Kania (Gairah Seorang Pembantu)

Kania (Gairah Seorang Pembantu)

last updateLast Updated : 2024-07-12
By:  C_heline  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
69Chapters
1.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kania tidak pernah menyangka kalau dia akan bertemu dengan suami dari majikannya di sebuah klub malam dengan dirinya yang sebagai LC, (Lady Companion). Adi yang saat itu sedang kacau memikirkan banyak hal, termakan godaan sang belis sehingga berakhir meniduri artnya sendiri. Sejak hari itu, Adi dan Kania semakin dekat tanpa sepengetahuan Arumi, istri sah Adi. Namun, seiiring dengan perubahan perasaan, Adi pun mulai mengabaikan Kania yang pada saat itu sudah mengaku jatuh cinta pada suami majikannya itu.

View More

Latest chapter

Free Preview

Prolog

Adi semakin muak dengan hari-harinya yang selalu saja ditimpa kesialan. Entah dirinya yang sedang sensitif atau apa, tapi belakangan ini pria matang itu terus saja mengerang dalam dada saking gusarnya. Kemarin dirinya baru saja berdebat dengan sang istri, tentunya pasal rumah tangga. Hari ini beberapa masalah di kantor tak juga usai. Belum lagi mobilnya kemarin baru mengalami kecelakaan yang berujung ringsek sampai sopirnya meninggal dunia. Semua beban pikiran itu terus memberikan efek samping pada kepalanya. Serasa hampir meledak.Sebenarnya jarang Adi menerima tawaran teman-temannya yang mengajak 'istirahat' di sebuah club malam. Tapi, entah kenapa hari ini kakinya seolah ingin ikut. Bisikan hati kecilnya mengatakan kalau tiada salahnya membuang pikiran yang kacau ini sesekali.Adi pun menyetujui. Dia berserta lima temannya yang pastinya berprofesi yang sama, akhirnya berangkat menuju tempat yang sudah tak asing. "Udahlah, Adi. Kenapa kamu ini? Sudah seperti orang depresi," ujar

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
C_heline
.........yeeee
2024-06-02 10:33:00
0
69 Chapters

Prolog

Adi semakin muak dengan hari-harinya yang selalu saja ditimpa kesialan. Entah dirinya yang sedang sensitif atau apa, tapi belakangan ini pria matang itu terus saja mengerang dalam dada saking gusarnya. Kemarin dirinya baru saja berdebat dengan sang istri, tentunya pasal rumah tangga. Hari ini beberapa masalah di kantor tak juga usai. Belum lagi mobilnya kemarin baru mengalami kecelakaan yang berujung ringsek sampai sopirnya meninggal dunia. Semua beban pikiran itu terus memberikan efek samping pada kepalanya. Serasa hampir meledak.Sebenarnya jarang Adi menerima tawaran teman-temannya yang mengajak 'istirahat' di sebuah club malam. Tapi, entah kenapa hari ini kakinya seolah ingin ikut. Bisikan hati kecilnya mengatakan kalau tiada salahnya membuang pikiran yang kacau ini sesekali.Adi pun menyetujui. Dia berserta lima temannya yang pastinya berprofesi yang sama, akhirnya berangkat menuju tempat yang sudah tak asing. "Udahlah, Adi. Kenapa kamu ini? Sudah seperti orang depresi," ujar
Read more

Bab 1.

Kania lebih dulu memeriksa keadaan Azka, bocah laki-laki usia tiga tahun itu. Usai melakukan beberapa aktivitas sampai selesai memberikan Azka makan pagi–yang memang sudah tidak membutuhkan asi ibunya, barulah Kania beranjak ke atas, menuju kamar Adi. Seperti sebelum-sebelumnya, Kania memang kerap melakukan aktivitas ini. Apalagi belakangan ini saat keadaan sepasang bosnya itu tak jarang adu argumentasi. Kanialah yang terus mengurus tentang keduanya, dan yang paling banyak tentu tentang Adi. Kania berjalan perlahan dengan Azka yang ada di dalam gendongannya. Bocah kecil itu terus kegirangan entah karena apa. Sesekali Kania mencubit gemas pipi gempalnya, tak tahan. Begitu tiba di depan pintu kamar Adi, perlahan senyumnya memudar. Seketika saja lamunan yang entah muncul dari mana menyusup masuk hingga Kania bergeming di tempat. Untungnya Azka bersuara, membuat Kania segera menyadarkan diri. Tuk tuk tuk ... "Pak Adi. Sudah pagi, Pak. Sarapan sudah siap di bawah. Juga, kata ibu Bapak
Read more

Bab 2.

Kania hanya bisa menatap kosong langkahnya yang menuju kamar. Setiap detik entah kenapa bayang-bayang yang suram menyusup masuk ke dalam kepalanya. Belum lagi tentang aksi Adi hari ini yang justru terkesan gamblang terhadapnya. Kania jadi semakin tak karuan dalam berpikir hingga berakhir menjatuhkan diri di atas ranjang dengan pikiran yang kacau. Tak lama, ponselnya berbunyi. Dengan malas Kania merebut benda pipih itu lantas mendapati panggilan suara dari ibunya di kampung sana. "Halo, Buk. Ada apa?" tanya Kania begitu panggilan terhubung. "Halo, Nduk. Gimana kabar kamu? Sehat?" Kania enggan bangun dari posisinya yang berbaring menatap langit-langit kamar. Mendengar pertanyaan sang ibu, entah kenapa Kania ingin menangis. "Alhamdulillah baik, Buk." "Syukurlah, Nduk. Ibuk cuma mau tanya keadaan kamu. Dan yang paling penting, Ibuk rindu, Nduk. Kapan kamu pulang ke kampung?" "Belum bisa kayaknya, Buk. Tahun ini Aila masuk kuliah, kan? Bapak juga harus terus menjalani pengobatan. Kal
Read more

Bab 3.

Seperti apa kata Arumi, Kania akan menginap untuk menemani Azka. Perempuan usia dua puluh satu tahun itu kini sudah tertidur pulas di sisi Azka setelah sebelumnya berupaya keras membuat bayi mungil itu tenang. Entah kapan agaknya pertengkaran itu mulai, yang pastinya Kania terlonjak saat suara erangan yang cukup kuat mengusik tidurnya begitu saja. Buru-buru Kania menutupi telinga Azka dengan sepasang bantal agar bayi itu tidak ikut-ikutan terjaga. Begitu memastikan Azka tetap tenang, barulah Kania beranjak dari tempatnya untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Ada apa lagi agaknya yang membuat majikannya itu marah-marah. Padahal ini sudah hampir tengah malam.Di sisi lain, Arumi mendengkus tak habis pikir dengan ucapan suaminya. "Apa katamu? Aku haru berhenti jadi model dan mulai mengurus kalian? Gila kamu?" erang Arumi lagi. "Apa salahnya sama itu? Arumi, ini udah berjalan empat tahun pernikahan kita, tapi belum sekali pun aku merasa kalau kamu itu istri aku. Bahkan Azka pun j
Read more

Bab 4.

Kania langsung saja menarik tangannya dari genggaman Adi, lalu menatap pria itu cukup lekat. "Pak, ini nggak benar. Jangan terlalu gamblang bersikap pada saya!" ucapnya mengingat Adi. Adi pun terdiam sebentar untuk meresapi sikap serta perkataan Kania barusan. Benar apa Kania, dirinya terlalu gamblang bersikap pada seorang art seperti Kania ini. "Saya hanya ingin membantu. Ini juga salah saya. Saya gegabah," kata Adi, mengaku. "Kesalahan yang sudah terjadi biarkan saja terjadi, Pak. Akan lebih sakit sebenarnya jika harus mengulangi kesalahan yang sama. Jadi, lebih baik menghindar dari pada harus tenggelam di kubangan yang sama."Tangan Adi berhenti sejenak dari aksinya yang ingin ikut membantu memberikan sisa kaca usai mendengar perkataan Kania barusan. Adi jadi teringat tentang malam itu. Apa yang harus Adi lakukan? Padahal niatnya baik ingin membantu Kania, tapi kenapa justru dialah yang membuat perempuan itu kian menderita. "Saya bilang saya akan bertanggung jawab atas kesalah
Read more

Bab 5.

"Ya udah, tunggu sebentar. Saya pakai baju dulu." Adi menurut. Kania menutup rapat kedua matanya sejenak mendengar kata-kata Adi. Terlalu gamblang seolah-olah Adi ini tidak lagi punya harga diri seperti apa katanya. Begitu Adi mengatakan sudah siap, barulah Kania berbalik. Tak basa-basi atau sejenak menatap Adi, Kania berjalan lurus ke arah lemari guna mengambil barang yang dia inginkan. "Ketemu, nggak?" tanya Adi melihat Kania kesulitan. "Sebentar, Pak. Saya lagi bingung ini dres yang merah yang mana. Bu Arumi punya tiga dengan warna serupa," jelas Kania agar Adi dapat memberikannya lebih banyak waktu. "Bawa aja ketiga-tiganya. Kenapa kamu malah pusing?" saran Adi kemudian. Kania pun hendak berpikiran demikian tapi sudah didahulukan Adi. Tangannya segera merebut pakaian yang tergantung lantas segera berbalik ingin pergi. Namun, entah Adi yang memang sengaja, keduanya malah hampir bertubrukan sebab Adi yang sudah tampak di depan Kania. "Pak!" bentak Kania walau sedikit tertaha
Read more

Bab 6.

Kania terkesiap saat dia mendengar suara langkah seseorang. Siapa lagi kalau bukan Adi? "Kamu nggak ikutan muak sama tingkah istri saya, Kania? Seakan-akan dia yang paling berkuasa, bukan?" ujar Adi sambil mendekat ke dah meja makan tak jauh dari Kania. "Saya siapin Azka dulu, Pak. Jam delapan imunisasinya di mulai," kata Kania, enggan membahas apa yang ditanya Adi barusan. Adi hanya mengangguk samar. Dia memerhatikan kepergian Kania ke kamar sang putra. Dalam diam, Adi jadi berpikir, apa sebaiknya dia dan Arumi memang berpisah. Tapi, bagaimana dengan putra mereka? Azka sangat dekat dengan Kania, dan Kania sangat dekat dengan Arumi. Adi pasti kalah jika harus berebut hak asuh. Apa sebaiknya Kania ... "Ayo, Pak. Takut di jalan macet," ajak Kania setelah usai mempersiapkan Azka. Adi yang sudah selesai dengan sarapan paginya, langsung saja menurut. Kakinya dengan cepat mengekori langkah Kania menuju mobil."Hei, kenapa kalian duduk di belakang? Memangnya saya sopir kalian?" tegur
Read more

Bab 7

Kania mendengkus menahan tawa pahit yang seolah menggambarkan rasa tidak percayanya pada kata-kata Adi barusan. "Saya masih sangat waras, Pak! Jangan ajak saya gila seperti Bapak!" tekan Kania berharap Adi bisa paham. "Saya nggak lagi maksa apa-apa sama kamu tentang perasaan saya, Kania. Saya hanya mau, putra saya tidak kehilangan figur ibu yang nanti menyebabkan dia sulit berinteraksi bebas. Takutnya jadi ada rasa trauma," sahut Adi sebisa mungkin meyakinkan Kania. Kania refleks menatap Azka yang ada di depannya. Bayi itu tertawa yang langsung saja mengajak bibir Kania ikut terangkat. Melihat itu, Adi jadi tidak ragu lagi tentang keputusannya. "Kamu mau, 'kan?" tanya Adi kembali, terkesan memaksa. "Bagaimana kalau Ibu tahu, Pak?" "Kuncinya ada di kamu. Jangan kasih tahu apa-apa sama dia. Semuanya bisa saya atasi kalau kamu juga ikut berkontribusi," jelas Adi tanpa ragu. Tadi Kania tampak resah, tapi kenapa sekarang dia seperti merasa baik-baik saja? Memang jawaban Adi terlalu h
Read more

Bab 8

Tanpa sadar Kania terbangun karena terusik gerakan Azka yang menggeliat kecil. Sontak saja matanya terjaga dengan tubuh yang segera mungkin bangun. Astaga, Kania tidak sadar kalau dirinya tertidur sejak senja hingga terbangun pukul setengah empat dini hari. Ditatapnya Azka yang masih tertidur pulas yang mengajak rasa damai menyelinap masuk. Tadinya Kania sudah khawatir karena melewatkan malamnya bekerja di klub malam. Tapi setelah sadar, helaan napas lega itu segera mengudara. Siang itu, sebelum Kania pergi dari sisi Adi, laki-laki itu sempat memberikannya beberapa lembar uang pecahan seratus ribu. Itu sudah sangat cukup untuk menutupi uang harian Kania jika malam ini dia bekerja. Jadi, Kania tidak lagi pusing memikirkan uang untuk biaya dirinya sendiri. Apalagi untuk keluarganya di kampung, semuanya cukup teratasi tanpa ada dirinya yang harus mengorbankan harga diri. Sebelum Azka bangun, Kania pun segera beranjak ke dapur untuk segera melakukan tugas. Kania baru saja bangun, tap
Read more

Bab 9

"Terima kasih ya, Kania. Kamu udah ngertiin saya," ucap Adi sembari memeluk Kania lebih erat. Di tempat lain, Kania justru bergeming mendengarnya. Logika sedang berperang dengan perasaan. Hati berkecamuk hebat menuntut untuk mendapatkan hak, sementara otak memaksa untuk berpikir kritis bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensi. "Pak," panggil Kania, pelan. "Hmm?" gumam Adi. "Apa yang terjadi jika sekiranya Ibu tahu tentang kita?" Giliran Adi yang bergeming. Entahlah, dia pun bingung menjawabnya. Kembali mengulang kisah dengan sang istri di dalam kepalanya, memang akhir-akhir ini mereka tampak tak baik. Tapi, jika harus mengungkap tentang dirinya dan Kania saat ini, sepertinya Adi masih enggan. "Biarkan saja dulu seperti ini, ya?" sahut Adi setelah lama diam. Dia menarik diri upaya menatap wajah Kania. "Kamu mau tetap diam, kan?"Kania menelisik lebih dalam pahatan wajah Adi serta kilat matanya yang legam yang tak pernah tidak membuat Kania berdebar, lantas mengukir senyum keci
Read more
DMCA.com Protection Status