"Mau sampai kapan seperti ini, Ad? Papa tidak menuntut banyak kok. Jadilah anak yang BERGUNAAA! Kamu seharusnya malu sudah 25 tahun, hidup masih menjadi benalu di keluarga!" Kilasan ucapan itu terus muncul dibenak pria berusia 25 tahun bernama Adrian. Kehidupan penuh kegagalan harus ia lewati dengan berbagai tekanan. Hidupnya bagai bertopang pada ranting rapuh yang kapanpun siap terjatuh. “Ya Tuhan, pintaku hanya satu, hidupkan aku saat kehidupanku memiliki takdir yang bahagia.” Ucapan konyol yang Adrian katakan nyatanya bukan bualan semata. Akibat kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya, jiwanya tiba-tiba terbangun di kehidupan yang jauh dari apa yang ia bayangkan. “Hahaha.. ini GILA!!! Bagaimana bisa aku terjebak di sini?!” Transmigrasi jiwa? ini memang gila, tapi itulah kenyataannya. Lebih parahnya lagi, Adrian bertransmigrasi ke tubuh seorang anak berusia 18 tahun. Tak jauh berbeda dengan takdirnya dahulu, sosok ini juga memiliki takdir buruk bahkan terancam berakhir dengan kematian tragis. "Jangan bermimpi untuk mendapat penghormatan, Ad. Harusnya kamu sadar mengapa orang diistana membencimu. Seorang pangeran tak seharusnya terlahir dari rahim seorang selir. Kedudukanmu dimata mereka tak lebih seperti rakyat jelata. Kau harus ingat ini, kau hanyalah aib istana!!" Dengan segala ketidakadilan dan bayang-bayang kematian, mampukah Adrian merebut tahta dan membawa akhir bahagia untuk sang protagonis sengsara? “Tak kusangka menjadi Adrian si pangeran terbuang lebih melelahkan dibanding Adrian si pengangguran. Sial! Kalau aku sudah kembali nanti, akan kupatahkan jari-jari laknat milik Kimberly itu. Teganya ia menggunakan namaku untuk novel setragis ini.”
View MoreDi dalam ruangan yang begitu gelap, Adrian berdiam diri. Ia masih terhenyak dengan kejadian hari ini. Dimulai dengan sosok Kimberly yang tiba-tiba muncul di sini sampai kematian permaisuri yang begitu mendadak. Pangeran itu mengacak rambutnya frustasi. Ia telah buntu memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi. Kematian permaisuri menjadi alarm bahaya untuknya. "Aku harus menemui Jirea karena seharusnya dialah dalang dibalik kematian permaisuri," ucap Adrian dengan suara parau. Dengan sisa-sisa harapan, ia keluar dari peraduannya untuk menemui sosok tersangka yang ia yakini. Ketika ia sampai di istana utama, banyak prajurit yang korban dari penyerangan yang telah tiba di istana. Adrian menarik lengan seorang prajurit yang sedang berjalan cepat. "Katakan, apa permaisuri telah tiba?" tanya Adrian menodong keras. Prajurit itu nampak takut melihat sosok Adrian yang berbeda. Penampilan Adrian memang terbilang kacau, namun tatapan tajam itu membuat siapapun tak mampu berkutik.
"Nyonya, apakah nyonya sudah dengar mengenai kabar permaisuri?" Jirea yang tengah sibuk menyulam tiba-tiba menghentikan kegiatannya begitu mendengar satu nama yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Alisnya terangkat satu memandang penuh tanya. Ia lantas meletakkan sulamanya kemudian mengode Roger untuk mendekat Roger dengan segera menghampiri Jirea lebih dekat lantas membisikan sesuatu. "Rombongan permaisuri telah diserang." Sebaris kalimat itu membuat wajah Jirea seketika sumringah. Senyuman miring segera terbit dari bibir ranumnya. "Muez menangkap umpannya?" responnya dengan sebuah pertanyaam ambigu. Menangkap apa yang Jirea maksud Roger lantas mengangguk. "Kudengar seluruh prajurit terbantai dan itu artinya permaisuri telah tewas," balas pria tersebut berbinar senang. Wajah puas dan angkuh seketika terbit. Jirea bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju nakas di samping tempat tidurnya. "Kau memang bisa diandalkan," ucapnya lantas melemparkan sebuah kantung berwarn
Kegaduhan di dalam istana tidak terkendali. Banyak para pelayan dan prajurit yang berlarian. Sama halnya dengan sosok jenderal gagah yang melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dari raut wajahnya yang tegas tulang rahangnya nampak begitu menonjol seolah tengah memendam amarah. "Panglima Agung!" teriaknya dengan keras begitu memasuki sebuah ruangan.Sang empu yang tadinya tengah memejamkan mata tersentak kaget."APA APAAN KAU INI!" teriak Roger berbalik marah.Terrson menggeram marah. "Disaat kegaduhan yang terjadi bagaimana bisa kau justru tidur?" tanyanya dengan sarkas.Raut lugu ditunjukkan oleh Roger. "Apa maksudmu?" "Rombongan permaisuri di serang—""APA?!" Belum usai Terrson menjelaskan, Roger sudah terlebih dahulu menyela. Nyatanya jabatan tak menjamin pengetahuan seseorang. Panglima tertinggi itu ternyata tak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa permaisuri. "Aku perintahkan kau menghadap kaisar. Aku akan mengurus sisanya," ucap Roger cepat. Ia bergegas menggunakan pakaian
Bughh Begitu melihat lawannya lengah, sosok bertudung hitam itu segera menendang perut mangsa di depannya. Adrian yang mendapat serangan kejutan itu terdorong mundur. Ia lantas terbatuk dan merasakan nyeri yang sangat pada perutnya. "Ahh sial aku lupa masih memiliki cidera," gumam Adrian lantas meludahkan air liur bercampur darah.Mata elang sang pangeran menyorot tajam."Hey, Kimberly! Berhentilah bercanda. Aku tak mengerti sejak kapan kau menguasai bela diri," ucap Adrian masih tidak bisa melihat situasi yang terjadi.Wanita dibalik tudung itu sempat menatap pangeran heran. Namun tak berlangsung lama begitu melihat Adrian mendekat, itu segera mengayunkan bilah pisaunya diarahkan ke tubuh lawan. Namun Adrian tidak lagi membiarkan lawannya menghajarnya, dengan sigap ia membaca gerakan tangan wanita itu kemudian menangkapnya. "Hey! Kim, ini kakak! Apa kau tidak mengenaliku?" seru Adrian bersuara keras tepat di depan telinga begitu berhasil mengunci pergerakan sosok perempuan yang i
"Hah?! Apa yang baru saja terjadi?"Pangeran segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia berdiri di depan cermin lantas terpaku menyaksikan bayangannya sendiri. Ia terbelalak menyaksikan pantulan cermin yang memperlihatkan postur tubuhnya yang berusia 25 tahun. Masih dengan kemeja putih yang lusuh dan tatanan rambut berantakan. Sayangnya begitu ia mengerjapkan mata, pantulan cermin berganti menjadi sosok pemuda berpakaian kerajaan dan berusia 18 tahun."Apa aku tadi sedang bermimpi?"Tangannya seketika menyentuh dadanya yang beberapa saat lalu terasa sakit.Matanya menyorot lurus bola matanya yang terpantul dalam cermin."Tidak, itu bukan mimpi. Itu adalah ... prekognisi," bisik Adrian lantas secepat kilat berlari menuju pintu peraduannya. Prekognisi merupakan bagian dari ilmu parapsikologi yang membahas mengenai kemampuan seseorang untuk melihat atau memprediksi gambaran masa depan. Biasanya hal itu datang melalui media mimpi prekognitif.Knop pintu berusaha Adrian putar, namun pintu t
Semburat jingga terlihat di ufuk barat pertanda hari sebentar lagi berganti malam. Angin bertiup lembut menenangkan jiwa. Namun berbeda dengan sosok pria yang sedari tadi berjalan ke sana ke mari di depan sebuah pintu yang dijaga ketat oleh prajurit."Ayolah pangeran keinginanmu sudah ditolak, pasti keputusan permaisuri tak akan berubah.""Kita tidak akan tau sebelum mencobanya hingga detik terakhir," ucap sang pangeran dengan sok bijak padahal dalam hatinya terbesit rasa takut dan putus asa.Ceklek ...Pintu itu terbuka lebar lantas muncul sesosok wanita bergaun tertutup dengan dua dayang di belakangnya."Heira, kau pastikan jangan ada barang yang tertinggal," ucap sang permaisuri lantas kembali berjalan tanpa mengindahkan dua pemuda yang menantinya di depan pintu."Permaisuri ... " panggil Adrian terus mengikuti jalan sang wanita. Beberapa kali ia memanggil namun wanita itu tak menggubris. Adrian tak kehabisan akal, ia mencegat jalan sang permaisuri. Namun tetap sang permaisuri me
Setelah seharian penuh, akhirnya rombongan Putri Laveena tiba di kerajaan. Ketika kereta kuda terhenti, sang putri bergegas bersiap keluar. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan banyak massa yang ada di depan gerbang istana. "Ada apa ini?" tanya Laveena kepada prajurit yang membukakan pintu. "Izin menjawab, Tuan Putri, semenjak dekrit kaisar diumumkan, entah mengapa justru banyak pihak yang tidak puas. Beberap saat lalu para cendikiawan Deoreva mengirimkan banyak petisi," jawab prajurit itu sembari membantu Laveen menuruni kereta kuda. "KAKAK?!" Laveena kenal betul dengan suara itu, ya siapa lagi kalau bukan adik satu-satunya itu. "Akhirnya kakak pulang! Aku menunggumu sedari pagi tau, Kak. Kau membuatku khawatir kupikir kau pulang kemarin," ujar Rhiannon begitu sampai di depan kakaknya langsung memeluknya erat. Melihat raut lelah kakaknya, Rhiannon segera menggandeng kakaknya untuk masuk. "Aku tidak sabar mendengar apa yang kau lakukan di sana, Kak," kata Rhiannon kemudian t
Zilano berjalan menyusuri lorong dengan wajah dingin. Ia terlihat tergesa menuju kesuatu tempat. Meskipun matanya nampak terfokus pada jalanan lorong, nyatanya pikirannya melalang buana kepada ucapan ayahnya benerapa saat lalu. ^^^ "Apa yang terjadi? Katakan cepat!" Zilano yang masih dilanda kepanikan berusaha menghindar. Namun sayangnya tak bisa, ayahnya telah menutup ruang geraknya. Tadi ketika ia menggendong George menuju pavilium tabib, tanpa sengaja bertemu Parveen yang sedang berjalan dari arah berlawanan pada lorong jalan yang menuju pavilium tabib. Sehingga usai keluar dari pavilium tabib dengan buru-buru, Parveen menyeret anaknya untuk diinterogasi. "Mengapa kau hanya diam saja, Zilan!" bentak Parveen kehilangan kesabaran. Pada akhirnya Zilano menyerah. Ia membenturkan tubuhnya pada tembok. "Aku tak tahu ayah! Putra mahkota dan pangeran hampir saja saling membunuh dan aku harus segera mencari keberadaan pangeran. Jadi kumohon menyingkirlah!" Parveen terbelalak
Wewangian tumbuhan herbal seketika menyeruak di indera penciuman Adrian. Matanya yang terasa berat perlahan mulai dapat terbuka. Begitu kesadarannya kembali, tubuhnya terasa kaku dengan rasa nyeri yang berdenyut di mana-mana. "Aishhh," ringisnya mendadak perutnya terasa sakit bukan main. Tangannya sontak meraba dan ia menemukan sebuah kain yang membungkus keseluruhan perutnya. Karena kesulitan mengangkat tubuhnya, ia melirik perutnya yang ternyata terdapat kasa putih membalut lukanya. "Pavilium tabib? Bagaimana aku bisa sampai di sini?" tanyanya dengan suara parau. Tak berapa lama terdengar langkah kaki memasuki ruangannya. Netra birunya terpaku melihat seorang wanita yang tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Teringat kejadian beberapa saat lalu, Adrian mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak ingin berkontak mata lagi dengannya. "Pangeran .... " Adrian tak menggubris, ia berlagak memejamkan mata kembali. Namun ketika sebuah sentuhan hangat terasa pada punggung tangannya
CHAPTER 01 Seorang gadis berambut ikal tengah terfokus kepada laptop yang ada di pangkuannya. Jarinya menari-nari di atas keyboard dengan lihai. Matanya nampak terkunci pada layar menyala itu dengan bibir ranum yang bergerak mendikte tiap kalimat yang ia ketik. Dari arah belakang sang gadis, terlihat seorang pemuda berdiri menyipitkan matanya manatap lurus ke depan. “Hayalan tingkat dewa apa yang akan kau tulis kali ini, Kim?” Ucapan spontan itu membuat sang gadis berjengit terkejut. Gadis yang tengah berkutat dengan laptopnya itu menoleh cepat.“Ya Tuhan! Kakak tak bisakah untuk tak mengejutkanku sehari saja?” pekik Kim segera mengelus dadanya yang berdegup cepat. Pria berpakaian kemeja itu mengendikkan bahunya acuh. Ia tak menjawab malah kembali sibuk membenarkan lengan kemejanya yang kusut. “Mau kemana?” “Kau seharusnya sudah tau, Kim, apalagi yang bisa aku lakukan selain mencari pekerjaan?!” sungut laki-laki itu menggendong tasnya pada bahu kanannya. Ekor matanya mencoba m...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments