Wijaya meloncat dari tempat tidurnya dan segera berlari ke kamar mandi.
"Ada apa?" tanyanya khawatir."Airnya terlalu panas," jawab Ayana hampir menangis karena tangan kanannya melepuh karena air panas yang keluar dari shower.Wijaya menghembuskan napas sembari menggelengkan kepalanya."Kamu itu hidup di planet mana sih, kaya gini saja ga tau!" serunya sembari menarik tuas shower.Ayana diam saja saat memperhatikan suaminya menarik tuas di depan shower."Dengarkan aku!" hardik Wijaya sembari menoleh ke arah Ayana.Ayana mengangguk-anggukkan kepalanya melihat ke arah Wijaya."Sebelah kiri, air panas, sebelah kanan air di dingin dan tengah-tengah air hangat jika ingin air biasa tarik yang sebelah atas ini," tutur Wijaya menjelaskan.Ayana menganggukan kepalanya sembari mengusap tangan kanannya yang sudah terasa panas sudah mulai bengkak.Wijaya menarik tangan Ayana dan mulai membasuh tangan yang melepuh dengan air hangat membuka kotak obat di depannya mengoleskan salep pada tangannya."Kalau ga tau kamu tanya jangan diam aja!" seru Wijaya lagi pergi begitu saja setelah mengoleskan salep ke tangan Ayana.Ayana menatap cermin ia masih melihat dirinya yang full makeup dan segera membasuhnya dan segera mandi dengan air hangat setelah itu keluar dari kamar mandi dengan rambut basah.Seketika Wijaya terpukau melihat kecantikan Ayana akan tetapi, laki-laki itu pun segera memalingkan wajahnya.Ayana mengambil bantal dan guling sadar diri untuk pindah ke kursi sofa."Kamu tidur saja di sini biar aku yang tidur di sofa," ucap Wijaya lagi mengambil bantal dan guling yang tadi akan diambil Ayana.Ayana membaringkannya tubuhnya di tempat tidur yang begitu nyaman."Tempat tidur orang kaya memang beda yah," gumamnya lagi sambil tersenyum mengusap tempat tidurnya yang begitu lembut.Wanita itu pun beranjak bangun lagi teringat kalau malam ini malam pertamanya menjadi istri Wijaya Langit."Ke mana Wijaya?" tanyanya sendiri melihat sekitar tak ada suaminya di ruangannya.Ayana beranjak bangun berjalan ke sofa depan."Bantal dan guling ada di sini orangnya ke mana?" tanya Ayana lagi berjalan ke sekeliling kamarnya dan terlihat asap rokok di balkon luar.Ayana membuka pintu balkon asap rokok sudah menyelimuti balkon wanita itu pun langsung batuk-batuk begitu masuk.Wijaya langsung mematikan rokoknya begitu Ayana masuk."Kenapa kamu tak ketuk pintu dulu sebelum masuk?" tanyanya sembari berpaling."Maaf ... maaf," ucap Ayana menundukkan kepalanya.Wijaya berpaling."Kenapa kamu belum tidur?" tanya Ayana hati-hati."Kamu berharap kita melakukan malam pertama?" tanya Wijaya ketus.Wajah Ayana memerah sembari menggelengkan kepalanya."Tidak-tidak bukan seperti itu," jawab Ayana terbata-bata merasa malu sendiri.Wijaya mendekati Ayana membuat wanita itu pun berdebar kencang karena jarak keduanya begitu dekat."Kamu berharap aku melakukan ini kan?" tanya Wijaya sembari membelai rambut Ayana.Ayana menggelengkan kepalanya namun, tak bisa dipungkiri kalau hati Ayana tak tenang karena terus saja berdebar tanpa henti.Wijaya terus saja mendekati Ayana sampai keduanya hampir saja melakukan sentuhan fisik dan bibir mereka hampir saja bersentuhan. Ayana menutup matanya dan Wijaya pun menarik dirinya menjauh dari istrinya."Kamu bukan tive ku tak menarik sama sekali," ucap Wijaya ketus sembari tersenyum jahat.Ayana cemberut. "Aku tak mengharapkan apa yang kamu pikirkan jadi buang jauh-jauh pikiranmu itu!" hardik Ayana berjalan keluar dari balkon luar meninggal Wijaya yang masih berdiri di depannya."Bukankah kebalik yah, kamu yang mengharapkan aku menyentuhmu," balas Wijaya sembari tertawa jahat.Ayana menoleh sebelum pergi dan setelah itu pergi dari sana langsung membaringkan tubuhnya ke tempat tidur."Laki-laki kurang ajar, seenaknya bilang tak menarik awas saja nanti kamu akan menyesal karena sudah menghinaku," gerutu Ayana sembari menarik selimutnya.Wijaya masih berdiri di luar balkon dan menggelengkan kepalanya mengingat kejadian tadi."Hampir saja," gumamnya pelan.Keesokan harinya Wijaya sudah bersiap memakai pakaiannya sedangkan Ayana terkejut saat baru melihat Wijaya berada di kamarnya."Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Wijaya datar."Sepertinya aku belum terbiasa adanya kamu di kamar ini," jawab Ayana menundukkan kepalanya berpaling berusaha tak melihat tubuh Wijaya."Harusnya aku yang mengatakan itu!"Ayana pun mengambil pakaiannya dan Wijaya pun langsung membuang pakaian Ayana."Kamu tak boleh memakai pakaian kampungan itu kamu itu istri Wijaya Langit jangan mempermalukan aku," gerutu Wijaya berjalan ke arah lemari mengambil beberapa pakaian untuk Ayana."Kamu pilih pakaian itu kalau tak mau kamu tak boleh keluar dari kamar ini!" hardik Wijaya berlalu begitu saja meninggalkan Ayana di kamarnya."Memangnya kenapa dengan pakaianku?" tanya Ayana sendiri mengambil pakaiannya yang tadi dibuang suaminya.Ayana melihat beberapa pakaian yang ada di tempat tidur pakaian yang begitu bagus tapi, ia merasa sungkan untuk memakainya."Apa aku harus memakai pakaian ini?" tanyanya bingung karena pakaian itu terlalu bagus untuknya.Lama Ayana melamun memikirkan pakaian mana yang akan ia pakai sampai Wijaya masuk kamarnya lagi."Ya ampun kamu masih belum berpakaian!" hardik Wijaya sembari menggelengkan kepalanya.Wijaya mengambil salah satu pakaian yang ada di tempat tidur secara asal dan memberikannya pada Ayana."Cepat pakai ini, kakek sudah menunggu kita untuk sarapan!" seru Wijaya lagi.Ayana menganggukan kepalanya namun masih berdiri mematung di depan suaminya."Kamu nunggu apa lagi lagi?" Wijaya melotot ke arah Ayana.Wanita itu pun menganggukan kepalanya dan buru-buru masuk kamar mandi untuk berganti pakaian.Wijaya terlihat kesal karena Ayana begitu lelet. Setelah itu wanita tersebut keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian yang dipilihkan suaminya.Sesaat Wijaya kembali terpukau saat melihat Ayana dengan pakaian yang berbeda."Cepat, turun kakek sudah menunggu!" seru Wijaya lagi menarik tangan Ayana keluar dari kamarnya.Keduanya turun dari tangan sambil bergandengan menuju meja makan.Kakek Dony tersenyum melihat Wijaya cucunya mengandeng istrinya Ayana."Kalian sangat serasi," ungkap Kakek Dony.Wijaya langsung melepaskan tangannya yang sedari menggenggam tangan Ayana."Ayana, kakek tak tau kamu suka apa karena itu kakek minta masakan semua yang biasa kakek makan," tutur Kakek Dony beranjak berdiri."Terima kasih Kek, ini terlalu banyak untuk Ayana," jawab Ayana merasa bingung harus makan apa.Vira memalingkan wajahnya begitu melihat menantunya Ayana.Kakek Dony menyiapkan sarapan untuk Ayana secara khusus."Kakek, aku bisa ngambil sendiri," ucap Ayana merasa malu karena diperlakukan secara khusus oleh Kakek Dony.Tiba-tiba saja piring yang di pegang Ayana pun pecah membuat semua yang ada di sana terkejut."Maafkan aku kakek," ucap Ayana buru-buru membereskan piringnya namun, ia pun menjerit membuat semua orang tertuju pada Ayana.Semua orang tertuju pada Ayana yang menjerit karena tertusuk pecahan piring. "Tanganmu berdarah nak?" tanya Kakek Dony khawatir. Ayana hanya menganggukkan kepalanya sembari menahan air mata agar tak keluar. "Tak perlu membereskan pecahan piring itu, biar para pembantu saja yang bereskan," ungkap Kakek Dony masih memperlihatkan kekhawatirannya. "Wijaya, obati istrimu," pinta Kakek Dony lagi. Wijaya pun menganggukan kepalanya dan meminta pelayan rumah membawakan kotak obat. "Kenapa kamu ceroboh sekali?" tanya Wijaya sembari membersihkan sisa-sisa pecahan piring di tangan istrinya. "Maaf," ungkap Ayana sembari meneteskan air matanya. "Ga usah cengeng." Wijaya masih membersihkan pecahan piring setelah itu memberikan obat merah pada lukanya. "Ayo kita sarapan," ajak Kakek Dony begitu cucunya selesai mengobati luka di tangan istrinya. "Kamu tau, berapa harga piring yang kamu pecahkan?" tanya Vira tiba-tiba saat mereka sarapan pagi. Ayana menggelengkan kepalanya tak tau berapa kar
Ayana menghapus air matanya dan berusaha untuk menghapus air mata. Beranjak bangun untuk membuka pintu kamarnya. "Mana Wijaya?" tanya Kakek Dony tiba-tiba. "Ada di dalam kamar," jawab Ayana. "Oh di kamar, ya sudah, ..." Kakek Dony pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun membuat Ayana bingung dan kembali masuk kamarnya. Beberapa saat kemudian Wijaya terbangun karena suara ponselnya terus saja berdering. "Halo," jawab Wijaya setengah sadar. "Cepat jemput Ayana di Mallcity!" seru seseorang di balik telpon. "Iya, aku ke sana sekarang," jawab Wijaya lagi langsung beranjak bangun dan segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap. Sampai 60 menit, Wijaya baru saja datang ke Mallcity dan Kakek Dony pun sudah menunggu di depan pintu keluar dengan ekspresi marah. "Kenapa lama sekali?" tanya Kakek Dony marah. "Maaf Kek, jalanan macet," jawab Wijaya. "Yah sudah bawa istrimu jalan-jalan ke dalam," gumam Kakek Dony lagi. Wijaya mengerutkan keningnya. "Bukankah kakek mau pulang?" tanya
Wijaya sudah berkeliling satu Mallcity tapi, Ayana masih belum ketemu. Ia tak bisa memberitahu Kakek Dony kalau istrinya hilang bisa-bisa ia sendiri yang kena marah. Langkahnya terhenti saat ia melihat istrinya tepat di depan bioskop sedang makan eskrim dengan santai. "Jadi sedari tadi kamu di sini?" tanya Wijaya begitu ia dihadapan istrinya. "Iya, sedari tadi aku duduk di sini menunggumu sampai habis 24 cup eskrim," jawab Ayana santai. Wijaya menghembuskan napas panjang. Rasanya ia kesal sekali dengan istrinya tapi, salahnya juga karena ia tak tau nomor istrinya. "Berikan nomormu padaku?" tanyanya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. Wanita itu pun mengambil ponsel suaminya dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu, Wijaya pun menghubungi nomor yang diberikan Ayana. "Itu nomorku, simpan di ponselmu kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor itu!" serunya berpaling. Rasanya Wijaya masih kesal tapi, sudahlah yang penting istrinya sudah ketemu. Sepanjang perjalanan pulang W
Setelah beberapa saat Wijaya pun masuk kembali ke ruangan istrinya terlihat Ayena masih memegangi perutnya. "Perutmu masih sakit?" tanya Wijaya begitu ia masuk. Ayana menggelengkan kepalanya dan ekspresi Wijaya pun mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. "Aku lapar," gumam Ayana lagi. "Kamu mau makan apa, biar aku pesan online saja sekalian?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya. "Mau nasi padang!" "Ga, jangan nasi padang kamu kan sakit perut." Wijaya melotot menolak permintaan istrinya. "Yah udah nasi goreng seafood aja." Ayana cemberut karena suaminya menolak permintaannya. "Oke, aku pesankan nasi goreng seafood dengan jus alpukat." "Kenapa ga jus jeruk aja minumnya?" "Kamu kan sedang sakit perut, jus alpukat pun tanpa es?" Ayana berpaling mengiyakan ucapan suaminya. Lagi-lagi Wijaya terus saja memainkan ponselnya tanpa mengatakan apapun ataupun mengajak istrinya berbicara selama menunggu makanan. Karena bosan Ayana pun terus saja menguap, dengan sudut matanya Wijaya
Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya. "Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri. Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama. Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk. "Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya. "Kenapa?" tanya dokter bingung. "Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya. Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana. Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan. Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu. "Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...." "Jangan sok lugu di de
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda
Ayana masih saja berjongkok di depan pintu kamarnya melihat suaminya terkapar di lantai dalam keadaan basah kuyup. Pintu kamar Wijaya pintu kaca tinggal di geser tirainya saja sudah bisa melihat luar kamar. "Kamu pasti sakit?" tanya Ayana sendiri terus melihat suaminya dibalik pintu. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku berharap padamu," gumam Ayana dalam hati. Melihat suaminya masih belum sadar membuat Ayana benar-benar terjaga tak tidur sama sekali. Sampai menjelang pagi Ayana pun baru tertidur. Samar-samar Wijaya membuka matanya dan buru-buru bangun saat dirinya merasa kedinginan karena bajunya sudah kembali kering. Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mencoba membuka pintu kamarnya. "Ayana, buka pintunya," bentak Wijaya mencoba menggedor-gedor pintu kamarnya membuat Ayana terbangun karena terkejut. Ayana beranjak bangun melihat suaminya sedang menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" serunya marah. "Kakek yang mengunci pintunya," jawab Ayana sembari menggelengkan kepalan