Share

04. Malam Ini

“Kau berani bernegosiasi denganku?”

Drew terkekeh rendah mendengar permintaan Adrienne yang sangat berani. Pria matang itu duduk menegakkan tubuh, matanya membidik tajam pada lawan bicara di depannya. Sudah berdiri anggun Adrienne menggunakan gaun pengantin, mereka siap melakukan pemberkatan.

“Masa bodoh!” desis Adrienne. “Kau pikir aku tidak bisa gila menghadapi orang gila sepertimu? Kau bisa mengencani wanita yang setara denganmu, lalu menikahinya. Bukan justru memanfaatkan kelemahan orang miskin sepertiku dengan embel-embel hutang. Kau tau, alasanmu terlalu klasik! Sebutan apa yang pantas untuk pria sepertimu? Bajingan kah bedebah?”

“Kau adalah gadis paling kurang ajar yang pernah kutemui.” Drew berdiri, melangkah menghampiri Adrienne dengan kedua tangan masuk ke dalam sak celana. Berdiri, matanya menajam laksana mata elang yang tengah mengintai buruan. “Well ... sebab aku bajingan, aku memilih gadis keparat sepertimu. Kita akan menjadi pasangan gila yang menghancurkan dunia. Benar begitu, calon istriku yang keparat?”

Make up artist dan beberapa pelayan yang ada di ruang make up tersebut kian terperangah mendengar ucapan Adrienne. Baru kali ini mereka mendengar dan melihat pangeran sulung trah Hidalgo harga dirinya dipukul telak oleh ucapan pedas gadis miskin dan melarat.

Membekap mulut sudah orang-orang di sana. Interaksi mereka yang seharusnya terdengar menegangkan, justru kini amat menggelitik perut.

Adrienne mengepalkan tangan hingga kuku-kukunya menancap di telapak. Dadanya bergemuruh, luapan emosi perlahan naik memenuhi jiwa. Lalu dia memejamkan mata guna menormalkan amarahnya. Sedetik kemudian bola mata hitam itu kembali menatap Drew.

“Tidak usah banyak bicara! Kau tinggal katakan ya kah tidak!”

“Tidak! Hidupmu milikku. Pemilik bebas melakukan apapun terhadap barang miliknya!” timpal Drew dengan wajah tanpa ekspresinya.

“Kau keterlaluan dan benar-benar keterlaluan! Aku bukan barang yang bisa kalian perlakukan semaunya!” delik Adrienne.

Drew menaikkan sebelah alisnya tinggi-tinggi, kemudian pria matang itu mengedikkan bahu. Acuh terhadap kemarahan Adrienne, dia telah membayar mahal, maka dirinya bebas melakukan apapun. Lagipula, dibandingkan menolak dirinya, bukankah Adrienne seharusnya bersyukur karena ia telah menyelamatkannya dari Bondar.

Namun, melihat keras kepalanya Adrienne yang terus berseru hingga telinganya terasa panas, Drew tidak ada pilihan lain selain mengiyakan. Dia tidak mempunyai banyak waktu senggang untuk hari ini. Pekerjaan di kantor sangat menumpuk.

Pernikahan terkutuk, Adrienne menganggapnya seperti itu! Pemberkatan dan tumpang tangan oleh pendeta mulai dilakukan. Janji suci keduanya telah diucapkan di depan semua pasang mata yang hadir.

Tak bisa lagi mengelak, kini dirinya adalah milik Drew Richard Hidalgo. Pria yang terkenal amat sangat arogan, tak mengenal laki-laki kah perempuan, jika menurut Drew orang itu layak ia pukul, maka dia akan melayangkan pukulannya.

Tidak ada pesta mewah, hanya acara kecil yang dihadiri oleh beberapa kerabat Drew. Termasuk orang tua pria itu yang terlihat tidak menyukai Adrienne. Hei, jelas saja tidak suka, mereka ini orang kaya nan terhormat, tetapi Drew justru memilih gadis rendahan untuk melahirkan penerus mereka. Akan tetapi, tidak ada yang bisa mereka lakukan, keputusan Drew adalah mutlak, tidak ada yang bisa mengganggu gugat.

“Persiapkan dirimu untuk malam hari. Aku mau kau hari ini melakukan tugasmu! Berikan aku keturunan,” bisik Drew lalu memagut singkat bibir Adrienne. “Jadilah istri yang baik, Miss. Hidalgo.”

“Persetan!” Adrienne memekik, melepas lalu melempar veil yang berada di atas kepalanya. Tatapannya terlihat berapi-api menatap punggung Drew yang semakin menjauh dari pelupuk mata.

“Bondar! Jika bukan karena hutang tua bangka itu, tidak akan aku terperangkap di sini. Aku membencimu, aku benci sekali padamu!” Mengutuk, Adrienne kembali takdirnya yang selalu membuatnya tidak berdaya di bawah kendali orang. Kapan dirinya terbebas dari manusia-manusia toxic yang menghambat kebahagiaannya?

Dulu, Adrienne berkali-kali pernah kabur dari rumah Bondar. Bahkan ia sudah berhasil keluar dari Montana atas bantuan teman kerjanya di restoran. Namun, hal tersebut hanya berlangsung selama dua hari. Bondar berhasil menemukannya di Calgary dan menyeret dirinya kembali ke Montana.

Pernah juga ia mengendap-endap masuk ke bagasi mobil atasannya yang akan pergi ke Nevada. Dengan bekal uang seadanya, Adrienne bisa hidup di Nevada selama tujuh hari. Akan tetapi juga entah bagaimana caranya Bondar bisa menemukan dirinya.

Kemudian ia mendapatkan hukuman telak, tubuhnya menjadi objek pelampiasan amarah Bondar. Ia nyaris tak pernah lepas dari kekerasan fisik yang Bondar lakukan.

Kini, Adrienne semakin membenci takdirnya, tetapi dia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan menjalaninya dengan sangat terpaksa.

Tiba malam menghampiri, pukul sembilan Drew baru kembali ke kediaman. Adrienne yang tengah duduk sambil membaca buku, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Anna nan memberitahu hal tersebut.

“Dia bukan orang yang sangat penting. Mengapa harus selalu disambut seperti itu?!” deliknya.

“Nona, Anda adalah istri Tuan. Tugas seorang istri adalah melayani suami. Itu kewajiban.” Anna tak berani menatap Adrienne.

Adrienne menghela napas panjang, suka tidak suka, rela tidak rela,itu kewajiban dan perlu digaris bawahi. Ia meletakkan buku di atas meja, kemudian berdiri dan dengan perasaan sangat malas dia berjalan menuruni anak tangga. Kamarnya dipindah ke lantai tiga, satu kamar dengan Drew.

Dengan wajah masam pun penuh kekesalan, Adrienne menyambut Drew. Adrienne muak sekali melihat wajah pria itu, perutnya terasa mual, sangat mual hingga dia ingin memuntahkan seluruh isi perutnya di muka Drew.

“Bisakah kau berhenti menatapku?” seru Adrienne merasa risih dengan tatapan Drew yang sangat mesum menurutnya, padahal tatapan Drew memang seperti itu. Matanya tajam, tetapi sedikit saja redup maka yang terlihat adalah sorot mata seksi nan mesum.

“Bisakah aku memakanmu sekarang?”

Adrienne membelalakkan mata. Itu bukan pertanyaan, tetapi pemaksaan. Perempuan berambut coklat itu memekik ketika Drew mengangkat tubuhnya seperti karung beras dan membawanya ke red room di lantai dua.

“Kau! Kau keterlaluan, Drew! Kau keterlaluan sekali, Demi Tuhan yang kitabNya jarang sekali aku sentuh, kau benar-benar keterlaluan!” teriak Adrienne meronta begitu Drew memborgol kedua tangannya sebab tahu bahwa dia pasti akan memukul Drew lalu kabur dari jerat pria itu.

“Aku tidak peduli!” Drew berbisik rendah dan mulai mencumbu tubuh Adrienne detik itu juga.

Tidak ada malam pertama yang penuh cinta. Keduanya tenggelam dalam perasaan masing-masing. Drew, yang terlihat begitu mendambakan tubuh Adrienne, larut dalam kesenangan fisik. Sementara itu, jiwa Adrienne penuh dengan luapan emosi, tetapi gelombang hasrat yang dipicu oleh aksi Drew membuatnya mendesah di bawah kendali suaminya.

“Mmhh … Allena!” Drew mendesah berat seperti hewan, menekan kandas dirinya, hingga benihnya bersemayam di rahim Adrienne yang spontan menegang hebat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status