Ayana tak pernah membayangkan kalau pernikahan ini hanya permainan untuk Wijin. Semuanya berubah setelah Kakek Doni meninggal, dunianya berubah yang menamparnya dalam kenyataannya yang harus ia hadapi. Harapan itu sirna saat Wijin lebih menuruti ibunya Vira dari pada harus mempertahankannya. Ayana tak pernah dianggap sebagai seorang istri, sampai hidupnya hancur akankah Ayana akan membalas perlakuan suaminya atau hanya pasrah dengan keadaanya saat ini. Akankah Wijin menyesal dengan keputusannya atau malah membiarkan Ayana benar-benar pergi dari kehidupannya
View MoreKeesokan harinya Arumi datang ke ruangan Wijaya dan langsung menarik tangan Ayana sampai membuatnya terbangun. "Sekarang, aku yang akan menjaga Wijaya!" seru Arumi tiba-tiba. Ayana beranjak bangun dan langsung di dorong keluar oleh Arumi sebelum Ayana mengatakan apa-apa. "Kamu tak sepantasnya di sini, Wijaya itu milik aku," bentak Arumi menutup pintu kamar tempat Wijaya dirawat. Ayana menghembuskan napas panjang. "Kenapa aku masih di sini, jika keberadaan ku saja tak dianggap sama sekali?" tanyanya sendiri. Tanpa sadar Ayana meneteskan air matanya akan tetapi, tak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain pasrah dengan keadaan ini. Arumi menutup pintu ruangan tempat Wijaya dirawat dan duduk di sampingnya. Baru juga duduk samar-samar Wijaya membuka matanya. "Arumi," gumamnya pelan. "Wijaya, syukurlah kamu sudah sadar," ungkap Arumi sembari memeluk Wijaya. "Aku ada di mana?" tanya Wijaya melihat sekitar. "Tiga hari yang lalu kamu kecelakaan, ..." jawab Arumi pelan. "Jadi kamu
"Wijaya, aku di sini ku mohon bangunlah," ucap Arumi sembari menggoyangkan badan Wijaya. Wanita itu terus-menerus menangis tanpa henti membuat semua orang yang melihatnya merasa iba dan kasihan. Vira pun mendekati Arumi dan mulai mengusap pundaknya mencoba menenangkannya. "Kita berdoa sama-sama semoga Wijaya segara sadar," ungkap Vira. Arumi menganggukan kepalanya sembari memeluk Vira. Ayana berpaling ada perasaan sakit yang ia rasakan tapi ia hanya tersenyum saja dihadapan Kakek Dony walau sebenarnya pria tua itu mengetahui bagaimana perasaan Ayana. "Sedang apa kamu di sini?" tanya Kakek Dony tiba-tiba mendekati Vira dan juga Arumi membuat dua wanita itu pun melepaskan pelukannya. "Ayah, keadaan Wijaya seperti ini wajarlah kalau Arumi ada di sini," jawab Vira membela Arumi. Pria tua itu pun hanya menyeringai. "Kamu bilang wajar, menantumu itu Ayana bukan pelakor itu?" Kakek Dony menunjuk Arumi dengan tatapan sinis. "A-aku bukan pelakor justru wanita itu yang merebut Wijaya
Samar-samar Ayana membuka matanya dan terkejut saat melihat Kakek Dony duduk dihadapannya. "Kakek," gumamnya beranjak bangun. "Berbaringlah," ucap Kakek Dony. Terlihat wajahnya sudah merah seperti habis menangis. "Kakek kenapa?" tanya Ayana lagi. Kakek Dony menggelengkan kepalanya. "Bersabarlah Ayana," jawab Kakek Dony sembari membelai rambutnya. Tanpa berkata-kata lagi tiba-tiba saja Ayana menangis teringat kejadian yang tadi. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan seperti itu dari seseorang. "Maafkan aku Kek," ucap Ayana lagi tiba-tiba menghapus air matanya dan mencoba tersenyum. "Menangis saja jika itu membuatmu lega." Kakek Dony tersenyum. "Hari ini kamu jangan pakai mobil yang biasa kamu pakai," ucap Kakek Dony lagi tiba-tiba. "Kenapa?" Ayana penasaran dan memperhatikan wajah serius pria tua di depannya. "Kamu, menurut saja." Tanpa mengatakan apa-apa Ayana pun menundukkan kepalanya. Semua sudah siap di meja makan dan siap untuk sarapan bersama. Semuanya diam
Wijaya langsung masuk ke kamar Kakek Dony secara paksa. "Maaf Kakek Dony," ucap Eron karena tak bisa menahan Wijaya masuk ke kamar Kakek Dony. "Tak apa-apa," ucap Kakek Dony membiarkan cucunya masuk. Eron pun menganggukan kepalanya dan kembali keluar kamar Kakek Dony. "Kakek tak bisa melakukan ini padaku!" hardik Wijaya "Kenapa tak bisa toh semua ini punya Kakek?" jawab Kakek Dony balik tanya cucunya. "Aku cucu kakek, aku yang lebih berhak atas semua milik Kakek!" "Aku yang bekerja keras kenapa kamu yang ingin memilikinya ....?" Wijaya menatap Kakek Dony dengan tatapan marah. "Kamu mengharapkan aku mati!" Wijaya terdiam tak berkata-kata lagi, walau bagaimanapun juga Wijaya sangat menyayangi kakeknya. "Jika kamu ingin memiliki semua ini, ikuti aturanku jika kamu tak suka kamu tinggalkan rumah ini," tutur Kakek Dony serius. Wijaya terdiam lagi .... "Bukankah kamu ingin bersama dengan wanita itu kamu harus mulai dari nol." "Buktikan padaku kalau kamu bisa hidup tanpa bantua
Ayana masih memperhatikan mobil yang berwarna merah itu dan keluarlah seorang wanita yang begitu sempurna dengan tinggi semampai dan berwajah cantik dengan rambut pirang panjang. "Siapa dia?" tanya Ayana dalam hatinya. Ayana pun berjalan keluar dari balkon dan seseorang wanita pun berjalan masuk ke kamar suaminya. "Tunggu, siapa kamu?" tanya Ayana mencoba menahan wanita itu masuk ke kamar suaminya. Wanita itu pun tetap saja masuk tanpa memperdulikan Ayana yang ikut masuk ke dalam kamar suaminya. "Sayang," panggil wanita itu sembari memeluk Wijaya yang masih belum sadarkan diri. Seketika laki-laki itu pun beranjak bangun terkejut melihat wanita tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya melihat sekitar. Ayana yang baru masuk pun buru-buru keluar lagi sebelum suaminya melihatnya. Ayana berdiri dibalik pintu bingung harus bagaimana?" "Siapa wanita itu?" tanyanya dalam hati. Ayana mencoba mengintip ke kamar suaminya untuk melihat apa yang terjadi di kamar itu. Di dalam kam
Kakek Dony pun sampai di apartemen Eron. Sebuah apartemen mewah yang dibelikan Kakek Dony untuk Eron asisten setianya. "Apa yang ingin Kakek bicarakan di sini?" tanya Eron setelah mempersilakan Kakek Dony masuk ke dalam apartemennya. Lama pria tua itu diam setelah sampai di apartemen Eron membuat laki-laki itu pun bingung sendiri. "Apa semua ini tentang cucu Anda?" tanya Eron memulai percakapan. Kakek Dony tersenyum masam membuat Eron bisa menebak apa yang dipikirkan majikannya itu. "Aku khawatir dengan Wijaya jika wanita itu masih bersamanya," ucap Kakek Dony setelah lama ia terdiam. "Yah, wajar kalau Kakek khawatir tapi, Kakek jangan terlalu memikirkannya agar kesehatan Kakek tak memburuk," tutur Eron khawatir. "Andai Wijaya bisa seperti kamu aku tak akan sekhawatir ini!"Eron tersenyum masam karena ia tak suka jika dibandingkan dengan Wijaya. "Aku yakin wanita itu akan melakukan sesuatu setelah kartu kredit Wijaya diblokir!" "Sekarang apa rencana Kakek?" "Aku sedang memik
Ayana masih saja berjongkok di depan pintu kamarnya melihat suaminya terkapar di lantai dalam keadaan basah kuyup. Pintu kamar Wijaya pintu kaca tinggal di geser tirainya saja sudah bisa melihat luar kamar. "Kamu pasti sakit?" tanya Ayana sendiri terus melihat suaminya dibalik pintu. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku berharap padamu," gumam Ayana dalam hati. Melihat suaminya masih belum sadar membuat Ayana benar-benar terjaga tak tidur sama sekali. Sampai menjelang pagi Ayana pun baru tertidur. Samar-samar Wijaya membuka matanya dan buru-buru bangun saat dirinya merasa kedinginan karena bajunya sudah kembali kering. Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mencoba membuka pintu kamarnya. "Ayana, buka pintunya," bentak Wijaya mencoba menggedor-gedor pintu kamarnya membuat Ayana terbangun karena terkejut. Ayana beranjak bangun melihat suaminya sedang menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" serunya marah. "Kakek yang mengunci pintunya," jawab Ayana sembari menggelengkan kepalan
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments