Ayana menghapus air matanya dan berusaha untuk menghapus air mata. Beranjak bangun untuk membuka pintu kamarnya.
"Mana Wijaya?" tanya Kakek Dony tiba-tiba."Ada di dalam kamar," jawab Ayana."Oh di kamar, ya sudah, ..." Kakek Dony pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun membuat Ayana bingung dan kembali masuk kamarnya.Beberapa saat kemudian Wijaya terbangun karena suara ponselnya terus saja berdering."Halo," jawab Wijaya setengah sadar."Cepat jemput Ayana di Mallcity!" seru seseorang di balik telpon."Iya, aku ke sana sekarang," jawab Wijaya lagi langsung beranjak bangun dan segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap.Sampai 60 menit, Wijaya baru saja datang ke Mallcity dan Kakek Dony pun sudah menunggu di depan pintu keluar dengan ekspresi marah."Kenapa lama sekali?" tanya Kakek Dony marah."Maaf Kek, jalanan macet," jawab Wijaya."Yah sudah bawa istrimu jalan-jalan ke dalam," gumam Kakek Dony lagi.Wijaya mengerutkan keningnya."Bukankah kakek mau pulang?" tanya Ayana bingung."Kakek memang mau pulang dan Wijaya belum mengajakmu jalan-jalan setelah menikah," jawab Kakek Dony sambil tersenyum."Aku sudah jalan-jalan bersama kakek jadi Wijaya tak perlu mengajakku jalan-jalan," tolak Ayana berusaha menolak permintaan Kakek Dony karena ia tak ingin bersama suaminya setelah apa yang Wijaya katakan padanya tadi pagi."Pokoknya, kamu tetap di sini!""Wijaya, ajak istrimu untuk makan karena sedari tadi Ayana tak mau makan mau makan bersamamu," ucap Kakek Dony lagi sambil tersenyum.Ayana menggelengkan kepalanya karena sedari tadi Kakek Dony yang tak mengajaknya makan dan tak mengatakan apa yang Kakek Dony katakan tadi."Yah sudah, ayo kita makan," ajak Wijaya."Kakek pulang dulu yah," pamit Kakek Dony."Eron, ayo kita pulang," ajak Kakek Dony pada asistennya.Eron pun menganggukan kepalanya dan menggandeng Kakek Dony menuju parkiran.Ayana menghembuskan napas panjang dan mau tidak mau ia harus bersama Wijaya.Tiba-tiba saja suara perut Ayana pun berbunyi memberitahunya kalau ia sangat lapar."Ya ampun, kenapa malah berbunyi sekarang," gumam Ayana malu sambil memegangi perutnya.Wijaya tersenyum dan mengajak Ayana untuk memasuki salah satu resto di Mallcity."Silahkan kamu pesan makan yang kamu," pinta Wijaya memberikan daftar menu pada Ayana.Wanita itu terlihat bingung dengan nama-nama menu yang ada di daftar itu karena ia tak pernah masuk restoran mahal seperti ini.Wijaya menyadari kalau istrinya terlihat bingung dengan pilihan menu di daftar menu."Mau aku pilihkan makanannya?" tawar Wijaya menoleh ke arah istrinya.Ayana menganggukan kepalanya memberikan daftar menu itu pada suaminya.Wijaya pun memanggil pelayan dan mulai memesan beberapa makan dan setelah itu ia pun sibuk melihat ponselnya.Ayana melihat sekitar, memperhatikan orang-orang yang lalu-lalang di depan resto.Beberapa saat kemudian makanan pun datang."Aku tak tau kamu suka makanan apa karena itu aku pilihkan makanan pedesaan?" tanya Wijaya lagi.Ayana menganggukan kepalanya dan langsung menyantap makanannya. Keduanya makan dengan tenang tak ada obrolan diantara keduanya."Mau nonton bioskop?" tanya Wijaya setelah selesai makan.Ayana menganggukan kepalanya."Ada film yang ingin kamu tonton?"Ayana mengingat film apa yang ingin ia tonton. "Film horor boleh?" tanya Ayana sudah ingat film apa yang ingin ia tonton."Film horor?" tanya Wijaya mulai panik akan tetapi ia berusaha untuk bersikap tenang."Boleh," jawab Wijaya lagi ragu-ragu."Benar tak apa-apa nonton film horor?" tanya Ayana lagi setelah melihat ekspresi dari suaminya."Tak apa-apa memangnya kenapa, aku suka kok film horor," gumamnya ragu."Yah sudah kita beli tiket sekarang aku lihat tadi ada film horor yang tayang 45 menit lagi," ajak Ayana beranjak dari sana.Dengan ragu laki-laki itu pun berdiri dan mau tidak mau ia pun mengikuti istrinya yang terlihat senang.Tepat di depan loket tiket bioskop Wijaya membeli dua tiket bioskop. Ekspresi wajahnya terlihat tak suka dengan film pilihan Ayana tapi, ia tak bisa mengakuinya."Sepuluh menit lagi filmnya di mulai, ayo kita masuk," ajak Ayana sembari mengandeng suaminya.Rasanya berat sekali untuk melangkah tapi, sudah terlanjur membeli tiket dan terpaksa ia masuk ke ruang bioskop dengan ragu.Begitu lampu bioskop di padamkan seketika tubuh Wijaya pun bergetar, Ayana sendiri tak menyadarinya dan justru menikmati filmnya sampai benar-benar selesai."Benar-benar film yang luar biasa," gumam Ayana sangat senang.Wanita itu berjalan terlebih dahulu tak mengetahui bagaimana keadaan suaminya yang ketakutan setengah mati sampai wajahnya begitu pucat."Wijaya," panggil Ayana sembari menoleh ke arah suaminya.Laki-laki itu berjalan sempoyongan dan hampir saja pingsan namun, segera ditahan Ayana."Kamu kenapa, sakit ... wajahmu pucat sekali?" tanyanya khawatir.Wijaya menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk berdiri tegak tapi, ia tak bisa berdiri tegak malah ambruk walau ia berusaha bangkit.Ayana melihat Wijaya keringat dingin seluruh tubuhnya bergetar membuatnya khawatir."Kamu, tunggu di sini aku beli teh panas dulu," pamit Ayana meninggalkan Wijaya yang duduk diluar bioskop sembari menyandarkan kepalanya ke tembok.Laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya saat istrinya pergi dan ia pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Benar-benar seram sekali, kenapa wanita itu berani sekali," gumamnya dalam hatinya.Wijaya berusaha tenang tak ingin memperlihatkan kalau ia sangat ketakutan karena film horor tadi.Beberapa saat kemudian Ayana pun datang sambil membawa teh panas untuk suaminya."Kamu minum dulu ini," ucapnya sembari memberikan segelas teh manis panas pada suaminya."Harusnya kamu bilang kalau kamu takut film horor!" hardik Ayana menatapnya serius."Siapa bilang aku takut, aku sedang tak enak badan saja?" Wijaya menutupi ketakutannya dengan berbohong."Kalau begitu kita pulang saja sekarang kalau kamu sakit," ucap Ayana lagi."Tunggu, sampai aku baikan baru kita pulang.""Yah sudah." Ayana duduk di samping suaminya banyak orang lalu-lalang di sekitar bioskop lagi-lagi tak ada percakapan antara dua orang ini.Wijaya pun beranjak bangun. "Ayo kita pulang sekarang," ajaknya."Yakin sudah baikan?" tanya Ayana lagi memastikan."Sudah, terima kasih teh panasnya."Wijaya berjalan terlebih dahulu diikuti oleh Ayana dibelakangnya. Semakin malam Mallcity semakin ramai membuat Ayana berpisah dengan suaminya.Laki-laki itu pun berjalan terlebih dahulu tanpa tau kalau istrinya sudah tertinggal jauh dibelakang dan saat ia menoleh istrinya tak ada di belakangnya."Ke mana wanita itu?" tanyanya sendiri.Laki-laki itu mengambil ponselnya dan baru sadar kalau ia tak tau nomor istrinya."Ya ampun, aku tak tau berapa nomor ponselnya!" hardik Wijaya sembari menepuk keningnya."Sekarang aku harus mencari ke mana dia?" tanyanya sendiri melihat sekitar karena Mallcity, sangat luas lima kali lipat lebih luas dari mall biasa pada umumnya.Wijaya sudah berkeliling satu Mallcity tapi, Ayana masih belum ketemu. Ia tak bisa memberitahu Kakek Dony kalau istrinya hilang bisa-bisa ia sendiri yang kena marah. Langkahnya terhenti saat ia melihat istrinya tepat di depan bioskop sedang makan eskrim dengan santai. "Jadi sedari tadi kamu di sini?" tanya Wijaya begitu ia dihadapan istrinya. "Iya, sedari tadi aku duduk di sini menunggumu sampai habis 24 cup eskrim," jawab Ayana santai. Wijaya menghembuskan napas panjang. Rasanya ia kesal sekali dengan istrinya tapi, salahnya juga karena ia tak tau nomor istrinya. "Berikan nomormu padaku?" tanyanya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. Wanita itu pun mengambil ponsel suaminya dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu, Wijaya pun menghubungi nomor yang diberikan Ayana. "Itu nomorku, simpan di ponselmu kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor itu!" serunya berpaling. Rasanya Wijaya masih kesal tapi, sudahlah yang penting istrinya sudah ketemu. Sepanjang perjalanan pulang W
Setelah beberapa saat Wijaya pun masuk kembali ke ruangan istrinya terlihat Ayena masih memegangi perutnya. "Perutmu masih sakit?" tanya Wijaya begitu ia masuk. Ayana menggelengkan kepalanya dan ekspresi Wijaya pun mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. "Aku lapar," gumam Ayana lagi. "Kamu mau makan apa, biar aku pesan online saja sekalian?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya. "Mau nasi padang!" "Ga, jangan nasi padang kamu kan sakit perut." Wijaya melotot menolak permintaan istrinya. "Yah udah nasi goreng seafood aja." Ayana cemberut karena suaminya menolak permintaannya. "Oke, aku pesankan nasi goreng seafood dengan jus alpukat." "Kenapa ga jus jeruk aja minumnya?" "Kamu kan sedang sakit perut, jus alpukat pun tanpa es?" Ayana berpaling mengiyakan ucapan suaminya. Lagi-lagi Wijaya terus saja memainkan ponselnya tanpa mengatakan apapun ataupun mengajak istrinya berbicara selama menunggu makanan. Karena bosan Ayana pun terus saja menguap, dengan sudut matanya Wijaya
Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya. "Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri. Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama. Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk. "Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya. "Kenapa?" tanya dokter bingung. "Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya. Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana. Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan. Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu. "Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...." "Jangan sok lugu di de
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda
Ayana masih saja berjongkok di depan pintu kamarnya melihat suaminya terkapar di lantai dalam keadaan basah kuyup. Pintu kamar Wijaya pintu kaca tinggal di geser tirainya saja sudah bisa melihat luar kamar. "Kamu pasti sakit?" tanya Ayana sendiri terus melihat suaminya dibalik pintu. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku berharap padamu," gumam Ayana dalam hati. Melihat suaminya masih belum sadar membuat Ayana benar-benar terjaga tak tidur sama sekali. Sampai menjelang pagi Ayana pun baru tertidur. Samar-samar Wijaya membuka matanya dan buru-buru bangun saat dirinya merasa kedinginan karena bajunya sudah kembali kering. Laki-laki itu pun beranjak bangun dan mencoba membuka pintu kamarnya. "Ayana, buka pintunya," bentak Wijaya mencoba menggedor-gedor pintu kamarnya membuat Ayana terbangun karena terkejut. Ayana beranjak bangun melihat suaminya sedang menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" serunya marah. "Kakek yang mengunci pintunya," jawab Ayana sembari menggelengkan kepalan
Kakek Dony pun sampai di apartemen Eron. Sebuah apartemen mewah yang dibelikan Kakek Dony untuk Eron asisten setianya. "Apa yang ingin Kakek bicarakan di sini?" tanya Eron setelah mempersilakan Kakek Dony masuk ke dalam apartemennya. Lama pria tua itu diam setelah sampai di apartemen Eron membuat laki-laki itu pun bingung sendiri. "Apa semua ini tentang cucu Anda?" tanya Eron memulai percakapan. Kakek Dony tersenyum masam membuat Eron bisa menebak apa yang dipikirkan majikannya itu. "Aku khawatir dengan Wijaya jika wanita itu masih bersamanya," ucap Kakek Dony setelah lama ia terdiam. "Yah, wajar kalau Kakek khawatir tapi, Kakek jangan terlalu memikirkannya agar kesehatan Kakek tak memburuk," tutur Eron khawatir. "Andai Wijaya bisa seperti kamu aku tak akan sekhawatir ini!"Eron tersenyum masam karena ia tak suka jika dibandingkan dengan Wijaya. "Aku yakin wanita itu akan melakukan sesuatu setelah kartu kredit Wijaya diblokir!" "Sekarang apa rencana Kakek?" "Aku sedang memik
Ayana masih memperhatikan mobil yang berwarna merah itu dan keluarlah seorang wanita yang begitu sempurna dengan tinggi semampai dan berwajah cantik dengan rambut pirang panjang. "Siapa dia?" tanya Ayana dalam hatinya. Ayana pun berjalan keluar dari balkon dan seseorang wanita pun berjalan masuk ke kamar suaminya. "Tunggu, siapa kamu?" tanya Ayana mencoba menahan wanita itu masuk ke kamar suaminya. Wanita itu pun tetap saja masuk tanpa memperdulikan Ayana yang ikut masuk ke dalam kamar suaminya. "Sayang," panggil wanita itu sembari memeluk Wijaya yang masih belum sadarkan diri. Seketika laki-laki itu pun beranjak bangun terkejut melihat wanita tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya melihat sekitar. Ayana yang baru masuk pun buru-buru keluar lagi sebelum suaminya melihatnya. Ayana berdiri dibalik pintu bingung harus bagaimana?" "Siapa wanita itu?" tanyanya dalam hati. Ayana mencoba mengintip ke kamar suaminya untuk melihat apa yang terjadi di kamar itu. Di dalam kam