Setelah beberapa saat Wijaya pun masuk kembali ke ruangan istrinya terlihat Ayena masih memegangi perutnya.
"Perutmu masih sakit?" tanya Wijaya begitu ia masuk.Ayana menggelengkan kepalanya dan ekspresi Wijaya pun mengerutkan keningnya penuh tanda tanya."Aku lapar," gumam Ayana lagi."Kamu mau makan apa, biar aku pesan online saja sekalian?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya."Mau nasi padang!""Ga, jangan nasi padang kamu kan sakit perut." Wijaya melotot menolak permintaan istrinya."Yah udah nasi goreng seafood aja." Ayana cemberut karena suaminya menolak permintaannya."Oke, aku pesankan nasi goreng seafood dengan jus alpukat.""Kenapa ga jus jeruk aja minumnya?""Kamu kan sedang sakit perut, jus alpukat pun tanpa es?"Ayana berpaling mengiyakan ucapan suaminya.Lagi-lagi Wijaya terus saja memainkan ponselnya tanpa mengatakan apapun ataupun mengajak istrinya berbicara selama menunggu makanan.Karena bosan Ayana pun terus saja menguap, dengan sudut matanya Wijaya pun memperhatikan istrinya."Kalau ngantuk tidur aja dulu, nanti kalau makanan datang aku bangunin," gumam Wijaya masih memainkan ponselnya.Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kalau lapar aku ga bisa tidur," jawab Ayana.Wajah Wijaya pun datar tanpa ekspresi kembali sibuk dengan ponselnya."Sampai malam begini kamu masih bekerja?" tanya Ayana untuk menghilangkan rasa kantuknya.Wijaya hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan istrinya."Sesibuk itu kah kamu?""Iya, karena kamu aku harus terdampar di sini."Wijaya berbicara ketus membuat Ayana merasa bersalah."Maaf, kalau aku membuang waktumu yang berharga," gumam Ayana pelan.Suara telpon Wijaya pun berbunyi dan laki-laki itu pun beranjak bangun keluar dari ruangan istrinya.Ayana menghembuskan napas panjang, ia tak tau kalau suaminya sangat sibuk sekali.Wijaya pun datang sambil membawa makanan dan menyimpannya di meja."Kamu makan duluan, aku ada urusan sebentar," ucap Wijaya lagi pergi begitu saja meninggalkan istrinya.Ayana mengangguk-anggukkan kepalanya dan mulai mengambil makanan yang ada di meja. Walau rasanya hambar karena tak pedas sama sekali, wanita itu pun tetap memakannya sampai habis."Akhirnya, aku benar-benar kenyang," gumam Ayana lagi merasa penuh energi karena tenaganya sudah pulih."Ngomong-ngomong Wijaya ke mana?" tanyanya sendiri.Wanita itu melihat jam dinding sudah hampir 30 menit suaminya pergi."Masa iya, jam segini masih kerja?" tanyanya lagi saat melihat waktu yang menunjukkan jam 20.30 malam.Ayana mengambil ponselnya, sempat mengirim chat namun, ia urungkan dan menyimpan ponselnya."Wajarlah kalau Wijaya sibuk toh ia penerus perusahaan."Lama wanita tersebut menunggu suaminya kembali namun, ia keburu tertidur dan tak ingat lagi.Wijaya masuk keruangan istrinya secara pelan-pelan tak ingin membangunkannya. Laki-laki itu tau, kalau istrinya pasti sudah tidur karena ia baru kembali jam 23.00."Kamu baru pulang?" tanya Ayana tiba-tiba terbangun dari tidurnya membuat Wijaya terkejut."Kamu belum tidur?" tanyanya mendekati istrinya."Aku sudah tidur tapi, langsung bangun begitu kamu membuka pintu," jawab Ayana beranjak bangun dan duduk di ranjang rumah sakit."Kalau begitu kamu tidur lagi saja?""Kalau sudah bangun, mana mungkin bisa tidur lagi!"Wijaya pun duduk di kursi samping ranjang istrinya tanpa mengatakan apapun."Apa tiap hari kamu pulang jam segini?" tanya Ayana penasaran."Tergantung," jawab Wijaya singkat."Pasti kamu lelah kalau tiap hari pulang jam segini?"Wijaya tak berbicara apa-apa dan mulai merasa gelisah setelah melihat sekeliling."Kamu takut?" tanya Ayana lagi saat memperhatikan suaminya."Ga, ..." jawab Wijaya singkat."Yakin, ini rumah sakit loh," gumam Ayana sengaja menggoda suaminya."Memangnya kenapa, kalau ini rumah sakit?" balik tanya Wijaya menutupi ketakutannya."Biasanya kalau tengah malam gini suka ada sesuatu ....""Jangan bicara lagi!" seru Wijaya sembari mengebrak meja.Ayana tertawa karena ekspresi suaminya yang menurutnya lucu."Aku ga takut hanya kedinginan saja," gumam Wijaya terbata-bata.Ayana menganggukkan kepalanya. "Yakin hanya kedinginan saja, ..." godanya."Iya, aku ke sini kan tak direncanakan makanya aku pakai baju tipis."Wijaya mencari alasan untuk menutupi ketakutannya."Kalau kamu kedinginan kamu bisa pakai selimutku?""Ga, kamu kan sakit perut.""Perutku sudah mendingan, kamu lebih membutuhkan selimut dibandingkan aku?"Wijaya pun beranjak bangun dan mulai naik ranjang duduk di samping istrinya membuat Ayana terkejut setengah mati karena jarak mereka berdua begitu dekat."Aku di sini saja sampai besok pagi, kita berbagi selimut untuk sementara," ungkap Wijaya menutupi ketakutannya dan menurutnya di dekat Ayana lebih baik dari pada duduk di kursi."Kamu di sini jadi semakin sempit," gumam Ayana sembari berpaling."Kalau kamu ga kebanyakan makan eskrim aku tak akan di sini," balas Wijaya kesal."Yah, aku minta maaf ... eskrim di sana terlalu enak sampai aku kalap.""Eskrim di kedai itu belum seberapa jika kamu ingin yang lebih enak ada counter gelato di lantai lima jauh lebih enak dari sana," turut Wijaya sembari membayangkannya."Wah, aku mau ke sana ...." Ayana begitu semangat tak bisa membayangkan seenak apa eskrim itu."Lain kali aku akan ajak kamu ke sana?""Kamu janji yah," gumam Ayana sembari mengangkat jari kelingkingnya.Wijaya menggelengkan kepalanya dan menempelkan jari kelingkingnya sampai membentuk ikatan."Kamu sudah janji jangan diingkari!""Iya," jawab Wijaya sambil tersenyum.Ayana menoleh sambil tersenyum ternyata suaminya bisa bersikap hangat seperti ini."Aku jadi tak bisa tidur lagi," gumam Ayana matanya begitu fresh."Benarkah, aku malah mengantuk sekali tapi tak bisa tidur," jawab Wijaya terus saja menguap."Kalau kamu mau tidur, tinggal tidur saja?""Aku tak bisa tidur di tempat ini?""Kamu takut tidur yah?" tanya Ayana kembali menggoda suaminya."Bukan takut tidur hanya saja aku tak bisa tidur jika tempatnya tak nyaman," jawab Wijaya lagi."Salahmu sendiri malah milih berdesakan di sini?""Aku kan kedinginan jika tidur di sofa aku tambah dingin."Lagi-lagi Wijaya mencari alasan untuk menutupi ketakutannya.Ayana tersenyum lagi."Kenapa kamu mau menikah denganku?" tanya Ayana tiba-tiba."Karena kakek?" jawab Wijaya singkat."Jika terpaksa kenapa kamu mau!""Jika aku tak menikah denganmu, aku tak akan mendapatkan warisan?""Jadi karena warisan?""Iya."Ayana terdiam tak mengatakan apa-apa lagi jawaban Wijaya benar-benar jujur dan jawaban itu membuatnya merasa sakit hati.Wanita itu pun menoleh ke arah suaminya tipsnya suaminya sudah tertidur di bahunya."Jika terpaksa, kenapa memaksakan," gumam Ayana lagi.Wanita itu pun menghembuskan napas panjang."Apa keputusanku ini benar?"Ayana kembali kepikiran tentang ucapan suaminya. Secara garis besar, ia tak bisa menyalahkan suaminya kalau pernikahan ini hanya karena sebatas warisan.Wanita itu kembali menghembuskan napas panjang. Lagi-lagi suara ponsel Wijaya kembali berbunyi. Rasanya ia penasaran siapa yang menghubungi suaminya di tengah malam ini.Ayana mulai penasaran dan berniat ingin mengambil ponsel suaminya.Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya. "Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri. Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama. Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk. "Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya. "Kenapa?" tanya dokter bingung. "Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya. Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana. Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan. Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu. "Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...." "Jangan sok lugu di de
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda
Ayana masih saja berjongkok di depan pintu kamarnya melihat suaminya terkapar di lantai dalam keadaan basah kuyup. Pintu kamar Wijaya pintu kaca tinggal di geser tirainya saja sudah bisa melihat luar kamar. "Kamu pasti sakit?" tanya Ayana sendiri terus melihat suaminya dibalik pintu. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku berharap padamu," gumam Ayana dalam hati. Melihat suaminya masih belum sadar membuat Ayana benar-benar terjaga tak tidur sama sekali. Sampai menjelang pagi Ayana pun baru tertidur. Samar-samar Wijaya membuka matanya dan buru-buru bangun saat dirinya merasa kedinginan karena bajunya sudah kembali kering. Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mencoba membuka pintu kamarnya. "Ayana, buka pintunya," bentak Wijaya mencoba menggedor-gedor pintu kamarnya membuat Ayana terbangun karena terkejut. Ayana beranjak bangun melihat suaminya sedang menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" serunya marah. "Kakek yang mengunci pintunya," jawab Ayana sembari menggelengkan kepalan
Kakek Dony pun sampai di apartemen Eron. Sebuah apartemen mewah yang dibelikan Kakek Dony untuk Eron asisten setianya. "Apa yang ingin Kakek bicarakan di sini?" tanya Eron setelah mempersilakan Kakek Dony masuk ke dalam apartemennya. Lama pria tua itu diam setelah sampai di apartemen Eron membuat laki-laki itu pun bingung sendiri. "Apa semua ini tentang cucu Anda?" tanya Eron memulai percakapan. Kakek Dony tersenyum masam membuat Eron bisa menebak apa yang dipikirkan majikannya itu. "Aku khawatir dengan Wijaya jika wanita itu masih bersamanya," ucap Kakek Dony setelah lama ia terdiam. "Yah, wajar kalau Kakek khawatir tapi, Kakek jangan terlalu memikirkannya agar kesehatan Kakek tak memburuk," tutur Eron khawatir. "Andai Wijaya bisa seperti kamu aku tak akan sekhawatir ini!"Eron tersenyum masam karena ia tak suka jika dibandingkan dengan Wijaya. "Aku yakin wanita itu akan melakukan sesuatu setelah kartu kredit Wijaya diblokir!" "Sekarang apa rencana Kakek?" "Aku sedang memik
Ayana masih memperhatikan mobil yang berwarna merah itu dan keluarlah seorang wanita yang begitu sempurna dengan tinggi semampai dan berwajah cantik dengan rambut pirang panjang. "Siapa dia?" tanya Ayana dalam hatinya. Ayana pun berjalan keluar dari balkon dan seseorang wanita pun berjalan masuk ke kamar suaminya. "Tunggu, siapa kamu?" tanya Ayana mencoba menahan wanita itu masuk ke kamar suaminya. Wanita itu pun tetap saja masuk tanpa memperdulikan Ayana yang ikut masuk ke dalam kamar suaminya. "Sayang," panggil wanita itu sembari memeluk Wijaya yang masih belum sadarkan diri. Seketika laki-laki itu pun beranjak bangun terkejut melihat wanita tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya melihat sekitar. Ayana yang baru masuk pun buru-buru keluar lagi sebelum suaminya melihatnya. Ayana berdiri dibalik pintu bingung harus bagaimana?" "Siapa wanita itu?" tanyanya dalam hati. Ayana mencoba mengintip ke kamar suaminya untuk melihat apa yang terjadi di kamar itu. Di dalam kam
Wijaya langsung masuk ke kamar Kakek Dony secara paksa. "Maaf Kakek Dony," ucap Eron karena tak bisa menahan Wijaya masuk ke kamar Kakek Dony. "Tak apa-apa," ucap Kakek Dony membiarkan cucunya masuk. Eron pun menganggukan kepalanya dan kembali keluar kamar Kakek Dony. "Kakek tak bisa melakukan ini padaku!" hardik Wijaya "Kenapa tak bisa toh semua ini punya Kakek?" jawab Kakek Dony balik tanya cucunya. "Aku cucu kakek, aku yang lebih berhak atas semua milik Kakek!" "Aku yang bekerja keras kenapa kamu yang ingin memilikinya ....?" Wijaya menatap Kakek Dony dengan tatapan marah. "Kamu mengharapkan aku mati!" Wijaya terdiam tak berkata-kata lagi, walau bagaimanapun juga Wijaya sangat menyayangi kakeknya. "Jika kamu ingin memiliki semua ini, ikuti aturanku jika kamu tak suka kamu tinggalkan rumah ini," tutur Kakek Dony serius. Wijaya terdiam lagi .... "Bukankah kamu ingin bersama dengan wanita itu kamu harus mulai dari nol." "Buktikan padaku kalau kamu bisa hidup tanpa bantua
Samar-samar Ayana membuka matanya dan terkejut saat melihat Kakek Dony duduk dihadapannya. "Kakek," gumamnya beranjak bangun. "Berbaringlah," ucap Kakek Dony. Terlihat wajahnya sudah merah seperti habis menangis. "Kakek kenapa?" tanya Ayana lagi. Kakek Dony menggelengkan kepalanya. "Bersabarlah Ayana," jawab Kakek Dony sembari membelai rambutnya. Tanpa berkata-kata lagi tiba-tiba saja Ayana menangis teringat kejadian yang tadi. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan seperti itu dari seseorang. "Maafkan aku Kek," ucap Ayana lagi tiba-tiba menghapus air matanya dan mencoba tersenyum. "Menangis saja jika itu membuatmu lega." Kakek Dony tersenyum. "Hari ini kamu jangan pakai mobil yang biasa kamu pakai," ucap Kakek Dony lagi tiba-tiba. "Kenapa?" Ayana penasaran dan memperhatikan wajah serius pria tua di depannya. "Kamu, menurut saja." Tanpa mengatakan apa-apa Ayana pun menundukkan kepalanya. Semua sudah siap di meja makan dan siap untuk sarapan bersama. Semuanya diam