Share

Bab 4: Cita-cita Tersembunyi

Author: Afif
last update Last Updated: 2024-12-02 00:41:48

Hari ini, Deril menjalani rutinitas harian yang penuh semangat. Selain berdagang hasil kebunnya, ia dan Lina, bersama keluarga Lina serta penduduk desa Kaba, berkumpul untuk berkebun.

“Ayo, kita tanam yang terbaik hari ini!” seru Deril, memotivasi semua orang. Mereka menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, mulai dari tomat, cabai, hingga mangga dan jeruk.

Suasana di ladang dipenuhi tawa dan obrolan hangat, menciptakan rasa kebersamaan yang erat di antara mereka.

Setiap orang memiliki peran masing-masing. Lina dan ibu Sari mengawasi proses penanaman, sementara Deril dan beberapa pria desa bekerja keras menggali tanah, menyiapkan bedeng untuk tanaman baru.

Deril, yang memiliki bakat dalam strategi dan ilmu pengetahuan, mulai menggunakan keterampilannya untuk membantu komunitas desa.

“Jika kita bisa mengatur waktu penyiraman dan pemupukan dengan lebih baik, hasil panen kita akan meningkat,” ujarnya, menarik perhatian penduduk desa.

Ia memperhatikan bahwa beberapa masalah yang dihadapi penduduk sebenarnya dapat diatasi dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan efisien.

“Mari kita buat jadwal dan sistem irigasi yang lebih baik,” tambahnya, berharap dapat menginspirasi mereka untuk berpikir lebih jauh tentang cara meningkatkan hasil kebun.

Dengan semangat baru, mereka semua sepakat untuk mencoba ide-ide Deril demi kemajuan bersama.

Suatu hari, ketika masalah irigasi muncul, Deril dengan percaya diri mengusulkan metode baru yang ia pelajari untuk meningkatkan efisiensi pengairan di ladang.

Ia yakin bahwa pendekatan ini bisa membantu mereka mengatasi masalah kekurangan air yang sering mengganggu hasil panen. Namun, tidak semua orang di desa menerima ide ini dengan baik. Beberapa pemuda, termasuk Sintya dan ibu mertua Sari, meragukan kemampuan Deril.

“Metode baru? Kenapa kita harus percaya padamu, Deril?” tanya Sintya dengan nada skeptis. “Kami sudah terbiasa dengan cara tradisional, dan itu sudah cukup baik,” tambahnya.

Salah satu pemuda di antara mereka, dengan nada mengejek, berkata, “Aduh, jangan-jangan ini hanya ide konyolmu untuk mencari perhatian, ya?” Sementara itu, abang ipar Deril, Lapenris, tidak mau ketinggalan.

“Kau bukan seorang ahli pertanian, Deril. Mendingan kita ikuti cara yang sudah ada daripada mengikuti saran dari orang yang tidak berpengalaman,” ujarnya, merendahkan.

Ibu Sari juga tidak segan-segan untuk mengungkapkan keraguannya, “Kita tidak bisa mengambil risiko dengan cara-cara yang tidak terbukti. Ini soal keberlangsungan usaha kita.”

Meskipun merasa tertekan oleh kerendahan hati mereka, Deril tetap bertekad untuk membuktikan bahwa metodenya bisa berhasil.

Ia tahu bahwa inovasi sering kali dihadapkan pada skeptisisme, tetapi ia percaya bahwa keberanian untuk mencoba hal baru adalah kunci untuk kemajuan.

Deril berdiri di depan para petani, berusaha meyakinkan mereka tentang metode baru yang ia tawarkan.

“Gunakanlah metode dariku ini,” ujarnya dengan penuh keyakinan. “Kalian akan merasakan percepatan pertumbuhan, dan hasil panen pasti meningkat. Kalian akan merasakannya dalam waktu tiga bulan!” Ia berusaha menyampaikan keyakinan dan harapannya, terutama karena saat ini, kebanyakan perkebunan dan pertanian masyarakat memerlukan waktu enam bulan untuk menghasilkan panen yang optimal.

Namun, respons dari pemuda dan keluarganya sangat mengecewakan.

Sintya melirik Deril dengan sinis. “Tiga bulan? Itu mustahil! Kami sudah menjalani cara ini selama bertahun-tahun, dan hasilnya selalu baik,” ejeknya. Lapenris, abang ipar Deril, menambahkan, “Kau ini hanya berkhayal, Deril. Jangan-jangan metode ini hanya akan membuat kita rugi!” Ibu Sari juga tidak mau ketinggalan, “Deril, kamu terlalu percaya diri. Kami lebih baik berpegang pada cara yang sudah terbukti, bukan mengikuti ide-ide anehmu.”

Sementara itu, beberapa pemuda di sekelilingnya tertawa mengejek, merendahkan harapan Deril tanpa memberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya.

Meskipun menghadapi keraguan dan ejekan, Deril tetap bertekad untuk membuktikan bahwa metodenya dapat membawa perubahan positif, berusaha mempertahankan semangatnya meskipun sulit.

Istri Deril, Lina, yang menyaksikan keraguan dan ejekan dari orang-orang di sekitarnya, tidak bisa menahan rasa ragu yang muncul di benaknya. Setelah semua yang terjadi, ia mendekati suaminya dengan ekspresi khawatir.

“Deril,” katanya lembut, “apakah kau benar-benar yakin dengan metode ini? Aku lihat banyak orang meragukanmu, dan aku... aku hanya ingin yang terbaik untuk kita.”

Deril menatap Lina dengan penuh keyakinan. “Aku sudah mempelajari metode ini dengan seksama, sayang. Aku percaya bahwa cara ini bisa mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil panen kita,” jawabnya, berusaha meyakinkan istrinya.

“Setiap inovasi pasti akan menghadapi skeptisisme, tetapi aku yakin kita bisa membuktikannya.”

Lina menghela napas, masih sedikit ragu. “Tapi jika ini tidak berhasil, apa yang akan kita lakukan? Kita sudah berjuang keras untuk mendapatkan hasil, dan aku takut jika kita mengambil risiko ini, semuanya bisa hancur.”

Deril meraih tangan Lina, menggenggamnya dengan lembut. “Aku mengerti kekhawatiranmu, dan aku tidak akan mengambil keputusan ini tanpa pertimbangan matang. Bersama, kita bisa melewati ini. Aku berjanji, kita akan melihat hasilnya dalam waktu tiga bulan.” Meskipun ragu, Lina merasa sedikit lebih tenang dengan keyakinan suaminya, berharap bahwa langkah ini akan membawa mereka menuju keberhasilan yang lebih besar.

Hari berlalu tanpa terasa, dan sudah tiga bulan sejak mereka menanam. Namun, tampaknya banyak tanaman warga lain belum juga siap untuk dipanen, sebagian besar masih berbentuk bunga buah maupun bunga sayuran.

“Kenapa tanaman mereka tidak berbuah seperti milik kita?” tanya Lina, sedikit khawatir saat melihat ladang sekelilingnya. Deril hanya mengangguk, “Mungkin mereka belum menerapkan teknik yang tepat. Kita harus bersyukur atas hasil kerja keras kita.”

Dan hal mencengangkan pun terjadi—perkebunan milik Lina dan Deril sudah tiba waktunya panen.

Saat mereka berjalan menyusuri ladang, mata mereka melotot melihat hasilnya yang melimpah.

“Lihat, sayang! Buah mangga kita besar-besar!” seru Deril, wajahnya bersinar penuh kebahagiaan. Lina tidak bisa menahan senyumnya, “Dan tomat ini juga merah merona! Kita pasti akan mendapatkan hasil yang luar biasa.”

Dengan semangat, mereka mulai memanen hasil kebun, tertawa dan berbagi cerita. “Aku tidak sabar untuk menjual ini di kios kita,” kata Lina sambil memasukkan buah ke dalam keranjang. Deril mengangguk setuju, “Kita akan berbagi kabar baik ini dengan semua orang. Mari kita tunjukkan bahwa kerja keras kita membuahkan hasil.”

Keduanya merasakan kebanggaan dan kebahagiaan, menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan bersama tidak hanya menguntungkan mereka, tetapi juga menjadi inspirasi bagi komunitas.

Namun, saat memetik hasil panen, ada saja warga yang iri, termasuk Lapenris dan Sintya, adik ipar Deril. “Kau pasti melakukan sesuatu yang tidak benar, Deril! Tidak mungkin hasil panenmu sebaik ini tanpa ada kecurangan!” tuduh Lapenris dengan nada menghina.

Sintya menambahkan, “Iya, siapa yang percaya orang sepertimu bisa memahami ilmu perkebunan? Ini semua tidak masuk akal!” Deril hanya bersikap tenang dan acuh tak acuh, selama Lina tidak diganggu, ia tidak memperdulikan yang lain.

Dalam momen itu, Deril teringat saat-saat berperang bertahun-tahun yang lalu ketika makanan habis. Mereka telah berlatih di alam tentang bagaimana cara agar tanaman cepat tumbuh, dan mengatakan kepada penduduk teknik ini dalam bidang pertanian dikenal sebagai defoliasi. “Aku belajar banyak tentang pertanian ini.”

Tiba-tiba, seorang warga yang sudah tua mendekati mereka, terkejut melihat Deril. “Aku tidak percaya ada anak muda yang mengerti tentang defoliasi,” ujarnya, menatap Deril dengan rasa hormat yang baru.

Kakek itu menjelaskan, “Defoliasi adalah mengoptimalkan distribusi hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman, sehingga menghasilkan bentuk tanaman dan daun yang sempurna.” Deril hanya tersenyum tipis, merasakan sedikit pengakuan atas pengetahuannya.

Lina, yang mendengarkan, terkejut. “Aku tidak menyangka suamiku yang dianggap tidak bisa diandalkan ini mempunyai pengetahuan seperti ini,” pikirnya, bangga namun tetap merasa ada yang harus dia buktikan kepada keluarganya.

Deril mengangkat suaranya, berusaha menghimbau kepada warga yang masih ragu. “Kalian juga akan bisa memanen hasil kebun kalian setelah enam bulan, asal kalian tetap menjaga tanaman dengan baik,” ujarnya dengan tegas.

Lina berdiri di sampingnya, menambahkan, “Mari kita semua kembali melanjutkan aktivitas kita. Jangan biarkan iri dan cemoohan menghalangi semangat kita.” Kakek yang mendengarkan, mengangguk setuju, “Betul, kita harus tetap bekerja keras. Setiap usaha pasti akan membuahkan hasil.”

Namun, ada rasa penasaran yang menghantui kakek. Ia menatap Deril dengan seksama. “Anak muda, siapa namamu? Hanya orang hebat dan yang pernah berperang yang tahu tentang hal ini. Sepertinya aku pernah melihat sosokmu sebelumnya,” tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

Deril tersenyum, merasakan beban di pundaknya sedikit berkurang. “Nama saya Deril, Kakek. Saya hanya seorang petani yang ingin membantu komunitas ini.” Kakek mengerutkan dahi, mencoba mengingat, “Deril? Ah, mungkin saya salah, tetapi ada sesuatu yang familiar tentangmu.

Teruslah berbagi pengetahuanmu, anak muda. Kami semua membutuhkan itu.” Dengan harapan baru, Deril dan Lina merasa semakin termotivasi untuk membangun kebun mereka dan membantu warga lainnya.

Related chapters

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 5: Konflik Keluarga

    Deril dan istrinya, Lina, pulang ke rumah setelah memetik hasil panen yang melimpah. Keceriaan mereka tergambar jelas saat membuka pintu, namun suasana di dalam rumah ternyata berbeda. Seluruh keluarga menunggu dengan ekspresi tegang, termasuk ibu mertua, Sintya, dan Lapenris, kakak ipar Deril. Yang mengejutkan, ayah mertua juga hadir, baru saja pulang dari kota. “Selamat datang, kalian berdua!” sapa Lina dengan senyum, berharap bisa berbagi kebahagiaan. Namun, senyum itu segera memudar ketika ibu mertua berbicara, “Deril, kita perlu bicara serius.” Keluarga berkumpul, dan Lapenris langsung menuduh, “Kau pasti melakukan sesuatu yang curang! Tidak mungkin panen secepat itu.” Sintya menambahkan, “Iya, semua warga sudah membicarakanmu. Mereka tidak percaya pada hasil panenmu.” Deril mencoba menjelaskan, “Tidak, aku hanya merawat tanaman dengan baik. Ini semua kerja keras kami.” Ibu mertua memotong, “Lina, kau harus berpikir ulang. Mungkin lebih baik jika kau menceraikan Deril.” L

    Last Updated : 2024-12-02
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 6 : Teman Baru

    Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat. Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar. "Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik." "Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik. "Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias. "Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran. "Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurun

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 7 : Undangan Pameran

    Setelah berbincang dengan Nathan, Deril memutuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menelpon Angel.Suasana sore yang tenang mengelilinginya, memberikan ketenangan saat ia menyiapkan rencana.“Halo, Angel,” sapa Deril saat telepon tersambung.“Halo, Deril!” tanya Angel. “Aku ingin memastikan kita tidak lupa mengundang Vasco. Dia sangat berbakat dan bisa menambah variasi di pameran,” jelas Deril.“Benar! Vasco pasti akan menjadi tambahan yang hebat. Aku akan menghubunginya segera,” jawab Angel, antusias.“Bagus! Pastikan dia tahu bahwa kami ingin karyanya dipamerkan. Seninya pasti menarik perhatian banyak orang,” kata Deril, bersemangat.“Tidak masalah! Aku juga akan mengingatkan semua warga desa yang ingin berpartisipasi untuk mengirimkan karya mereka. Kita bisa membuat pengumuman di tempat umum,” Angel merencanakan.“Ya, itu ide yang cemerlang. Kita harus mempromosikan ini sebaik mungkin agar semua orang tahu,” Deril setuju.Angel melanjutkan, “

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 8 : Acara Pameran

    Acara pameran seni akhirnya tiba, dan Deril pergi bersama Lina menuju aula tempat acara berlangsung. Saat mereka tiba, suasana di dalam aula begitu hidup, dipenuhi oleh warga desa yang antusias. Deril dan Lina melangkah masuk, terpesona oleh berbagai karya seni yang dipamerkan. “Wow, lihat betapa ramai acara ini!” seru Lina, matanya berbinar melihat banyak orang berkumpul. “Iya, ini luar biasa! Aku tidak sabar untuk melihat semua karya yang ada di sini,” jawab Deril, sambil memegang tangan Lina agar tetap dekat. Mereka melangkah lebih dalam ke aula, dan Deril melihat Nathan berdiri di dekat salah satu stan, tampak sedikit gugup. Begitu Nathan melihat mereka, ia segera menghampiri Deril dan mengulurkan tangan. “Deril! Senang sekali bertemu di sini!” katanya dengan senyuman lebar. “Senang bertemu denganmu juga, Nathan! Karya keramikmu sudah siap dipamerkan, kan?” tanya Deril, menatap penuh minat. “Ya, aku harap semuanya berjalan baik. Aku sangat berharap para pengunjung menyukain

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 9 Konflik Acara Pameran

    Lina menatap keluarganya dengan senyum lebar. “Ayo, kita lihat lebih banyak karya seni! Aku ingin menunjukkan beberapa hal padamu semua.” Deril mengikuti di belakang, merasa senang melihat Lina berbagi kegembiraannya dengan keluarganya. Meskipun ada ketegangan di antara beberapa anggota keluarganya, suasana pameran tetap ceria dan penuh energi. Tidak lama setelah itu, Deril mulai menjelaskan kepada Lina dan keluarganya yang mengikuti di belakang mereka tentang berbagai benda yang dipamerkan. Mereka berhenti di depan sebuah lukisan yang menggambarkan pemandangan alam yang indah. “Lihatlah lukisan ini, teknik cat minyaknya sangat halus. Perpaduan warna biru dan hijau menciptakan kedalaman yang luar biasa,” jelas Deril dengan antusias. “Wow, itu luar biasa! Aku tidak menyadari betapa rumitnya itu,” balas Lina, terpesona. Ia memperhatikan bagaimana Deril mengamati setiap detail. Namun, Ibu Sari tiba-tiba menyela, “Deril, kamu jangan membual. Dari mana kamu bisa tahu semua ini? Sepert

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 10 : Kehadiran Angel

    Tak lama setelah itu, Angel tiba memasuki aula dengan pengawalnya. Aura kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang. Lina dan keluarganya tertegun melihat penampilannya. Angel terlihat begitu cantik dengan sepatu hak tinggi yang menambah kesan elegannya, serta rambut lurusnya yang diikat rapi. “Lihat, itu Angel!” bisik Lina kepada Deril, matanya berbinar penuh kekaguman. Deril menatap Angel dengan senyum. “Dia memang selalu memukau. Aku tidak heran semua orang terpesona.” Sementara itu, Ibu Sari mengamati Angel dengan rasa takjub. “Dia terlihat sangat berkelas. Pasti banyak yang mengaguminya di sini,” ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Ya, dia pasti menjadi pusat perhatian,” balas Sintya, mengangguk setuju. “Kita harus menyapa dan memperkenalkan diri.” Angel melangkah dengan percaya diri, menyapa beberapa pengunjung yang mendekatinya. Saat melewati Deril, ia menatapnya dan memberi hormat sedikit. Beberapa orang di sekitar terdiam, mengamati momen itu denga

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 11 : Peluang Bisnis

    Di teras rumah yang sederhana, Deril duduk di samping Lina, sambil menyeruput teh hangat. "Lina, aku punya ide brilian untuk meningkatkan pendapatan kita," kata Deril, matanya bersinar penuh semangat. Lina menatapnya, penasaran. "Oh, ya? Apa ide itu, Deril?" "Kita bisa memanfaatkan hasil pertanian kita dan membuat produk olahan dari sayur dan buah yang kita tanam sendiri," jelas Deril, bersemangat. Lina mengangguk, sedikit ragu. "Tapi, bagaimana jika kita beri tahu ibu dan keluarga kita? Mereka pasti bisa memberi masukan." Deril menghela napas. "Baiklah, mari kita coba. Tapi aku berharap mereka bisa mendukung kita." Mereka pun mengundang Ibu Sari, mertua Deril, serta Lin Lin, nenek Lina, untuk berdiskusi. Setelah semua berkumpul, Deril membagikan ide mereka. "Kami berpikir untuk membuat keripik sayur dan selai buah dari hasil pertanian kita." Ibu Sari mengerutkan dahi. "Deril, itu ide yang bagus, tetapi pasar untuk produk seperti itu sangat kecil. Apa kamu yakin bisa menj

    Last Updated : 2025-01-12
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 12 : Kebangkitan

    Setelah beberapa minggu bekerja keras, usaha Lina dan Deril mulai menunjukkan hasil. Mereka berhasil membuat berbagai produk olahan dari sayur-sayuran yang mereka beli, dan hasilnya sangat memuaskan. Keripik sayur yang mereka buat menjadi favorit di kalangan teman-teman dan tetangga. "Deril, lihat ini!" seru Lina dengan antusias saat mereka mengemas produk baru. "Aku baru saja menerima pesan dari beberapa orang yang ingin memesan keripik kita!" Deril tersenyum lebar. "Itu luar biasa! Setiap usaha kita membuahkan hasil. Semangat kita tidak sia-sia." Namun, saat mereka mengumumkan keberhasilan kepada keluarga, reaksi yang mereka dapatkan tidak seperti yang diharapkan. Ibu Sari, yang sebelumnya skeptis, mengangkat alisnya. "Jadi, kalian pikir ini bisa menjadi bisnis yang serius? Coba lihat, hanya beberapa paket yang terjual," ujarnya dengan nada merendahkan. Sintya, yang duduk di sampingnya, ikut menambahkan, "Apakah kalian tidak merasa malu? Menghabiskan waktu untuk hal seperti i

    Last Updated : 2025-01-19

Latest chapter

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 13: Peminjaman Investasi

    Setelah rapat keluarga, Lapenris merasa sangat percaya diri. Ia segera pergi ke kantor Investama, tempat Angel bekerja, untuk mengajukan pinjaman bagi usaha Lina dan Deril. Dengan langkah mantap, ia memasuki gedung modern yang menjadi simbol kesuksesan. Sesampainya di dalam, Lapenris langsung menuju meja resepsionis. "Halo, saya ingin bertemu dengan Angel," katanya, berusaha menunjukkan sikap percaya diri. "Silakan tunggu sebentar, saya akan memberitahu beliau," jawab resepsionis dengan ramah. Setelah beberapa menit menunggu, Angel muncul. "Lapenris! Apa kabar? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum hangat. Lapenris mengambil napas dalam-dalam, berusaha terlihat tenang. "Aku datang untuk membicarakan kemungkinan pinjaman investasi untuk usaha Lina dan Deril." Angel mengangguk, terlihat serius. "Baik, saya sudah mendengar tentang usaha mereka. Apa rencanamu?" Lapenris mulai menjelaskan, "Kami ingin membuat pabrik kecil untuk memproduksi lebih banyak produk olahan

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 12 : Kebangkitan

    Setelah beberapa minggu bekerja keras, usaha Lina dan Deril mulai menunjukkan hasil. Mereka berhasil membuat berbagai produk olahan dari sayur-sayuran yang mereka beli, dan hasilnya sangat memuaskan. Keripik sayur yang mereka buat menjadi favorit di kalangan teman-teman dan tetangga. "Deril, lihat ini!" seru Lina dengan antusias saat mereka mengemas produk baru. "Aku baru saja menerima pesan dari beberapa orang yang ingin memesan keripik kita!" Deril tersenyum lebar. "Itu luar biasa! Setiap usaha kita membuahkan hasil. Semangat kita tidak sia-sia." Namun, saat mereka mengumumkan keberhasilan kepada keluarga, reaksi yang mereka dapatkan tidak seperti yang diharapkan. Ibu Sari, yang sebelumnya skeptis, mengangkat alisnya. "Jadi, kalian pikir ini bisa menjadi bisnis yang serius? Coba lihat, hanya beberapa paket yang terjual," ujarnya dengan nada merendahkan. Sintya, yang duduk di sampingnya, ikut menambahkan, "Apakah kalian tidak merasa malu? Menghabiskan waktu untuk hal seperti i

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 11 : Peluang Bisnis

    Di teras rumah yang sederhana, Deril duduk di samping Lina, sambil menyeruput teh hangat. "Lina, aku punya ide brilian untuk meningkatkan pendapatan kita," kata Deril, matanya bersinar penuh semangat. Lina menatapnya, penasaran. "Oh, ya? Apa ide itu, Deril?" "Kita bisa memanfaatkan hasil pertanian kita dan membuat produk olahan dari sayur dan buah yang kita tanam sendiri," jelas Deril, bersemangat. Lina mengangguk, sedikit ragu. "Tapi, bagaimana jika kita beri tahu ibu dan keluarga kita? Mereka pasti bisa memberi masukan." Deril menghela napas. "Baiklah, mari kita coba. Tapi aku berharap mereka bisa mendukung kita." Mereka pun mengundang Ibu Sari, mertua Deril, serta Lin Lin, nenek Lina, untuk berdiskusi. Setelah semua berkumpul, Deril membagikan ide mereka. "Kami berpikir untuk membuat keripik sayur dan selai buah dari hasil pertanian kita." Ibu Sari mengerutkan dahi. "Deril, itu ide yang bagus, tetapi pasar untuk produk seperti itu sangat kecil. Apa kamu yakin bisa menj

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 10 : Kehadiran Angel

    Tak lama setelah itu, Angel tiba memasuki aula dengan pengawalnya. Aura kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang. Lina dan keluarganya tertegun melihat penampilannya. Angel terlihat begitu cantik dengan sepatu hak tinggi yang menambah kesan elegannya, serta rambut lurusnya yang diikat rapi. “Lihat, itu Angel!” bisik Lina kepada Deril, matanya berbinar penuh kekaguman. Deril menatap Angel dengan senyum. “Dia memang selalu memukau. Aku tidak heran semua orang terpesona.” Sementara itu, Ibu Sari mengamati Angel dengan rasa takjub. “Dia terlihat sangat berkelas. Pasti banyak yang mengaguminya di sini,” ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Ya, dia pasti menjadi pusat perhatian,” balas Sintya, mengangguk setuju. “Kita harus menyapa dan memperkenalkan diri.” Angel melangkah dengan percaya diri, menyapa beberapa pengunjung yang mendekatinya. Saat melewati Deril, ia menatapnya dan memberi hormat sedikit. Beberapa orang di sekitar terdiam, mengamati momen itu denga

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 9 Konflik Acara Pameran

    Lina menatap keluarganya dengan senyum lebar. “Ayo, kita lihat lebih banyak karya seni! Aku ingin menunjukkan beberapa hal padamu semua.” Deril mengikuti di belakang, merasa senang melihat Lina berbagi kegembiraannya dengan keluarganya. Meskipun ada ketegangan di antara beberapa anggota keluarganya, suasana pameran tetap ceria dan penuh energi. Tidak lama setelah itu, Deril mulai menjelaskan kepada Lina dan keluarganya yang mengikuti di belakang mereka tentang berbagai benda yang dipamerkan. Mereka berhenti di depan sebuah lukisan yang menggambarkan pemandangan alam yang indah. “Lihatlah lukisan ini, teknik cat minyaknya sangat halus. Perpaduan warna biru dan hijau menciptakan kedalaman yang luar biasa,” jelas Deril dengan antusias. “Wow, itu luar biasa! Aku tidak menyadari betapa rumitnya itu,” balas Lina, terpesona. Ia memperhatikan bagaimana Deril mengamati setiap detail. Namun, Ibu Sari tiba-tiba menyela, “Deril, kamu jangan membual. Dari mana kamu bisa tahu semua ini? Sepert

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 8 : Acara Pameran

    Acara pameran seni akhirnya tiba, dan Deril pergi bersama Lina menuju aula tempat acara berlangsung. Saat mereka tiba, suasana di dalam aula begitu hidup, dipenuhi oleh warga desa yang antusias. Deril dan Lina melangkah masuk, terpesona oleh berbagai karya seni yang dipamerkan. “Wow, lihat betapa ramai acara ini!” seru Lina, matanya berbinar melihat banyak orang berkumpul. “Iya, ini luar biasa! Aku tidak sabar untuk melihat semua karya yang ada di sini,” jawab Deril, sambil memegang tangan Lina agar tetap dekat. Mereka melangkah lebih dalam ke aula, dan Deril melihat Nathan berdiri di dekat salah satu stan, tampak sedikit gugup. Begitu Nathan melihat mereka, ia segera menghampiri Deril dan mengulurkan tangan. “Deril! Senang sekali bertemu di sini!” katanya dengan senyuman lebar. “Senang bertemu denganmu juga, Nathan! Karya keramikmu sudah siap dipamerkan, kan?” tanya Deril, menatap penuh minat. “Ya, aku harap semuanya berjalan baik. Aku sangat berharap para pengunjung menyukain

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 7 : Undangan Pameran

    Setelah berbincang dengan Nathan, Deril memutuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menelpon Angel.Suasana sore yang tenang mengelilinginya, memberikan ketenangan saat ia menyiapkan rencana.“Halo, Angel,” sapa Deril saat telepon tersambung.“Halo, Deril!” tanya Angel. “Aku ingin memastikan kita tidak lupa mengundang Vasco. Dia sangat berbakat dan bisa menambah variasi di pameran,” jelas Deril.“Benar! Vasco pasti akan menjadi tambahan yang hebat. Aku akan menghubunginya segera,” jawab Angel, antusias.“Bagus! Pastikan dia tahu bahwa kami ingin karyanya dipamerkan. Seninya pasti menarik perhatian banyak orang,” kata Deril, bersemangat.“Tidak masalah! Aku juga akan mengingatkan semua warga desa yang ingin berpartisipasi untuk mengirimkan karya mereka. Kita bisa membuat pengumuman di tempat umum,” Angel merencanakan.“Ya, itu ide yang cemerlang. Kita harus mempromosikan ini sebaik mungkin agar semua orang tahu,” Deril setuju.Angel melanjutkan, “

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 6 : Teman Baru

    Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat. Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar. "Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik." "Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik. "Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias. "Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran. "Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurun

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 5: Konflik Keluarga

    Deril dan istrinya, Lina, pulang ke rumah setelah memetik hasil panen yang melimpah. Keceriaan mereka tergambar jelas saat membuka pintu, namun suasana di dalam rumah ternyata berbeda. Seluruh keluarga menunggu dengan ekspresi tegang, termasuk ibu mertua, Sintya, dan Lapenris, kakak ipar Deril. Yang mengejutkan, ayah mertua juga hadir, baru saja pulang dari kota. “Selamat datang, kalian berdua!” sapa Lina dengan senyum, berharap bisa berbagi kebahagiaan. Namun, senyum itu segera memudar ketika ibu mertua berbicara, “Deril, kita perlu bicara serius.” Keluarga berkumpul, dan Lapenris langsung menuduh, “Kau pasti melakukan sesuatu yang curang! Tidak mungkin panen secepat itu.” Sintya menambahkan, “Iya, semua warga sudah membicarakanmu. Mereka tidak percaya pada hasil panenmu.” Deril mencoba menjelaskan, “Tidak, aku hanya merawat tanaman dengan baik. Ini semua kerja keras kami.” Ibu mertua memotong, “Lina, kau harus berpikir ulang. Mungkin lebih baik jika kau menceraikan Deril.” L

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status