MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU

MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU

last updateLast Updated : 2023-05-31
By:  Aksara OceanCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
37Chapters
3.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Arra harus menelan pil pahit, saat mertuanya meminta dia untuk mengikhlaskan suaminya menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Hanya karena Arra belum bisa memberikan ssorang cucu dan juga keturunan untuk keluarga mereka. Setelah melakukan banyak sekali pertimbangan, akhirnya Arra setuju agar Arya menikah lagi. Tetapi lambat laun, semua kebohongan dan rahasia yang Arya dan keluarganya sembunyikan terkuak ke permukaan. Mampukah Arra menghadapi semuanya? Ikuti terus kisahnya di, MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU

View More

Chapter 1

1. Permintaan Ibu Mertuaku

1. Permintaan Ibu mertuaku

“Negatif lagi, Ra?” 

Ibu bertanya dengan nada lembut, namun aku tahu kalau dia tengah kecewa berat saat ini. Bagaimana tidak, di usia pernikahanku yang sudah menginjak angka dua tahun, aku dan suamiku belum juga diberi rezeki momongan oleh Allah.

Wajar jika Ibu kecewa, Mas Arya yang merupakan suamiku adalah anak tunggal. Jadi wajar saja, kalau Ibu sudah amat sangat ingin menggendong cucu dari kami. Wajah tuanya nampak sedih, apalagi saat dia menghela nafas panjang, aku bisa merasa dunia hampir runtuh saat itu juga.

“Iya, Bu,” sahutku dengan lirih. “Maafkan Arra ya, Bu—”

“Nggak usah minta maaf, Nduk.” Ibu memotong ucapanku. “Yang namanya keturunan, itu adalah hak prerogatif dari Allah, kita sebagai makhluk ndak bisa mengaturnya,” kata Ibu dengan lembut.

“Ta—”

“Udah! Nggak usah tapi-tapian, Ibu ndak suka kalau kamu sedih.” Ibu berucap tegas.

“Bagaimana kalau ternyata Arra tidak bisa memberikan Ibu dan Bapak seorang cucu?” tanyaku dengan nada sedih.

Mati-matian aku menahan getar suaraku, aku tidak mau dianggap lemah dan juga cengeng, tapi tetap saja … pembahasan masalah anak benar-benar membuat aku menjadi tak berdaya.

Aku mengerjapkan mataku, dan mendongak saat hanya keheningan yang mendominasi. Ibu belum menjawab, dan aku merasa gundah karenanya. Aku takut, entah karena apa.

“Bu—”

“Ra!” Ibu memotong ucapanku untuk yang ketiga kalinya.

“Iya, Bu?”

Walau kaget, tapi aku tetap saja berusaha tersenyum dan menatap Ibu dengan pandangan yang amat tulus dan juga penuh kasih sayang. Kedua orang tuaku sudah meninggal, dan aku tak punya saudara karena aku memang anak tunggal. 

Aku hanya memiliki seorang Pakde, Pakde Ahmad namanya. Kakak kandung Bapak, yang tinggal di desa ini juga. Pakde Ahmad punya dua orang anak, Mbak Yuli dan juga Mas Bagas. Hanya merekalah saudaraku, karena Ibu adalah orang dari luar pulau yang merantau ke sini. 

Setahuku, Ibu adalah anak yatim piatu dan sebatang kara, jadi beliau sama sekali tidak memiliki saudara. Dengan aku yang menyandang status sebagai yatim piatu, jelas saja aku amat menyayangi kedua mertuaku ini.

Apalagi mereka juga sangat menyayangiku, dan juga sudah menganggapku sebagai anak sendiri. Hal itu lah yang membuat aku tak sanggup, jika ada mendung kesedihan di wajah tua mereka.

"Arra sayang sama Ibu?" tanya Ibu dengan nada lembut.

"Ibu ini ngomong apa? Jelas Arra sayang banget sama Ibu." Aku memasang wajah keheranan. 

Wajah Ibu lantas berseri, senyum kecil terbit di wajah tuanya. Ibu yang kali ini menggunakan jilbab instan berwarna maroon, sukses terlihat lebih cantik di mataku.

Namun sedetik kemudian, senyuman di bibir Ibu lantas luntur dan lenyap begitu saja. Sehingga hal itu sukses membuat aku langsung mengernyitkan keningku, merasa heran luar biasa karenanya.

"Ibu kenapa?" tanyaku ingin tahu.

Tanganku dengan cepat menggenggam tangannya, walau sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan, tetapi tangan Ibu terasa lembut dan juga halus.

Jelas saja, itu karena aku yang tak membiarkan Ibu bekerja sedikitpun. Semua urusan rumah dikerjakan oleh Mbok Yah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada keluargaku saat kedua orang tuaku masih hidup.

Mbok Yah dulunya adalah pengasuhku, karena Ibu dan juga Bapak sibuk di perkebunan teh, makanya mereka mempekerjakan Mbok Yah. Alhamdulillah, sampai sekarang Mbok Yah masih setia bekerja di sini.

"Ra, Ibu bingung," ujar Ibu tiba-tiba.

"Bingung? Ibu bingung kenapa?" tanyaku lagi.

"Ibu sangat menginginkan seorang cucu, Ra!" Wajah Ibu sudah basah, dengan air matanya yang mengalir deras. "Huhuhu, Ibu ingin menggendong cucu!" Ibu menangis terisak-isak.

Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar kehilangan suaraku saat ini, aku benar-benar seperti orang bodoh, yang hanya bisa bengong dan menatap Ibu yang kini sudah mengusap wajahnya menggunakan ujung jilbabnya.

"I—Ibu berusaha sabar, berusaha legowo. Ta—tapi Ibu ndak bisa, Nduk …." Ibu berujar dengan terbata-bata.

"Ta—tapi, tapi Bu—"

Aku ingin berteriak, bukankah tadi Ibu bilang keturunan adalah hak prerogatif Allah? Tapi, kenapa sekarang Ibu menuntut lebih? Bahkan belum lima menit ucapan itu beliau lontarkan, lalu kenapa sudah berubah.

"Sudahlah, lupakan!" Ibu hendak bangkit berdiri, suaranya terdengar bergetar kembali. "Maaf jika Ibu terkesan plin-plan, tapi Ibu sangat ingin menggendong cucu, Ra," ujar Ibu lagi dengan nada sendu.

Dia lalu beranjak ke kamarnya, dan aku tak kuasa menahan semua rasa bersalah ini. Demi Allah, aku merasa hancur saat melihat punggung Ibu yang kembali bergetar.

Aku lantas bangkit, dan mengejar Ibu. Sebelum tangannya sempat membuka pintu kamar, aku sudah menggamit lengan Ibu terlebih dahulu. Hal itu sukses membuat Ibu menoleh, dan tak salah perkiraanku, Ibu saat ini sedang menangis lagi.

"Bu, maafkan Arra," kataku hampir terisak. "Ji—jika … ada yang bisa Arra lakukan untuk Ibu, Arra janji akan melakukannya!" kataku lagi.

"Nduk, ada seorang janda yang miskin, dan dia tinggal hanya berdua dengan anaknya. Mereka tinggal di gubuk, dan bekerja sebagai tukang cuci agar bisa memberi makan anaknya." Ibu tiba-tiba bercerita, dan hal itu sukses membuat aku bingung.

"La—lalu? Ibu ingin kami mengadopsi anak dari wanita itu?" tanyaku dengan bingung.

"Tidak, Ibu ingin kamu mengikhlaskan Arya untuk menikah dengan wanita itu!" ujar Ibu dengan tegas.

"A—apa?"

“Sini, sini duduk!” 

Ibu menarik tanganku masuk ke kamarnya, dan dengan langkah terpaksa kakiku mengikuti langkah kakinya yang terlihat amat bersemangat.

“Namanya Mela, dia seorang janda yang tinggal di kampung kami dulu.” Ibu memulai pembicaraan. “Mela kehilangan suaminya dalam kecelakaan kerja di pabrik, dan sekarang dia harus menjadi buruh cuci untuk menghidupi anaknya yang masih berusia tiga tahun.” Ibu kembali berbicara.

Kampung Ibu dan Bapak? Aku belum pernah ke sana, karena memang semenjak menikah bersama Mas Arya, Ibu dan juga Bapak langsung pindah ke sini. Jarak yang ditempuh ke sana cukup jauh, sekitar seratus dua puluh kilometer, karena rumahku dan juga kampung halaman Mas Arya memang beda kabupaten. 

Selain jarak tempuh yang jauh, penyebab lain yang membuat aku tak pernah ke sana adalah karena memang Ibu dan juga Bapak yang ada di sini. Hanya Mas Arya lah yang masih rutin ke sana, karena mereka memang masih mempunyai kebun sawit yang kini dijaga oleh adik Ibu.

Aku masih membatu, belum bisa mencerna semuanya dengan pikiranku yang kalut. Ibu yang meminta aku mengikhlaskan Mas Arya untuk menikah lagi, mengenai Mela yang janda dengan kehidupan menyedihkan, semua itu sukses membuat aku gamang.

"Nduk … hidup Mela benar-benar sangat prihatin, dia hidup hanya dengan mengandalkan tenaganya demi bisa mengenyangkan perut anaknya. Bukankah janda seperti itu, bisa di jadikan istri kedua bagi Arya? Wanita lemah, susah, dan juga hidup di bawah garis kemiskinan." Ibu mengusap kepalaku yang tertutup jilbab berwarna lilac.

Lalu? Apa aku harus mengorbankan diriku sendiri demi kebahagiaan janda itu?

********

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
37 Chapters
1. Permintaan Ibu Mertuaku
1. Permintaan Ibu mertuaku“Negatif lagi, Ra?” Ibu bertanya dengan nada lembut, namun aku tahu kalau dia tengah kecewa berat saat ini. Bagaimana tidak, di usia pernikahanku yang sudah menginjak angka dua tahun, aku dan suamiku belum juga diberi rezeki momongan oleh Allah.Wajar jika Ibu kecewa, Mas Arya yang merupakan suamiku adalah anak tunggal. Jadi wajar saja, kalau Ibu sudah amat sangat ingin menggendong cucu dari kami. Wajah tuanya nampak sedih, apalagi saat dia menghela nafas panjang, aku bisa merasa dunia hampir runtuh saat itu juga.“Iya, Bu,” sahutku dengan lirih. “Maafkan Arra ya, Bu—”“Nggak usah minta maaf, Nduk.” Ibu memotong ucapanku. “Yang namanya keturunan, itu adalah hak prerogatif dari Allah, kita sebagai makhluk ndak bisa mengaturnya,” kata Ibu dengan lembut.“Ta—”“Udah! Nggak usah tapi-tapian, Ibu ndak suka kalau kamu sedih.” Ibu berucap tegas.“Bagaimana kalau ternyata Arra tidak bisa memberikan Ibu dan Bapak seorang cucu?” tanyaku dengan nada sedih.Mati-matian
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
2. Sifat Buruk Mas Arya
2. Perangai buruk Mas AryaNamun, usapan sayangnya sama sekali tidak bisa membuat aku tenang. Kepalaku masih terbayang-bayang dengan kata-kata Ibu barusan. Miskin dan juga lemah, apakah hal itu bisa dijadikan alasan, untuk menjadikan wanita yang bernama Mela itu jadi maduku?"Ta—tapi, Arra—""Nduk, Ibu tahu pasti berat bagimu untuk merelakan hal ini, dan mengikhlaskan Arya menikah dengan wanita lain. Tapi yakinlah, Ibu melakukan hal ini hanya untuk kebaikan kita semua." Ibu meremas jemariku dengan sangat lembut."Tapi tidak dengan Mas Arya yang kembali menikah, Arra tidak bisa, Bu …." Aku mendesah, merasa kesal tiba-tiba.Ibu terdiam, dia menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan. Sehingga aku sama sekali tidak bisa menebak apa yang tengah Ibu pikirkan, raut wajahnya menyimpan banyak sekali makna."Baiklah, tidak apa-apa, Nduk," ujar Ibu tiba-tiba. "Maafkan Ibu yang meminta hal itu padamu, Ibu yang salah." Ibu tersenyum masam."Bu—""Kamu bisa keluar, karena Ibu mau ist
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
3. Pinjam Uang
3. Pinjam Uang“Maaf ya, Mas.” Aku belum mampu menahan tawaku. “Topik mengenai Mas Arya yang tertukar di rumah sakit, adalah topik yang paling lucu menurutku,” kataku dengan susah payah.Ibu kemudian ikut tertawa bersamaku, menertawakan Mas Arya yang kini menatap kami berdua dengan pandangan kesal. “Kalian berdua itu kompak sekali kalau membullyku,” ujar Mas Arya akhirnya. “Menantu dan mertua sama saja!” katanya lagi.“Lah, kamu lebih mau Ibu dan istrimu nggak akur?” tanya Ibu dengan pedas.**********“Iya, seharusnya Mas senang, dong. Arra dan juga Ibu punya hubungan yang sangat baik, tidak seperti hubungan menantu-mertua yang ada di novel-novel!” kataku ikut menimpali.“Ya, Mas senang. Tapi, hubungan kalian itu udah kelewat baik, bahkan kadang Mas ngerasa kalau yang anak Ibu sebenarnya adalah kamu, bukan Mas.” Mas Arya mencebik.“Atau jangan-jangan memang begitu?” Ibu memasang wajah berpikir.“Haruskah kita tes DNA, Bu?” tanyaku antusias.“Oke, Ibu setuju!” Ibu menyambar cepat.“Ya
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
4. Interogasi
4. Interogasi“Maksud kamu apa, Mas?” Aku menjawab cepat.Mata Mas Arya lalu memicing tajam, dan menatapku dengan dalam. Sedangkan aku sendiri langsung membalas tatapannya dengan pandangan tak kalah tajam, jelas saja aku tidak terima dengan kata-katanya barusan.“Kok, kamu jadi nyalahin aku sih, Mas?” tanyaku lagi.Mas Arya langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela kamar, kelihatannya dia sadar kalau kata-katanya barusan menyinggungku. Karena aku sama sekali tidak mau melunturkan wajah masamku sedikitpun, biar dia sadar kalau aku tidak menyukai apa yang baru saja dia bilang.“Aku juga nggak tahu kalau Pakde Mul mau meminjam uang, lagian … uang yang dia pinjam saja belum dikembalikan sampai hari ini, gimana aku mau minjemin lagi, coba?" Aku berujar marah."Kamu kok, hitung-hitungan banget sih sama aku sekarang, Ra?" Mas Arya malah menjawab kata-kataku dengan pertanyaan, yang terdengar amat menyebalkan di telingaku."Loh, aku nggak pernah hitung-hitungan sama Mas, kok!" Aku berujar
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
5. Arra Hilang Kesabaran
5. Arra Hilang Kesabaran"Apa, sih? Kamu itu nggak usah kurang ajar deh sama suami!" Mas Arya menyahut cepat. "Pokoknya aku nggak mau dengar pembahasan tentang hal ini lagi! Kamu itu sebagai istri seharusnya bisa mendukung suami kamu, kamu seharusnya lebih banyak berdoa dan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat di rumah ini. Bukannya malah menanyakan hal yang tidak diperlukan!" Mas Arya berujar lagi."Loh, nggak diperlukan bagaimana, Mas?" tanyaku sambil terkekeh kecil. "Tentu saja hal ini sangat diperlukan, benar-benar diperlukan. Malah aku itu menanyakan masalah uang yang kamu miliki. Memangnya nggak boleh seorang Istri bertanya kepada suami tentang uang miliknya?" tanyaku lagi."Ya, tapi kamu itu kan udah aku kasih uang, Ra, bukannya kekurangan," kata Mas Arya dengan cepat."Kita nggak kekurangan karena aku memakai uangku, Mas! Apa kamu kira uang kamu itu cukup untuk kita berempat? Enggaklah!" aku memetik kesal."Turunkan nada bicaramu, Arra! Tidak sepantasnya kamu berteriak di depan
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
6. Kedatangan Janda
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 6 Kedatangan Janda"Ibu?""Ibu tadi gak sengaja lewat, malah denger kalian ribut. Sudah toh, Arya. Kalau istrimu keberatan membantu Pakdemu, jangan dipaksa. Ibu gak mau rumah tangga kalian bersitegang karena saudara ibu jadi benalu. Ara, maafkan Arya, dan Pakdemu, yah.""Bukan gitu maksud Ara, Bu.""Tuh, ibuku tersinggung karena kamu. Jangan perhitungan, Ara, Bu maafkan istri Arya.""Jangan begitu, Arya. Ini bukan salah Ara. Ibu yang harusnya minta maaf sama Ara. Ra, maafkan saudara ibu, yah, ibu gak enak, selalu jadi beban."Ibu menampakkan raut sedih. Matanya berkaca-kaca, membuatku jadi tak enak hati. Niatnya ingin membuat Mas Arya tegas pada saudaranya, malah ibu yabg terluka karena sikapku. Rasanya sangat tidak tega, apalagi ibu sangat baik, aku sudah menganggapnya seperti ibu kandung sendiri. "Ya sudah, nanti Ara bantu Pakde.""Jangan, Ra, ibu gak mau kamu terbebani.""Enggak ko, Bu, demi ibu. Ibu jangan sedih, yah."Senyum merekah dari wajah
last updateLast Updated : 2023-04-11
Read more
7. Mandul
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 7 Mandul"Bu, ko, malah nangis, sih?""Ibu ngerasa serba salah, Nduk, ibu tahu kamu pasti marah kaya gini. Tapi, ibu juga gak tega. Mungkin karena ibu sangat menginginkan seorang cucu, saat melihat anak kecil terlunta-lunta, jadi gak tega. Ibu mohon yah, Nduk, izinkan Mela tinggal di sini. Biar dia jadi pembantu, bantu-bantu kamu di sini.""Tapi di rumah ini udah ada pembantu, Bu.""Ibu mohon, Nduk. Mela bilang, dia gak harus digaji, asal diberi tempat tinggal dan makan saja sudah cukup."Dilema, aku bingung harus mengambil keputusan seperti apa. Satu sisi tak mau janda itu tinggal di sini, takut dia menggoda suamiku, tapi aku tak tega dengan pada ibu mertua. Merasa bersalah, andai bisa memberi dia cucu, pasti tidak begini ceritanya. "Bu Lastri, Mbak Ara, saya pamit kembali ke desa saja, takutnya kedatangan saya malah menganggu kenyamanan Mbak Ara. Saya mohon maaf yah, Mbak. Raka, ayok, kita pulang, Nak."Melati menggandeng anaknya, sambil menenta
last updateLast Updated : 2023-04-11
Read more
8. Terpuruk
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKU8. Terpuruk"Coba di cek lagi, Dok. Dulu saya pernah hamil walaupun keguguran, terus setiap saya cek, katanya subur-subur saja.""Sepertinya saat proses pembersihan kurang baik, jadi meninggalkan sisa-sisa dan membuat ibu jadi susah hamil.""Tapi saya sering haid teratur, Dok.""Seperti yang saya bilang ibu ini kurang subur, bukan mandul. Jadi masih punya kemungkinan untuk hamil, tapi sangat kecil. Tolong tenang, yah, Bu, memang berat, tapi kalau ibu tahu hasilnya seperti ini, setidaknya ibu lebih lapang dada."Tanpa banyak kata lagi, aku langsung keluar dari ruang pemerikasaan. Merasa janggal dengan ucapan dokter. Walaupun, memang cukup masuk akal. Saat satu tahun pernikahan, aku pernah hamil, tapi keguguran. Saat itu dokter mendiagnosa kalau aku salah makan, padahal aku merasa sudah benar menjaga makanan. Sejak saat itu, sangat sulit untuk hamil."Sudahlah, jangan sedih, Ra. Mau punya anak atau tidak aku tetep suami kamu. Tenang saja, gak usah diambi
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more
9. Ibu Mertua Dirawat 
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 9 Ibu Mertua Dirawat "Kita ikutin saja kemauan ibumu, Mas.""Gila Kamu, Ra!""Ya sudah, coba Mas bilang ibumu biar tidak menekan aku terus, bisa stres aku kalau ditekan terus.""Loh, kenapa kamu malah nyalahin ibuku? lagian, gak usah didengerin, gampang. Kamu aja jadi perempuan terlalu baper, apa-apa bawa perasaan. Belajar cuek, beres, gak ribet kaya gini.""Ibu yang minta, bahkan ngusulin kamu nikah lagi. Bukan cuman sekali ngomongnya, tapi berkali-kali. Perempuan mana yang gak kepikiran?""Halah, salahkan diri kamu sendiri, malah menjadikan ibu kambing hitam. Maklumi dong, namanya orang tua, semakin tua emang banyak tingkahnya. Kamu harus bijak menanggapinya, gak usah dianggap serius.""Arrggh, terserah kamu, Mas!" sentakku kesal. Bukan mencari solusi, Mas Arya malah banyak bicara tanpa memberi jalan keluar. Aku putuskan pergi ke rumah sahabatku. Cape di sini terus, batin dan jiwa sedikit tertekan. Posisiku serba salah, aku butuh tempat mengadu.
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more
10. Setuju Dipoligami
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 10 Setuju Dipoligami"Arya, pikirkan matang-matang, ini demi kebaikan kita bersama.""Sudahlah, Bu. Jangan korbankan Ara demi ambisi ibu. Ada anak atau tidak, rumah tangga kami tetap bahagian.""Hiks, hiks, ibu memang egois, tapi ini demi kebaikan kamu juga, Arya. Anggap saja ini permintaan terkahir ibu. Mungkin, tak lama lagi ajal menjemput, hiks, hiks.""Bu, jangan ngomong kaya gitu."Mas Arya langsung diam seribu bahasa. Dia menjambak rambut frustasi. Lalu, duduk di rajang ibu. Matanya menatap serius ke arah ibunya. Tangan kanan mengusap pundak ibu, agar dia bisa berhenti menangis."Oke-oke, kalau itu bisa buat ibu bahagia, Arya setuju."Aneh, hatiku perih, dan rasanya teriris-iris. Padahal, aku yang menyetujuinya terlebih dulu. Tapi, mendengar ucapan pasrah dari suami, rasanya sakit hati juga. Aku pikir, Mas Arya akan mati-matian menolak. Mungkin, memang ini yang terbaik untukku. ***Setelah kami semua sepakat melakukan pernikahan kedua untuk M
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status