Share

Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku
Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku
Author: Pineaple

1. Win Win Solution

"Saya akan bebaskan Pak Marwan dari penjara, asal kamu mau menikah dengan suami saya!" tawar mbak Lena tiba-tiba menghampiriku seraya bersedekap.

Aku yang sedang bekerja didepan mesin cuci seketika terdiam mendengarnya, padahal niatku hanya minta kasbon sembari menceritakan musibah yang menimpa orangtuaku satu-satunya itu. Dan demi dapat mengantarkan makanan kesukaan bapak, aku rela meminta gajiku diturunkan lebih awal kepada mbak Lena, selaku pemilik usaha laundry di tempatku bekerja.

Akan tetapi, wanita itu justru menawarkan hal yang aneh sekali.

"Maksud mbak Lena ...?" tanyaku dengan kalimat menggantung, sebab aku tak sanggup melanjutkannya.

Sebagaimana seorang perempuan, tentu saja aku merasa heran dengan penawarannya, apa aku tidak salah dengar?

"Kamu sudah kenal Mas Azka, kan?" tanya bosku itu lagi tak sabar, karena aku malah mematung ditempat.

Akupun reflek mengangguk sambil teringat jika suaminya yang pernah datang sekali itu ternyata adalah kakak kelasku semasa SMA. Namun, aku hanya sekedar tahu namanya saja, karena dulu Azka adalah siswa populer dan idola pada masanya, hanya itu.

Aku bahkan tak pernah sekalipun bertegur sapa dengannya.

"Jadi, kamu mau atau tidak? Asalkan kamu mau menikah dan segera hamil, saya jamin bapakmu akan bebas!" tanya mbak Lena lagi dengan mudahnya, ia menuntut jawabanku segera.

"Hah!"

Apalagi ini, pasangan macam apa mereka? ... kenapa malah meminta anak dariku? Aku tahu mbak Lena memang belum memiliki anak, tapi...

Aku hanya bisa mengerjap heran dengan mulut yang terbuka seraya memandang wanita itu.

Tahu aku sedang membatin mencerna kalimatnya dengan penuh tanda tanya, mbak Lena mendengkus panjang lalu menghubungi seseorang.

Karyawan lain pun diminta menggantikan tugasku, tanpa bertanya lebih dulu, wanita itu langsung mengajakku pergi ke sebuah restoran.

"Ini mbak Sonia, istri pertama Mas Azka!"

Degh

Seruan mbak Lena kembali membuatku takjub tak habis pikir.

"Ini yang namanya Elva, mbak?" beritahu Lena pada Sonia seraya menyenggol lenganku, berisyarat agar aku segera mengulurkan tangan untuk menyalami wanita elegant berwajah cantik dengan tampilan ala-ala wanita karier tersebut.

"I-istri pertama ...!" beoku kemudian, dengan kening berkerut dalam.

"Saya istri pertama Azka Fadillah!" sambungnya menegaskan informasi tersebut.

Akupun melirik mbak Lena bingung, sembari otakku otomatis bekerja. Jika wanita ini adalah istri pertama, maka mbak Lena adalah istri kedua, lalu jika aku menjadi istrinya ... berarti aku adalah urutan berikutnya?

Tuhan, seplayboy itukah?

Sementara itu, mbak Lena masih sibuk memintaku untuk meraih tangan wanita berkelas dihadapanku.

Dengan ragu, mau tak mau aku segera mengulurkan tangan sambil memperkenalkan diri, senyumku yang dipaksakan pun mungkin telah terbaca oleh mereka berdua. Untung saja, mbak Sonia tidak banyak berkomentar, ia menyambutku dengan ramah lalu mempersilakan kami duduk.

"Poin pertama, kamu harus bersedia menikahi mas Azka. Poin keduanya, kurang dari dua tahun kamu harus bisa melahirkan anak untuknya!" ucap mbak Sonia begitu lugas tanpa berbasa-basi.

Gleg

Kupikir setelah bertemu wanita anggun ini, rasa penasaranku akan terjawab. Tapi nyatanya, ia malah menodongku dengan pertanyaan yang sama, bahkan lebih rinci dan gamblang dari sebelumnya.

Sementara aku masih menautkan kening, tak percaya dengan drama mereka. Apa ini hanya jebakan?

"Say-saya ... !"

"Saya jamin, besok lusa bapak kamu sudah bebas, jika kamu bersedia!"

Belum sempat aku menyelesaikan ucapan, mbak Sonia segera menyela dan terus mengimingiku dengan penawaran yang menggiurkan.

Seolah tak ingin mendengar alasanku apalagi penolakan, wanita itupun menjelaskan tentang apa dan mengapa ia sampai merencanakan pernikahan suaminya. Lagi, ia juga memberikan penjabaran tentang keuntungan yang akan aku dapatkan jika mau bekerjasama dengannya.

Tak kalah penting dan tak kalah mengejutkan, Kedua wanita itu akhirnya memberitahuku jika selain mereka berdua rupanya lelaki bernama Azka itu juga telah mempunyai istri yang lain.

Meski tidak hadir pada pertemuan ini, namun Lena dan Sonia berani menjamin jika istri ketiga itu tidak akan keberatan dengan keputusan mereka.

Aneh sekali bukan?

"Maaf sebelumnya, bukan maksud saya menyinggung perasaan kalian, ta-tap .. tapi, apa kalian sadar dengan yang kalian lakukan?" tanyaku berhati-hati, pada dua wanita itu melihatnya bergantian.

"Dan saya yakin, mbak Sonia juga tidak akan bertindak sembarangan!" tambahku lagi melirik wanita pintar diseberangku.

Sonia tidak langsung menjawab, ia menghela napas dalam-dalam lalu menghembusnya kasar sebelum buka suara.

"Saya rasa, kamu juga cukup bijak dalam menentukan pilihan, anak dan orangtua adalah dua hal yang sama penting, bukankah ini sudah setimpal!" sahut mbak Sonia tajam. Dan akupun langsung terdiam kembali.

Sejujurnya, aku butuh bicara berdua dengan pemilik nama yang sejak tadi kami bicarakan, namun ketika mengingat sosoknya sembari memejamkan mata, entah kenapa berkali-kali ucapanku seolah tertahan di tenggorokan.

"Saya beri kamu waktu satu hari untuk berpikir!" putus Sonia, sebab belum mendapatkan kepastian dariku.

Wanita itu melihat ke arah jarum jam dipergelangan tangan sebelum beranjak meninggalkan aku bersama Mbak Lena dengan kebimbangan luar biasa.

***

Kuhempas tubuh yang lelah ini diatas tempat tidur, pandangan ku lurus keatas menatap langit-langit sembari menyelami kembali kalimat-kalimat ajaib yang terlontar dari dua wanita yang kutemui tadi siang.

Kuakui, aku cukup tergoda dengan penawaran itu karena membebaskan bapak dari jeruji besi adalah hal yang sedang aku perjuangkan saat ini.

Akan tetapi, mengingat kesepakatan yang tidak biasa dan lumayan berat itu, akupun harus mempertimbangkannya ratusan kali.

Ayolah ... Ini perkara anak, bagaimana caranya agar aku bisa segera hamil sementara cinta saja kami tidak punya? Belum lagi, seorang anak tidak selayaknya dijadikan bahan mainan, perjanjian atau alat pembayaran dan sebagainya.

Apakah mereka tidak mengerti, seandainya aku menikah dan memiliki anak bersama lelaki itu, artinya aku dan Mas Azka akan semakin memiliki ikatan erat.

Bahkan, sekalipun kami telah menyadari tidak adanya cinta selama pernikahan, kami tidak bisa dengan mudahnya memilih berpisah, sebab kami memiliki tanggung jawab untuk masa depan anak itu.

"Kamu tidak perlu khawatir, tidak ada tuntutan perceraian setelah kamu melahirkan, dan kamu juga memiliki hak selayaknya istri-istri yang lain."

salah satu ucapan mbak Sonia yang mungkin bisa kupegang kuat untuk menyetujui kesepakatan ini.

"Apakah aku harus mengiyakannya?" gumamku dalam hati.

Mungkin dengan pernikahanku, setidaknya bapak tidak akan lagi membanting tulang dan menjadi supir truk yang mengantuk diperjalanan, dan akupun tak perlu khawatir dengan insiden kecelakaan yang memakan korban jiwa itu terulang kembali.

Melihat bapak yang tersenyum damai padaku setiap hari, adalah impianku.

"Apa ini yang dinamakan Win win solution?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status