Deril, seorang jenderal perang terkemuka di Asia Tenggara, menjalani kehidupan yang bertolak belakang dengan reputasinya. Ia memilih untuk berpura-pura hidup sederhana dan tidak bisa diandalkan, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan militernya demi melindungi istrinya dari incaran musuhnya ketika di medan perang meskipun harus menerima banyak cacian dari keluarga istrinya. Hal itu rela Deril lakukan sebagai bentuk balas budi kepada kakek istrinya yang telah menolong nyawa Deril ketika di medan perang.
View MoreSetelah rapat keluarga, Lapenris merasa sangat percaya diri. Ia segera pergi ke kantor Investama, tempat Angel bekerja, untuk mengajukan pinjaman bagi usaha Lina dan Deril. Dengan langkah mantap, ia memasuki gedung modern yang menjadi simbol kesuksesan. Sesampainya di dalam, Lapenris langsung menuju meja resepsionis. "Halo, saya ingin bertemu dengan Angel," katanya, berusaha menunjukkan sikap percaya diri. "Silakan tunggu sebentar, saya akan memberitahu beliau," jawab resepsionis dengan ramah. Setelah beberapa menit menunggu, Angel muncul. "Lapenris! Apa kabar? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum hangat. Lapenris mengambil napas dalam-dalam, berusaha terlihat tenang. "Aku datang untuk membicarakan kemungkinan pinjaman investasi untuk usaha Lina dan Deril." Angel mengangguk, terlihat serius. "Baik, saya sudah mendengar tentang usaha mereka. Apa rencanamu?" Lapenris mulai menjelaskan, "Kami ingin membuat pabrik kecil untuk memproduksi lebih banyak produk olahan
Setelah beberapa minggu bekerja keras, usaha Lina dan Deril mulai menunjukkan hasil. Mereka berhasil membuat berbagai produk olahan dari sayur-sayuran yang mereka beli, dan hasilnya sangat memuaskan. Keripik sayur yang mereka buat menjadi favorit di kalangan teman-teman dan tetangga. "Deril, lihat ini!" seru Lina dengan antusias saat mereka mengemas produk baru. "Aku baru saja menerima pesan dari beberapa orang yang ingin memesan keripik kita!" Deril tersenyum lebar. "Itu luar biasa! Setiap usaha kita membuahkan hasil. Semangat kita tidak sia-sia." Namun, saat mereka mengumumkan keberhasilan kepada keluarga, reaksi yang mereka dapatkan tidak seperti yang diharapkan. Ibu Sari, yang sebelumnya skeptis, mengangkat alisnya. "Jadi, kalian pikir ini bisa menjadi bisnis yang serius? Coba lihat, hanya beberapa paket yang terjual," ujarnya dengan nada merendahkan. Sintya, yang duduk di sampingnya, ikut menambahkan, "Apakah kalian tidak merasa malu? Menghabiskan waktu untuk hal seperti i
Di teras rumah yang sederhana, Deril duduk di samping Lina, sambil menyeruput teh hangat. "Lina, aku punya ide brilian untuk meningkatkan pendapatan kita," kata Deril, matanya bersinar penuh semangat. Lina menatapnya, penasaran. "Oh, ya? Apa ide itu, Deril?" "Kita bisa memanfaatkan hasil pertanian kita dan membuat produk olahan dari sayur dan buah yang kita tanam sendiri," jelas Deril, bersemangat. Lina mengangguk, sedikit ragu. "Tapi, bagaimana jika kita beri tahu ibu dan keluarga kita? Mereka pasti bisa memberi masukan." Deril menghela napas. "Baiklah, mari kita coba. Tapi aku berharap mereka bisa mendukung kita." Mereka pun mengundang Ibu Sari, mertua Deril, serta Lin Lin, nenek Lina, untuk berdiskusi. Setelah semua berkumpul, Deril membagikan ide mereka. "Kami berpikir untuk membuat keripik sayur dan selai buah dari hasil pertanian kita." Ibu Sari mengerutkan dahi. "Deril, itu ide yang bagus, tetapi pasar untuk produk seperti itu sangat kecil. Apa kamu yakin bisa menj
Tak lama setelah itu, Angel tiba memasuki aula dengan pengawalnya. Aura kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang. Lina dan keluarganya tertegun melihat penampilannya. Angel terlihat begitu cantik dengan sepatu hak tinggi yang menambah kesan elegannya, serta rambut lurusnya yang diikat rapi. “Lihat, itu Angel!” bisik Lina kepada Deril, matanya berbinar penuh kekaguman. Deril menatap Angel dengan senyum. “Dia memang selalu memukau. Aku tidak heran semua orang terpesona.” Sementara itu, Ibu Sari mengamati Angel dengan rasa takjub. “Dia terlihat sangat berkelas. Pasti banyak yang mengaguminya di sini,” ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Ya, dia pasti menjadi pusat perhatian,” balas Sintya, mengangguk setuju. “Kita harus menyapa dan memperkenalkan diri.” Angel melangkah dengan percaya diri, menyapa beberapa pengunjung yang mendekatinya. Saat melewati Deril, ia menatapnya dan memberi hormat sedikit. Beberapa orang di sekitar terdiam, mengamati momen itu denga
Lina menatap keluarganya dengan senyum lebar. “Ayo, kita lihat lebih banyak karya seni! Aku ingin menunjukkan beberapa hal padamu semua.” Deril mengikuti di belakang, merasa senang melihat Lina berbagi kegembiraannya dengan keluarganya. Meskipun ada ketegangan di antara beberapa anggota keluarganya, suasana pameran tetap ceria dan penuh energi. Tidak lama setelah itu, Deril mulai menjelaskan kepada Lina dan keluarganya yang mengikuti di belakang mereka tentang berbagai benda yang dipamerkan. Mereka berhenti di depan sebuah lukisan yang menggambarkan pemandangan alam yang indah. “Lihatlah lukisan ini, teknik cat minyaknya sangat halus. Perpaduan warna biru dan hijau menciptakan kedalaman yang luar biasa,” jelas Deril dengan antusias. “Wow, itu luar biasa! Aku tidak menyadari betapa rumitnya itu,” balas Lina, terpesona. Ia memperhatikan bagaimana Deril mengamati setiap detail. Namun, Ibu Sari tiba-tiba menyela, “Deril, kamu jangan membual. Dari mana kamu bisa tahu semua ini? Sepert
Acara pameran seni akhirnya tiba, dan Deril pergi bersama Lina menuju aula tempat acara berlangsung. Saat mereka tiba, suasana di dalam aula begitu hidup, dipenuhi oleh warga desa yang antusias. Deril dan Lina melangkah masuk, terpesona oleh berbagai karya seni yang dipamerkan. “Wow, lihat betapa ramai acara ini!” seru Lina, matanya berbinar melihat banyak orang berkumpul. “Iya, ini luar biasa! Aku tidak sabar untuk melihat semua karya yang ada di sini,” jawab Deril, sambil memegang tangan Lina agar tetap dekat. Mereka melangkah lebih dalam ke aula, dan Deril melihat Nathan berdiri di dekat salah satu stan, tampak sedikit gugup. Begitu Nathan melihat mereka, ia segera menghampiri Deril dan mengulurkan tangan. “Deril! Senang sekali bertemu di sini!” katanya dengan senyuman lebar. “Senang bertemu denganmu juga, Nathan! Karya keramikmu sudah siap dipamerkan, kan?” tanya Deril, menatap penuh minat. “Ya, aku harap semuanya berjalan baik. Aku sangat berharap para pengunjung menyukain
Setelah berbincang dengan Nathan, Deril memutuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menelpon Angel.Suasana sore yang tenang mengelilinginya, memberikan ketenangan saat ia menyiapkan rencana.“Halo, Angel,” sapa Deril saat telepon tersambung.“Halo, Deril!” tanya Angel. “Aku ingin memastikan kita tidak lupa mengundang Vasco. Dia sangat berbakat dan bisa menambah variasi di pameran,” jelas Deril.“Benar! Vasco pasti akan menjadi tambahan yang hebat. Aku akan menghubunginya segera,” jawab Angel, antusias.“Bagus! Pastikan dia tahu bahwa kami ingin karyanya dipamerkan. Seninya pasti menarik perhatian banyak orang,” kata Deril, bersemangat.“Tidak masalah! Aku juga akan mengingatkan semua warga desa yang ingin berpartisipasi untuk mengirimkan karya mereka. Kita bisa membuat pengumuman di tempat umum,” Angel merencanakan.“Ya, itu ide yang cemerlang. Kita harus mempromosikan ini sebaik mungkin agar semua orang tahu,” Deril setuju.Angel melanjutkan, “
Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat. Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar. "Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik." "Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik. "Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias. "Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran. "Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurun
Deril dan istrinya, Lina, pulang ke rumah setelah memetik hasil panen yang melimpah. Keceriaan mereka tergambar jelas saat membuka pintu, namun suasana di dalam rumah ternyata berbeda. Seluruh keluarga menunggu dengan ekspresi tegang, termasuk ibu mertua, Sintya, dan Lapenris, kakak ipar Deril. Yang mengejutkan, ayah mertua juga hadir, baru saja pulang dari kota. “Selamat datang, kalian berdua!” sapa Lina dengan senyum, berharap bisa berbagi kebahagiaan. Namun, senyum itu segera memudar ketika ibu mertua berbicara, “Deril, kita perlu bicara serius.” Keluarga berkumpul, dan Lapenris langsung menuduh, “Kau pasti melakukan sesuatu yang curang! Tidak mungkin panen secepat itu.” Sintya menambahkan, “Iya, semua warga sudah membicarakanmu. Mereka tidak percaya pada hasil panenmu.” Deril mencoba menjelaskan, “Tidak, aku hanya merawat tanaman dengan baik. Ini semua kerja keras kami.” Ibu mertua memotong, “Lina, kau harus berpikir ulang. Mungkin lebih baik jika kau menceraikan Deril.” L
Deril adalah pemuda biasa yang menjalani hidup di Kaba City, sebuah desa kecil di sudut Asia Tenggara.Setiap pagi, ia bangun dengan merasakan hangatnya sinar matahari menyelinap melalui jendela.Di sampingnya, Lina, istrinya yang cantik, berkulit putih seperti artis dari Korea, masih terlelap.Selama lima tahun bersama, mereka membangun kehidupan sederhana di rumah yang dikelilingi kebun buah milik keluarga Lina.Namun, kebahagiaan itu tak sepenuhnya sempurna. Suatu sore, keluarga Lina berkumpul membahas masa depan usaha perkebunan mereka."Kita butuh hasil produk perkebunan yang bagus, dan ditambah lagi, persaingan sesama pengusaha kebun semakin meningkat. Untuk itu, kita harus mengembangkan bisnis," kata Sari, ibu mertuanya, dengan nada serius. "Tanpa itu, kita tidak akan bisa bersaing."Sintya, adik iparnya yang cantik dan mirip seperti Lina serta masih berseragam SMA, menambahkan, "Kalau saja kakak iparku bisa diandalkan dan bisa membantu, kita bisa memperluas lahan dan meningkat...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments