The Key Of Island

The Key Of Island

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Oleh:  M4Y5On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
6Bab
19Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Segala sesuatu di sekitar Flinz menjadi gelap, seperti berada dalam ruang tanpa batas. Ia tidak merasakan apapun-tidak sakit, tidak panas, bahkan tidak dingin. Rasanya seperti tubuhnya telah lenyap, namun pikirannya masih terjaga. "Apa ini? Apakah aku sudah mati? Tapi... kenapa aku masih bisa berpikir?" pikirnya. Dalam kehampaan itu, Flinz mencoba bergerak, tapi tidak ada yang terjadi. Tubuhnya tidak merespons, seperti mengambang di ketiadaan. Ia mencoba berteriak, namun suaranya tak keluar. Yang ada hanyalah sunyi. Waktu terasa berjalan lambat, atau mungkin berhenti sama sekali. Flinz tidak tahu berapa lama ia terjebak di dalam kehampaan ini. Rasa bingung mulai berubah menjadi cemas, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1: Awal Dari Sebuah Akhir

Langit di kota itu memancarkan warna jingga saat mentari pagi mulai menembus jalanan kota yang sibuk. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing. Di salah satu sudut jalan, seorang pria muda bernama Flinz sedang menyapu trotoar. Dengan tubuh tegap namun wajah penuh kelelahan, ia menggerakkan sapunya, mengumpulkan dedaunan dan sampah yang berserakan.

Flinz mengenakan seragam oranye khas tukang sapu. Pakaian itu penuh noda dan debu, mencerminkan rutinitasnya yang tak pernah berubah. Ia bekerja tanpa banyak bicara, wajahnya kosong tanpa ekspresi. Sesekali, ia berhenti sejenak untuk menghapus keringat di dahinya.

Flinz menatap ke arah jalan yang dipenuhi kendaraan. Matanya mengikuti mobil-mobil yang melaju cepat, membayangkan kehidupan yang jauh dari apa yang ia miliki sekarang.

"Lihat mereka, semua punya tujuan. Mereka punya tempat untuk pergi, hal-hal yang harus dilakukan. Sementara aku...? Aku hanya di sini, berdiri dengan sapu ini setiap hari. Apa gunanya semua ini?" pikir Flinz.

Suara klakson kendaraan membuatnya tersadar dari lamunannya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya dengan lesu. Namun, dalam hati kecilnya, ia tak bisa menyangkal perasaan hampa yang terus menghantuinya.

Flinz tinggal sendirian di sebuah kontrakan kecil yang sempit. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk bekerja, makan seadanya, lalu tidur. Teman-teman masa kecilnya sudah lama hilang kontak. Keluarganya? Mereka pun telah tiada, meninggalkan Flinz dalam kesendirian.

"Apa hidupku ini punya arti? Apa aku akan terus begini sampai tua? Atau sampai aku mati...?" pikir Flinz, dengan rasa frustasi yang tak pernah ia ungkapkan pada siapa pun.

Di tengah refleksi itu, seorang anak kecil berlari ke arahnya, hampir menabraknya. Flinz hanya menggeleng, tersenyum kecil pada anak itu sebelum kembali bekerja. Anak itu tertawa, menggenggam tangan ibunya yang sedang berbelanja.

"Dulu aku juga seperti itu. Punya tawa, punya kebahagiaan. Tapi sekarang semua itu hilang... Aku hanya tinggal cangkang kosong yang berjalan tanpa arah," gumam Flinz.

Hari itu terasa lebih panas dari biasanya. Flinz menghapus keringat di wajahnya lagi, memandangi jalan yang panjang dan penuh debu. Hatinya terasa berat, seperti ada beban tak terlihat yang selalu ia bawa ke mana pun ia pergi.

"Mungkin... hidupku memang hanya seperti ini. Mungkin aku memang ditakdirkan menjadi bayang-bayang di tengah keramaian," pikirnya.

Ia menghela napas panjang, menatap matahari yang semakin meninggi. Hari itu terasa seperti hari-hari sebelumnya—hampa, monoton, dan tanpa tujuan. Tapi, ia tidak tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya dalam waktu yang sangat dekat.

Siang itu, Flinz masih sibuk menyapu pinggiran jalan. Matahari terasa membakar kulit, membuat peluhnya mengucur deras. Jalanan mulai dipenuhi kendaraan yang berlalu-lalang, menciptakan suara bising yang mengisi udara. Beberapa mobil melaju dengan kecepatan tinggi, meski area itu merupakan kawasan padat penduduk.

Flinz berjalan perlahan, memungut sampah plastik yang terselip di antara celah trotoar. Ia bergerak ke tepi jalan, sedikit menunduk untuk membersihkan sampah yang tersangkut di bawah pot bunga besar. Dalam keheningan kecilnya, suara tawa dan percakapan orang-orang terasa jauh, seolah-olah ia hanyalah bayangan yang tak dilihat oleh siapa pun.

Namun, saat itu, sebuah mobil melaju terlalu cepat di tikungan jalan. Sopirnya tak memperhatikan bahwa Flinz sedang berada di pinggiran jalan.

BRAAK!

Flinz terpental ke udara sebelum tubuhnya jatuh menghantam aspal. Dentuman keras itu membuat orang-orang di sekitar tersentak. Mereka menoleh ke arah Flinz yang kini tergeletak tak berdaya. Tapi, sebelum siapa pun sempat mendekat, mobil itu sudah kabur, meninggalkan jejak ban di atas jalan.

Tubuh Flinz terasa seperti dihantam ribuan batu. Rasa sakit menjalar dari kepala hingga ujung kakinya. Darah mengalir dari pelipisnya, membasahi jalan yang panas. Pandangannya kabur, dan suara bising kendaraan mulai memudar.

"Jadi... ini akhirnya? Hidupku akan berakhir di sini, di pinggir jalan, seperti seonggok sampah yang biasa ku bersihkan setiap hari. Gumam Flinz"

Flinz berusaha menggerakkan tangannya, tapi tak ada respons. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuhnya. Ia memandang ke langit, menyadari bahwa hidupnya benar-benar berada di ujung tanduk.

"Tidak ada yang akan menangisi kepergianku. Aku sebatang kara... dan aku bahkan tidak peduli. Hidup ini hanya rutinitas tanpa arti. Jika ini akhirku, maka... biarlah."

Orang-orang mulai berkumpul di sekitarnya, beberapa mencoba menelepon bantuan. Namun, suara mereka terdengar seperti bisikan jauh di telinganya. Pandangannya semakin buram, dunia terasa mulai memudar menjadi kegelapan yang pekat.

Dalam detik-detik terakhirnya, Flinz merasa bahwa waktu berhenti. Ada ketenangan aneh yang menyelimutinya, meskipun tubuhnya masih terasa sakit.

"Mungkin... ini lebih baik. Mungkin, akhirnya aku bisa berhenti merasa hampa. Tapi kenapa... aku merasa seperti ada sesuatu yang belum selesai?" pikirnya.

Kegelapan semakin menelan pandangannya. Dunia di sekitarnya lenyap, dan ia tidak lagi merasakan apa pun.

Di saat itulah, Flinz merasa tubuhnya mulai berubah. Rasa sakit perlahan mereda, digantikan oleh sensasi aneh seolah-olah dirinya mulai menghilang.

Segala sesuatu di sekitar Flinz menjadi gelap, seperti berada dalam ruang tanpa batas. Ia tidak merasakan apapun—tidak sakit, tidak panas, bahkan tidak dingin. Rasanya seperti tubuhnya telah lenyap, namun pikirannya masih terjaga.

"Apa ini? Apakah aku sudah mati? Tapi… kenapa aku masih bisa berpikir?" pikirnya.

Dalam kehampaan itu, Flinz mencoba bergerak, tapi tidak ada yang terjadi. Tubuhnya tidak merespons, seperti mengambang di ketiadaan. Ia mencoba berteriak, namun suaranya tak keluar. Yang ada hanyalah sunyi.

Waktu terasa berjalan lambat, atau mungkin berhenti sama sekali. Flinz tidak tahu berapa lama ia terjebak di dalam kehampaan ini. Rasa bingung mulai berubah menjadi cemas, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.

Tiba-tiba, sebuah sensasi hangat muncul di sekitar dirinya. Sensasi itu semakin kuat, seolah-olah ia sedang ditarik ke arah tertentu.

"Apa yang sedang terjadi? Apakah ini akhir dari kematian? Atau… apakah ini awal dari sesuatu yang lain?" pikir Flinz.

Cahaya samar mulai muncul di kejauhan, perlahan-lahan menerangi kegelapan yang menyelimutinya. Cahaya itu seperti embun pagi yang berkilauan, namun terasa aneh dan tidak nyata.

Perasaan aneh mulai merambat di tubuhnya—tubuh yang sebelumnya terasa hilang, kini perlahan kembali. Jari-jarinya bisa ia gerakkan, diikuti oleh tangan, kaki, dan seluruh tubuhnya. Namun, sesuatu terasa berbeda.

Saat cahaya itu semakin terang, Flinz mulai merasa seperti sedang dikelilingi oleh arus energi yang luar biasa. Tubuhnya seolah dihimpit oleh tekanan kuat, namun tidak menyakitkan. Ketika ia hampir tidak tahan lagi dengan sensasi tersebut, semuanya tiba-tiba berhenti.

Flinz membuka matanya. Ia mendapati dirinya terbaring di lantai yang dingin dan keras. Langit-langit di atasnya gelap dan berbatu. Suara tetesan air yang berulang-ulang menggema di sekitarnya.

"Di mana aku?" pikir Flinz, bingung.

Ia bangkit perlahan, menyadari bahwa tubuhnya terasa berbeda. Tangannya lebih kecil, lebih halus. Ia memandangi tubuhnya dengan mata melebar, terkejut melihat sosok seorang anak remaja.

"Apa-apaan ini? Ini bukan tubuhku! Aku… aku jadi lebih kecil?!"

.

.

.

Bersambung ...

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
6 Bab
Bab 1: Awal Dari Sebuah Akhir
Langit di kota itu memancarkan warna jingga saat mentari pagi mulai menembus jalanan kota yang sibuk. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing. Di salah satu sudut jalan, seorang pria muda bernama Flinz sedang menyapu trotoar. Dengan tubuh tegap namun wajah penuh kelelahan, ia menggerakkan sapunya, mengumpulkan dedaunan dan sampah yang berserakan.Flinz mengenakan seragam oranye khas tukang sapu. Pakaian itu penuh noda dan debu, mencerminkan rutinitasnya yang tak pernah berubah. Ia bekerja tanpa banyak bicara, wajahnya kosong tanpa ekspresi. Sesekali, ia berhenti sejenak untuk menghapus keringat di dahinya.Flinz menatap ke arah jalan yang dipenuhi kendaraan. Matanya mengikuti mobil-mobil yang melaju cepat, membayangkan kehidupan yang jauh dari apa yang ia miliki sekarang."Lihat mereka, semua punya tujuan. Mereka punya tempat untuk pergi, hal-hal yang harus dilakukan. Sementara aku...? Aku hanya di sini, berdiri dengan sapu ini setiap hari. Apa gunanya semua ini?
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya
Bab 2: Jejak Baru
Flinz meraba wajahnya, lalu menatap tangannya sekali lagi, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Ia merasakan perutnya, kaki, dan dada, memastikan bahwa ini nyata. Tubuhnya benar-benar telah berubah menjadi anak berusia sekitar 14 tahun."Bagaimana ini mungkin? Apa aku sedang bermimpi?"Ketika Flinz mencoba berdiri, tubuhnya sedikit goyah, tetapi akhirnya ia berhasil menopang dirinya sendiri. Saat itulah, ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya—seperti ada kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kekuatan itu tidak terlihat, tetapi kehadirannya begitu nyata, seperti bayangan gelap yang melingkupinya."Apa ini? Aku... merasa berbeda. Tubuh ini tidak hanya kecil, tapi juga ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang... tidak biasa."Flinz mengamati sekeliling gua yang gelap. Dinding-dindingnya dipenuhi lumut bercahaya redup, memberikan sedikit penerangan. Ia mendengar suara gemuruh kecil dari jauh, mungkin dari sungai bawah tanah atau air terjun.Dengan rasa bingung dan taku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya
Bab 3: Bibi Helen
Setelah beberapa saat berjalan, Flinz memberanikan diri bertanya, "Siapa nama Anda, Bu?" Wanita itu menoleh, sedikit tersenyum. "Kau bisa memanggilku Bibi Helen." Nama itu terukir di ingatan Flinz. Bibi Helen, orang pertama yang ia temui di dunia baru ini, adalah titik awal dari perjalanannya untuk memahami kehidupan barunya. Namun, di balik rasa syukurnya, Flinz tidak bisa menghilangkan perasaan gelisah. Dunia ini terasa asing, dan kekuatan misterius dalam tubuhnya masih menjadi tanda tanya besar. Flinz mengikuti Bibi Helen dengan langkah ragu, sementara mereka melewati jalan setapak yang mengarah ke pinggiran hutan. Di sepanjang perjalanan, Bibi Helen tidak banyak bicara, hanya sesekali menoleh untuk memastikan Flinz benar-benar mengikutinya. Namun, rasa ingin tahu Flinz tak bisa diredam. Hutan di sekitar mereka terlihat indah sekaligus misterius. Pohon-pohon tinggi menjulang, dengan daun-daun yang memancarkan kilauan hijau keemasan setiap kali terkena sinar matahari. Burung-bur
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya
Bab 4: Pertarungan Pertama
Flashback: Perjalanan Menuju Rumah Bibi Helen "Baiklah, Nak," kata Bibi Helen sembari menghela napas panjang. "Aku tidak tahu siapa kau sebenarnya atau dari mana asalmu. Tapi... aku tidak tega meninggalkanmu sendirian. Kau bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu." Flinz tertegun. Perasaan lega menyelimuti dirinya, dan ia menundukkan kepala sebagai tanda hormat. "Terima kasih, Bibi Helen. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu." Wanita paruh baya itu hanya tersenyum tipis, lalu melangkah lebih dulu. "Ayo, kita harus segera pergi sebelum matahari semakin tinggi. Jalan menuju rumahku tidak mudah, dan kau masih harus banyak belajar." Flinz mengangguk dan mengikuti langkah kaki Bibi Helen. Namun, tubuhnya yang baru, yang lebih kecil dan ringan dibandingkan tubuhnya sebelumnya, masih terasa aneh. Langkahnya kerap goyah, dan beberapa kali ia hampir terjatuh. "Pelan-pelan, Nak," ujar Bibi Helen sambil menoleh ke belakang. "Kau terlihat seperti anak rusa yang baru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya
Bab 5: Memasuki Desa
Bibi Helen mengangguk. "Bisa dibilang begitu. Setiap makhluk di dunia ini memiliki sesuatu yang dapat dimanfaatkan, baik itu untuk bertahan hidup, untuk berdagang, atau untuk keperluan lain. Bahkan monster yang terlihat tidak berguna seperti slime ini punya nilai." Flinz terdiam sejenak, menatap tangannya yang masih sedikit gemetar setelah pertarungannya tadi. Ia merasa lega karena berhasil mengalahkan monster itu, tetapi ia juga sadar betapa lemahnya dirinya. "Apakah semua orang di dunia ini tahu cara memanfaatkan hal-hal seperti ini?" tanya Flinz lagi, nada suaranya menunjukkan rasa ingin tahu yang semakin besar. "Tidak semua," jawab Bibi Helen sambil memasukkan wadah cairan slime ke dalam keranjangnya. "Ada yang memilih hidup sederhana tanpa terlibat dengan monster atau dunia luar. Tapi bagi mereka yang ingin bertahan di luar desa, memahami cara memanfaatkan sumber daya ini adalah hal yang wajib." Flinz mengangguk perlahan, menyerap informasi itu. Dalam hatinya, ia merasa dunia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya
Bab 6: Cairan Serba Guna
"Bibi," tanya Flinz dengan hati-hati, "Kenapa cairan ini begitu penting? Apa yang bisa dilakukan dengan benda seperti ini?" Bibi Helen menatap Flinz sebentar sebelum menjawab. "Cairan dari slime adalah bahan dasar untuk membuat ramuan. Jika diolah dengan benar, cairan ini bisa menjadi obat penyembuh luka, bahan bakar untuk lentera, bahkan perekat yang kuat. Tapi itu semua tergantung pada keahlian orang yang mengolahnya." Flinz memiringkan kepalanya, mencoba memahami penjelasan itu. "Jadi, slime ini seperti... sumber daya di dunia ini?" "Bibi, bagaimana orang-orang di desa ini bisa melakukan hal-hal luar biasa seperti tadi? Mengendalikan tanah, membentuk batu... itu seperti sihir dalam dongeng," tanya Flinz, duduk di kursi dekat meja. Bibi Helen berhenti sejenak, lalu menatap Flinz dengan serius. "Sihir di dunia ini adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Tapi seperti yang kau lihat, tidak semua orang bisa melakukannya. Mereka yang memiliki kemampuan sihir biasanya dilahirkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-22
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status