UNPLACED

UNPLACED

By:  SURIYANA  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
4 ratings
15Chapters
2.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pekerjaan Vika sebagai perias jenazah memang bikin banyak yang bergidik ngeri. Tapi ternyata bukan itu saja, kengerian itu juga muncul sewaktu orang-orang memandang wajah dan penampilannya. Bukannya lebay, tapi itu yang dilakukan Bhari, pacar online-nya yang cepat-cepat kabur sewaktu mereka kopi darat untuk pertama kalinya.Vika menyalahkan tampangnya yang buruk rupa menjadi penyebab kegagalannya, baik dalam percintaan, pekerjaan, bahkan penerimaan masyarakat. Mau bagaimana lagi, istilah keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking itu sungguh benar adanya.Di tengah rasa marahnya kepada dunia, sahabatnya Arman malah menyarankan Vika untuk ikut Puteri Nusantara, beauty pageant bergengsi di kota mereka. Gila? Cewek berbadan gendut dan wajah jelek sepertinya ikut ajang yang jelas-jelas memperlombakan kecantikan wanita? Sebagai cewek buruk rupa yang tidak mendapatkan tempat di masyarakat, akankah Vika diterima dengan tulus; tanpa syarat dan ketentuan apapun?

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
nura0484
busyet perias jenazah?
2022-10-09 12:39:39
0
user avatar
Sara
Cerita yang sangat menarik, pekerjaan yang jarang dan mungkin tidak disukai orang, Suka banget ceritanya ... Jangan lama-lama up nya... ......
2022-01-08 15:02:54
0
user avatar
Annabella Shizu
Kirain cerita horor, ternyata bukan ... Semangat ya Vika, kamu berhak bahagia...
2021-08-05 17:32:21
1
user avatar
Veedrya
Kaget!! ceritanya tentang perias jenazah ... tapi bagusss
2021-08-05 15:12:24
1
15 Chapters

Good Day, Nobody

“Ibu, hari ini saya datang mau bikin Ibu cantik untuk yang terakhir kalinya. Mohon diizinkan,” kata seorang gadis gendut seraya mengenakan sarung tangan. Setelahnya, dia mengambil alas bedak dari meja beroda yang terletak di sampingnya.Gadis yang bernama Vika itu meneliti wajah yang rebah di hadapannya. Alas bedak sudah tergenggam di tangan. Jeda sejenak tatkala dia mengumpulkan konsentrasi dengan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dari mulut. Kemudian, dia membuka alat rias tersebut dan menepuk pulasan pertama ke dahi jenazah yang ada di depannya. Begitu terus dia lakukan selembut mungkin sampai merata keseluruhan. Wajah yang pucat pasi itu, Vika permanis dengan semburat warna merah muda pada bagian pipi. Tidak lupa pula, dia menghiasi mata yang tertutup dengan pemulas berwarna senada. Vika mempertegas alis dan sebagai sentuhan terakhir, dia mengoleskan lipstik.Vika mundur selangkah untuk memeriksa riasan yang dia aplikasikan. Tentu saja dia
Read more

Unplaced

Udara Jakarta sore itu sedang bagus-bagusnya. Sebentar tadi sempat hujan sehingga udaranya sejuk mengusir terik tadi siang. Vika mendongakkan kepala ke atas. Masih ada percikan biru di langit sana dengan awan yang berarak. Indah. Ini seperti semesta mendukungnya. Gadis itu mengalihkan fokus kepada gedung di depannya, Djakarta Theater, tempat janji temu dengan pengirim pesan yang membuat suasana hatinya hari ini jadi sangat baik. Ralat, bukan hanya hari ini saja, tapi sudah enam bulan terakhir.Sekonyong-konyong, matanya menangkap seorang wanita bersanggul dan berkebaya sedang berdiri di ujung tangga. Perawakan ibu itu seperti familiar di benak Vika. Akan tetapi, dia tidak sanggup mengidentifikasi. Sang Ibu hendak turun namun langkahnya tertahan seperti ragu-ragu. Menduga ibu tersebut membutuhkan bantuan, Vika langsung menyongsongnya.“Saya bantu, Bu,” katanya dengan tangan terulur.Ibu berkonde menyambut niat baiknya. Sentuhan telapak tangan Sang Ibu
Read more

Where Reasons End

Kondisi rumah kosnya sepi ketika Vika pulang malam itu. Satu rumah petak di lantai bawah sedang kosong, sehingga sumber penerangan di sana berasal dari teras Teh Euis. Di lantai atas, dari lima kamar yang tersedia, hanya empat kamar yang ada penyewanya. Dari empat kamar itu, dua kamar saja yang sedang ditempati karena dua penghuni lain sedang pulang kampung.Langkahnya gontai dan terseret. Untungnya, lorong lantai atas tidak diterangi cahaya lampu sudah berbulan-bulan ini, sehingga kesedihannya tersembunyi dalam gelap. Saat membuka pintu, Vika disambut bau apek yang menguar tajam karena tidak ada ventilasi memadai di kamar itu. Baju-baju berantakan di sana-sini karena tidak segera dia bereskan sebelum pergi tadi. Dia ingin segera berbaring tetapi kasurnya masih dalam posisi berdiri.Tidak sengaja dia menampak dirinya sendiri pada cermin di lemari baju. Bajunya basah dan kotor berlumpur. Maskaranya sudah luntur oleh tangis. Salah satu bulu mata palsu sudah terlepas dan
Read more

Fault Line

Bukti kekacauan tadi malam berserakan di sana-sini. Tempat tidurnya belum diturunkan dan ada gaun merah terhampar di lantainya. Teriris hatinya, Vika melempar baju itu ke tempat sampah. “Vikaaa!” Terlonjak Vika sewaktu panggilan itu mendarat di gendang telinganya. Dia membalikkan badan. Di sana, berdiri satu sosok berperawakan kutilang darat alias kurus tinggi langsing dada rata. Bagian terakhir tak bisa disangkal karena jenis kelamin orang itu adalah laki-laki. “Hei, wanita,” lalu berhenti sejenak karena matanya melayang ke seluruh penjuru kamar Vika yang berantakan. “Wanita musuhnya Marie Kondo.” Terbit cengiran samar di wajah Vika. Mau tidak mau. Pasalnya, dia tahu betul Marie Kondo adalah pakar kerapian asal Jepang yang pasti akan pusing kepala menyaksikan kamarnya yang jauh dari kata terorganisir. “Arman? Jauh-jauh ke sini?” “Mirah Delima.” Vika mengerutkan jidat. Berpikir keras-keras kenapa merek kosmetik itu yang jadi ja
Read more

What If?

“Hei, wanita,” jeda sejenak sebelum kata-kata itu dilanjutkan dengan, “Where’s Waldo!” yang mengacu kepada baju yang Vika kenakan saat itu. Kaos berlengan buntung dengan motif garis-garis merah dan celana tidur berwarna biru langit. Siapa lagi pencetus kalimat itu kalau bukan Arman, sahabatnya yang sama-sama berprofesi sebagai makeup artist. “Jadi sering ke sini, Man?” “Nggak boleh?” Laki-laki itu melepaskan sepatu dan masuk ke kamarnya. Dengan santai, Arman duduk di satu-satunya kursi yang ada di kosan Vika dan membongkar-bongkar apa saja yang ada di meja. Pagi itu, Vika baru selesai mandi dan mengeringkan rambut hitam sebahunya dengan handuk. “Kemarin lusa katanya mau pinjam tas. Sekarang?” Arman menarik satu fail dari mejanya. Dokumen bersampul cokelat. “Ginkgo Biloba,” ujar sahabatnya itu sembari berdeham. “Gue nggak lupa. Emang sengaja. Nggak mau datang.” “Lo tuh ya kadang-kadang.” Arman membaca lembaran-lembaran
Read more

Road to the Pageant

“Lo denger, nggak?”Vika meletakkan beauty blender yang sedang dia pakai. “Jangan mengada-ada, Man. Mending lo bantuin gue biar cepat kelar.”“Ngapain?”“Makeup-in lah.” Dagunya ditoleh sebagai gestur untuk menunjukkan siapa yang harus dirias oleh Arman.Laki-laki itu mengikuti arah yang dimaksud oleh Vika. Seketika itu, bahu laki-laki itu bergidik. Cewek gendut itu memintanya merias jenazah. “Hei, wanita. Itu orang meninggal,” tolaknya.“Ya, terus kenapa?” tanya Vika. Keduanya memang sedang bersama-sama di ruang jenazah. Ada dua pelanggan yang harus dirias Vika saat itu. Keduanya adalah kakak-beradik kembar yang meninggal karena kecelakaan. Satu bagian hatinya teriris. Apalagi ibu mereka yang tadi sempat mampir menemui Vika, namun akhirnya pergi sambil terisak-isak.“Creepy,” kata Arman. “Gue nggak pernah paham kenapa lo kerj
Read more

The Greatest Talentless Friend

“Pst… pst,” panggil Vika ke laki-laki yang mengenakan kemeja berwarna pink dengan celana pendek jeans serta sweater putih yang terikat di bahu. Susah sekali membuat laki-laki yang sedang berbincang-bincang dengan orang lain itu berbalik. Tak ayal, dia mendekatinya sembari memeluk bahunya sendiri.“Arman,” ujarnya di telinga sahabatnya itu.Laki-laki itu berbalik. “Hei, wanita! Jangan nunduk-nunduk gitu,” hardik Arman.Vika menutupi tubuh dengan tangannya. Dia sungkan mempertontonkan tubuhnya yang terbungkus unitard. Tanpa rok tutu. Bukan apa-apa, tidak ada rok yang tersedia dengan ukuran tubuhnya.“You can relax, girl. Kami nggak tertarik,” santai saja pria satunya yang tadi mengobrol dengan Arman berujar. Pria itu diperkenalkan kepadanya sebagai sang pelatih balet.Tidak perlu dipertegas. Dia sudah tahu bahwa tidak akan ada laki-laki yang menyukai perempuan bertubuh penuh lem
Read more

Talent Show & Interview

Jadwal pertunjukan bakat dan wawancara untuk audisi terakhir Pemilihan Puteri Nusantara sejatinya dimulai pukul sebelas pagi. Namun, Vika sudah berdiri di salah satu ruang studio padahal jarum jam belum berpindah dari angka sembilan. Dia belajar dari pengalaman sebelumnya di mana ruang studio sangat penuh dan takut tidak kebagian tempat. Soalnya, Vika memerlukan meja rias untuk mengerjakan proyek bakatnya.“Beneran ini teh nggak apa-apa, Vik. Sepi banget, lho.”“Nggak apa-apa, Teh. Kemarin aku udah izin,” jawab Vika sembari menuntun Teh Euis ke tempat duduk. Berhadapan dengan cermin, dia memerhatikan sudut-sudut wajah tetangganya itu dan meneliti bagian mana yang perlu dia tambahkan busa, lateks, ataupun silikon.“Harus pakai itu, Vik?”Vika meletakkan bungkusan halus serupa tepung berwarna putih. “Kalau perlu aja,” jujur dia menjawab karena memang sudah menyiapkan kerangka kepala untuk model proyek bakatnya
Read more

Seven Years Secret

Rasanya terlambat jika Vika berdoa dia segera menghilang dari ruangan tersebut. Tidak ketika semua orang yang ada di sana tertarik dengan apapun yang dikatakan oleh Divya.“Lho, kenapa?”“Dia ini adik saya.”Mencelos hati Vika mendengarnya. Rahasia yang dia sembunyikan selama ini terkuak juga. Vika memejamkan mata terbawa ke peristiwa yang terjadi pada masa kecilnya dahulu.***“Sudahlah, Ma. Mungkin minatnya bukan ke situ.”“Ini bukan masalah minat atau nggak. Ini tuh wajib, Pa.”“Kenapa wajib?”“Papa tuh buta atau naif?”Ada keheningan sehingga Vika menempelkan telinganya ke daun pintu lebih rapat lagi. Hanya terdengar semacam embusan yang dia tebak adalah helaan napas salah satu dari kedua orangtuanya.“Papa tuh terlalu memanjakan Vika.”Hati Vika berlarian-larian mendapati namanya disebut. Benar dugaannya kalau Papa dan
Read more

Vika's First Makeup

Film pertama Divya sukses besar. Berjudul 15 and Divorced, kakaknya itu menjadi remaja yang terjebak pernikahan dini dan kekerasan domestik. Keikutsertaannya di film itu menjadi topik panas di mana-mana. Berbagai talk show mendiskusikan tema cerita sampai pantas atau tidak kakaknya berperan dalam film itu. Vika memang tidak diperbolehkan menontonnya. Namun, dia tahu kakaknya semakin terkenal. Bahkan, Mama yakin Divya akan diganjar penghargaan dari film itu.Siang itu, keramaian yang sudah lama tidak dilihatnya semenjak Divya menjadi finalis International Model muncul kembali di rumahnya. Vika baru saja pulang dari sekolah dan menangkap wangi kue yang baru dipanggang dari dapur. Benar saja, ada Mama yang sedang memindahkan potongan terakhir bolu gulung ke atas piring.Tanpa pikir panjang, dia mencomot sisa potongan kue yang tidak rapi. Dan, seketika gigitannya terhenti karena terlupa ada Mama di sana. Tapi, Mama tidak berkomentar apa-apa yang membuahka
Read more
DMCA.com Protection Status