cairan bening yang keluar dari dua lubang udara itu semakin membuatku tak karuan."Bayaran untuknya karena sudah jagain bapak, dia bisa mengisi dengan jumlah berapapun." kata mas Azka berpaling dingin."Lihat saja, dari situ kamu pasti tahu,

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   40. Tak Suka

    "Kenapa harus dia sih, El?" mas Azka berdecak marah sambil menyeret koper dan memasuki lift menuju kamar kami. "Mas, jangan salah paham, memang dari dulu cuma kak Abi yang kenal baik sama bapak!" terangku menjelaskan. "Kamu bilang kalian cuma kenal di tempat kerja, lalu kenapa bisa sampai sedekat itu!" mas Azka mulai terang memancarkan aura kecemburuan. "Iya awalnya kita memang baru kenal ditempat kerja, tapi pas pertama kali ka Abi main kerumah dia langsung akrab sama bapak." jelasku tanpa ada kebohongan. "Kalian pacaran?" sarkas mas Azka. "Enggak, mas." Aku langsung bergeleng kepala mengelak. "Ngapain mampir-mampir?" tanyanya kesal. Ting Pintu lift terbuka, mas Azka menoleh dan terdiam sejenak, ekspresi yang tadinya galak coba ia normalkan, tak ingin memperlihatkan perdebatan pada penghuni hotel lain yang ingin menggunakan lift setelah kami. Suamikupun melangkah keluar dari lift dengan cepat, meninggalkan aku yang tergopoh menyetarai langkah lebarnya. "Kak Abi mam

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   39. Ku Tak Bisa

    Hiks...Kedua mataku terpejam dengan sekujur tubuh yang menegang ketika pesawat yang sedang kutumpangi tiba-tiba bergetar dan mengeluarkan bunyi nyaring.Sisa sisa kesedihan karena informasi dari mas Azka akhirnya tak bisa kusembunyikan lagi. Akupun menangis mengiringi rasa ketakutan yang kian menjadi, seperti pesawat terbang meninggalkan daratan menuju angkasa.Mendengar isak tangis, rupanya mas Azka pun memusatkan perhatian padaku. Tanpa diminta, pria itu tiba-tiba menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku seperti mengikat sebuah janji.Aku yang tadinya gemetar pun segera membolakan mata, terkejut dengan perlakuan itu. Bagaimana tidak, masalahnya tadi saat mas Azka mengatakan akan membawaku ke Australia, ekspresiku hanya diam lalu tertunduk sedih. Karena itu mungkin mas Azka mengira aku tidak senang berlibur dengannya, hingga ia kecewa dan kembali mendengkus lalu mendiamkanku lagi.Padahal aslinya aku hanya menghawatirkan bapak, karena kupikir bapak benar-benar sakit. M

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   38. Honeymoon

    "Ibu Elva Ivara?" Seorang pria berseragam warna putih tiba-tiba menghampiri dan memastikan identitasku saat berada di ruang tunggu sebelum masuk ke pesawat. "Iya saya!" sahutku mengangguk canggung dengan wajah yang nampak bingung, sambil menoleh ke arah Septo yang tadi menjemput dan membawaku ketempat ini. "Mari bu, ikut saya!" kemudian seorang pramugari ikut menghampiri dengan senyum menawan, mengarahkanku menuju kursi penumpang yang sudah dipesan mas Azka, tempat dimana ia sudah menunggu. Akupun mengangguk dan mengikuti wanita itu memasuki badan pesawat dengan kaki yang gemetar pelan. Karena sebenarnya, ini kali pertamaku naik pesawat, maka dari itu, aku mengalami keringat dingin dan mendadak tremor takut-takut. "Silakan bu, disini!" wanita itu berbalik dan mempersilakan aku untuk duduk dibangku yang sudah disiapkan. Sampai disini, aku masih kebingungan dan mengangguki wanita itu seraya menuruti perintahnya. Kupikir, mas Azka sudah berada disana, namun hingga detik i

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   37. Yang Manis Tapi Disembunyikan

    "Mbak El!" Keesokan harinya, Laila tiba-tiba memanggil lalu segera menghampiriku tergopoh-gopoh. Aku yang baru selesai sholat subuh dan pergi ke dapur ingin membantu menyiapkan sarapan segera memusatkan perhatian pada wanita itu. "Ada apa?" tanyaku penasaran. Tanpa berkata-kata, Laila langsung memutar tubuhku sambil memindainya dari atas hingga kebawah. "Ada apa sih?" tanyaku makin kebingungan. "Mbak El gak diapa-apain sama Tuan Azka, kan?" tanya wanita itu cemas. "Diapa-apain, maksudnya?" akupun reflek membeo seraya terkekeh dengan alis bertaut dalam. "Anu ... itu loh, kemarin kan kalian bertengkar, takutnya mbak El...?" Laila terdengar kebingungan ingin mendeskripsikan kekhawatirannya. Namun aku segera paham dan berusaha meyakinkan. "Gak marah kok, cuma salah paham aja!" akupun tersenyum seraya memegang kedua bahu wanita itu meyakinkannya. "Syukurlah!" ucapnya menghela napas lega dan percaya. Rupanya, selain mbak Damai yang tercengang melihat kemarahan mas Azka

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   36. Dihukum Honeymoon

    "El, kemana saja kamu? Kok gak jagain Chan-" Mbak Damai seketika terdiam dan berhenti mengomel disaat mas Azka ikut masuk kerumah menyusulku yang baru saja pulang bersama pria itu. Akupun mengabaikan ucapan wanita yang menyambangku dengan pertanyaan didepan pintu, aku melengos begitu saja langsung masuk ke kamar dengan mas Azka yang juga terus mengekor dibelakangku. Pria itu juga melangkah cepat mengabaikan mbak Damai yang masih mematung menatap gelagat kami berdua, seperti sedang kejar-kejaran. Braak Kututup pintu kamar dengan kasar, namun tetap di dobrak mas Azka yang ikut masuk lalu menutupnya lagi tak kalah kasar. "Kenapa malah kamu yang marah?" tanyanya terdengar emosi. Mas Azka tak suka pada sikapku yang balas mendiamkannya, bahkan aku menolak saat suamiku ingin menciumku saat dimobil tadi. Tak heran jika mas Azka marah padaku karena merasa dikhianati. Tapi aku juga berhak untuk berontak pada sikapnya yang kasar dan posesif itu. "Gimana El gak marah, sikap ma

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   35. Jangan Ditunda-tunda

    "Gapapa nih, telur gulungnya buat Elva?" tanyaku pada kak Abizar yang kini malah duduk bersama denganku sambil minum es kelapa muda."Ambil aja El, habisin!" serunya tersenyum lalu kembali sibuk mendulang daging kelapa muda yang tenggelam didasar gelasnya."Makasih!" seruku bersemangat mengambil sisa telur kesukaan kami berdua.Mulanya, aku memang berniat menghindari kang bengkel itu. Namun, aku tiba-tiba berubah pikiran saat menyadari ada hal yang harus aku tuntaskan dengannya.Berhubung telur gulung yang kuinginkan telah diborong habis oleh Kak Abi. Iapun menawariku telur pesanan terakhir itu untuk dimakan berdua, jadilah kini kami kembali nongkrong bersama setelah sekian lama tak bertemu.Karena momen di tempat nongkrong ini cukup istimewa dan menjadi salah satu kegiatan favoritku, akupun menunda sejenak penjelasan yang ingin kusampaikan, dan memilih menikmati hidangan terlebih dahulu karena tak ingin merusak suasana.Meski begitu, jangan khawatir sebab pasti aku akan memberitahun

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   34. Sumber Masalah

    "Papa Can udah berangkat?" tanyaku pada Chandra yang sedang bermain kelinci dihalaman belakang.Aku bertanya, karena aku baru kembali setelah meninggalkannya pergi ke toilet.Aku menurunkan kedua bahu, karena tidak mendapatkan jawaban dari bocah itu. Maklum saja, aku memang tidak bisa berharap banyak pada jawabannya, anak itu labil dan ia akan menjawab jika ia mau.Menyadari keadaan rumah yang kembali lengang, sudah pasti para maduku telah berangkat ke tempat kerja mereka. Pun dengan mbak Damai yang juga memilih minggat entah kemana bahkan sebelum yang lainnya berangkat.Sedangkan aku yang masih berharap kehadiran mas Azka segera berjalan menuju ruang kerjanya."Titip cacan sebentar ya!" ucapku lagi pada Laila yang sedang beberes didapur untuk mengawasi anak itu. Tak perlu ditemani karena ia terlihat sedang seru sendiri dengan kelincinya.Memastikan kesediaan Laila, aku berjalan memeriksa ruangan suamiku."Mas ... !" panggilku pelan-pelan sambil terus melangkah.Tidak ada sahutan dar

DMCA.com Protection Status