Di dalam pernikahan anak adalah dambaan setiap pasangan. Begitu juga yang di inginkan Rere selama lima tahun menjalani biduk rumah tangga bersama Adji. Tidak ada desakan dari mertua atupun keluarga suaminya agar secepatnya mereka memiliki anak. Pun dengan sang suami yang sama sekali tidak menuntut hal itu. Namun siapa yang menyangka, di dalam diamnya Adji ternyata dia sangat mendambakan seorang anak. Hingga membuat Adji mengkhianati pernikahannya dengan menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan Rere, dan ternyata istri kedua Adji mengandung buah cinta mereka. Apakah Rere mau menerima pernikahan kedua suaminya? Atau dia memilih untuk bercerai?
View More"Assalamu'alaikum."
Ucapan salam terdengar dari luar rumah, aku langsung berjalan cepat ke arah pintu untuk menyambut kepulangan suamiku."Waalaikumsalam, Mas." Aku membuka pintu, melihat suamiku sudah berdiri di sana dan aku pun menyambut uluran tangan suamiku lalu mencium punggung tangannya.Hari ini adalah hari yang selalu aku tunggu setiap bulan, karena suamiku selalu pulang ke rumah kami yang berada di daerah Bogor, setelah dia menyelesaikan pekerjaannya di Ibu Kota."Aku merindukanmu." Mas Adji memelukku erat, melampiaskan kerinduannya setelah hampir satu bulan kami tidak bertemu."Aku juga merindukanmu, Mas," ucapku melingkari kedua tangan di tubuh Mas Adji.Dalam keheningan sekian detik, indera penciumanku menangkap wangi parfum yang bagiku sangat asing.Aku menghela napas panjang, mencoba berpikir positif, karena memang suamiku tidak memiliki kendaraan pribadi.Kami hanya memiliki satu motor matic yang biasa aku gunakan untuk ke pasar dan dia harus naik angkutan umum untuk pulang pergi ke Bogor.'Mungkin parfum penumpang kereta nempel di pakaian suamiku,' ucapku di dalam hati."Mas mau mandi dulu ya, nanti kita ngobrol di kamar." Mas Adji langsung melepas pelukanku lalu mengambil tas ransel yang tadi dia letakan ke atas lantai."Biar aku aja yang bawa tasnya, Mas." Aku pun mengambil tas dari tangan Mas Adji.Mas Adji tersenyum padaku, "Makasih, Sayang." Ia mengecup keningku dengan lembut.Aku tersenyum lebar lalu merangkul pinggang suamiku dan berjalan ke kamar bersama.Rumah sederhana kami yang hanya memiliki dua kamar tidur, menjadi tempat ternyaman bagiku dan Mas Adji. Meski kami belum memiliki anak di usia pernikahan yang cukup lama, tetapi rumah tangga kami tetap terasa bahagia.Aku bersyukur karena Mas Adji dan juga mertuaku tidak pernah menuntut kami untuk segera memiliki momongan."Mas mandi dulu ya," ucap Mas Adji yang berjalan ke pintu kamar mandi.Aku menganggukkan kepala dan Mas Adji pun masuk ke kamar mandi."Abis mandi kita makan siang bareng ya, Mas, aku udah masak makanan kesukaan kamu," seruku sambil mengeluarkan isi tas ransel milik Mas Adji."Iya Sayang," sahut Mas Adji yang kemudian terdengar suara air dari dalam sana.Aku pun memisahkan pakaian kotor suamiku dengan pakaian yang kelihatan masih bersih.Namun, ada sesuatu yang selalu aku pikir janggal karena hampir setiap kali Mas Adji pulang ke Bogor, pakaian Mas Adji selalu rapi dan bersih.'Apa mungkin Mas Adji mencuci pakaian dulu sebelum pulang?' tanyaku dalam hati.Kembali aku mencoba berpikir positif dan tidak ingin memikirkan yang tidak mungkin, aku tidak ingin mencurigai suamiku hanya karena hal sepele.Di Kota, Mas Adji mencari nafkah untukku dan kami sedang mengumpulkan uang, karena kami berniat untuk membuka usaha di Bogor agar Mas Adji tidak perlu bekerja di kota lagi.Aku dan Mas Adji sedang mengumpulkan uang untuk membeli ruko kecil di pinggir jalan. Ruko yang akan dijadikan oleh Mas Adji sebagai bengkel, karena itu aku mendukung Mas Adji bekerja di Kota Besar meski kami harus menjalani hubungan jarak jauh.Terkadang Mas Adji pulang 2 minggu sekali dan sering kali Mas Adji tidak pulang hampir 1 bulan, tetapi aku tidak pernah mempermasalahkan soal itu, karena yang terpenting bagiku Mas Adji selalu menjaga hatinya dan bekerja dengan baik di sana.Aku percaya pada kesetiaan suamiku.Setelah selesai mengeluarkan pakaian dari dalam tas, aku pun menyusun pakaian Mas Adji ke dalam lemari, karena semua pakaiannya bersih dan aku akan mengganti pakaian itu dengan yang baru.Pluk!Aku tertegun saat mendengar ada sesuatu yang terjatuh dari dalam tas ransel Mas Adji, refleks aku menunduk dan melihat benda yang terjatuh itu terlihat seperti tidak asing.Aku pun mengambil benda yang seperti alat tes kehamilan. Aku menghela napas berat lalu terduduk lemas di pinggir ranjang.Kutatap benda itu dengan lirih, tanpa terasa air mataku mengalir deras membasahi wajah. Aku masih mencoba untuk berpikir positif.'Mungkin saja benda ini milik teman Mas Adji yang tertinggal di dalam tasnya,' pikirku.Namun, semakin kucoba untuk berpikir ke arah sana, semakin mustahil itu bisa terjadi.Setelah sekian detik terdiam, aku pun memberanikan diri untuk melihat isinya.Air mataku semakin deras mengalir saat aku melihat garis dua di testpack itu, garis yang selama ini aku impikan."Testpack ini ... milik siapa?" ucapku lirih sambil menutup mulut menggunakan telapak tangan agar suara tangisanku tidak terdengar oleh Mas Adji.Krek!Mas Adji membuka pintu kamar mandi, ia melihat ke arahku lalu melangkah cepat mendekatiku."Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya dengan raut wajah panik.Mas Adji berlutut di depan kedua kakiku.Tak ada kata yang sanggup aku ucapkan, aku hanya menunjukkan testpack yang baru saja aku temukan di dalam tas milik Mas Adji.Aku merasa begitu bahagia setelah sembilan bulan lamanya mengandung akhirnya bayi yang dinantikan olehku dan juga Mas Galuh akan segera lahir di dunia. Saat ini aku berada di rumah sakit bersalin ditemani oleh Mas Galuh dan juga Bude Patia. Sedangkan Pakde Trimo menemani Regan di rumah. Bude Patia memilih untuk ikut ke rumah sakit bersama denganku karena ingin membantu segala kebutuhan setelah persalinan yang hanya bisa dilakukan oleh wanita. Sedangkan Mas Galuh tentu saja selalu bersama denganku karena ini merupakan waktu yang sangat ditunggu-tunggu oleh kami. Dokter kebidanan dan juga perawat serta bidan sudah masuk ke dalam ruangan tempat aku berbaring di atas ranjang yang cukup dingin. Rasanya sudah tidak karuan karena bukaan demi bukaan sudah terjadi. Aku pun ikuti arahan dari dokter kebidanan untuk mengejan. Proses selama persalinan termasuk lancar dan juga berjalan dengan baik karena kurang dari beberapa jam, aku sudah berhasil melahirkan bayi ke
Aku tidak menyangka kalau dokter mengumumkan kehamilanku yang kedua dan ini merupakan anak pertama bagi Mas Galuh. Betapa bahagianya diriku ini mendengar kabar itu. Mas Galuh pun tidak kalah bahagia.Sepulangnya dari rumah sakit, Mas Galuh segera memberitahukan kepada Pakde Trimo dan juga Bude Patia dengan kabar kehamilanku. “Pakde Trimo, Bude Patia, ternyata Rere hamil! Alhamdulillah akhirnya! Aku mau segera membuat syukuran atas berita bahagia ini dan semua tetangga yang ada di sekitar sini akan aku undang dalam syukuran ini,” ujar Mas Galuh dengan begitu semangat mengumumkan semua itu kepada Pakde Trimo dan Bude Patia. Aku ikut bahagia mendengar antusias dari Mas Galuh yang sangat bahagia.“Galuh, ini betul-betul kabar yang menggembirakan!” kata Pakde Trimo sambil tersenyum lebar menatap Mas Galuh. “Selamat ya! Ini pasti jadi berkah besar untuk keluarga kalian. Syukuran adalah ide yang sangat baik. Pakde dan Bude akan sangat senang ikut merayakannya,”
Dua tahun kemudian ....Entah mengapa aku merasa mual dan juga pusing sejak tadi pagi. Rasanya untuk melihat makanan pun tidak berselera sama sekali. Aku sudah berkali-kali mencoba untuk makan sedikit demi sedikit, tetapi sama saja rasa mual itu kembali datang. “Rere, kamu itu kenapa nggak mau makan? Apa kamu sakit?” Bude Patia bertanya kepadaku karena merasa khawatir terlihat dari raut wajahnya yang terus-menerus menatap ke arahku. “Nggak tahu ini, Bude. Rasanya pusing dan juga mual. Ini barusan coba makan buah potong, tapi sama aja tetap mual.” Aku sudah mencoba untuk makan buah ataupun sayuran, tetapi rasa mual itu juga tidak kunjung pergi. Aku jadi semakin bingung apa yang terjadi kepada diriku karena tidak biasanya sakit seperti ini. Aku memilih untuk kembali ke kamar daripada pusing terus-menerus dan mual. Aku merasa beruntung karena ada Bude Patia yang selalu membantuku untuk merawat Regan. Apalagi dalam kondisi aku sedang sakit seperti
POV AdjiAku dan Nina sudah pasrah kepada Sang Pencipta. Kondisi Dinda semakin memprihatinkan di ICU. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menjalani hidup dengan segala kesalahan yang menghantui.Pada akhirnya, aku menyadari banyak kesalahan yang aku perbuat di masa lalu, sehingga saat ini aku mencoba memperbaiki semuanya. Menjaga Nina dan Dinda semampuku, meski saat ini aku dan Nina sudah menyerah dengan keadaan.“Mas, gimana ini? Dinda ... Aku nggak mau Dinda pergi, Mas. Kita harus cari cara untuk menyelamatkan Dinda, Mas.” Nina langsung matanya berkaca-kaca menatap ke arahku. Dia terlihat begitu histeris ketika dokter mengatakan bahwa putri kami tidak bisa tertolong lagi dan nyawanya sudah melayang di ruangan ICU. “Kita hanya bisa ikhlas, Nina. Mau bagaimana lagi kalau dokter sudah berkata demikian, kita bisa apa? Sabar, Nina. Sabar.” Aku tak kuasa juga meneteskan air mata sambil memeluk wanita yang pernah menjadi istri kedu
Aku merasa senang Regan bisa merasakan memiliki sosok ayah meski bukan kandung. Hal yang terpenting adalah kebaikan dan rasa sayangnya kepada Regan benar-benar nyata. Aku tidak henti-hentinya mengucap Alhamdulillah kepada Allah yang sudah mengirimkan seorang pendamping yang baik untuk kehidupanku dan juga bayiku. Malam ini, merupakan malam kesekian kalinya bersama dengan Mas Galuh. Namun, jantungku masih berdebar-debar dan rasanya tidak karuan. Mas Galuh sudah berbaring di sampingku dan membelai lembut rambutku. “Rere, aku mau bilang,” ucap lembut Mas Galuh yang justru membuatku semakin berdebar-debar karena takut dia meminta jatah seperti biasanya. Aku merasa tidak begitu siap untuk melakukan hal tersebut setiap hari meski sudah menjadi suami istri. Ada banyak hal yang aku pikirkan dan salah satunya aku itu belum menginginkan hamil lagi karena Regan masih bayi.“Iya, Mas. Ada apa?” jawabku dengan bingung. Aku justru berfikir yang tidak-tidak.
Aku tidak menyangka kalau hari yang dinanti akhirnya tiba. Janur kuning melengkung di dekat rumah dan dekorasi meriah sudah ditata di depan rumah. Tenda megah didirikan dan aku kini sudah dirias dan cantik mengenakan busana pernikahan. Ya, aku dan Mas Galuh hari ini menikah. Baru saja selesai akad nikah dan saat ini aku dan Mas Galuh duduk di kursi pernikahan yang megah dan mewah untuk menyambut para undangan yang datang. Semua orang yang datang terlihat turut bahagia dengan kebahagiaan yang saat ini sedang aku rasakan. Beberapa kali tamu undangan yang naik dan memberikan salam turut mengatakan hal-hal yang positif seperti saat ini. “Selamat, ya, Rere dan Galuh. Kalian ini sama-sama beruntung bisa mendapatkan satu dengan yang lain. Selain cantik dan ganteng, kalian berdua sama-sama orang yang baik. Ibu sebagai RT di sini bantu doakan kalian menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Amin.” Aku terharu bahkan RT di sini pun ikut mendoakan.
POV AdjiAku begitu merasa sedih ketika melihat putriku terbaring lemas tak berdaya di ruangan ICU padahal umurnya baru beberapa bulan saja. Bagaimana mungkin aku ini bisa tenang jika melihat bayi mungil itu yang belum sempat aku timang-timang setiap harinya justru saat ini sakit dan dalam kondisi yang kritis. Rasa bersalahku semakin bergejolak ketika Nina mengucapkan beberapa hal yang menohok dalam hati. “Mas! Ini semua pasti karena kesalahan kamu! Karena kamu yang sudah berdusta dan juga menyakiti hati kedua wanita yang menjadi istrimu, sekarang justru Dinda yang mendapatkan kesulitan. Dinda sakit karena kamu!”Aku begitu terkejut mengapa Nina langsung menyalahkan semua ini kepadaku padahal aku tidak tahu sama sekali kalau Dinda lahir dalam kondisi sakit seperti itu. Sebenarnya aku tidak ingin debat sama sekali, tetapi aku juga tidak mau disalahkan atas semua permasalahan yang ada di dalam kehidupan ini. “Aku sudah mengusahakan
POV AdjiAku merasa terkejut ketika ada panggilan telepon masuk di ponsel yang menunjukkan ternyata Nina yang menghubungi aku. Sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada kabar sama sekali tentang Nina apalagi soal bayi yang dilahirkan olehnya. Aku pun segera mengangkat telepon panggilan itu. “Hallo, Nina? Ada apa?” Aku merasa khawatir karena firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres terjadi.“Mas, aku mau minta tolong. Anak kita sakit dan keadaan kritis,” ucap Nina membuatku lemas. Aku tidak mungkin marah kepada Nina yang sudah kabur dan juga menyembunyikan keberadaan anakku. Justru ucapan Nina membuatku terkejut dan sangat khawatir. “Sakit apa? Kamu sekarang di mana, Nina? Biar aku ke sana.”“Mas, aku di Lampung. Aku pulang ke rumah orang tuaku. Aku terpaksa ke sini karena sudah nggak ada uang lagi buat hidup di Jakarta, Mas. Tolong, Mas. Anak kita kondisi kritis.” Aku langsung menangis saat Nina mengatakan
Beberapa hari kemudian aku sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit bersalin dan membawa putraku pulang. Putra tampan, bayi yang aku nantikan selama ini pasti akan aku jaga sebaik mungkin. Aku tidak akan terlena lagi dan merawatnya sepenuh hati. Hari demi hari pun berlalu dalam ketenangan. Aku memberi nama bayi tampan ini Regan. Aku harap dia bisa bertingkah laku baik dan tidak seperti Mas Adji. Pakde Trimo dan Bude Patia juga selalu siap siaga untuk membantuku menjaga Regan karena memiliki bayi pertama kali merupakan pengalaman yang mengesankan bagiku dan harus banyak belajar dari banyak sumber. Bagaimana cara memandikan bayi dan juga mengurus pakaian serta menjaga agar tidak kehausan atau kelaparan. Aku bersyukur saat ini juga ada Mas Galuh yang juga hampir setiap hari datang ke tempat Pakde Trimo untuk membawakan makanan sehat atau buah-buahan demi aku yang saat ini sedang menyusui. Perhatian dan juga kasih sayang dari Mas Galuh benar-benar b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments