Share

Bab 2

Author: Chelsea
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Aku melayang kembali ke rumah.

Sebuah vila mewah berdiri tegak di pinggiran kota. Dalam kegelapan, vila itu tampak bagaikan binatang buas yang bersembunyi dan tidak pernah memberikan kehangatan sama sekali. Seperti itulah rumahku.

Cahaya lampu meja menerangi wajah kakakku yang tegas. Dia sedang menangani urusan perusahaan dan alisnya berkerut tajam. Dia melihat jam di ponselnya, wajahnya menunjukkan sedikit ketidaksabaran. Sepertinya dia sedang marah lagi.

Tak lama kemudian, dia membuka ponselnya dan mencoba menelepon seseorang. Tampaknya, panggilan itu tidak terhubung.

Dia mengumpat lalu menutup teleponnya dengan kasar. Dengan emosi, dia menyingkirkan semua barang di atas meja. Aku tahu, temperamen kakakku memang selalu buruk.

"Yovita, besar sekali nyalimu sekarang. Kamu bahkan memblokir nomor dan WhatsApp-ku!"

Kakakku melempar barang-barang dengan marah.

"Kalau berani, jangan pernah kembali lagi seumur hidup. Mati saja di luar sana!"

Hidungku terasa perih. Meski aku sudah mati, mendengar kata-kata seperti itu tetap saja membuatku ingin menangis.

"Kakak, keinginanmu sudah tercapai. Adikmu benar-benar mati di luar sana."

Aku menatap sisa-sisa cahaya matahari terbenam di kejauhan yang menghilang sedikit demi sedikit. Seolah-olah membawa pergi sisa kehangatan terakhir dari tubuhku.
Comments (1)
goodnovel comment avatar
hilma raisa fauziyyah
kok hidung si......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 3

    Bukan tidak ada alasannya Kakak bisa begitu membenciku. Sesuai dengan apa yang dikatakannya, akulah orang yang menyebabkan kematian ayah dan ibuku.Beberapa hari sebelum Ibu melahirkan, tiba-tiba dia ingin pergi ke mal untuk membelikanku pakaian. Di sana, dia tertabrak mobil. Ketika dibawa ke rumah sakit, kondisinya sudah sangat kritis. Mereka melakukan operasi caesar untuk menyelamatkanku, tapi tidak bisa menyelamatkan Ibu.Ibu meninggal di hari kelahiranku.Meskipun demikian, kata-kata terakhir Ibu kepada Ayah sebelum meninggal adalah, "Jaga baik-baik Yovita, katakan padanya bahwa Ibu mencintainya."Ayah menyampaikan kata-kata itu padaku saat dia mabuk. Namun setelah itu, Ayah tetap tidak memedulikanku. Kecuali saat mabuk, kadang-kadang Ayah berbicara beberapa patah kata di telingaku.Di waktu lainnya, dia selalu memasang wajah ketus, seolah-olah aku tidak pernah ada di rumah ini. Belum lama ini, Ayah yang selama ini tidak acuh padaku juga meninggal karena bunuh diri.Ayah meninggalk

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 4

    Kehidupan kakakku cukup berat, dia 10 tahun lebih tua dariku.Setelah ayah mengalami depresi, perusahaan keluarga kami mulai mengalami kemunduran. Kakakku memang pandai dalam hal akademis dan sering akselerasi ke kelas yang lebih tinggi. Pada usia 20 tahun, dia sudah lulus dari universitas dan langsung masuk ke perusahaan untuk mengambil alih tanggung jawab.Dari seorang pemuda yang baru mengenal dunia kerja, dia perlahan berubah menjadi CEO Grup Salim. Perjalanan hidupnya tidaklah mudah. Itulah sebabnya aku sangat peduli padanya.Saat dia terpaksa minum alkohol hingga larut malam demi urusan bisnis, aku akan diam-diam membuatkan sup penawar alkohol untuknya, lalu meletakkannya di atas meja.Di pagi hari, aku akan bangun lebih awal untuk membuatkan bubur yang baik untuk kesehatan lambungnya.Ketika kakakku yang kelelahan menggosok-gosok matanya, aku segera menggunakan uang sakuku yang sudah kutabung selama sebulan untuk mengganti lampu mejanya yang menyilaukan. Aku juga meletakkan obat

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 5

    Kakakku tidak pernah meneleponku lagi. Ya, wajar saja. Bagi kakakku, satu panggilan telepon sudah merupakan batas terakhir dari kesabarannya untukku.Aku ingat pertama kali kami bertengkar hebat. Urat-urat di tangannya menonjol saat dia menunjuk ke luar pintu, dalam kegelapan yang pekat. Di luar tampak begitu gelap hingga tidak terlihat apa pun."Yovita, pergi dari rumah ini. Aku nggak punya adik sepertimu."Aku mengusap air mataku dan berteriak padanya, "Kamu pikir aku ingin punya kakak seperti kamu? Maxim, aku benci kamu!"Dia menamparku. Pipiku yang merah dan perih langsung membengkak. Aku berlari keluar rumah dan meringkuk di pinggir jalan, berharap dia akan keluar mencariku. Angin malam sangat dingin dan aku hanya mengenakan baju tidur dari sutra.Dalam waktu singkat, bibirku mulai membiru dan tubuhku menggigil tak terkendali. Dengan penuh kekecewaan, akhirnya aku menyadari bahwa kakakku tidak akan mencariku. Dia tidak keluar dari rumah sama sekali.Karena kedinginan dan tidak pun

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 6

    Aku melihat wajah kakakku yang muram terbenam di sofa, kini akhirnya menampakkan sedikit senyuman. Aku tahu, itu karena jam pulang sekolah adik perempuanku sudah hampir tiba.Saat aku masih duduk di sekolah dasar, adik perempuan yang tidak memiliki hubungan darah denganku ini datang ke rumah kami. Katanya, wajah adik itu lumayan mirip dengan almarhum ibuku.Mungkin itulah alasan kakakku bersikap baik padanya. Aku sering berpikir, seandainya saja aku bisa sedikit mirip dengan Ibu, mungkin keadaannya akan lebih baik. Setidaknya, Ayah dan Kakak tidak akan begitu membenciku.Safira melompat-lompat mendekati mobil kakakku dengan mengenakan gaun putih seperti seorang putri. Dengan senyuman manis di wajahnya dan hidungnya yang sedikit memerah, penampilannya membuat orang merasa simpati padanya. Senyumannya tampak begitu cerah.Safira adalah seorang putri yang dimanja. Dia sangat pandai menyenangkan hati Kakak dan Ayah, serta mendapatkan kasih sayang semua orang. Tidak seperti aku yang tidak p

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 7

    "Jangan bilang Kak Yovita seperti itu. Mungkin dia cuma lagi kesal. Semua ini salahku. Kalau bukan gara-gara aku, Kak Yovita nggak akan semarah itu sama Kakak."Lagi-lagi, Safira berpura-pura baik. Bagaimanapun juga, aku tetap tidak bisa menghubungkan gadis di depanku ini dengan ibu yang lembut di dalam foto. Apa mereka benar-benar mirip?"Kamu memang murah hati, Safira. Meski Yovita memperlakukanmu dengan buruk, kamu selalu membelanya." Kakakku mengusap rambut Safira dengan lembut."Dalam surat wasiat Ayah dulu, hartanya dibagi rata untukku dan Yovita. Tapi, melihatnya bersikap gila sekarang, mana mungkin dia pantas jadi adikku? Jadi, rencananya aku mau ubah surat wasiat itu dan memberikan bagiannya padamu."Perasaan mual yang tak bisa dijelaskan mulai menjalar dari perutku. Aku ingin pergi, tetapi rasanya seperti jiwaku terbelenggu. Aku bahkan tidak bisa bergerak dan kepalaku terasa berdengung.Suara kakakku masih terdengar di telingaku. "Sebenarnya, waktu Ayah masih sempat diselama

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 8

    Ketika pertama kali datang, Safira masih bersikap cukup baik padaku. Setidaknya saat di rumah, dia selalu mengikuti di belakangku dengan senyum malu-malu di wajahnya dan memanggilku "Kak Yovita".Sampai dia menyadari bahwa ayah tidak peduli padaku dan kakakku memperlakukanku dengan buruk, barulah dia mulai ikut-ikutan memperlakukanku dengan cara yang sama. Saat itulah aku sadar, ternyata Safira bukanlah seseorang yang mudah tersenyum.Dia pernah mengadangku di toilet sekolah, memimpin para gadis lain untuk menarik rambutku dan menekanku ke lantai. Di bagian tubuh yang tertutup pakaian, mereka menendang dan memukulku.Sakit, tapi tidak meninggalkan bekas luka. Mereka sangat ahli, bahkan memar pun tidak terlihat."Kak Yovita, jangan benci aku. Kalau mau benci, bencilah kakakmu. Semua yang kulakukan padamu ... itu karena dia mengizinkannya. Kalau bukan karena restu kakakmu, kamu pikir anak angkat sepertiku berani bertindak searogan ini?"Ya, kalau bukan karena kakakku yang memberi izin, m

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 9

    Berkali-kali aku pulang dengan rambut dan pakaian yang acak-acakan. Kakakku hanya menatapku dengan ekspresi dingin, lalu menarikku dan bertanya, "Yovita, kamu buat macam-macam di luar? Kamu itu belum genap 18 tahun, kamu nggak malu sama Ibu?"Aku menahan tangisku dan berusaha diam. Namun, rasa sakit di tubuh dan hatiku tak bisa kutahan. Aku ingin memberi tahu kakakku. Akan tetapi, Safira dan beberapa teman laki-laki di kelas telah menelanjangiku dan mengambil foto-foto yang tidak senonoh.Dengan senyum tak berdosa di wajahnya yang cantik, Safira berkata, "Yovita, kalau kamu berani ngadu, aku akan sebarkan foto-foto ini. Kalau sampai itu terjadi, kita lihat saja apa yang dipikirkan kakakmu nanti tentang kamu."Apakah ada gunanya mengadu? Aku tidak tahu. Sejak saat itu, aku mulai minum obat. Rambutku mulai rontok dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, tidak ada yang berubah.Pada akhirnya, aku pergi ke psikolog. Seorang terapis wanita mengelus kepalaku dengan tatapan penuh kasih dan kele

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 10

    Sejak sakit, temperamenku menjadi sangat buruk. Sikapku terhadap Safira dan Maxim juga semakin buruk dibandingkan sebelumnya.Pada ujian bulanan waktu itu, nilaiku jadi menurun karena sakit. Meski demikian, nilaiku tetap saja lebih bagus dibandingkan Safira. Aku merasa senang karena setidaknya dalam hal akademis, aku lebih unggul darinya.Saat menatapnya, aku melihat kilatan matanya yang dipenuhi kebencian. Kemudian, sudut bibirnya menyunggingkan senyuman licik. Awalnya, aku tidak mengerti maksud dari senyuman tersebut ... sampai dia membawa beberapa orang keluar.Tak lama setelah itu, di seluruh kelas beredar rumor bahwa aku adalah pembawa sial yang menyebabkan kematian ibuku. Saat kembali dari jam istirahat, aku menemukan bangkai ular dan laba-laba beracun diselipkan di mejaku.Meja dan kursiku juga diganti dengan yang rusak dan tak bisa digunakan lagi. Rupanya penghinaan fisik saja tidak cukup bagi Safira. Dia mulai menyerang mental dan emosiku.Di jalan keluar dari sekolah, dia mel

Latest chapter

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 23

    Aku menatap Maxim yang wajahnya terlihat ramah dengan heran. Maxim merentangkan kedua tangannya sambil mendekatiku."Yovita, adikku, akhirnya kita bertemu lagi."Aku buru-buru berbalik untuk menghindar."Maxim, sudah kubilang. Aku nggak bakal panggil kamu kakak lagi. Aku juga bukan adikmu lagi."Kegembiraan pada tatapan Maxim berangsur menghilang. Kedua tangannya juga terkulai lemas. Dia bertanya dengan lirih, "Kalau aku mati, apa kamu bakal senang?"Aku bisa mendengar harapan pada nada bicaranya."Nggak bakal. Kalau bisa, aku harap kamu ...."Maxim mendengar dengan tenang. Tampak senyuman tulus di wajahnya."Aku harap kamu panjang umur dan hidup sebatang kara sampai akhir hayatmu."Senyuman Maxim membeku. "Yovita, apa yang kamu katakan?""Aku bilang aku nggak mau kamu mati. Karena aku nggak ingin melihatmu. Maxim, aku nggak ingin melihatmu untuk selamanya!"Hari ketika aku meninggalkan dunia fana, aku pergi mengunjungi Kenny dan Lydia. Mereka berdua berdiri di depan makamku, mengenang

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 22

    Seperti mendengar suara hatiku, kakakku tiba-tiba datang ke kamarku yang kosong melompong. Kamar ini sangat bersih, seolah-olah tidak pernah ditempati siapa pun. Wajar saja. Apa yang dimiliki Safira tidak dimiliki olehku."Yovita, apa kamu masih di sini? Aku terus merasakan keberadaanmu," gumam kakakku yang duduk dengan lemas.Parmi menghampiri dan menghela napas. "Maxim, kamu harus jaga kesehatan. Yovita sangat sayang padamu. Dulu kalau kamu mabuk, dia yang masak bubur dan sup pereda pengar.""Barang-barang di mejamu, termasuk pelindung mata, juga disiapkan Yovita. Yovita juga menyetrika pakaianmu."Maxim teringat saat dirinya pulang dalam keadaan mabuk. Dia melihat Yovita menjulurkan kepalanya dari kamar samping sambil menatapnya dengan takut. Saat itu, Yovita baru SMP 1. Maxim sibuk menghadiri pertemuan bisnis demi perusahaannya.Namun, Maxim malah berkata, "Kalau bukan karena kamu, aku nggak perlu capek-capek begini. Aku membencimu, Yovita."Ketika melihat mata Yovita berkaca-kaca,

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 21

    Maxim menyelidiki semua hal yang terjadi padaku semasa hidupku. Dia baru tahu Safira telah melakukan begitu banyak hal jahat di belakangnya.Ternyata Maxim tidak tahu apa-apa selama ini. Kukira dia tahu. Aku menyaksikan Safira yang sedang menyimak pelajaran, dipanggil keluar dan ditarik ke toilet wanita.Seperti yang kualami, Safira juga ditindas, bahkan beberapa orang itu mengambil foto telanjangnya. Kemudian, seseorang mengunggahnya di forum sekolah secara anonim. Selain itu, kebenaran tentang Safira yang menyebarkan rumor tentangku dan membawa orang menindasku di kampus akhirnya terungkap.Begitu semuanya terungkap, dampaknya menjadi makin besar. Safira menjadi sasaran publik. Penderitaan yang dialaminya ratusan kali lipat lebih parah dariku. Dia berlutut di depan pintu, memohon pada Maxim untuk mengampuninya.Safira sungguh tidak mengerti. Maxim jelas-jelas begitu membenciku. Bukankah Maxim seharusnya gembira setelah aku mati?Lantas, kenapa Maxim malah menyelidiki semua yang terja

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 20

    Kenny dan Lydia sama-sama mencari Maxim untuk meminta abuku. Mata mereka berdua terlihat bengkak karena menangis.Menurutku, perasaan manusia tidak bisa diukur dengan waktu. Contoh saja aku dan kakakku yang hidup bersama selama 18 tahun. Kakakku tidak pernah memelukku ataupun memberiku cinta kasih.Sebagian besar cinta kasih yang kurasakan di dunia ini berasal dari Kenny dan Lydia. Aku mati pada malam aku berlari menuju kehidupan baruku."Serahkan abu Yovita pada kami. Yovita nggak ingin bersamamu. Hal terakhir yang dia lakukan adalah meninggalkanmu. Benar, 'kan?" ucap Lydia dengan wajah sedingin es.Kini, Lydia tidak terlihat seperti biasanya saat memaki kakakku. Dia berusaha bersikap sopan karena tidak ingin aku dipandang rendah hanya karena berteman dengan orang yang suka cakap kotor."Maxim, aku tahu kamu benci Yovita," ujar Lydia menatap Maxim lekat-lekat.Maxim hanya bisa menunduk, memeluk guci abuku. Dia tidak menanggapi apa pun. Tidak ada yang perlu diherankan. Lagi pula, apa y

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 19

    Polisi melewatkan bagian itu. Kemudian, di CCTV pinggir jalan, mereka melihatku yang linglung ditabrak oleh mobil.Para polisi hanya bisa menepuk bahu Maxim dengan penuh simpati. Mereka tidak bisa mengatakan apa pun.Maxim terduduk lemas di lantai. Tatapannya hampa, wajahnya cemas. Ini seperti Maxim yang baru berusia 10 tahun. Saat itu, dia hanya bisa menatap adik yang baru lahir dan orang tuanya yang baru meninggal. Hatinya terasa sakit.Tubuhku ditemukan dengan cepat. Aku berbaring dengan tenang di tanah. Tubuhku sudah kaku dan dingin.Orang-orang di rumah sakit merasa iba padaku. "Kasihan sekali. Kudengar usianya baru 18 tahun."Ada juga yang mengeluh, "Sudah berhari-hari lewat, tapi keluarganya baru mencarinya."Orang-orang menatap Maxim dengan kesal. Ya, bisa dibilang Maxim dan Safira yang mencelakaiku selama ini. Sebagian besar penyebab penderitaanku adalah Maxim. Kedua bersaudara ini memang pembunuh.Maxim memeluk jenazahku sambil bergumam, "Yovita, Kakak bawa kamu pulang. Kamu

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 18

    Maxim berkali-kali berpikir, apa hasilnya akan berbeda jika dirinya mengikuti suara hatinya dan mencari adiknya di luar malam itu?Namun, begitu kakinya tiba di depan pintu, Maxim mengurungkan niatnya. Dia yakin adiknya akan pulang.Tidak peduli bagaimana Maxim memarahi Yovita, Yovita tetap adiknya. Maxim adalah satu-satunya keluarganya di dunia ini. Ke mana Yovita bisa pergi kalau bukan pulang?Maxim pergi ke kantor polisi untuk melapor. Polisi bertanya seperti biasa, "Sudah hilang berapa hari?""Tujuh hari," sahut Maxim dengan perasaan bersalah."Kamu kakak kandungnya? Adikmu hilang tujuh hari, tapi kamu baru lapor sekarang?" Polisi menatap Maxim dengan saksama. Nada bicaranya terdengar kesal.Kegelisahan menjadi makin kuat di hati Maxim. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Ada suara yang terus terngiang di benaknya. "Kamu nggak takut sesuatu terjadi padanya?"Aku melayang di udara, menyaksikan kakakku mencari ke sana sini dengan panik. Ini hal yang baru untukku. Dia tidak pernah

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 17

    Siapa sangka, Lydia datang ke rumahku. Dia sangat membenci kakakku. Dia tidak akan datang ke pinggiran kota terpencil ini kalau bukan untuk mengantarku pulang. Masalahnya adalah sudah tujuh hari aku tidak menjawab teleponnya.Maxim membuka pintu dan menatap orang yang datang. Tato di tulang selangka, gimbal yang khas. Maxim langsung mengernyit. Dia ingin bertanya, tetapi Lydia bersuara duluan, "Di mana Yovita?"Alis Maxim berkerut makin hebat. Dia menyahut dengan nada meremehkan, "Bukannya dia bersama kalian?"Maxim selalu begitu. Dia tidak menyukai orang yang punya hubungan baik denganku. Maxim boleh menghinaku, tetapi aku tidak akan membiarkannya menghina teman-temanku.Lydia sontak terbelalak. Dia termangu sesaat sebelum bertanya dengan ekspresi dingin, "Kamu ini manusia atau bukan? Adikmu hilang tujuh hari, tapi kamu nggak cari dia? Kamu nggak takut terjadi sesuatu padanya?"Maxim menggenggam pegangan pintu dengan erat hingga tangannya memucat. Aku bisa melihat ketakutan pada sorot

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 16

    Hari ketujuh setelah aku mati, Maxim akhirnya keluar mencariku untuk pertama kalinya.Namun, Safira menghalanginya. "Kak Yovita pasti di rumah pria itu. Kalau kamu mencarinya, gimana kalau kamu melihat pacarnya ...."Begitu mendengarnya, Maxim langsung duduk di sofa dan melempar kunci mobilnya. Niatnya untuk mencariku pun sirna. Aku bisa melihat senyuman bangga Safira.Kemudian, Maxim menelepon teman-temannya untuk mengeluh tentangku, "Entah ke mana Yovita pergi. Dia sudah tujuh hari nggak pulang.""Tsk, aku pernah melihat adikmu ini di bar beberapa kali. Dia berteman dengan beberapa pria nggak jelas. Aku rasa dia lagi tidur sama pria."Aku mendengar fitnahan itu dengan ekspresi dingin. Ternyata aku wanita seperti itu di mata teman Maxim.Aku terbang ke kejauhan, memandang lampu di jalanan. Tidak ada emosi yang bisa kurasakan. Aku teringat pada Lydia dan Kenny. Di dunia ini, hanya mereka yang peduli padaku.Namun, aku segera merasa sedih kembali. Jika mereka tahu aku sudah mati, bukank

  • Kakakku Menjadi Gila Setelah Kematianku   Bab 15

    "Yovita, kamu nggak tahu malu sekali. Kamu ingin sekali ditiduri pria?"Ketika mendengar hinaan itu, amarahku berkecamuk. Aku melayangkan tamparan ke wajah Maxim dengan sekuat tenaga.Seketika, terlihat bekas tamparan yang jelas di wajah kakakku. Tatapannya penuh ketidakpercayaan. Ini pertama kali dan terakhir kalinya aku melawannya, karena aku ingin meninggalkan rumah ini."Kak, ini terakhir kalinya aku memanggilmu begini. Kamu membesarkanku selama 18 tahun dan aku menderita selama 18 tahun. Kamu nggak pantas jadi kakakku."Maxim mengernyit dan memicingkan matanya. Dia bak harimau ganas yang berusaha keras menahan emosinya. Saat berikutnya, dia meraih bahuku dan mengguncang tubuhku dengan kuat."Yovita, kamu benar-benar sudah gila. Setelah kamu nyesal, aku nggak bakal maafin kamu atau kasih kamu masuk rumahku lagi."Aku mendengus dan menatap mata Maxim lekat-lekat."Baguslah kalau begitu. Aku yakin ini adalah keputusan terbaik yang kubuat selama 18 tahun ini."Kemudian, aku langsung m

DMCA.com Protection Status