bab 6 : Teman Baru

Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya.

Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat.

Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar.

"Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik."

"Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik.

"Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias.

"Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran.

"Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurunya.

"Vasco? Aku pernah mendengar tentang dia. Dia terkenal di kalangan seniman keramik," kata Deril. "Apa ada teknik khusus yang dia ajarkan padamu?"

"Ya, dia mengajarkan banyak teknik, termasuk teknik pemadatan untuk memberikan tekstur pada permukaan keramik. Harapanku, guci ini bisa menjadi salah satu karya terbaikku," ujar pria itu dengan semangat.

Deril tersenyum, "Aku tidak sabar untuk melihat hasilnya. Sepertinya kau memiliki bakat yang luar biasa."

"Terima kasih! Aku sangat menghargai dukunganmu. Mungkin suatu saat aku bisa mengajarkanmu cara membuatnya juga," balas pria itu dengan semangat.

Deril tersenyum saja, tidak mengetahui bahwa dia seorang jenderal yang cerdas. Bahkan saat pendidikan, dia mempelajari teknik lukis, patung, membuat guci, dan kesenian lainnya.

“Maaf, aku mau bertanya, siapa namamu?” tanya Deril sambil tersenyum.

“Oh, maaf! Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Nathan,” jawab pemuda itu dengan senyum tulus.

“Senang bertemu denganmu, Nathan. Aku Deril. Bagaimana bisa kamu tertarik dengan seni keramik?” Deril melanjutkan, ingin tahu lebih banyak.

Nathan mengangguk, wajahnya penuh semangat. “Aku selalu suka seni sejak kecil. Melihat sesuatu yang sederhana seperti tanah liat bisa diubah menjadi karya seni membuatku terinspirasi.”

“Itu luar biasa! Apa ada karya tertentu yang paling kamu banggakan?” tanya Deril, tertarik dengan percakapan itu.

“Ya, ada satu guci yang aku buat tahun lalu. Aku menggunakan teknik baru yang diajarkan Vasco, dan hasilnya jauh lebih baik dari yang aku bayangkan,” ujar Nathan dengan bangga.

Deril mengangkat alisnya. “Wah, sepertinya menarik! Apa kamu berencana untuk mengadakan pameran?”

“Sebenarnya, aku sedang berpikir untuk mengadakan pameran kecil di sini. Mungkin bisa mengundang teman-teman untuk melihat karya-karyaku,” jawab Nathan, matanya berbinar.

“Itu ide yang hebat! Aku pasti akan datang,” balas Deril, merasa antusias.

“Terima kasih, Deril! Aku harap kamu bisa melihat semua karya yang sudah aku buat,” kata Nathan dengan senyuman.

“Sama-sama! Aku tidak sabar untuk melihat hasil kerjamu,” Deril menjawab, merasakan kedekatan yang semakin terjalin di antara mereka.

Deril menatap Nathan dengan senyuman, lalu mengalihkan perhatian ke ponselnya. “Nathan, tunggu sebentar ya. Aku ingin menelepon seseorang,” katanya sambil melangkah sedikit menjauh.

“Baiklah, tidak masalah,” jawab Nathan sambil melanjutkan pekerjaannya.

Deril segera menekan nomor Angel dan menunggu. Setelah beberapa deringan, Angel mengangkat. “Halo, Deril! Ada apa?”

“Halo, Angel! Aku butuh bantuanmu untuk mengadakan pameran seni besar di Kaba City,” kata Deril cepat, berusaha menjaga nada suaranya tetap rendah agar Nathan tidak mendengar.

“Pameran seni? Itu menarik! Apa yang kamu rencanakan?” tanya Angel dengan semangat.

“Kami ingin mengundang semua masyarakat desa untuk hadir. Ini akan mencakup lukisan, guci, batu giok, dan karya seni lainnya. Dan jika ada warga yang ingin ikut berpartisipasi, mereka juga dipersilakan,” Deril menjelaskan.

“Bagus! Aku bisa membantu mengatur tempat dan promosi. Kapan kamu ingin mengadakan ini?” jawab Angel.

“Semakin cepat semakin baik! Aku ingin semua warga bisa menikmati acara ini,” kata Deril, merasakan semangatnya meningkat.

“Baik! Aku akan mulai merencanakan segalanya. Pastikan kamu mendapatkan semua karya seni yang diperlukan,” Angel mengatakan dengan bersemangat.

“Pasti! Terima kasih, Angel! Kita akan membuat acara ini sangat istimewa,” balas Deril sebelum menutup telepon dan kembali ke Nathan.

“Maaf, Nathan. Aku sudah selesai,” Deril berkata sambil tersenyum.

“Tidak masalah! Ada yang penting?” tanya Nathan, penasaran.

“Ya, aku hanya mengatur beberapa hal untuk pameran nanti. Aku ingin semua warga Kaba City tahu bahwa jika mereka mau ikut berpartisipasi, mereka dipersilakan,” jawab Deril, menyembunyikan rencananya sementara.

Nathan tersenyum lebar. “Itu ide yang luar biasa! Aku tidak sabar untuk memulai semuanya!”

“Begitu juga aku,” Deril menjawab, merasakan kegembiraan di dalam hatinya untuk acara yang akan datang.

Nathan tampak bersemangat. “Deril, aku sangat beruntung bisa bertemu denganmu. Kamu bisa melukis dan membuat keramik? Mungkin kamu bisa memberi masukan untuk pameranku!”

Deril tersenyum, “Sebenarnya, aku telah belajar dan berlatih keduanya dengan cukup serius. Aku yakin ada beberapa teknik yang bisa membantu kamu.”

“Wah, itu luar biasa!” seru Nathan. “Aku ingin semua orang tahu tentang karya-karyaku. Bagaimana kalau kita buat poster dan sebar informasi di desa?”

“Itu ide yang brilian!” balas Deril. “Kita bisa menyertakan foto-foto karya terbaikmu. Aku bisa membuat desain latar belakang yang menarik untuk poster itu.”

“Setuju! Aku punya beberapa foto guci yang sudah selesai. Aku akan mengirimkannya padamu,” kata Nathan antusias. “Kamu bisa desain poster itu, kan? Dengan sentuhan seni dari lukisanmu?”

“Tentu saja! Aku akan melakukan yang terbaik,” jawab Deril, merasa bersemangat dengan rencana ini. “Kita bisa bertemu lagi besok untuk membahas detailnya dan menyiapkan semuanya.”

“Baiklah! Aku tidak sabar untuk melihat bagaimana hasilnya. Terima kasih, Deril! Kamu benar-benar teman yang baik,” Nathan berkata, wajahnya bersinar.

“Senang bisa membantu, Nathan. Sebenarnya, aku juga ingin tahu lebih banyak tentang teknik yang diajarkan Vasco padamu. Apa ada teknik khusus yang membuatmu terkesan?” tanya Deril, berusaha menggali lebih dalam.

“Ya, dia mengajarkan banyak hal, tapi teknik pemadatan yang diajarkan membuatku terpesona! Aku ingin bisa membuat karya yang sehebat miliknya,” Nathan menjawab, semangatnya membara.

Deril tersenyum, menyimpan rahasia bahwa Vasco adalah muridnya. “Itu sangat penting. Teknik yang tepat bisa membuat perbedaan besar. Mungkin aku bisa menunjukkan beberapa teknik lain yang pernah aku pelajari sendiri.”

“Wow, itu pasti sangat membantu! Aku ingin belajar sebanyak mungkin dari kalian berdua,” kata Nathan, penuh harapan.