Share

Bab 2

Aku melayang kembali ke rumah.

Sebuah vila mewah berdiri tegak di pinggiran kota. Dalam kegelapan, vila itu tampak bagaikan binatang buas yang bersembunyi dan tidak pernah memberikan kehangatan sama sekali. Seperti itulah rumahku.

Cahaya lampu meja menerangi wajah kakakku yang tegas. Dia sedang menangani urusan perusahaan dan alisnya berkerut tajam. Dia melihat jam di ponselnya, wajahnya menunjukkan sedikit ketidaksabaran. Sepertinya dia sedang marah lagi.

Tak lama kemudian, dia membuka ponselnya dan mencoba menelepon seseorang. Tampaknya, panggilan itu tidak terhubung.

Dia mengumpat lalu menutup teleponnya dengan kasar. Dengan emosi, dia menyingkirkan semua barang di atas meja. Aku tahu, temperamen kakakku memang selalu buruk.

"Yovita, besar sekali nyalimu sekarang. Kamu bahkan memblokir nomor dan WhatsApp-ku!"

Kakakku melempar barang-barang dengan marah.

"Kalau berani, jangan pernah kembali lagi seumur hidup. Mati saja di luar sana!"

Hidungku terasa perih. Meski aku sudah mati, mendengar kata-kata seperti itu tetap saja membuatku ingin menangis.

"Kakak, keinginanmu sudah tercapai. Adikmu benar-benar mati di luar sana."

Aku menatap sisa-sisa cahaya matahari terbenam di kejauhan yang menghilang sedikit demi sedikit. Seolah-olah membawa pergi sisa kehangatan terakhir dari tubuhku.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status