Jerat Gairah Pewaris Arogan

Jerat Gairah Pewaris Arogan

Oleh:  Klandestin  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
57Bab
1.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Adrienne Maizahira harus menghadapi pahitnya kehidupan. Setelah ditinggalkan oleh ibunya kepada ayah tirinya, harapannya untuk disayangi dengan baik hancur lebur. Ternyata, ayah tirinya menjualnya kepada seorang pengusaha sukses multinasional di Toronto karena terlilit hutang besar. Demi mendapatkan posisi sebagai kepala keluarga trah Hidalgo, Drew memaksa Adrienne untuk menikah dengannya dan melahirkan keturunan laki-laki. Drew membutuhkan penerus yang memiliki kegilaan yang sama dengan Adrienne. Namun, bagaimana jika Drew tidak bisa lepas dari tunangannya yang tidak bisa memberikan ia keturunan? Dan bagaimana jika pesaing bisnis Drew juga menginginkan Adrienne?

Lihat lebih banyak
Jerat Gairah Pewaris Arogan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
DSL
Semangat kakak
2024-07-08 13:43:40
1
57 Bab

01. Gadis Malang

“Kau akan pergi ke Toronto dan hidup di sana.” Bola mata Adrienne terbelalak. “Maksud Ayah? Apakah aku akan sekolah di sana? Benarkah Ayah mengizinkanku untuk sekolah dan belajar? Sungguh?” tanyanya nyaris memekik karena belajar dan sekolah adalah salah satu mimpi Adrienne. “Percaya diri sekali kau!” Bondar menoyor kepala Adrienne. “Orang miskin tidak pantas untuk bersekolah, kau tau itu! Kau akan hidup di Toronto dengan pria yang sudah membeli kau!” Begitu Bondar mengucapkan kalimat itu, wajah Adrienne seketika memucat. Matanya terbuka lebar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dadanya terasa sesak dan jantungnya berdetak semakin cepat kini. “A-ayah menjualku? Bagaimana bisa Ayah melakukan ini? Aku bukan barang yang bisa dijual!” Mempertahankan haknya sebagai seorang anak dan manusia, Adrienne berusaha menentang keputusan Bondar yang sangat tidak manusiawi. “Kau tau, hidup ini keras. Dan ini adalah keputusan yang terbaik!” tampik Bondar menyilangk
Baca selengkapnya

02. Menikahlah Denganku!

Keesokan paginya, Adrienne bangun dengan keadaan suhu tubuh yang meninggi. Semalam, Drew nyaris merenggut kesuciannya setelah pria itu mencumbu setiap inci tubuhnya dengan posisi ia yang masih terikat rantai. Tersiksa berat Adrienne, meronta, menjerit, berteriak dan meraung, memohon sedikit belas kasihan pada Drew agar tidak melakukannya. Beruntunglah bantuan datang melalui dering telepon yang membuat Drew langsung meninggalkan Adrienne tanpa sepatah kata pun. Matanya yang dulu masih memancarkan kilau kini redup sempurna, penuh dengan luka yang tak terlihat. Hatinya hancur berkeping-keping, setiap bagian dari dirinya menjerit dalam kesedihan yang tak terperi. Dia merasa seolah-olah dunia telah berpaling darinya, meninggalkannya dalam kegelapan yang tak berujung. “Kenapa selalu aku?” Adrienne menjerit dalam hati, kepalanya tertunduk, bahunya berguncang, ia mulai menangis. Adrienne merasa sangat lemah saat ini. Tak memiliki semangat barang secuil pun. Takdir seakan selalu mengeja
Baca selengkapnya

03. Sebuah Syarat

Sedari hari di mana Drew mengajak Adrienne menikah, gadis itu tak pernah lagi melihat batang hidung pangeran sulung trah Hidalgo tersebut. Entah kemana perginya Drew, seluruh pelayan di mansion pribadi pria matang itu turut mencarinya. Kini terhitung empat belas hari sudah Adrienne terkurung di dalam sangkar emas Drew. Segala kebutuhannya memang terpenuhi, tetapi Adrienne tidak memiliki akses keluar barang satu langkah pun dari tempat ini. Bahkan Adrienne tidak tahu keadaan di luar sana seperti apa. Apakah rumah mewah ini terletak di tepi jalan kah di tengah hutan atau bahkan di puncak pegunungan. Senang terbebas dari Bondar yang selalu menuntutnya untuk menghasilkan uang setiap hari? Tentu saja Adrienne senang, tetapi bukan kesenangan seperti ini yang dia inginkan. Ini sama saja seperti dia keluar kandang singa masuk kandang macan. “Anna, sampai kapan aku tidak diizinkan keluar?” Adrienne melemparkan pertanyaan pada pelayan yang ditugaskan untuk selalu menemaninya, Anna. “Sam
Baca selengkapnya

04. Malam Ini

“Kau berani bernegosiasi denganku?” Drew terkekeh rendah mendengar permintaan Adrienne yang sangat berani. Pria matang itu duduk menegakkan tubuh, matanya membidik tajam pada lawan bicara di depannya. Sudah berdiri anggun Adrienne menggunakan gaun pengantin, mereka siap melakukan pemberkatan. “Masa bodoh!” desis Adrienne. “Kau pikir aku tidak bisa gila menghadapi orang gila sepertimu? Kau bisa mengencani wanita yang setara denganmu, lalu menikahinya. Bukan justru memanfaatkan kelemahan orang miskin sepertiku dengan embel-embel hutang. Kau tau, alasanmu terlalu klasik! Sebutan apa yang pantas untuk pria sepertimu? Bajingan kah bedebah?” “Kau adalah gadis paling kurang ajar yang pernah kutemui.” Drew berdiri, melangkah menghampiri Adrienne dengan kedua tangan masuk ke dalam sak celana. Berdiri, matanya menajam laksana mata elang yang tengah mengintai buruan. “Well ... sebab aku bajingan, aku memilih gadis keparat sepertimu. Kita akan menjadi pasangan gila yang menghancurkan dunia. Be
Baca selengkapnya

05. Lelaki Gatal

Adrienne tertegun, kewarasannya berguncang hebat. Mata yang tadinya terpejam, kini terbuka sempurna. Jadi, sejak tadi Drew membayangkan tengah bercinta dengan perempuan lain hingga berakhir mendesahkan nama Allena? Adrienne terkekeh sinis pun miris. Miris terhadap takdirnya Lalu, sedetik kemudian, Adrienne menendang kuat tubuh bagian bawah Drew yang ambruk di atas dirinya dengan lutut. Pria kontan mengerang kesakitan sebab lutut Adrienne mendarat tepat di kepemilikannya. Penyatuan keduanya pun kian terlepas dan Drew berguling ke sisi kanan. Aksinya tersebut jelas membuat Drew terkejut dan marah. Mata Drew melotot nyalang pada Adrienne, tampak urat kemarahannya mencuat di sekitar pelipis. “Allena! Ya, kau bercinta dengan perempuan bernama Allena! Kau bercinta dengan Allena, bukan Adrienne. Kau gila, kau benar-benar sinting!” teriak Adrienne dengan berapi-api. Sakit di bagian kewanitaannya belum lah hilang, bahkan ia masih merasakan sakit yang teramat akibat permainan Drew. Na
Baca selengkapnya

06. The Game

Adrienne terkekeh sinis melihat pesan singkat tersebut. Ia memutar bola mata dengan malas dan memutuskan membalasnya langsung dari ponsel sopir pribadinya itu. “Aku tidak akan menggugurkan anak di dalam kandunganku jika aku hamil nanti. Kau tak perlu mengancam semua orang di sini, Bedebah! Kurang kerjaan sekali kau rupanya.” Dia tidak peduli jika balasan pesannya itu berhasil membuat si sopir dan Anna semakin gugup ketakutan. Menurut Adrienne, Drew sangat lah berlebihan padahal dia sama sekali tidak memiliki pemikiran seperti itu. “Aku jadi penasaran dengan tingkat parnonya,” celetuk Adrienne bergumam pelan. Kemudian wanita itu menatap laki-laki berseragam serba hitam di samping Anna. “Boleh aku meminjam ponselmu?” tanya Adrienne dengan maksud. Sopir tersebut segera menoleh pada Anna dengan satu tangan memegangi pergelangan tangan lainnya. Dia tampak ragu, tetapi kepalanya segera mengangguk saat Anna mengiyakan. “Tentu, Nyonya. Silahkan, Anda boleh memakainya.” Adrienne m
Baca selengkapnya

07. Barang Tak Berharga

Waktu berlalu dan semuanya tak ada yang berubah. Drew tetap dengan sikap acuh tak acuhnya, tak memberikan perhatian layaknya suami terhadap istri. Sebaliknya ia justru sering menekan Adrienne. Mengancam untuk tidak melakukan hal yang membuat Adrienne menunda kehamilan, itu dan ini. Lalu setelahnya dia akan sibuk, berkutat dengan berkas-berkas perusahaan, melakukan meeting, meninjau proyek dan lain-lain hingga waktu yang Adrienne dapatkan dari suaminya benar-benar jika hanya di ranjang saja. Kebosanan menggelayuti Adrienne hingga dua pekan lamanya. Terhitung kini satu bulan kurang lebih ia berada di sangkar emas tersebut. Asing, itulah yang Adrienne rasakan. Setiap hari Adrienne melemparkan pertanyaan pada dirinya sendiri, sebenarnya apa gunanya ia di sini? Apakah dirinya betulan hanya sekedar wanita pemuas nan harus melahirkan anak lelaki untuk Drew? Baginya, setiap hari adalah rutinitas yang sama, bangun tidur, menyiapkan sarapan, menunggu Drew pergi bekerja, lalu menghabiskan
Baca selengkapnya

08. Suspect

“Apakah warna lipstik ini benar cocok untukku, Anna?” Adrienne mematut pantulan dirinya di cermin. Sembari itu ia melemparkan pertanyaan pada Anna yang tengah menyisir rambutnya. Dia baru mencoba lipstik baru, atas rekomendasi Anna. Anna melemparkan senyum manis dan menganggukkan kepala. “Cocok, Nyonya. Warna nude sangat pas dengan tone kulit Anda. Tidak membuat kusam ataupun terlalu bold. Natural,” balasnya. “Tuan pasti akan suka melihat riasan Anda hari ini.”Tidak tahu mendapatkan inisiatif dari mana, Adrienne tiba-tiba ingin memakai riasan. Hingga ia meminta Anna untuk mengeluarkan peralatan kosmetik baru yang dia beli beberapa waktu lalu. Bisa dibilang kebutuhan Adrienne di sini terpenuhi dengan baik. Tak ada satupun yang kurang. Makanannya diperhatikan dengan sangat baik, kesehatan fisiknya pun demikian, ada dokter yang memantau kesehatan Adrienne. Jelas saja karena ia adalah calon ibu dari calon pangeran trah Hidalgo generasi selanjutnya. Namun, bukankah hanya sekedar makana
Baca selengkapnya

09. Try

Mendengar pertanyaan sederhana yang terasa berat dari Adrienne, sontak saja berhasil membuat Seleste tersedak ludahnya sendiri. Gadis berambut blonde itu terdiam, dalam waktu yang cukup lama. Ia terlihat tengah berpikir keras memikirkan jawaban yang pas atas pertanyaan Adrienne.“Hey! Aku bertanya padamu. Kenapa kau mematung?” Adrienne menjentikkan jari di depan wajah Seleste sambil mendengus, kesal dengan ketidakresponsifan adik iparnya.Seleste yang tengah melamun lantas terperanjat kaget. Ia mengerjapkan mata lalu berdehem pelan, berusaha menormalkan mimik wajahnya kembali. “Ah maaf, aku tadi teringat sesuatu,” katanya sambil tersenyum canggung.Sementara itu, Adrienne tak menyurutkan rasa curiganya pada Seleste. Dia merasa bahwa tidak ada orang yang bisa dipercaya di kediaman yang berisikan orang-orang munafik ini. “Jangan mengalihkan pembicaraan, Seleste. Aku butuh jawaban yang jujur darimu. Kau pasti tau bagaimana kakakmu!" tanya Adrienne dengan nada lebih mendesak.“Begini. K
Baca selengkapnya

10. Wanita Lain

Adrienne berdiri di dapur, mengaduk-aduk panci berisi sup yang sudah hampir matang. Aroma wangi kaldu ayam memenuhi ruangan, tetapi pikiran Adrienne melayang ke tempat lain. Sudah satu bulan ini dia berusaha menjadi istri yang ideal untuk Drew. Semua perkataan Seleste dia lakukan tanpa terlewat sedikitpun. Walau perasaan marah dan kesal itu selalu ada sebab kerap kali Drew masih menunjukkan sikap yang sama, yaitu datang jika dia harus memuaskan birahi pria itu. Namun, Adrienne tidak ingin berhenti walau dengan sangat berat hati ia melakukannya. "Jika aku berhenti dan menyerah maka aku akan mati mengenaskan di tangan bajingan itu!" Begitulah kurang lebih kata-kata yang ia sematkan di otak guna memacu semangatnya. Setiap hari, Adrienne menguatkan mental, memupuk kesabaran lebih ekstra lagi. Dia mengurangi kata-kata sarkasnya pada Drew, berpenampilan dengan lebih anggun, melenyapkan nyaris sepenuhnya sosok Adrienne yang sesungguhnya. "Well, kurang baik apa aku sebagai is
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status