Wijaya sudah berkeliling satu Mallcity tapi, Ayana masih belum ketemu. Ia tak bisa memberitahu Kakek Dony kalau istrinya hilang bisa-bisa ia sendiri yang kena marah.
Langkahnya terhenti saat ia melihat istrinya tepat di depan bioskop sedang makan eskrim dengan santai."Jadi sedari tadi kamu di sini?" tanya Wijaya begitu ia dihadapan istrinya."Iya, sedari tadi aku duduk di sini menunggumu sampai habis 24 cup eskrim," jawab Ayana santai.Wijaya menghembuskan napas panjang. Rasanya ia kesal sekali dengan istrinya tapi, salahnya juga karena ia tak tau nomor istrinya."Berikan nomormu padaku?" tanyanya sembari memberikan ponselnya pada Ayana.Wanita itu pun mengambil ponsel suaminya dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu, Wijaya pun menghubungi nomor yang diberikan Ayana."Itu nomorku, simpan di ponselmu kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor itu!" serunya berpaling.Rasanya Wijaya masih kesal tapi, sudahlah yang penting istrinya sudah ketemu. Sepanjang perjalanan pulang Wijaya terus saja mengandeng tangan istrinya membuat wanita itu pun berbunga-bunga dan sangat senang karena suaminya memperlakukannya dengan baik.Sepanjang perjalanan pulang Ayana terus saja memegangi perutnya."Kamu kenapa?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya."Sepertinya perutku sakit," jawab Ayana karena perutnya melilit sangat sakit."Mau ke dokter?"Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya.Wijaya fokus menyetir sampai rumah wanita pun berlari keluar dari mobilnya dan segera masuk kamar mandi."Kenapa Ayana berlari seperti itu?" tanya Kakek Dony begitu Wijaya ada dihadapannya."Sakit perut," jawab Wijaya singkat."Sakit perut?" Kakek Dony mengerutkan keningnya."Ayana kebanyakan makan eskrim saat menungguku jadi perutnya sakit," tutur Wijaya."Kenapa tak membawanya ke dokter?" tanya Kakek Dony khawatir."Ayana ga mau," jawab Wijaya singkat."Cepat bawa istrimu ke rumah sakit kalau terjadi apa-apa dengan istrimu kamu yang Kakek hukum!" Kakek Dony marah karena cucunya ini tak ada perhatian sama sekali.Melihat amarah kakeknya, Wijaya pun bergegas ke kamar mandi benar saja istrinya bolak-balik kamar mandi dan tanpa pikir panjang Ayana buru-buru di bawa ke rumah sakit karena dehidrasi.Kehilangan banyak cairan di tubuh membuat Ayana pun harus dirawat di rumah sakit."Merepotkan," gerutu Vira begitu ia datang ke rumah sakit."Harusnya kamu membawa istrimu lebih awal mungkin Ayana bisa langsung ditangani dengan baik," omel Kakek Dony kesal."Ayana sudah baikan kek, Kakek tak perlu khawatir lagi," jawab Wijaya berusaha tenang menjawab omelan kakeknya.Kakek Dony berjalan ke ruang Ayana di rawat karena dokter sudah memperbolehkannya masuk."Bagaimana keadaanmu, nak?" tanya Kakek Dony pada Ayana saat ia ada di sampingnya sembari membelai rambutnya."Sudah lebih baik kek, maaf aku jadi merepotkan," jawab Ayana merasa tak enak."Tidak-tidak kamu tak merepotkan semua ini salah Wijaya karena tak menjagamu dengan baik," omel Kakek Dony lagi menyalahkan cucunya.Wijaya menghembuskan napas panjang tak berani menjawab omelan kakeknya yang terus saja menyalahkannya."Bu-bukan salah Wijaya kek, aku yang salah karena terlalu banyak makan eskrim," ucap Ayana merasa tak enak karena suaminya di salahkan."Tetap saja Wijaya salah karena membiarkanmu makan banyak eskrim!"Ayana menoleh ke arah suaminya yang menggelengkan kepalanya dengan isyarat kalau ia tak perlu membelanya lagi.Wanita itu semakin tak enak karena Kakek Dony terus saja menyalahkan suaminya padahal semua salahnya."Kamu tak boleh pulang sampai Ayana sembuh!" seru Kakek Dony pada cucunya Wijaya."Iya, sebenarnya siapa sih cucu kandung kakek?" tanya Wijaya kesal karena kakeknya terus saja menyalahkannya."Nyawa Ayana lebih berharga dari pada kamu," balas Kakek Dony pergi begitu saja.Wijaya pun menghembuskan napas panjang lagi karena sikap kakeknya yang berubah begitu Ayana datang dalam kehidupannya."Aku minta maaf karena aku, kamu disalahkan," ucap Ayana pelan begitu Kakek Dony dan mertuanya Vira pergi dari rumah sakit."Iya gara-gara kamu, aku harus menjagamu di rumah sakit," gerutu Wijaya kesal karena ia tak suka rumah sakit."Kalau kamu tak meninggalkanku, aku tak akan makan eskrim banyak," jawab Ayana lagi pelan.Wijaya ingin sekali marah karena ucapan istrinya kembali menyalahkannya sama seperti kakeknya tapi, sudahlah ia tak mau berdebat dengan orang sakit.Wijaya terus saja melihat ponselnya sama sekali tak bisa tidur selama menunggu Ayana di rumah sakit.Ayana beranjak bangun. "Perutku sakit lagi."Wijaya beranjak bangun dan mendekati Ayana. "Mau ke WC?"Ayana menggelengkan kepalanya."Yah, sudah aku panggil dokter saja," ucap Wijaya memencet tombol merah di samping ranjang istrinya.Dokter dan satu perawat pun datang ke ruangan Ayana."Dok, perut istri saya sakit," ucap Wijaya begitu dokter datang.Dokter pun memeriksanya dan perawat pun memberikan obat sesuai instruksi dokter setelah itu Ayana pun berbaring kembali di tempat tidur.Wijaya pun keluar dari ruangan istrinya dan menemui dokter penanggung jawab istrinya."Bagaimana keadaan istri sekarang?" tanya Wijaya penasaran."Sepertinya istri Anda terkena virus juga, sehingga penanganannya membutuhkan waktu dua sampai tiga hari sampai pulih," jawab dokter menuturkan penjelasan.Wijaya mengerutkan keningnya karena ia masih akan lama berada di rumah sakit ini."Apa tak ada obat yang bisa menyembuhkannya dengan cepat?" tanya Wijaya lagi."Obat seperti itu memang ada tapi, istri Anda harus di cek di lab terlebih dahulu untuk menentukan penanganan yang cocok untuk istri Anda," jawab dokter lagi.Wijaya pun menganggukan kepalanya. Dengan terpaksa ia pun harus benar-benar menjaga Ayana di rumah sakit.Dokter pun pergi setelah memberikan penjelasan pada Wijaya setelah itu, ia pun masuk ruangan Ayana yang masih saja memegangi perutnya."Karena kamu aku harus menunggumu di sini," gerutu Wijaya kesal."Aku minta maaf," jawab Ayana masih menahan sakit pada perutnya.Wijaya tak mengatakan apa-apa karena istrinya terlihat kesakitan. Tak ada respon apapun darinya malah sibuk dengan ponselnya."Aku kesakitan kamu diam saja," gumam Ayana pelan."Aku harus bagaimana, aku kan bukan dokter?" balik tanya Wijaya ketus.Ayana menghembuskan napas panjang menahan sakit dengan ekspresi kesal karena sikap suaminya."Karena siapa aku seperti ini?" tanyanya dalam hati."Kalau kamu tak meninggalkanku aku tak akan makan eskrim sampai 24 cup untuk menunggumu."Ayana terus saja mengomel dalam hatinya tak mengeluarkan kata-kata sama sekali karena perutnya membuatnya tak bisa berkata-kata kasar pada suaminya yang begitu cuek begitu Kakek Dony tak ada di sini.Wijaya berpaling tak mau peduli dengan keadaan istrinya. Ponselnya pun berbunyi, laki-laki itu pun keluar dari ruangan istrinya untuk menjawab telpon.Wanita itu pun beranjak bangun, memperhatikan suaminya keluar dari ruang."Siapa sih yang menelponnya, sampai ia harus keluar untuk menjawabnya?" tanya Ayana penasaran.Setelah beberapa saat Wijaya pun masuk kembali ke ruangan istrinya terlihat Ayena masih memegangi perutnya. "Perutmu masih sakit?" tanya Wijaya begitu ia masuk. Ayana menggelengkan kepalanya dan ekspresi Wijaya pun mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. "Aku lapar," gumam Ayana lagi. "Kamu mau makan apa, biar aku pesan online saja sekalian?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya. "Mau nasi padang!" "Ga, jangan nasi padang kamu kan sakit perut." Wijaya melotot menolak permintaan istrinya. "Yah udah nasi goreng seafood aja." Ayana cemberut karena suaminya menolak permintaannya. "Oke, aku pesankan nasi goreng seafood dengan jus alpukat." "Kenapa ga jus jeruk aja minumnya?" "Kamu kan sedang sakit perut, jus alpukat pun tanpa es?" Ayana berpaling mengiyakan ucapan suaminya. Lagi-lagi Wijaya terus saja memainkan ponselnya tanpa mengatakan apapun ataupun mengajak istrinya berbicara selama menunggu makanan. Karena bosan Ayana pun terus saja menguap, dengan sudut matanya Wijaya
Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya. "Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri. Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama. Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk. "Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya. "Kenapa?" tanya dokter bingung. "Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya. Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana. Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan. Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu. "Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...." "Jangan sok lugu di de
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda
Ayana masih saja berjongkok di depan pintu kamarnya melihat suaminya terkapar di lantai dalam keadaan basah kuyup. Pintu kamar Wijaya pintu kaca tinggal di geser tirainya saja sudah bisa melihat luar kamar. "Kamu pasti sakit?" tanya Ayana sendiri terus melihat suaminya dibalik pintu. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku berharap padamu," gumam Ayana dalam hati. Melihat suaminya masih belum sadar membuat Ayana benar-benar terjaga tak tidur sama sekali. Sampai menjelang pagi Ayana pun baru tertidur. Samar-samar Wijaya membuka matanya dan buru-buru bangun saat dirinya merasa kedinginan karena bajunya sudah kembali kering. Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mencoba membuka pintu kamarnya. "Ayana, buka pintunya," bentak Wijaya mencoba menggedor-gedor pintu kamarnya membuat Ayana terbangun karena terkejut. Ayana beranjak bangun melihat suaminya sedang menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" serunya marah. "Kakek yang mengunci pintunya," jawab Ayana sembari menggelengkan kepalan
Kakek Dony pun sampai di apartemen Eron. Sebuah apartemen mewah yang dibelikan Kakek Dony untuk Eron asisten setianya. "Apa yang ingin Kakek bicarakan di sini?" tanya Eron setelah mempersilakan Kakek Dony masuk ke dalam apartemennya. Lama pria tua itu diam setelah sampai di apartemen Eron membuat laki-laki itu pun bingung sendiri. "Apa semua ini tentang cucu Anda?" tanya Eron memulai percakapan. Kakek Dony tersenyum masam membuat Eron bisa menebak apa yang dipikirkan majikannya itu. "Aku khawatir dengan Wijaya jika wanita itu masih bersamanya," ucap Kakek Dony setelah lama ia terdiam. "Yah, wajar kalau Kakek khawatir tapi, Kakek jangan terlalu memikirkannya agar kesehatan Kakek tak memburuk," tutur Eron khawatir. "Andai Wijaya bisa seperti kamu aku tak akan sekhawatir ini!"Eron tersenyum masam karena ia tak suka jika dibandingkan dengan Wijaya. "Aku yakin wanita itu akan melakukan sesuatu setelah kartu kredit Wijaya diblokir!" "Sekarang apa rencana Kakek?" "Aku sedang memik
Ayana masih memperhatikan mobil yang berwarna merah itu dan keluarlah seorang wanita yang begitu sempurna dengan tinggi semampai dan berwajah cantik dengan rambut pirang panjang. "Siapa dia?" tanya Ayana dalam hatinya. Ayana pun berjalan keluar dari balkon dan seseorang wanita pun berjalan masuk ke kamar suaminya. "Tunggu, siapa kamu?" tanya Ayana mencoba menahan wanita itu masuk ke kamar suaminya. Wanita itu pun tetap saja masuk tanpa memperdulikan Ayana yang ikut masuk ke dalam kamar suaminya. "Sayang," panggil wanita itu sembari memeluk Wijaya yang masih belum sadarkan diri. Seketika laki-laki itu pun beranjak bangun terkejut melihat wanita tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya melihat sekitar. Ayana yang baru masuk pun buru-buru keluar lagi sebelum suaminya melihatnya. Ayana berdiri dibalik pintu bingung harus bagaimana?" "Siapa wanita itu?" tanyanya dalam hati. Ayana mencoba mengintip ke kamar suaminya untuk melihat apa yang terjadi di kamar itu. Di dalam kam
Wijaya langsung masuk ke kamar Kakek Dony secara paksa. "Maaf Kakek Dony," ucap Eron karena tak bisa menahan Wijaya masuk ke kamar Kakek Dony. "Tak apa-apa," ucap Kakek Dony membiarkan cucunya masuk. Eron pun menganggukan kepalanya dan kembali keluar kamar Kakek Dony. "Kakek tak bisa melakukan ini padaku!" hardik Wijaya "Kenapa tak bisa toh semua ini punya Kakek?" jawab Kakek Dony balik tanya cucunya. "Aku cucu kakek, aku yang lebih berhak atas semua milik Kakek!" "Aku yang bekerja keras kenapa kamu yang ingin memilikinya ....?" Wijaya menatap Kakek Dony dengan tatapan marah. "Kamu mengharapkan aku mati!" Wijaya terdiam tak berkata-kata lagi, walau bagaimanapun juga Wijaya sangat menyayangi kakeknya. "Jika kamu ingin memiliki semua ini, ikuti aturanku jika kamu tak suka kamu tinggalkan rumah ini," tutur Kakek Dony serius. Wijaya terdiam lagi .... "Bukankah kamu ingin bersama dengan wanita itu kamu harus mulai dari nol." "Buktikan padaku kalau kamu bisa hidup tanpa bantua