BRAKKK
"APA KAU BILANG? ANAK SIALAN ITU MASIH HIDUP?!"Sebuah guci berbahan marmer terjatuh, hancur berserakan di depan wanita berselendang merah. Wajahnya merah padam kentara tengah naik pitam."Mohon ampun, Nyonya, demikian informasi yang saya dapat," tanggap seorang wanita berpakaian lusuh tertunduk gemetar ketakutan."Mustahil! Aku sudah memastikan sendiri dia mati malam itu juga. Lantas kenapa kini kau berkata ia hidup kembali? KAU PIKIR INI LELUCON?!"splashTebasan pedang membuat wanita lusuh itu tumbang bersama genangan cairan anyir yang mengucur deras dari tubuhnya."Akan kupastikan anak itu benar-benar mati!"***ClapKelopak mata dengan bulu mata lentik bergerak terbuka tanpa aba-aba.“Hah?!”Seorang pemuda berusia 18 tahun terbangun dari tidur panjangnya dengan napas tersengal-sengal juga wajah penuh peluh.“Astaga! Untung hanya mimpi,” gumamnya menghela napas lega.Netra biru laut bergerak memindai sekitar dengan tajam. Kemudian alisnya bertaut bingung menyadari ruangan yang ia tempati tampak asing.Ruangan yang sangat luas dengan perkakas kamar berlapiskan warna keemasan. Setiap sudut ruangan pun menampakkan berbagai ukiran menawan yang membuat kesan mewah semakin melekat.“I..ini di mana?”Matanya membulat begitu Indera pendengarnya menangkap suara asing yang baru saja ia keluarkan.“Aaaa bbbb ccc!!! HAH?! KENAPA SUARAKU BERBEDA?!” teriak pria itu dengan suara lebih nyaring.Ia bergegas bangkit bergerak menuruni ranjang. Lagi-lagi ia dibuat terkesiap menyadati proporsi tubuhnya sangat berbeda dengan tubuh biasanya.Tunggu… apa yang terjadi?!“Aku ingat beberapa waktu lalu sebuah kendaraan menabrakku, lalu aku terpental jauh kemudian... mengapa sekarang aku ada di sini?!” lanjutnya bertanya-tanya dengan suara semakin meninggi. Bola matanya seketika berotasi gelisah.Tangan pemuda itu bergerak mengambil sebuah cermin dengan bingkai kayu yang menarik perhatiannya. Pandangannya bukan tertuju kepada pantulan cermin, melainkan tertuju kepada ukiran abstrak yang membentuk sebuah kalimat.“Kerajaan Bavelach?”PyarrrGenggaman tangannya terlepas hingga cermin kuno itu jatuh dan hancur berkeping-keping berserakan tak berbentuk. Tubuhnya bergetar hebat dan beringsut mundur menatap tak percaya.“Ap-a apaan ini?!”Langkahnya berhenti begitu sebuah almari kaca menahan ruang geraknya. Manik matanya masih bergerak kesana-kemari resah. Ia lantas berbalik dan matanya menatap nyalang sosok asing di depannya. Tangannya terangkat menyentuh wajahnya yang ada pada pantulan cermin.Di depannya terlihat seorang laki-laki belia berusia belasan tahun yang mengenakan pakaian mewah khas pangeran kerajaan.Sepersekian detik kemudian ia beringsut mundur hingga limbung terduduk. Ia menggeleng kuat-kuat, menolak percaya pada kenyataan yang kini ada di depan mata.CeklekPintu kayu terdorong dengan paksa hingga menampilkan sosok gadis berparas cantik yang menatap terkejut diambang pintu.“Pangeran, apa yang terjadi?!” teriaknya kemudian memasuki peraduan sang pangeran dengan tergesa-gesa. Gadis bersurai keemasan itu berpakaian gaun kerajaan biru cantik dengan renda yang begitu indah. “Pangeran, kenapa anda bersimpuh seperti itu?!” pekik gadis remaja itu yang menyusul bersimpuh memeriksa kondisi sang pangeran yang terdiam dengan tatapan kosong.Karena merasa tak dipedulikan, gadis itu mengguncang bahu seseorang yang ia panggil ‘Pangeran Adrian’.“PANGERAN!!”Pemuda itu menepis tangan lembut yang bertengger di kedua bahunya.“Apa kau memanggilku dengan nama pangeran bodoh itu? Hahaha lucu sekali ... TIDAK MUNGKIN!!”***“Apa yang tadi terjadi, Putri Rhiannon?” tanya pria paruh baya yang baru saja selesai memeriksa sesosok pria yang terbaring di ranjang mewah.Gadis berambut keemasan itu nampak menggigit kuku jarinya cemas. ”Aku juga tak mengerti. Tadi pangeran tiba-tiba saja tak sadarkan diri usai ia berteriak histeris dan mengucapkan kata-kata aneh. Ia seperti bukan Pangeran Adrian yang aku kenal. Jadi, Paman, bagaimana kondisi Pangeran?”Pria paruh baya itu mendesah pelan. “Kondisi Pangeran Adrian baik-baik saja, Putri. Sepertinya pangeran hanya mengalami syok. Kau tidak perlu cemas, sebentar lagi Pangeran akan terbangun,” balas sang paman yang berprofesi sebagai kepala tabib Istana Bavelach.“Syukurlah.”“Apa kau akan mengabarkan kepada Yang Mulia Kaisar, Putri?” tanya Andrew membereskan peralatan medis kuno yang ia gunakan.Putri Rhiannon menghela napas berat sembari menatap nanar sosok Pangeran Adrian yang berbaring tenang. “Mungkin nanti, Paman, lagi pula sepertinya mereka tidak akan mengambil langkah jika sesuatu terjadi pada Pangeran Adrian. Tapi aku akan tetap memberitahukan kepada Kaisar Vernon, bagaimanapun juga beliau adalah ayah pangeran.”Tabib yang sekaligus paman sang putri ikut menatap Pangeran Adrian prihatin.“Kau memang berhati malaikat,” ucap Andrew memuji tabiat salah satu putri Kerajaan Deroeva itu.“Kau selalu berlebihan, Paman,” tanggap Putri Rhiannon tersipu.Andrew terkekeh pelan melihat pipi gadis berusia 17 tahun itu merona. “Ya sudah paman ingin menghadap Putra Mahkota terlebih dahulu. Kalau kau masih ingin di sini tak apa. Tapi kembalilah sebelum gelap.”Setelah punggung gagah Andrew menghilang di balik pintu, Putri Rhiannon menatap lamat Pangeran Adrian yang masih setia memejamkan mata.“Aku tak menyangka karena sudah lama tak menggunjungimu ternyata kau sudah melupakan aku ya, Louis?” lirih Putri Rhiannon tersenyum sendu memanggil nama teman kecilnya itu.***Di sebuah singgahsana berdirilah sosok kaisar yang berwibawa dan bijaksana. Walaupun usianya tak lagi muda, ia masih gagah dan garang. Tatapannya nampak tegas menghunus jajaran prajurit yang tengah melaporkan berita penting.“Jadi, mata-matamu menangkap gerak-gerik Kerajaan Muez yang akan memberontak, Duke Evander?” tanya Sang Kaisar dengan raut wajah muram.Seorang laki-laki bergelar duke itu nampak menunduk dalam. “Mohon ampun, Yang Mulia, demikianlah kabar yang hamba dapatkan dari pasukan mata-mata.”BrakkkKaisar Vernon memukul ujung tongkat kebesarannya murka begitu mendapati kabar tak menggembirakan itu.Kerajaan Muez merupakan salah satu kerajaan besar yang berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bavelach. Selain Kerajaan Muez, Kerajaan besar lainnya seperti Kerajaan Panthem, Scars dan Deroeva juga berada dibawah kekuasaan Kekaisaran Bavelach. Namun di antara semua kerajaan yang dikuasai, hanya Kerajaan Muez dan Panthem lah yang sering berbuat ulah dan melakukan pemberontakan, alasannya tentu ingin membebaskan diri dan berdiri secara independen.“Keparat! Beraninya mereka ingin menentangku!” seru Kaisar Bavelach menyorot tajam.“Terus awasi pergerakan Raja Muez dan sekutunya, jangan sampai kita kecolongan seperti terakhir kali,’" geram sang kaisar menggenggam erat tongkat kehormatannya itu.Duke Evander segera menundukkan kepala kembali menyanggupi perintah sang kaisar. “Baik, Yang Mulia, saya akan menyampaikan kepada Jenderal Daroll untuk memerintahkan para mata-mata bergerak lebih masif.”Kaisar Bavelach lantas mengusap wajahnya kasar. Kegelisahan tercetak jelas pada wajahnya. Untuk pemberontakan seperti ini sejatinya bukan pertama kalinya dihadapi, namun akhir-akhir ini banyak ditemukan pembelot yang membuatnya harus berpikir ekstra hati-hati untuk menentukan langkah. Karena keberlangsungan kekaisaran yang telah berdiri lebih dari satu abad ini berada di tangannya.“Kembalilah, Duke, aku harap akan segera ada kabar baik.”“Baik, mohon undur diri, Yang Mulia Kaisar. Semoga kedamaian dan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada Yang Mulia.”Usai mengucapkan salam perpisahan, Duke Evander membungkuk 90 derajat sebelum melangkahkan kakinya keluar istana utama.Kaisar Vernon memijat pelipisnya yang berdenyut. Raut wajahnya menyiratkan kelelahan. Kemudian ia memejamkan matanya berusaha mengusir sensasi berdenyut pada kepalanya.“Salam, Yang Mulia Kaisar.”Sebuah sapaan kembali terdengar, kali ini berasal dari suara wanita yang terdengar lembut dan menenangkan.Netra biru milik sang kaisar terbuka kembali dan sejurus kemudian tatapannya melunak menyaksikan sosok gadis anggun membungkuk dengan kedua tangan yang menjunjung sedikit ujung gaun warna merah muda.“Bangunlah.”Usai sang kaisar mempersilakan untuk bangkit, sosok gadis bergaun mewah itu berdiri tegak di hadapan sang raja dengan kepala yang masih tertunduk hormat.“Sudah lama kau tidak berkunjung kemari, Putri Rhiannon. Bagaimana kabarmu? Apakah kau ingin bertemu Putra Mahkota?”Pertanyaan sang kaisar membuat Putri Rhiannon mengulas senyum simpul sangat manis dan menawan.“Kabar saya senantiasa baik, Yang Mulia. Benar, Yang Mulia, mungkin lebih tepatnya saya merindukan Istana Bavelach yang selalu membuat saya nyaman di sini. Suatu kehormatan saya diizinkan kembali mengunjungi istana megah ini,” jawab sang putri masih dengan senyuman manisnya.Sang kaisar terkekeh kecil melihat betapa menggemaskannya putri dari Kerajaan Deroeva itu.“Tentu, kau adalah teman spesial putraku dan istana ini akan selalu terbuka untukmu. Lalu adakah hal yang ingin kau sampaikan, Putri?” tanggap Kaisar Vernon yang menangkap raut wajah Putri Rhiannon yang terlihat menahan sesuatu.Putri Rhiannon tersentak mengetahui sang kaisar mengetahui niatnya kemari, namun kemudian ia kembali mengulas senyuman. “Benar, Yang Mulia, saya hadir di sini selain untuk mengunjungi Yang Mulia Kaisar juga ingin menyampaikan kondisi Pangeran Adrian.”“Ada apa dengannya? Apa ia berulah denganmu juga, Putri?” tanya Kaisar Bavelach yang nampak tidak begitu bersimpatik.Putri Rhiannon yang telah mengetahui alasan dibalik perubahan sikap sang kaisar itu hanya bisa menatap sedih, namun tetap senyuman tak pernah luntur dari wajah manisnya.“Pangeran Adrian sudah sadar, Yang Mulia, namun entah mengapa tadi pangeran berteriak syok dan kembali tidak sadarkan diri. Kepala Tabib Andrew sudah memeriksa keadaan pangeran dan syukurlah tidak ada yang peru dikhawatirkan,” jelas Putri Rhiannon menjelaskan secara rinci apa yang terjadi pada Pangeran Adrian.Sang Kaisar memasang wajah muram. Terdapat ketidaksukaan yang terpancar pada wajah rupawannya.“Terima kasih atas kesediaanmu mengunjungi Adrian, Putri, mungkin lain kali kau tak perlu repot-repot seperti ini. Dia memang seperti itu untuk mencari perhatianku, tak usah khawatir,” jawab Kaisar Vernon dengan nada dingin.Usai kepergian Putri Rhiannon, sang kaisar turun dari singgahsananya berniat kembali ke peraduan. Namun baru juga menuruni satu balok tangga, tubuhnya hampir limbung jika saja tidak ditahan oleh prajurit yang berjaga."Yang Mulia Kaisar, apa anda baik-baik sana?"Seorang wanita mengenakan gaun mewah tanpa lengan tiba-tiba berlari menghampiri Kaisar Vernon yang tengah bersusah payah menjaga keseimbangan tubuhnya."Ya, aku hanya sedikit pening.""Apa yang kau lakukan di sini, Jirea?" lanjut Kaisar menanyai sosok wanita yang baru saja menghampirinya bernama Jirea, lebih tepatnya sosok Selir Agung Jirea."Sa... saya hanya ingin mengunjungi anda, Kaisar, sudah lama kita tidak bertemu," jawab wanita bergelar selir itu menatap sang kaisar lekat. Ia tanpa ragu bergerak mendekat kepada sosok Vernon yang membuat jarak kian terkikis bahkan wajahnya hampir bersentuhan dengan sosok agung itu.Vernon beringsut mundur memberi jarak pada selir kesayangannya itu. "Kembalilah jika memang tidak ada yang penting. Aku sedang tidak ingin dilayani," tolak Vernon menepis tangan Jirea yang hendak menggenggam tangannya.Bibir ranum Jirea terkatup rapat. Sorot kekecewaan tercetak jelas pada manik merah dengan riasan mata yang mencolok.Langkah kebesaran sang kaisar kembali dilanjutkan tanpa mengindahkan sosok selir yang tengah menahan kekesalan."Sampai kapan kau akan memperlakukanku seperti ini, Vernon?"Tungkai Vernon tertahan, rahang tegasnya mengeras mendengar seruan kurang ajar dari sosok wanita satu-satunya di ruangan itu.Ia berbalik menatap Jirea nyalang."Jaga ucapanmu, Jirea! Kau tak pantas memanggilku seperti itu sekarang," sentak Vernon tak terima ketika ucapan hina itu dilontarkan untuknya.Merasa tak gentar, Jirea berbalik menatap sang kaisar dengan tatapan terluka. "Apakah karena kelahiran anak itu membuatmu mencampakkanku seperti sekarang?"Vernon membalikkan tubuhnya dan kembali melangkah tanpa menggubris perkataan wanita yang kini sudah menangis tersedu-sedu. Wajah pria itu nampak datar tak menunjukkan emosi apapun."Jika dengan menyingkirkannya akan membuatmu kembali kepadaku, aku akan dengan senang hati membunuh Adrian untukmu!"TBC//TW⚠️// Bab ini mengandung perilaku menyakiti diri sendiri****"Ini gila! Bagaimana bisa?!"Sudah lima belas menit lamanya pemuda berpakaian kerajaan itu mengayunkan tungkainya ke sana kemari sambil sesekali memperhatikan penampilan di cermin yang ia lewati. Ia masih berusaha menerima kondisi tubuhnya yang terasa asing, namun tetap saja ia masih merasa terkejut dan terheran. "Tunggu... "Ia memaku berdiri di depan cermin mematut seorang pangeran yang tampak menawan."Sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku kembali ke kehidupanku dimasa lampau? Renkarnasi? Emmm tidak-tidak... ini terasa mustahil, tapi yang ada di depanku ini membuatku tak bisa mengelak fakta itu. ARGHHH apa aku ini sudah gila?" gumamnya menggeram kesal.Kembali ia berjalan kesana-kemari memikirkan hal logis apa yang bisa menjelaskan fenomena yang ia hadapi sekarang.Pluk....Jari telunjuk dan jempolnya beradu. "Mungkin aku sedang bermimpi?" pikirnya sumringah.Sejurus kemudian sang pangeran mencubit beberapa bagian tub
BrakCeklek ... ceklekPintu coklat yang nampak gagah itu dibanting dengan kerasnya usai seorang pria bermahkota keluar dari sana. Tangan kekarnya segera mengunci pintu itu."Dasar anak tidak tau diuntung!" umpat Vernon menggeram pelan.Sang kaisar lantas berdiam sejenak memejamkan mata di lorong gelap. Kemudian helaan napas terdengar berhembus perlahan."Aku tau kau di sana. Keluar!!"Vernon tiba-tiba berteriak ke area gelap yang berada jauh di belakangnya. Indera perasanya terlampau tajam hingga ia mampu menyadari kehadiran seseorang yang bersembunyi di balik kegelapan.Tak lama kemudian terdengar sepatu yang bergesekan dengan lantai. Langkah itu terdengar berat terkesan ragu untuk melangkah.Kaisar itu berbalik menantang sosok yang berada di balik kegelapan. Matanya menyorot tajam dan terkesan bersiap mencincang siapa saja yang tersorot pandangannya."Bukankah aku sudah memintamu untuk pergi dari sini, Reya? Apa kau memang berniat melanggar perintahku untuk tinggal bersama anak kes
Sepeninggalan Rhiannon, pikiran Adrian tak berhenti bekerja. Ia masih memikirkan situasi yang kini menimpanya. Adrian perlu memastikan kebenarannya sendiri apa yang kini ia yakini."Jika benar aku sedang bertukar jiwa, apakah pangeran yang asli sedang berada di tubuh asliku?""Lalu bagaimana cara kerja pertukaran jiwa ini? Apakah ada konsekuensi yang akan kami dapat?"Adrian mengacak rambutnya frustasi memikirkan segala risiko yang pasti akan ia dapat. Pangeran itu bangkit berjalan mondar-mandir di depan pintu peraduannya. Apalagi kini pikirannya kian berkecambuk menyadari situasi tak menguntungkan sebagai sosok pangeran buangan. Bagaimana tidak, ketika ia harus mengenali lingkungan barunya, kini ia malah tersandung masalah tidak bisa leluasa keluar dari peraduannya."Huh! Satu-satunya cara aku harus segera menemukan jalan keluar rahasia yang nona tadi dibicarakan. Tapi masalahnya aku harus mulai darimana?" gumam Adrian memikirkan jalan keluar yang bisa menjadi alternatif berharga.T
Sepasang mata penuh amarah menyorot tajam terus memperhatikan kejadian yang ada di depannya. Tangannya terkepal kuat dengan gigi yang menggerutu mempertegas guratan kemarahan di wajahnya."Hormat kepada Yang Mulia Permaisuri, kesejahteraan selalu melingkupi."Kedua prajurit yang sedari tadi berdiam di depan pintu berlutut menghormat begitu menyadari sosok agung hadir diambang pintu.Sang permaisuri tak mengidahkan hal tersebut. Ia berlari menerobos peraduan sang pangeran. Dengan secepat kilat ia menahan tangan seorang wanita yang sudah terangkat tinggi.“BELUM PUASKAH KAU MENYAKITI DARAH DAGINGMU SENDIRI, SELIR AGUNG JIREA?!” seru Audreya dengan suara menggeram. Sorot matanya tak lepas menatap sang selir yang juga menatapnya terkejut."Pengawal, pergilah tinggalkan kami disini," perintah Jirea kepada kedua pengawalnya yang masih setia berjaga di depan pintu.Tak butuh waktu lama kedua prajurit itu pergi menuruti perintah sang selir agung."Setelah apa yang kau lakukan dengan darah dag
Derap langkah bergemuruh memenuhi lorong istana. Terjadi kepanikan sepanjang lorong istana ketika sosok kaisar dengan wajah dingin bercampur khawatir berlari sepanjang lorong dengan membopong tubuh lemas seorang wanita."MINGGIR SEMUA?! CEPAT PANGGILKAN TABIB! PASTIKAN TIBA SEGERA!" teriak Duke Fernand menggema keseluruh istana. Ia yang tadinya sedang bertemu dengan kaisar, ikut andil melihat apa yang terjadi pada Audreya. Ia dengan sigap mendampingi sang kaisar berlari menuju peraduannya.Setiap prajurit dan pelayan kelimpungan berlari kesana kemari memberikan jalan sang kaisar."Apa yang terjadi dengan Yang Mulia Permaisuri?""Aku dengar karena selir agung.""Sepertinya sebentar lagi akan terjadi kegegeran besar.""Tapi aku ragu selir agung akan dihukum secara selir agung adalah orang ya—""Sttt kecilkan suaramu, Mira, kau mau kita bertiga berakhir dipancung?!" Para pelayan yang berbaris di sepanjang lorong menunduk sembari saling berbisik-bisik membicarakan kemungkinan yang terja
EnghhLenguhan terdengar dari sosok wanita anggun yang terbaring lemah di ranjang besar. Kelopak matanya perlahan bergerak hingga matanya terbuka sempurna."Ibunda?"Netranya menangkap wajah pemuda bernetra biru. Dengan perlahan ia mengangkat tangannya dan mengusap wajah sang anak."Kau baik-baik saja, Adrian?" tanya sang permaisuri dengan suara selembut sutra.Namun sebuah suara protes membuat kesadarannya berkumpul seketika."Ibunda, ini aku George bukan Adrian!" sentak George merasa kesal. Ia menepis tangan sang ibunda yang masih bertengger pada pipinya.Audreya yang menyadari kesalahannya segera tersadar."Oh maafkan aku, Sayang."George memasang raut wajah kesal bercampur iri. Sebenarnya ini bukan kali pertama Audreya membuat kesalahan seperti ini. Entah mengapa sang permaisuri kerap salah sebut nama ketika bersama anak kandungnya sehingga tak heran jika George begitu membenci sosok Adrian.***Situasi istana kala itu memanas usai kabar sang selir yang menganiaya sang permaisuri
"Panglima, di mana Putri Rhiannon? Bukankah tadi dia menaiki kuda bersamamu?" Seorang pria paruh baya bermahkota mewah merotasi matanya menyisir sekeliling mencari seseorang.Prajurit yang ikut mendampingi sang raja pun nampak kebingungan menyadari sang putri tidak ada pada tempatnya. Mereka memasang raut khawatir menyadari rajanya pasti sebentar lagi akan murka."Mohon ampun, Baginda, Putri tadi memberitahukan bahwa ia akan pergi mendahului ke istana utama," jawab seorang prajurit yang berada tepat di samping kereta kencana yang dikendarai sang raja."Kenapa kau baru memberitahukanku sekarang?!" bentak sang raja tak habis pikir dengan panglimanya.Pria bermahkota itu memijit pelipisnya lelah. "Cari dia sekarang. Kita akan segera kembali ke Deoreva, pastikan ia ditemukan sebelum aku selesai menemui kaisar dan permaisuri!""Ayah, izinkan aku untuk ikut mencari," sahut seseorang yang duduk berhadapan dengan sang raja.Sang raja memandang wanita di depannya penuh arti. "Ya, temukan adik
"Apa? Bagaimana? Ibundamu sudah sadar?" Kaisar yang baru tiba segera memberondong sang anak dengan banyak pertanyaan. Sedangkan George yang sedang berdiri mengamati sang ibu yang tengah diperiksa kondisinya oleh tabib masih memasang wajah kesal. "Ya. Tapi ibunda malah mencari anak pembawa sial itu," tanggap George bertambah masam. Vernon menghela napas pasrah. Isi kepalanya terasa penuh akibat semua insiden terjadi bersamaan. "Hukuman apa yang ayahanada berikan kepada selir itu?" celetuk George kembali membahas persoalan sosok yang beberapa saat lalu hampir ia amuk. "Kau tak perlu ikut campur, George, biarkan bagian kedisiplinan istana yang mengatur hukuman yang pantas untuknya," jawab Vernon dengan suara lemah. Ia duduk di pinggiran ranjang sang isteri kemudian menatap tubuh pasangannya itu dengan sayu. "Sungguh? Ayah benar-benar menghukumnya dan tidak berniat meloloskannya kan?" jawab George nampak kecewa mendengar jawaban sang ayah. "Jaga sikapmu, Putra Mahkota?!" seru san
Di dalam ruangan yang begitu gelap, Adrian berdiam diri. Ia masih terhenyak dengan kejadian hari ini. Dimulai dengan sosok Kimberly yang tiba-tiba muncul di sini sampai kematian permaisuri yang begitu mendadak. Pangeran itu mengacak rambutnya frustasi. Ia telah buntu memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi. Kematian permaisuri menjadi alarm bahaya untuknya. "Aku harus menemui Jirea karena seharusnya dialah dalang dibalik kematian permaisuri," ucap Adrian dengan suara parau. Dengan sisa-sisa harapan, ia keluar dari peraduannya untuk menemui sosok tersangka yang ia yakini. Ketika ia sampai di istana utama, banyak prajurit yang korban dari penyerangan yang telah tiba di istana. Adrian menarik lengan seorang prajurit yang sedang berjalan cepat. "Katakan, apa permaisuri telah tiba?" tanya Adrian menodong keras. Prajurit itu nampak takut melihat sosok Adrian yang berbeda. Penampilan Adrian memang terbilang kacau, namun tatapan tajam itu membuat siapapun tak mampu berkutik.
"Nyonya, apakah nyonya sudah dengar mengenai kabar permaisuri?" Jirea yang tengah sibuk menyulam tiba-tiba menghentikan kegiatannya begitu mendengar satu nama yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Alisnya terangkat satu memandang penuh tanya. Ia lantas meletakkan sulamanya kemudian mengode Roger untuk mendekat Roger dengan segera menghampiri Jirea lebih dekat lantas membisikan sesuatu. "Rombongan permaisuri telah diserang." Sebaris kalimat itu membuat wajah Jirea seketika sumringah. Senyuman miring segera terbit dari bibir ranumnya. "Muez menangkap umpannya?" responnya dengan sebuah pertanyaam ambigu. Menangkap apa yang Jirea maksud Roger lantas mengangguk. "Kudengar seluruh prajurit terbantai dan itu artinya permaisuri telah tewas," balas pria tersebut berbinar senang. Wajah puas dan angkuh seketika terbit. Jirea bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju nakas di samping tempat tidurnya. "Kau memang bisa diandalkan," ucapnya lantas melemparkan sebuah kantung berwarn
Kegaduhan di dalam istana tidak terkendali. Banyak para pelayan dan prajurit yang berlarian. Sama halnya dengan sosok jenderal gagah yang melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dari raut wajahnya yang tegas tulang rahangnya nampak begitu menonjol seolah tengah memendam amarah. "Panglima Agung!" teriaknya dengan keras begitu memasuki sebuah ruangan.Sang empu yang tadinya tengah memejamkan mata tersentak kaget."APA APAAN KAU INI!" teriak Roger berbalik marah.Terrson menggeram marah. "Disaat kegaduhan yang terjadi bagaimana bisa kau justru tidur?" tanyanya dengan sarkas.Raut lugu ditunjukkan oleh Roger. "Apa maksudmu?" "Rombongan permaisuri di serang—""APA?!" Belum usai Terrson menjelaskan, Roger sudah terlebih dahulu menyela. Nyatanya jabatan tak menjamin pengetahuan seseorang. Panglima tertinggi itu ternyata tak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa permaisuri. "Aku perintahkan kau menghadap kaisar. Aku akan mengurus sisanya," ucap Roger cepat. Ia bergegas menggunakan pakaian
Bughh Begitu melihat lawannya lengah, sosok bertudung hitam itu segera menendang perut mangsa di depannya. Adrian yang mendapat serangan kejutan itu terdorong mundur. Ia lantas terbatuk dan merasakan nyeri yang sangat pada perutnya. "Ahh sial aku lupa masih memiliki cidera," gumam Adrian lantas meludahkan air liur bercampur darah.Mata elang sang pangeran menyorot tajam."Hey, Kimberly! Berhentilah bercanda. Aku tak mengerti sejak kapan kau menguasai bela diri," ucap Adrian masih tidak bisa melihat situasi yang terjadi.Wanita dibalik tudung itu sempat menatap pangeran heran. Namun tak berlangsung lama begitu melihat Adrian mendekat, itu segera mengayunkan bilah pisaunya diarahkan ke tubuh lawan. Namun Adrian tidak lagi membiarkan lawannya menghajarnya, dengan sigap ia membaca gerakan tangan wanita itu kemudian menangkapnya. "Hey! Kim, ini kakak! Apa kau tidak mengenaliku?" seru Adrian bersuara keras tepat di depan telinga begitu berhasil mengunci pergerakan sosok perempuan yang i
"Hah?! Apa yang baru saja terjadi?"Pangeran segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia berdiri di depan cermin lantas terpaku menyaksikan bayangannya sendiri. Ia terbelalak menyaksikan pantulan cermin yang memperlihatkan postur tubuhnya yang berusia 25 tahun. Masih dengan kemeja putih yang lusuh dan tatanan rambut berantakan. Sayangnya begitu ia mengerjapkan mata, pantulan cermin berganti menjadi sosok pemuda berpakaian kerajaan dan berusia 18 tahun."Apa aku tadi sedang bermimpi?"Tangannya seketika menyentuh dadanya yang beberapa saat lalu terasa sakit.Matanya menyorot lurus bola matanya yang terpantul dalam cermin."Tidak, itu bukan mimpi. Itu adalah ... prekognisi," bisik Adrian lantas secepat kilat berlari menuju pintu peraduannya. Prekognisi merupakan bagian dari ilmu parapsikologi yang membahas mengenai kemampuan seseorang untuk melihat atau memprediksi gambaran masa depan. Biasanya hal itu datang melalui media mimpi prekognitif.Knop pintu berusaha Adrian putar, namun pintu t
Semburat jingga terlihat di ufuk barat pertanda hari sebentar lagi berganti malam. Angin bertiup lembut menenangkan jiwa. Namun berbeda dengan sosok pria yang sedari tadi berjalan ke sana ke mari di depan sebuah pintu yang dijaga ketat oleh prajurit."Ayolah pangeran keinginanmu sudah ditolak, pasti keputusan permaisuri tak akan berubah.""Kita tidak akan tau sebelum mencobanya hingga detik terakhir," ucap sang pangeran dengan sok bijak padahal dalam hatinya terbesit rasa takut dan putus asa.Ceklek ...Pintu itu terbuka lebar lantas muncul sesosok wanita bergaun tertutup dengan dua dayang di belakangnya."Heira, kau pastikan jangan ada barang yang tertinggal," ucap sang permaisuri lantas kembali berjalan tanpa mengindahkan dua pemuda yang menantinya di depan pintu."Permaisuri ... " panggil Adrian terus mengikuti jalan sang wanita. Beberapa kali ia memanggil namun wanita itu tak menggubris. Adrian tak kehabisan akal, ia mencegat jalan sang permaisuri. Namun tetap sang permaisuri me
Setelah seharian penuh, akhirnya rombongan Putri Laveena tiba di kerajaan. Ketika kereta kuda terhenti, sang putri bergegas bersiap keluar. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan banyak massa yang ada di depan gerbang istana. "Ada apa ini?" tanya Laveena kepada prajurit yang membukakan pintu. "Izin menjawab, Tuan Putri, semenjak dekrit kaisar diumumkan, entah mengapa justru banyak pihak yang tidak puas. Beberap saat lalu para cendikiawan Deoreva mengirimkan banyak petisi," jawab prajurit itu sembari membantu Laveen menuruni kereta kuda. "KAKAK?!" Laveena kenal betul dengan suara itu, ya siapa lagi kalau bukan adik satu-satunya itu. "Akhirnya kakak pulang! Aku menunggumu sedari pagi tau, Kak. Kau membuatku khawatir kupikir kau pulang kemarin," ujar Rhiannon begitu sampai di depan kakaknya langsung memeluknya erat. Melihat raut lelah kakaknya, Rhiannon segera menggandeng kakaknya untuk masuk. "Aku tidak sabar mendengar apa yang kau lakukan di sana, Kak," kata Rhiannon kemudian t
Zilano berjalan menyusuri lorong dengan wajah dingin. Ia terlihat tergesa menuju kesuatu tempat. Meskipun matanya nampak terfokus pada jalanan lorong, nyatanya pikirannya melalang buana kepada ucapan ayahnya benerapa saat lalu. ^^^ "Apa yang terjadi? Katakan cepat!" Zilano yang masih dilanda kepanikan berusaha menghindar. Namun sayangnya tak bisa, ayahnya telah menutup ruang geraknya. Tadi ketika ia menggendong George menuju pavilium tabib, tanpa sengaja bertemu Parveen yang sedang berjalan dari arah berlawanan pada lorong jalan yang menuju pavilium tabib. Sehingga usai keluar dari pavilium tabib dengan buru-buru, Parveen menyeret anaknya untuk diinterogasi. "Mengapa kau hanya diam saja, Zilan!" bentak Parveen kehilangan kesabaran. Pada akhirnya Zilano menyerah. Ia membenturkan tubuhnya pada tembok. "Aku tak tahu ayah! Putra mahkota dan pangeran hampir saja saling membunuh dan aku harus segera mencari keberadaan pangeran. Jadi kumohon menyingkirlah!" Parveen terbelalak
Wewangian tumbuhan herbal seketika menyeruak di indera penciuman Adrian. Matanya yang terasa berat perlahan mulai dapat terbuka. Begitu kesadarannya kembali, tubuhnya terasa kaku dengan rasa nyeri yang berdenyut di mana-mana. "Aishhh," ringisnya mendadak perutnya terasa sakit bukan main. Tangannya sontak meraba dan ia menemukan sebuah kain yang membungkus keseluruhan perutnya. Karena kesulitan mengangkat tubuhnya, ia melirik perutnya yang ternyata terdapat kasa putih membalut lukanya. "Pavilium tabib? Bagaimana aku bisa sampai di sini?" tanyanya dengan suara parau. Tak berapa lama terdengar langkah kaki memasuki ruangannya. Netra birunya terpaku melihat seorang wanita yang tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Teringat kejadian beberapa saat lalu, Adrian mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak ingin berkontak mata lagi dengannya. "Pangeran .... " Adrian tak menggubris, ia berlagak memejamkan mata kembali. Namun ketika sebuah sentuhan hangat terasa pada punggung tangannya