Share

Bab 2 : Kenangan Perang

Author: Afif
last update Last Updated: 2024-12-01 11:22:02

Deril membantu perkebunan keluarga Lina dengan penuh semangat, bukan hanya sebagai teman, tetapi juga sebagai suami yang setia.

Setiap pagi, ia datang dengan alat pertanian di tangan, siap untuk bekerja di ladang yang mereka kelola bersama. “Aku siap, Lina! Hari ini kita akan menanam lebih banyak benih,” serunya antusias.

Bersama Lina, ia mencangkul tanah, menanam benih, dan merawat tanaman dengan penuh kasih. “Lihat, sayang, tanaman ini sudah mulai tumbuh!” kata Lina sambil tersenyum.

Melihat tanaman sayuran dan buah-buahan tumbuh subur, Deril merasa harapan dan kebahagiaan mulai menghampiri mereka. Namun, di dalam hatinya, ia juga menyimpan kekhawatiran.

“Apakah ini cukup untuk bertahan?” pikirnya. “Selama kita bersama, kita bisa menghadapi apa pun,” ucap Lina, seolah menangkap gelisahnya.

Dengan tangan yang penuh keringat dan hati yang penuh cinta, Deril bertekad menjaga impian mereka tetap hidup, karena tidak ada yang lebih berharga baginya selain kebahagiaan Lina.

Namun, tantangan mulai menghampiri ketika musim panen tiba; permintaan pasar menurun drastis, dan para pengecer menawarkan harga yang jauh di bawah harapan mereka.

Dengan penuh kekhawatiran, Deril dan Lina berdiskusi di dapur. “Kita harus mencari solusi,” ujar Deril kepada Lina.

“Bagaimana kalau kita buka kios kecil di pinggir jalan?” usul Deril.

“Itu ide yang bagus, tetapi bagaimana jika tidak ada yang membeli?” jawab Lina, wajahnya tampak putus asa.

Mereka berusaha menata hasil panen dengan rapi, berharap bisa menarik perhatian pengendara yang lewat.

Namun, persaingan semakin ketat ketika petani lain juga mulai menjual produk serupa dengan harga lebih murah.

“Kita terdesak, Deril,” keluh Lina. Merangkulnya, Deril berusaha menguatkan, “Kita masih punya satu sama lain. Bersama, kita bisa bangkit.” Dengan semangat baru, mereka bertekad mencari cara inovatif untuk menjual produk mereka.

Saat sore hari menjelang, mereka pulang ke rumah, dan Deril menyerahkan hasil penjualan sepenuhnya kepada Ibu Sari.

“Ibu, ini untuk membantu mengelola keuangan usaha kita,” katanya, berharap bisa menjaga kepercayaan keluarga.

Suatu ketika, Deril memandangi foto kakeknya yang tersenyum lebar di meja kerjanya. Dia teringat bahwa Kakek telah meminta dan berwasiat dengan penuh harapan agar dia menikahkan cucunya, Lina.

Mungkin ini saatnya untuk menepati janji yang pernah diucapkannya, dan sebagai balas budi karena Kakek telah menyelamatkan nyawanya, meskipun selama lima tahun terakhir, hidupnya telah berjalan di jalur yang berbeda.

Dengan tekad membara, dia meraih ponselnya dan menelpon seseorang yang bisa membantunya.

Suara wanita yang menjawab teleponnya membuat jantung Deril berdegup kencang.

“Halo, ini Angel,” katanya, dengan nada suara yang tegas dan berkelas.

Deril mengenali suaranya dengan jelas; Angel adalah sekretarisnya yang paling handal di perusahaan investasi nomor satu terbesar dan terbagus di Kaba’ City yang bernama Investama Glory.

“Angel, ini Deril,” katanya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang, meskipun ada ketegangan di dalam dada.

“Deril! Sudah lama sekali. Bagaimana kabar Anda?” Angel menjawab dengan penuh rasa hormat, meskipun ada sedikit keheranan di suaranya.

Lima tahun adalah waktu yang lama, dan Deril tahu bahwa kepergiannya meninggalkan banyak pertanyaan.

“Aku butuh bantuanmu,” kata Deril, memantapkan hatinya.

Setelah menutup telepon, Deril mengambil sepeda motor tuanya yang sudah berkarat. Dengan setiap putaran roda, kenangan masa lalu berkelebat dalam pikirannya.

Saat dia melaju menuju tempat pertemuan yang telah disepakati, wajah Lina terbayang jelas di benaknya.

Gadis itu, yang pernah ia lihat tumbuh, kini menjadi wanita dewasa yang pasti telah menunggu kehadirannya.

Deril bertekad untuk membantu Lina dan keluarganya, apa pun yang terjadi.

Kafe kecil di sudut jalan menjadi tempat pertemuan mereka. Angel sudah menunggu di sana, duduk dengan anggun di meja pojok.

Ketika Deril masuk, dia merasakan ketegangan di udara. Angel berdiri menyambutnya dengan senyum lembut.

“Deril, aku tidak tahu apa yang terjadi padamu selama ini. Banyak yang berubah,” kata Angel, matanya cerah namun penuh pertanyaan.

“Aku tahu. Mungkin aku bisa menjelaskan semuanya setelah kita membahas rencana ini,” balas Deril, sambil mengatur pikirannya.

“Aku ingin membantu Lina. Kakek memintaku untuk menikahi Lina, dan aku ingin melindungi keluarganya. Kakek telah berperang di Asia Tenggara bersamaku untuk mencapai kejayaan negara Asia Tenggara ini, namun perjuangan Kakek terhenti karena dia terkena tembakan peluru musuh.”

Angel mengangguk, memahami beratnya situasi. “Lina saat ini mengalami banyak kesulitan. Keluarganya sedang menjalankan bisnis di bidang perkebunan, tetapi banyak persaingan. Jika kita bisa mengeluarkan mereka dari masalah ini, itu akan sangat membantu.”

“Aku ingin meminta bantuan kepadamu. Tolong agar HP tetap standby karena aku membutuhkanmu setiap saat, dan jangan lupa letakkan orang-orang kita di sekitar kios kecil milikku dan keluargaku. Kemudian, aku akan meminta kartu platinum milikku.”

Angel langsung memberi kartu platinum bank dunia, di mana kartu ini hanya ada empat orang yang memegangnya di wilayah Asia Tenggara, namun Deril adalah pemegang kartu platinum dengan nilai terbesar.

Deril kembali ke rumahnya dengan langkah cepat, pikirannya dipenuhi tekad untuk membantu keluarga Lina.

Setibanya di rumah Lina, Deril mengetuk pintu dengan hati berdebar. Ketika Lina membuka pintu, senyumnya memancarkan kehangatan.

Keesokan harinya, saat matahari mulai terbit, Deril berjualan seperti biasa dan melihat kios mereka sepi pengunjung. Rasa cemas mulai merayap di benaknya.

Meskipun hasil panen mereka segar dan berkualitas, tampaknya tak ada yang melirik dagangan mereka.

Dengan napas dalam, ia memutuskan untuk tidak menyerah. Ia segera mengambil ponselnya dan menelpon Angel, “Angel, kita butuh bantuanmu,” ucapnya.

Angel, yang mendengar suara Deril, segera bersikap sigap. Ia menghubungi anak buahnya dan meminta mereka untuk datang membeli hasil panen Deril dan Lina.

“Ayo, segera ke kios mereka! Kita perlu membantu,” instruksinya tegas. Tanpa memberi tahu Lina, Angel ingin membantu Deril dengan cara yang sederhana.

Tak lama kemudian, beberapa kendaraan mulai berdatangan ke kios, dan Lina terkejut melihat keramaian yang mulai terbentuk.

“Apa yang terjadi? Kenapa banyak orang datang?” tanyanya, matanya berbinar penuh harapan. Melihat keramaian itu, semangatnya kembali berkobar.

Dengan antusias, Lina menjelaskan keunggulan produk yang mereka tawarkan, “Kami menggunakan metode organik dan merawat setiap tanaman dengan cinta.”

Sementara itu, Angel mengawasi dari jauh, merasa puas bisa membantu tanpa mengungkapkan perannya.

Dengan setiap transaksi yang terjadi, rasa percaya diri dan harapan mereka semakin kuat.

“Kita bisa melakukannya, Lina! Ini adalah awal baru bagi kita,” seru Deril, dan Lina mengangguk setuju, seolah-olah tantangan yang mereka hadapi kini bisa diatasi bersama-sama.

Ruang tamu yang hangat dipenuhi aroma masakan nenek Lin Lin yang menggugah selera, menciptakan suasana yang nyaman di tengah keluarga besar yang berkumpul.

Tawa dan percakapan saling bersahutan, tetapi di balik keceriaan itu, tersimpan ketegangan yang tak terucapkan.

Bu Sari, ibu mertua yang tegas, berdiri di depan dengan tatapan serius, mengumpulkan perhatian semua anggota keluarga.

“Dengarkan semua, kita perlu membahas masa depan usaha kebun kita,” katanya dengan suara tegas.

Senya seketika menyelimuti ruangan, dan semua mata tertuju padanya, menunggu dengan cemas apa yang akan dia sampaikan.

“Kita harus bekerja sama dan mencari solusi untuk menghadapi tantangan yang ada. Kita tidak bisa terus menerus bergantung pada harapan saja,” tambahnya, membuat suasana semakin serius.

Saat makan malam bersama, suasana hangat terasa di meja, namun percakapan di antara mereka mengandung nada yang menyentuh hati.

Ibu Sari, ibu mertua Deril sekaligus ibu kandung Lina, mengawali pembicaraan dengan penuh bangga tentang hasil penjualan perkebunan hari itu.

“Lina benar-benar hebat! Hasil jualan kali ini cukup banyak, kita patut bersyukur,” ujarnya, senyum lebar menghiasi wajahnya.

Meskipun Deril duduk di samping Lina, ia merasakan ada yang kurang dalam pengakuan tersebut.

Tak lama, Lapenris, abang ipar Deril, menimpali, “Ya, semua ini karena kerja keras Lina. Deril hanya ikut-ikutan saja,” ungkapnya dengan nada bercanda, namun cukup jelas bahwa itu adalah sindiran.

Sintya, adik ipar yang duduk di seberangnya, langsung menyambung, “Iya, Lina memang pahlawan di balik semua ini. Deril hanya beruntung bisa menikah dengan perempuan hebat seperti dia.”

Deril menatap piringnya, berjuang melawan perasaan tidak dihargai yang mulai muncul.

Ia tahu betul betapa kerasnya mereka bekerja bersama di ladang, namun setiap pujian yang dilontarkan seolah diabaikan.

Lina, yang merasakan ketegangan di udara, mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan cerita lucu tentang pengalaman mereka di ladang.

“Kami benar-benar bekerja sama, Bu. Tanpa Deril, saya juga tidak bisa melakukan semuanya ini,” ujarnya, berharap bisa menyeimbangkan pujian yang diberikan.

Namun, meski Lina berusaha, Deril masih merasa seperti bayangan dalam perjalanan mereka, berdoa agar suatu hari nanti keluarga ini dapat melihat bahwa kesuksesan berasal dari Deril dan Lina.

Keesokan harinya, Deril dan Lina kembali berdagang hasil perkebunan mereka, berharap hari ini akan lebih baik.

Pembeli datang dengan jumlah yang normal, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, memberikan sedikit harapan di hati mereka.

Namun, suasana tiba-tiba berubah ketika seorang preman mendekati kios mereka, menatap penuh rasa ingin tahu sebelum dengan santai mengambil beberapa buah tanpa menawarkan uang. Lina, yang terkejut, langsung menghadangnya.

“Tunggu! Anda tidak bisa mengambil itu begitu saja. Kami bekerja keras untuk mendapatkan semua ini,” katanya dengan nada tegas, berusaha mempertahankan haknya.

Preman itu hanya tertawa sinis. “Hah, siapa yang peduli? Kalau mau, bayar saja nanti!” jawabnya, menantang.

Saat ketegangan meningkat, Deril yang sebelumnya berdiri di pojok kios merasakan situasi yang tidak nyaman.

Dengan tenang, ia melangkah maju; aura tenangnya membuat banyak orang di sekitar memperhatikan.

“Bisa tolong letakkan buah-buahan itu kembali?” suaranya dalam dan tegas, namun tidak berteriak.

Meskipun nada suaranya tenang, ada sesuatu yang menakutkan dalam cara ia berdiri, seolah mengingatkan semua orang bahwa di balik wajah ramahnya, ia adalah seorang bekas jenderal yang telah meraih banyak kemenangan di medan perang Asia Tenggara.

Melihat perubahan dalam sikap Deril, preman itu mulai ragu, dan senyumnya memudar. “Siapa kamu?” tanyanya, kini dengan nada sedikit gentar.

“Saya Deril. Dan jika Anda tidak mau bayar, saya minta Anda untuk pergi sebelum saya meminta bantuan orang lain,” jawabnya lagi, kali ini dengan ketegasan yang tak terbantahkan.

Lina menatap suaminya dengan rasa bangga dan sedikit terkejut, menyadari bahwa di balik sosoknya yang lembut, Deril menyimpan kekuatan dan keberanian yang luar biasa.

Preman itu pun akhirnya melepaskan buah yang diambilnya dan langsung berkata kepada Deril, “Kau mau apa?” Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Deril sudah menampar preman tersebut, dan dengan sekali tamparan, preman itu sudah jatuh.

Sesekali tamparan ini mengingatkan Deril saat ia masih menjadi jenderal dalam perang Asia Tenggara; ia menggunakan tamparannya terhadap musuh, dan musuh langsung berjatuhan. Bahkan bisa sampai tewas.

Preman itu bangkit kembali, wajahnya merah karena marah dan rasa malu. Ia menatap Deril dengan mata menyala. “Kalian belum tahu siapa aku! Aku bukan preman biasa. Komplotanku jauh lebih besar dan berbahaya daripada yang kau kira. Jika kau tidak mau minta maaf sekarang, aku akan membawa orang-orangku untuk menghancurkan kalian!” suaranya menggema, mengancam dengan nada yang penuh kebencian.

Deril tetap tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. “Saya tidak akan meminta maaf kepada orang yang merampas hasil kerja keras kami,” jawabnya tegas, tidak menunjukkan rasa gentar sedikit pun.

Dengan kepercayaan diri yang penuh, ia melangkah maju, memandang preman itu lurus-lurus. “Jika kau merasa berkuasa, silakan coba,” ujarnya, menantang.

Tanpa memberi waktu untuk berpikir, Deril memanfaatkan momen itu.

Dalam satu gerakan cepat, ia langsung menghampiri preman tersebut dan, dengan teknik yang terlatih, mematahkan kakinya.

Jeritan kesakitan menggema di kios, dan semua orang di sekitarnya terkejut melihat aksi yang begitu berani.

Preman itu terjatuh, tidak bisa berbuat banyak, sementara orang-orang di sekitar mulai berbisik, mengagumi keberanian Deril.

Lina merasa campur aduk antara khawatir dan bangga, menyadari bahwa suaminya bukan hanya seorang petani, tetapi juga seorang pejuang yang berani melindungi mereka dari ancaman.

Suasana semakin tegang, tetapi Deril tidak menunjukkan tanda-tanda mundur; ia tahu bahwa langkah ini adalah untuk melindungi mereka dan usaha yang telah mereka bangun bersama.

Related chapters

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 3 : Menyamar

    Gilbert melangkah maju, aura menakutkan mengelilinginya, sementara Deril tetap berdiri tenang, matanya penuh ketegasan.“Siapa yang berani melukai anak buahku?” Gilbert mengoceh, suaranya menggema di antara kerumunan yang menahan napas.“Aku akan mematahkan kaki dan tangan orang yang berani mencelakai preman ini!” ia menunjuk ke arah preman yang terluka, yang terus mengadu dengan penuh rasa sakit.“Dia harus meminta maaf dan mematahkan kakinya sendiri!” teriak preman itu. Harapannya tertuju pada Gilbert, tetapi Deril hanya menatap dengan sabar, tidak terpengaruh oleh ancaman itu.Deril mendengarkan, tetap tenang meskipun situasi semakin memanas. Ia tahu bahwa di hadapannya adalah seseorang yang berbahaya, tetapi ia tidak akan mundur.Saat Gilbert memandangnya, ada sesuatu dalam tatapan Deril yang membuatnya ragu. “Kau pikir aku takut padamu?” ujar Deril dengan suara rendah, berusaha menegaskan keberaniannya.Namun, Gilbert masih melanjutkan ancamannya, terjebak dalam egonya dan tidak

    Last Updated : 2024-12-01
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 4: Cita-cita Tersembunyi

    Hari ini, Deril menjalani rutinitas harian yang penuh semangat. Selain berdagang hasil kebunnya, ia dan Lina, bersama keluarga Lina serta penduduk desa Kaba, berkumpul untuk berkebun.“Ayo, kita tanam yang terbaik hari ini!” seru Deril, memotivasi semua orang. Mereka menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, mulai dari tomat, cabai, hingga mangga dan jeruk.Suasana di ladang dipenuhi tawa dan obrolan hangat, menciptakan rasa kebersamaan yang erat di antara mereka.Setiap orang memiliki peran masing-masing. Lina dan ibu Sari mengawasi proses penanaman, sementara Deril dan beberapa pria desa bekerja keras menggali tanah, menyiapkan bedeng untuk tanaman baru.Deril, yang memiliki bakat dalam strategi dan ilmu pengetahuan, mulai menggunakan keterampilannya untuk membantu komunitas desa.“Jika kita bisa mengatur waktu penyiraman dan pemupukan dengan lebih baik, hasil panen kita akan meningkat,” ujarnya, menarik perhatian penduduk desa.Ia memperhatikan bahwa beberapa masalah yang dih

    Last Updated : 2024-12-02
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 5: Konflik Keluarga

    Deril dan istrinya, Lina, pulang ke rumah setelah memetik hasil panen yang melimpah. Keceriaan mereka tergambar jelas saat membuka pintu, namun suasana di dalam rumah ternyata berbeda. Seluruh keluarga menunggu dengan ekspresi tegang, termasuk ibu mertua, Sintya, dan Lapenris, kakak ipar Deril. Yang mengejutkan, ayah mertua juga hadir, baru saja pulang dari kota. “Selamat datang, kalian berdua!” sapa Lina dengan senyum, berharap bisa berbagi kebahagiaan. Namun, senyum itu segera memudar ketika ibu mertua berbicara, “Deril, kita perlu bicara serius.” Keluarga berkumpul, dan Lapenris langsung menuduh, “Kau pasti melakukan sesuatu yang curang! Tidak mungkin panen secepat itu.” Sintya menambahkan, “Iya, semua warga sudah membicarakanmu. Mereka tidak percaya pada hasil panenmu.” Deril mencoba menjelaskan, “Tidak, aku hanya merawat tanaman dengan baik. Ini semua kerja keras kami.” Ibu mertua memotong, “Lina, kau harus berpikir ulang. Mungkin lebih baik jika kau menceraikan Deril.” L

    Last Updated : 2024-12-02
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   bab 6 : Teman Baru

    Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat. Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar. "Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik." "Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik. "Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias. "Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran. "Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurunya. "

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 7 : Undangan Pameran

    Setelah berbincang dengan Nathan, Deril memutuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menelpon Angel.Suasana sore yang tenang mengelilinginya, memberikan ketenangan saat ia menyiapkan rencana.“Halo, Angel,” sapa Deril saat telepon tersambung.“Halo, Deril!” tanya Angel. “Aku ingin memastikan kita tidak lupa mengundang Vasco. Dia sangat berbakat dan bisa menambah variasi di pameran,” jelas Deril.“Benar! Vasco pasti akan menjadi tambahan yang hebat. Aku akan menghubunginya segera,” jawab Angel, antusias.“Bagus! Pastikan dia tahu bahwa kami ingin karyanya dipamerkan. Seninya pasti menarik perhatian banyak orang,” kata Deril, bersemangat.“Tidak masalah! Aku juga akan mengingatkan semua warga desa yang ingin berpartisipasi untuk mengirimkan karya mereka. Kita bisa membuat pengumuman di tempat umum,” Angel merencanakan.“Ya, itu ide yang cemerlang. Kita harus mempromosikan ini sebaik mungkin agar semua orang tahu,” Deril setuju.Angel melanjutkan, “

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 8 : Acara Pameran

    Acara pameran seni akhirnya tiba, dan Deril pergi bersama Lina menuju aula tempat acara berlangsung. Saat mereka tiba, suasana di dalam aula begitu hidup, dipenuhi oleh warga desa yang antusias. Deril dan Lina melangkah masuk, terpesona oleh berbagai karya seni yang dipamerkan. “Wow, lihat betapa ramai acara ini!” seru Lina, matanya berbinar melihat banyak orang berkumpul. “Iya, ini luar biasa! Aku tidak sabar untuk melihat semua karya yang ada di sini,” jawab Deril, sambil memegang tangan Lina agar tetap dekat. Mereka melangkah lebih dalam ke aula, dan Deril melihat Nathan berdiri di dekat salah satu stan, tampak sedikit gugup. Begitu Nathan melihat mereka, ia segera menghampiri Deril dan mengulurkan tangan. “Deril! Senang sekali bertemu di sini!” katanya dengan senyuman lebar. “Senang bertemu denganmu juga, Nathan! Karya keramikmu sudah siap dipamerkan, kan?” tanya Deril, menatap penuh minat. “Ya, aku harap semuanya berjalan baik. Aku sangat berharap para pengunjung menyukain

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 9 Konflik Acara Pameran

    Lina menatap keluarganya dengan senyum lebar. “Ayo, kita lihat lebih banyak karya seni! Aku ingin menunjukkan beberapa hal padamu semua.” Deril mengikuti di belakang, merasa senang melihat Lina berbagi kegembiraannya dengan keluarganya. Meskipun ada ketegangan di antara beberapa anggota keluarganya, suasana pameran tetap ceria dan penuh energi. Tidak lama setelah itu, Deril mulai menjelaskan kepada Lina dan keluarganya yang mengikuti di belakang mereka tentang berbagai benda yang dipamerkan. Mereka berhenti di depan sebuah lukisan yang menggambarkan pemandangan alam yang indah. “Lihatlah lukisan ini, teknik cat minyaknya sangat halus. Perpaduan warna biru dan hijau menciptakan kedalaman yang luar biasa,” jelas Deril dengan antusias. “Wow, itu luar biasa! Aku tidak menyadari betapa rumitnya itu,” balas Lina, terpesona. Ia memperhatikan bagaimana Deril mengamati setiap detail. Namun, Ibu Sari tiba-tiba menyela, “Deril, kamu jangan membual. Dari mana kamu bisa tahu semua ini? Sepert

    Last Updated : 2024-12-03
  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 10 : Kehadiran Angel

    Tak lama setelah itu, Angel tiba memasuki aula dengan pengawalnya. Aura kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang. Lina dan keluarganya tertegun melihat penampilannya. Angel terlihat begitu cantik dengan sepatu hak tinggi yang menambah kesan elegannya, serta rambut lurusnya yang diikat rapi. “Lihat, itu Angel!” bisik Lina kepada Deril, matanya berbinar penuh kekaguman. Deril menatap Angel dengan senyum. “Dia memang selalu memukau. Aku tidak heran semua orang terpesona.” Sementara itu, Ibu Sari mengamati Angel dengan rasa takjub. “Dia terlihat sangat berkelas. Pasti banyak yang mengaguminya di sini,” ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Ya, dia pasti menjadi pusat perhatian,” balas Sintya, mengangguk setuju. “Kita harus menyapa dan memperkenalkan diri.” Angel melangkah dengan percaya diri, menyapa beberapa pengunjung yang mendekatinya. Saat melewati Deril, ia menatapnya dan memberi hormat sedikit. Beberapa orang di sekitar terdiam, mengamati momen itu denga

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 10 : Kehadiran Angel

    Tak lama setelah itu, Angel tiba memasuki aula dengan pengawalnya. Aura kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang. Lina dan keluarganya tertegun melihat penampilannya. Angel terlihat begitu cantik dengan sepatu hak tinggi yang menambah kesan elegannya, serta rambut lurusnya yang diikat rapi. “Lihat, itu Angel!” bisik Lina kepada Deril, matanya berbinar penuh kekaguman. Deril menatap Angel dengan senyum. “Dia memang selalu memukau. Aku tidak heran semua orang terpesona.” Sementara itu, Ibu Sari mengamati Angel dengan rasa takjub. “Dia terlihat sangat berkelas. Pasti banyak yang mengaguminya di sini,” ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Ya, dia pasti menjadi pusat perhatian,” balas Sintya, mengangguk setuju. “Kita harus menyapa dan memperkenalkan diri.” Angel melangkah dengan percaya diri, menyapa beberapa pengunjung yang mendekatinya. Saat melewati Deril, ia menatapnya dan memberi hormat sedikit. Beberapa orang di sekitar terdiam, mengamati momen itu denga

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 9 Konflik Acara Pameran

    Lina menatap keluarganya dengan senyum lebar. “Ayo, kita lihat lebih banyak karya seni! Aku ingin menunjukkan beberapa hal padamu semua.” Deril mengikuti di belakang, merasa senang melihat Lina berbagi kegembiraannya dengan keluarganya. Meskipun ada ketegangan di antara beberapa anggota keluarganya, suasana pameran tetap ceria dan penuh energi. Tidak lama setelah itu, Deril mulai menjelaskan kepada Lina dan keluarganya yang mengikuti di belakang mereka tentang berbagai benda yang dipamerkan. Mereka berhenti di depan sebuah lukisan yang menggambarkan pemandangan alam yang indah. “Lihatlah lukisan ini, teknik cat minyaknya sangat halus. Perpaduan warna biru dan hijau menciptakan kedalaman yang luar biasa,” jelas Deril dengan antusias. “Wow, itu luar biasa! Aku tidak menyadari betapa rumitnya itu,” balas Lina, terpesona. Ia memperhatikan bagaimana Deril mengamati setiap detail. Namun, Ibu Sari tiba-tiba menyela, “Deril, kamu jangan membual. Dari mana kamu bisa tahu semua ini? Sepert

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 8 : Acara Pameran

    Acara pameran seni akhirnya tiba, dan Deril pergi bersama Lina menuju aula tempat acara berlangsung. Saat mereka tiba, suasana di dalam aula begitu hidup, dipenuhi oleh warga desa yang antusias. Deril dan Lina melangkah masuk, terpesona oleh berbagai karya seni yang dipamerkan. “Wow, lihat betapa ramai acara ini!” seru Lina, matanya berbinar melihat banyak orang berkumpul. “Iya, ini luar biasa! Aku tidak sabar untuk melihat semua karya yang ada di sini,” jawab Deril, sambil memegang tangan Lina agar tetap dekat. Mereka melangkah lebih dalam ke aula, dan Deril melihat Nathan berdiri di dekat salah satu stan, tampak sedikit gugup. Begitu Nathan melihat mereka, ia segera menghampiri Deril dan mengulurkan tangan. “Deril! Senang sekali bertemu di sini!” katanya dengan senyuman lebar. “Senang bertemu denganmu juga, Nathan! Karya keramikmu sudah siap dipamerkan, kan?” tanya Deril, menatap penuh minat. “Ya, aku harap semuanya berjalan baik. Aku sangat berharap para pengunjung menyukain

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 7 : Undangan Pameran

    Setelah berbincang dengan Nathan, Deril memutuskan untuk pulang. Di sepanjang jalan, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menelpon Angel.Suasana sore yang tenang mengelilinginya, memberikan ketenangan saat ia menyiapkan rencana.“Halo, Angel,” sapa Deril saat telepon tersambung.“Halo, Deril!” tanya Angel. “Aku ingin memastikan kita tidak lupa mengundang Vasco. Dia sangat berbakat dan bisa menambah variasi di pameran,” jelas Deril.“Benar! Vasco pasti akan menjadi tambahan yang hebat. Aku akan menghubunginya segera,” jawab Angel, antusias.“Bagus! Pastikan dia tahu bahwa kami ingin karyanya dipamerkan. Seninya pasti menarik perhatian banyak orang,” kata Deril, bersemangat.“Tidak masalah! Aku juga akan mengingatkan semua warga desa yang ingin berpartisipasi untuk mengirimkan karya mereka. Kita bisa membuat pengumuman di tempat umum,” Angel merencanakan.“Ya, itu ide yang cemerlang. Kita harus mempromosikan ini sebaik mungkin agar semua orang tahu,” Deril setuju.Angel melanjutkan, “

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   bab 6 : Teman Baru

    Karena keributan yang terjadi di rumahnya, Deril akhirnya berjalan santai di sekitar kebun, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Saat melintasi sebuah area terbuka, ia melihat seorang pria muda duduk di atas rumput, asyik membuat keramik guci dari tanah liat. Tertarik oleh karya seni yang sedang dikerjakan, Deril menghampiri dan menyapa, "Hai, karya yang bagus! Apa yang sedang kau buat?" Pria muda itu menoleh dengan senyuman lebar. "Terima kasih! Aku sedang membuat guci sebagai hiasan. Aku suka mengekspresikan diri melalui keramik." "Mengagumkan! Sudah berapa lama kamu melakukannya?" tanya Deril, semakin tertarik. "Sudah setahun lebih. Awalnya aku belajar dari seorang guru, dan sekarang aku mencoba berbagai teknik sendiri. Ini sangat menyenangkan!" jawabnya antusias. "Aku bisa melihat itu. Siapa nama gurumu?" tanya Deril, penasaran. "Namanya Vasco. Dia sangat berbakat dan selalu memberi banyak inspirasi," jawab pria itu, matanya berbinar saat menyebut nama gurunya. "

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 5: Konflik Keluarga

    Deril dan istrinya, Lina, pulang ke rumah setelah memetik hasil panen yang melimpah. Keceriaan mereka tergambar jelas saat membuka pintu, namun suasana di dalam rumah ternyata berbeda. Seluruh keluarga menunggu dengan ekspresi tegang, termasuk ibu mertua, Sintya, dan Lapenris, kakak ipar Deril. Yang mengejutkan, ayah mertua juga hadir, baru saja pulang dari kota. “Selamat datang, kalian berdua!” sapa Lina dengan senyum, berharap bisa berbagi kebahagiaan. Namun, senyum itu segera memudar ketika ibu mertua berbicara, “Deril, kita perlu bicara serius.” Keluarga berkumpul, dan Lapenris langsung menuduh, “Kau pasti melakukan sesuatu yang curang! Tidak mungkin panen secepat itu.” Sintya menambahkan, “Iya, semua warga sudah membicarakanmu. Mereka tidak percaya pada hasil panenmu.” Deril mencoba menjelaskan, “Tidak, aku hanya merawat tanaman dengan baik. Ini semua kerja keras kami.” Ibu mertua memotong, “Lina, kau harus berpikir ulang. Mungkin lebih baik jika kau menceraikan Deril.” L

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 4: Cita-cita Tersembunyi

    Hari ini, Deril menjalani rutinitas harian yang penuh semangat. Selain berdagang hasil kebunnya, ia dan Lina, bersama keluarga Lina serta penduduk desa Kaba, berkumpul untuk berkebun.“Ayo, kita tanam yang terbaik hari ini!” seru Deril, memotivasi semua orang. Mereka menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, mulai dari tomat, cabai, hingga mangga dan jeruk.Suasana di ladang dipenuhi tawa dan obrolan hangat, menciptakan rasa kebersamaan yang erat di antara mereka.Setiap orang memiliki peran masing-masing. Lina dan ibu Sari mengawasi proses penanaman, sementara Deril dan beberapa pria desa bekerja keras menggali tanah, menyiapkan bedeng untuk tanaman baru.Deril, yang memiliki bakat dalam strategi dan ilmu pengetahuan, mulai menggunakan keterampilannya untuk membantu komunitas desa.“Jika kita bisa mengatur waktu penyiraman dan pemupukan dengan lebih baik, hasil panen kita akan meningkat,” ujarnya, menarik perhatian penduduk desa.Ia memperhatikan bahwa beberapa masalah yang dih

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 3 : Menyamar

    Gilbert melangkah maju, aura menakutkan mengelilinginya, sementara Deril tetap berdiri tenang, matanya penuh ketegasan.“Siapa yang berani melukai anak buahku?” Gilbert mengoceh, suaranya menggema di antara kerumunan yang menahan napas.“Aku akan mematahkan kaki dan tangan orang yang berani mencelakai preman ini!” ia menunjuk ke arah preman yang terluka, yang terus mengadu dengan penuh rasa sakit.“Dia harus meminta maaf dan mematahkan kakinya sendiri!” teriak preman itu. Harapannya tertuju pada Gilbert, tetapi Deril hanya menatap dengan sabar, tidak terpengaruh oleh ancaman itu.Deril mendengarkan, tetap tenang meskipun situasi semakin memanas. Ia tahu bahwa di hadapannya adalah seseorang yang berbahaya, tetapi ia tidak akan mundur.Saat Gilbert memandangnya, ada sesuatu dalam tatapan Deril yang membuatnya ragu. “Kau pikir aku takut padamu?” ujar Deril dengan suara rendah, berusaha menegaskan keberaniannya.Namun, Gilbert masih melanjutkan ancamannya, terjebak dalam egonya dan tidak

  • Bayangan Deril: Penguasa Dunia yang Terlihat Miskin   Bab 2 : Kenangan Perang

    Deril membantu perkebunan keluarga Lina dengan penuh semangat, bukan hanya sebagai teman, tetapi juga sebagai suami yang setia.Setiap pagi, ia datang dengan alat pertanian di tangan, siap untuk bekerja di ladang yang mereka kelola bersama. “Aku siap, Lina! Hari ini kita akan menanam lebih banyak benih,” serunya antusias.Bersama Lina, ia mencangkul tanah, menanam benih, dan merawat tanaman dengan penuh kasih. “Lihat, sayang, tanaman ini sudah mulai tumbuh!” kata Lina sambil tersenyum.Melihat tanaman sayuran dan buah-buahan tumbuh subur, Deril merasa harapan dan kebahagiaan mulai menghampiri mereka. Namun, di dalam hatinya, ia juga menyimpan kekhawatiran.“Apakah ini cukup untuk bertahan?” pikirnya. “Selama kita bersama, kita bisa menghadapi apa pun,” ucap Lina, seolah menangkap gelisahnya.Dengan tangan yang penuh keringat dan hati yang penuh cinta, Deril bertekad menjaga impian mereka tetap hidup, karena tidak ada yang lebih berharga baginya selain kebahagiaan Lina.Namun, tantanga

DMCA.com Protection Status