"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ayana Putri Binti Hartono dengan mas kawin satu set perhiasan berlian seberat 20 gram dengan uang tunai satu milyar dibayar tunai," ucap Wijaya Langit dengan lantang saat menikahi gadis pilihan kakeknya.
"Bagaimana syah saudara-saudara?" tanya penghulu di depan Wijaya Langit saat menjabat tangan Hartono ayah Ayana."Syah," ucap serentak dari semua tamu undangan termasuk kakek Dony yang meneteskan air matanya terharu karena ia bisa melaksanakan amanat sahabatnya.Semua orang bersorak-sorai atas pernikahan ini semua terlihat bahagia kecuali Vina Ranti yang terlihat kesal dengan pernikahan putranya.Setelah acara akad nikah sang pengantin wanita pun datang ke hadapan Wijaya Langit dan itu pertama kalinya laki-laki ini melihat istrinya sendiri.Sesaat Wijaya Langit sempat terpukau saat melihat istrinya sendiri namun, ia buru-buru berpaling dan melihat sekitar tamu undangan yang hadir."Terima kasih karena memenuhi amanat dari kakekku," ucap Ayana membuka pembicaraan begitu duduk di samping Wijaya.Wijaya hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa-apa.Ayana menundukkan kepalanya rasanya ia gugup tak berani melihat wajah suaminya."Jangan menunduk terus, kamu ratu di pernikahan ini," gumam Wijaya pelan memperhatikan istrinya secara diam-diam."Aku merasa malu karena tak kenal dengan semua tamu undangan," jawab Ayana lagi."Mereka semua tamu kakek."Acara pernikahan pun berlangsung meriah walau hanya beberapa saja tamu undangan yang datang. Selesai acara pernikahan Ayana pun langsung di bawa ke kamar pengantin."Ya ampun, besar sekali kamar ini," gumam Ayana begitu masuk ke kamar pengantin itu."Nona muda, ini kamar Anda bersama Tuan Wijaya, saya permisi dahulu," ucap Maid setelah membawakan beberapa barang Ayana.Ayana menoleh sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Wanita muda ini pun melihat seluruh ruangan kamar ini sangat sempurna dan juga mewah."Orang kaya menang beda," gumam Ayana lagi.Tanpa membuka pintu seseorang masuk begitu saja membuat wanita ini pun terkejut sambil menoleh ke arah orang tersebut."Kenapa Anda masuk ke kamar ini?" tanya Ayana masih terkejut."Ini kamarku," jawab Wijaya singkat.Ayana mengerutkan keningnya ia lupa kalau sekarang sudah menikah.Wijaya langsung duduk di kursi sofa dekat tempat tidurnya memperhatikan istrinya yang masih ke bingungan.Ayana menepuk kepalanya sendiri baru sadar kalau ia sudah menikah."Maafkan saya Tuan yang lancang masuk kamar ini," ucap Ayana sembari menundukkan kepalanya."Aku bukan majikanmu!" hardik Wijaya lagi.Ayana terlihat bingung harus memanggil Wijaya apa."Aku tau Anda menolak pernikahan ini," ucap Ayana tiba-tiba masih berdiri di depan Wijaya.Laki-laki itu tumpang kaki dan hanya mendengarkan tanpa mengatakan apa-apa."Aku harap Anda bisa memperlakukan saya sebagai istri Anda," tambah Ayana lagi.Wijaya tersenyum kecut. "Jangan mimpi jadi Cinderella," balas Wijaya.Ayana menatap Wijaya dengan tatapan bingung karena suaminya ini begitu dingin."Aku sudah menjadi istrimu dihadapan agama dan negara," ungkap Ayana lagi."Kamu benar tapi tidak bagiku!"Tatapan Wijaya begitu tajam membuat Ayana sedikit takut tapi, ia mencoba untuk menatapnya karena bagaimanapun Wijaya Langit sudah menjadi suaminya."Aku lelah, terserah kamu mau tidur di mana?" tanyanya beranjak bangun dan masuk ke kamar mandi.Ayana menoleh ke arah Wijaya pergi begitu saja meninggalkannya dalam kebingungan."Memangnya aku harus tidur di mana?" tanyanya sendiri.Ayana melihat sekitar rasanya ia ingin segera menempati tempat tidur besar di depannya dan mulai meloncat masih mengunakan pakaian pengantin."Rasanya nyaman sekali, tempat tidur orang kaya beda," gumamnya lagi sambil tersenyum malu.Ayana guling-guling karena tempat tidur ini begitu luas dan sangat empuk dan nyaman.Wijaya keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya dengan air hangat rasanya segar sekali. Ia pun keluar dengan hanya menggunakan kimono handuk.Wijaya menggelengkan kepalanya saat melihat Ayana di tempat tidurnya."Kampungan," gumamnya sambil tersenyum lucu.Seketika Ayana beranjak bangun saat melihat dada bidang Wijaya yang kekar dan berotot berjalan ke arahnya hanya mengunakan kimono handuk."Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ayana sembari menutup wajahnya karena malu melihat tubuh laki-laki yang memperlihatkan dada bidangnya.Wijaya tak mempedulikan Ayana dan tetap berganti pakaian di hadapan Ayana yang begitu malu karena ini pertama kalinya ia melihat tubuh laki-laki.Lama Ayana menutup wajahnya sampai Wijaya pun duduk dihadapannya."Kamu kenapa menutup wajahmu?" tanya Wijaya menoleh ke arah Ayana.Secara perlahan Ayana pun membuka kedua tangannya mengintip sedikit berharap Wijaya sudah memakai pakaiannya.Ayana pun menghembus napas panjang merasa lega karena Wijaya sudah berpakaian lengkap."Kamu tak risih memakai pakaian pengantin?" tanya Wijaya tanpa melihat ke arah Ayana."Risih sih tapi, aku bingung harus ganti pakai apa?""Di lemari ada pakaian wanita kamu bisa memilih semua yang kamu mau!" seru Wijaya menunjuk ke arah lemari tanpa melihat Ayana.Ayana menghembuskan napasnya lagi dan berjalan ke arah lemari membuka lemari pakaian yang begitu panjang berjejer."Pakaianmu sebelah kiri," ucap Wijaya lagi.Ayana mengangguk karena ia malah membuka pakaian sebelah kanan isinya semua pakaian Wijaya. Setelah membuka lemari sebelah kiri semuanya pakaian wanita.Lama Ayana terdiam bingung harus memilih yang mana. Wijaya beranjak bangun karena Ayana hanya berdiri mematung di depan lemari."Pakai ini saja," ucap Wijin tiba-tiba sembari mengambil lingerie terbuka untuk Ayana.Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya karena lingerie yang dipilihkan Wijaya terbuka dan menerawang."Kenapa, bukankah wanita biasa mengunakan ini kalau tidur?" tanya Wijaya sembari mengerutkan keningnya.Ayana buru-buru mengambil piama dan berjalan cepat ke kamar mandi walau pun ia agak kesulitan karena masih mengunakan gaun pengantin.Wijaya menggelengkan kepalanya lagi menyimpan lingerie yang tadi ia pilihkan untuk Ayana.Ayana menghembuskan napas panjang. "Dia mesum sekali kenapa memilihkan lingerie itu?" tanya Ayana sendiri merasa malu sendiri."Aku kan belum siap untuk itu ...."Wajah Ayana memerah memikirkan hal dewasa dan segera sadar."Ayana, apa yang kamu pikirkan?" tanyanya sendiri sembari menepuk kedua pipinya.Ayana melihat cermin di kamar mandi melihat dirinya sendiri yang kini sudah menjadi istri Wijaya Langit."Kakek, aku harap kakek tenang, karena aku sudah memenuhi amanat terakhir kakek," gumamnya sembari meneteskan air matanya.Ayana menangis tersedu-sedu mengingat kenangan bersama kakeknya karena ini permintaan terakhirnya tapi kakeknya sudah berpulang kepadaNya.Setelah lama menangis Ayana pun menghapus air matanya."Aku tak boleh menangis lagi, sekarang aku sudah memenuhi keinginan kakek." Ayana menghapus air matanya dan mulai menyalakan air untuk mandi.Saat akan mandi tiba-tiba saja Ayana pun menjerit sangat kencang membuat Wijaya pun meloncat kaget dan berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaan Ayana.Wijaya meloncat dari tempat tidurnya dan segera berlari ke kamar mandi. "Ada apa?" tanyanya khawatir. "Airnya terlalu panas," jawab Ayana hampir menangis karena tangan kanannya melepuh karena air panas yang keluar dari shower. Wijaya menghembuskan napas sembari menggelengkan kepalanya. "Kamu itu hidup di planet mana sih, kaya gini saja ga tau!" serunya sembari menarik tuas shower. Ayana diam saja saat memperhatikan suaminya menarik tuas di depan shower. "Dengarkan aku!" hardik Wijaya sembari menoleh ke arah Ayana. Ayana mengangguk-anggukkan kepalanya melihat ke arah Wijaya. "Sebelah kiri, air panas, sebelah kanan air di dingin dan tengah-tengah air hangat jika ingin air biasa tarik yang sebelah atas ini," tutur Wijaya menjelaskan. Ayana menganggukan kepalanya sembari mengusap tangan kanannya yang sudah terasa panas sudah mulai bengkak. Wijaya menarik tangan Ayana dan mulai membasuh tangan yang melepuh dengan air hangat membuka kotak obat di depannya mengoleskan salep pada ta
Semua orang tertuju pada Ayana yang menjerit karena tertusuk pecahan piring. "Tanganmu berdarah nak?" tanya Kakek Dony khawatir. Ayana hanya menganggukkan kepalanya sembari menahan air mata agar tak keluar. "Tak perlu membereskan pecahan piring itu, biar para pembantu saja yang bereskan," ungkap Kakek Dony masih memperlihatkan kekhawatirannya. "Wijaya, obati istrimu," pinta Kakek Dony lagi. Wijaya pun menganggukan kepalanya dan meminta pelayan rumah membawakan kotak obat. "Kenapa kamu ceroboh sekali?" tanya Wijaya sembari membersihkan sisa-sisa pecahan piring di tangan istrinya. "Maaf," ungkap Ayana sembari meneteskan air matanya. "Ga usah cengeng." Wijaya masih membersihkan pecahan piring setelah itu memberikan obat merah pada lukanya. "Ayo kita sarapan," ajak Kakek Dony begitu cucunya selesai mengobati luka di tangan istrinya. "Kamu tau, berapa harga piring yang kamu pecahkan?" tanya Vira tiba-tiba saat mereka sarapan pagi. Ayana menggelengkan kepalanya tak tau berapa kar
Ayana menghapus air matanya dan berusaha untuk menghapus air mata. Beranjak bangun untuk membuka pintu kamarnya. "Mana Wijaya?" tanya Kakek Dony tiba-tiba. "Ada di dalam kamar," jawab Ayana. "Oh di kamar, ya sudah, ..." Kakek Dony pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun membuat Ayana bingung dan kembali masuk kamarnya. Beberapa saat kemudian Wijaya terbangun karena suara ponselnya terus saja berdering. "Halo," jawab Wijaya setengah sadar. "Cepat jemput Ayana di Mallcity!" seru seseorang di balik telpon. "Iya, aku ke sana sekarang," jawab Wijaya lagi langsung beranjak bangun dan segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap. Sampai 60 menit, Wijaya baru saja datang ke Mallcity dan Kakek Dony pun sudah menunggu di depan pintu keluar dengan ekspresi marah. "Kenapa lama sekali?" tanya Kakek Dony marah. "Maaf Kek, jalanan macet," jawab Wijaya. "Yah sudah bawa istrimu jalan-jalan ke dalam," gumam Kakek Dony lagi. Wijaya mengerutkan keningnya. "Bukankah kakek mau pulang?" tanya
Wijaya sudah berkeliling satu Mallcity tapi, Ayana masih belum ketemu. Ia tak bisa memberitahu Kakek Dony kalau istrinya hilang bisa-bisa ia sendiri yang kena marah. Langkahnya terhenti saat ia melihat istrinya tepat di depan bioskop sedang makan eskrim dengan santai. "Jadi sedari tadi kamu di sini?" tanya Wijaya begitu ia dihadapan istrinya. "Iya, sedari tadi aku duduk di sini menunggumu sampai habis 24 cup eskrim," jawab Ayana santai. Wijaya menghembuskan napas panjang. Rasanya ia kesal sekali dengan istrinya tapi, salahnya juga karena ia tak tau nomor istrinya. "Berikan nomormu padaku?" tanyanya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. Wanita itu pun mengambil ponsel suaminya dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu, Wijaya pun menghubungi nomor yang diberikan Ayana. "Itu nomorku, simpan di ponselmu kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor itu!" serunya berpaling. Rasanya Wijaya masih kesal tapi, sudahlah yang penting istrinya sudah ketemu. Sepanjang perjalanan pulang W
Setelah beberapa saat Wijaya pun masuk kembali ke ruangan istrinya terlihat Ayena masih memegangi perutnya. "Perutmu masih sakit?" tanya Wijaya begitu ia masuk. Ayana menggelengkan kepalanya dan ekspresi Wijaya pun mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. "Aku lapar," gumam Ayana lagi. "Kamu mau makan apa, biar aku pesan online saja sekalian?" tanya Wijaya menoleh ke arah istrinya. "Mau nasi padang!" "Ga, jangan nasi padang kamu kan sakit perut." Wijaya melotot menolak permintaan istrinya. "Yah udah nasi goreng seafood aja." Ayana cemberut karena suaminya menolak permintaannya. "Oke, aku pesankan nasi goreng seafood dengan jus alpukat." "Kenapa ga jus jeruk aja minumnya?" "Kamu kan sedang sakit perut, jus alpukat pun tanpa es?" Ayana berpaling mengiyakan ucapan suaminya. Lagi-lagi Wijaya terus saja memainkan ponselnya tanpa mengatakan apapun ataupun mengajak istrinya berbicara selama menunggu makanan. Karena bosan Ayana pun terus saja menguap, dengan sudut matanya Wijaya
Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya. "Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri. Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama. Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk. "Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya. "Kenapa?" tanya dokter bingung. "Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya. Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana. Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan. Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu. "Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...." "Jangan sok lugu di de
Wijaya beranjak bangun dari tempat duduknya dan setelah itu keluar dari ruangan Ayana. "Kenapa sikap Wijaya jadi aneh begitu?" tanya Ayana bingung. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Ayana bertanya-tanya dalam hati tak mengerti sikap dari suaminya. Wijaya menghembuskan napas panjang menjauh dari ruangan istrinya ia duduk di ruang rokok sambil mengeluarkan rokoknya laki-laki itu mulai merokok. "Kenapa Ayana bertanya seperti itu?" tanya Wijaya dalam hati. "Apa kakek memberitahu Ayana?" Wijaya bingung bagaimana menjelaskannya pada istrinya kalau benar ia tak bisa meninggalkan kekasihnya sekalipun ia menikahi Ayana. Seseorang pun duduk di samping Wijaya. "Lagi banyak pikiran yah?" tanyanya. Wijaya pun menoleh. "Eh Dokter Farhan," panggil Wijaya sambil tersenyum. "Istrimu cantik loh," gumam Dokter Farhan. "Ayana?" "Memangnya ada wanita lain selain istrimu?" Wijaya mengerutkan keningnya pertanyaan spontan Dokter Farhan membuatnya memikirkannya. "Kamu itu beruntung memil
Wijaya mengambil ponsel istrinya dan mengangkat telpon yang sedari tadi berdering. "Halo," jawab Wijaya terdiam sejenak dan setelah itu telpon itu pun mati. "Siapa?" tanya Ayana penasaran karena ia benar-benar tak tau nomor itu. "Entahlah, begitu aku jawab langsung mati," jawab Wijaya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. "Rupanya masih saja ada yang iseng," gumam Ayana. Beberapa saat kemudian Dokter Farhan kembali memeriksa Ayana. "Keadaan Ayana sudah stabil, bisa pulang hari ini setelah hasil tes darah keluar," ucap Dokter Farhan. "Benarkah, aku bisa pulang hari ini," gumam Ayana sumerigah. "Jika tes darah bagus, Anda boleh pulang," jawab Dokter Farhan tersenyum. Wijaya memperhatikan Dokter Farhan yang terlihat memperhatikan Ayana entah kenapa, ia tak suka dengan tatapan Dokter Farhan pada istrinya. "Baguslah kalau istriku bisa pulang hari ini jadi tak perlu menginap lagi di sini," cetus Wijaya. Dokter Farhan tersenyum pada Wijaya. "Oh iya Ayana kamu jangan makan peda