The Vestige

The Vestige

Oleh:  Iselfia  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat
14Bab
1.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sinopsis

Alien

Fantasi

Keadaan kota yang diselubungi oleh wilayah-wilayah kumuh menjadi tidak aman, apalagi dengan adanya internet yang membuat berita-berita tak masuk akal mudah merebak. Makhluk aneh muncul, lalu anak-anak hilang di hutan, juga keadaan kota yang mendadak sepi. Apakah entitas yang baru saja datang itu lebih dari sekadar sihir?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Iselfia
Semangat untuk menulis! keren banget ... ......
2021-09-02 17:09:40
1
user avatar
Sil
Kalimatnya selalu bagus. Keren deh pokoknya
2021-07-20 11:06:40
1
user avatar
Cheezyweeze
Fantasy euy semangat kak isel
2021-07-20 10:56:53
1
14 Bab

The Vestige

“Kau ini apa?”“A-apa—““Kau bisa melihatku!”Jemarinya mencengkeram busa sofa, menambah kekoyakan benda tersebut. Ia telah membiasakan mengunci pintu saat malam hari, juga jendela, tempat pertukaran angin itu tak pernah dibukanya barang sedetik. Detik sebelumnya, matanya mencoba menolak cahaya lampu, berusaha untuk terlelap tepat waktu. Pikiran dan suasana senyap membawanya pada nuansa historial, di mana bibirnya lagi-lagi merasa basah. Di kesempatan yang entah ke berapa kali, tubuhnya hanya diam, menerima dengan sangat luluh sentuhan tersebut. “Kau benar-benar sangat enak ....”Matanya terbuka, tubuhnya yang tenteram mendadak kaku. Seseorang di atasnya tak jauh berbeda, kilat netranya yang keruh mendadak menjadi datar, pagutannya juga tak lagi bergerak.“What the fuck are you doing?”Tubuhnya bergetar, “K-kau yang menciumku ....” &ldquo
Baca selengkapnya

Hiding on The Moon

Bulu kuduknya berdiri, refleks ekor matanya melirik ke kiri, ia yakin bahwa seseorang itu tak akan muncul dari sebelah kanannya, karena di sana menjulang sebuah tembok. Purnama, entah kenapa wujud bulan tersebut selalu dikaitkan dengan hal yang tidak-tidak, dengan seuatu yang tak masuk akal, dengan sesuatu yang mendobrak kewarasan.Saat ekor matanya berhasil menangkap semburat hitam, gegas ia berdiri. Memandangi sosok di depannya sesaat, menyalurkan nyala lewat mata. Tidak bisa ... ia terlalu rapuh, ia juga terkalahkan oleh rasa takut.“Kau membunuh mereka.” Ucapannya cukup jelas meski bergetar. “Kenapa kau lakukan ...” Satu bulir air mata lolos dari pucuk mata, mengalir landai, membasahi permukaan lantai.Sesaat, perhatiannya tertuju pada gerakan tetesan tersebut, dalam pandangannya, itu seperti bergerak dengan sangat pesan, sebelum runtuh dan saling terpisah. Baru setelahnya, tatapannya kembali naik dengan sangat perlahan. Membalas bidikan da
Baca selengkapnya

Hilang ...?

“Musim kali ini lebih menyebalkan, Na. Stok baju hangatku sudah habis.”Tangannya menyelusup ke dalam baju, membenarkan posisi bra yang seperti ingin berlarian. “Apakah Madam tidak datang lagi malam ini?”“Aku tidak tahu.” Pikirannya jatuh pada kejadian sore tadi, setumpuk kardus roti lolos dari tangannya. Tentu saja hiasan-hiasan akan koyak, menjadikan roti tersebut sepintas terlihat tidak layak makan. “Tolong di sini sebentar, aku ingin mengambil mantel.”Masuk ke dalam ruangan sempit di bagian belakang toko tersebut, ia menghampiri kotak besar terbuat dari kayu, tempat meletakkan barang-barangnya. Atasan berbahan tebal dengan warna hitam keluar dari sana saat ditarik. Menepuk-nepuk agar benda itu bersih dari debu, lantas dikenakannya dengan mudah. “Sudah.” Saat gadis tersebut keluar dari bilik, tidak ada seseorang pun yang menggantikannya. “Aku baru mengambil minuman!&
Baca selengkapnya

Pengunjung Gila

“Neesa!”Dengan menempelkan mulutnya ke sebuah celah antara papan-papan di depannya, itu akan membuat suaranya lebih kuat dari luar. Tak cukup dengan itu, tangannya juga mulai menggedor. Diulanginya beberapa kali, sampai suara yang cukup kecil menyahut dari lain tempat.“Dia ada di sini ...!” Hanya sekali sahutan, ia segera mengarahkan senter ke sebelah kiri, sedikit berjalan hati-hati karena banyak sekali potongan-potongan ranting. Setelah sampai, didorongnya pelan pintu di depannya dan deritan pun terdengar. Kalimat yang sama lagi, “Dia ada di sini ...!”“Uh ... Nenek? Kau di mana? Gelap sekali ....” Tak lama setelah mengeluh, sakelar lampu dinyalakan. Kemudian tampaklah sosok tua yang berjalan dari arah sebuah kamar, sedangkan seseorang yang ia cari, lelap di bawah lembaran selimut tebal, tepat di depan Televisi. “Tadi malam mati lampu, awalnya dia menolak untuk kuajak ke sini.”
Baca selengkapnya

First Kiss

“Jangan mengingat-ingat kejadian tadi.”“Tidak.” Apakah gadis itu kurang puas dengan jawaban dan lebih memilih penalarannya sendiri? Agaknya memang begitu. Soalnya, pertanyaan yang sama sudah dilayangkan beberapa kali. “Aku muak melihatnya tersenyum seperti itu.”Khanara mencari tahu siapa yang dimaksud, yang didapati adalah manusia-manusia berjas, Khanara mengerutkan alis. “Mereka fokus makan,” gumamnya.“Bukan, tapi si Nenek Sihir!”Seakan menepuk jidat dengan telapak tangan, ia membeliak. Harusnya cukup paham dengan siapa yang dimaksud. Lansia yang dipanggilnya sebagai Madame memang selalu terlihat lebih riang saat tokonya penuh. “Na ...”Khanara menoleh, lantas mengikuti lagi arah pandangan temannya itu. Kali ini sungguh memandangi manusia-manusia berjas. Kebanyakan dari mereka memesan roti keju panas dan coklat panas, meski banyak juga yang memesan teh panas.&n
Baca selengkapnya

Warung Internet

Benar saja, sedotan dan rematan yang belum sempurna di atas dadanya berhenti. Laki-laki itu menjauh sambil terengah, sorot matanya masih turun dalam beberapa saat. “Maafkan aku, Na. Aku sangat ingin ...” katanya, kali ini telah mendongak. Khanara tidak bisa melihat sorot mata yang ditampilkan laki-laki itu, keadaannya memang gelap. “Kakimu terluka?” Pertanyaan mendadaknya dengan nada tinggi.“T-tidak apa-apa.”  Menyeka sesuatu yang nyaris menetes dengan cepat, ia segera berlari, menyelesaikan langkah di dalam gang yang tersisa setengah jalan. Lampu pekarangan padam, perhatiannya langsung terbeliak karena hal itu. Sedikit berlari untuk menuntaskan jarak, kepalan tangannya mengetuk pintu.“Nee!”“Buka saja, Kak. Aku di dalam.”Pintu terbuka lebar, pintu yang hanya terdiri dari satu sisi saja itu menghasilkan bunyi ‘duk’ saat menubruk papan rumah. Terpampanglah suasana rumah yang
Baca selengkapnya

Minuman Beraroma Bunga

“Kau kesiangan, dia habis mengamuk tadi,” bisik Meea. “Kau dari mana?”“Dari rumah. Apa dia juga mempermasalahkan adonan? Aku tidak cukup fokus tadi malam.”“Kakimu sakit, pasti kau kesulitan bekerja. Terima kasih untuk tadi malam, ya. Aku janji akan membawa senter, tidak akan merepotkanmu lagi,” bisik Meea dengan wajah sendu. “Kau sudah sarapan?”Ia mengangguk sambil tersenyum sebagai respons. “Kau sendiri sudah sarapan?”“Seperti biasa, sembunyi-sembunyi.” Mencomot lagi bagian kue yang sudah tidak utuh, dimasukannya ke dalam mulut yang tertutup masker. Mengunyahnya harus pelan-pelan agar tidak ketahuan.“Sebentar lagi bel istirahat untuk pejuang kantor! Bersiaplah!”Sambil tersenyum kecil, ia mengangguk singkat. Toko roti ini bukanlah satu-satunya, namun karena letaknya cukup dekat dengan area penyeberangan dan market kecil, banyak karyawan yang lebih memil
Baca selengkapnya

Senyuman Manis

“Kita saling mengenal sejak kecil. Kau ingat ... kau selalu minta digendong.” Sambil terkekeh, tangannya menghempaskan bebatuan kecil ke semak.“Jujur, aku lupa.” Ia berkata apa adanya, “Yang kuingat, kau selalu ada di dekatku dan Neesa, atau malah jauh sebelum Neesa lahir. Sebelum ...”“Sudahlah, jangan diteruskan.”Sebelum manusia pembawa rahim yang mengandungnya selama sembilan bulan kehilangan nyawa. Saat itu, pastilah gadis sekecil dirinya akan mengalami pergolakan batin luar biasa. Namun ketika Ayahnya bilang bahwa ia akan memiliki teman hidup yang dikirimkan oleh Ibunya—senyuman senang tidak bisa terhindar. Tubuh mungil itu bisa menari dengan asal di rumah sakit, membuat beberapa orang tersenyum. Tersenyum haru lebih tepatnya. “Kau masih memilikiku juga.”Melihat Lim ibarat melihat lautan dari atas palung, begitu luar biasa luas dan tenang, seakan tidak ada siapapun di sana, dan k
Baca selengkapnya

Anak Penyuka Adonan

Berlari ke arah sepeda, matanya malah gatal untuk menengok ke belakang. Lalu-lalang manusia membuat matanya kesulitan mencari objek incaran. Ah, bahkan ia tidak ingat pakaian yang dikenakan orang tadi. Tapi dilihat dari warna dan bentuknya, kalau tidak salah, menggunakan mantel navy—biru ketuaan.  “Dia benar-benar sudah pergi?” gumamnya, selingan senyum tipis pun muncul di bibir. Ah, dia terlalu terburu-buru untuk terpesona. Bisa saja memang laki-laki tadi selalu manis terhadap setiap gadis. “Siapa peduli.” Mencoba tak acuh agar konsentrasinya segera terkumpul, waktu telah terbuang lama, ia tak enak kepada Meea apalagi Madame.  Kring ... kring ... sepasang muda-mudi sampai menoleh, Khanara pun menundukkan tubuh sebagai permintaan maaf. Sayang, Madame sangat pengiritan, ia tidak mau membayar orang untuk membenahi pintu belakang, jadilah engselnya yang rusak dibiarkan begitu saja. Suara ketukan palu melaung pagi buta, tiba-tiba saja pintunya sudah dit
Baca selengkapnya

Wangi Tubuh Khanara

“Anak itu menyebalkan!”Khanara terkekeh. Bagaimana tidak? Rico menyelonong kembali ke dalam dapur hanya untuk meminta sedikit adonan. Ditambah, kerisauannya karena tidak menemukan alat yang bisa membantunya membawa benda tersebut, anak itu juga menolak tas paper, bersikeras untuk dicarikan plastik. Oh ...! Meea menggeram berulang kali, jarinya sudah mengudara dengan gemas, bersiap mencubit. “Hati-hati di jalan! Lain kali aku akan mengenalkanmu dengan Neesa!” Lambaikan tangannya dibalas dengan anggukan semangat, selanjutnya, anak tersebut berlari menyusul rombongan yang sudah antre masuk ke dalam bus. “Apa dia sangat lucu bagimu? Anak paling pintar di dunia ini hanya Neesa!” celetuk Meea sengit. Jika dipikir, memang. Neesa bukan seperti anak kecil pada umumnya. Dia periang, selalu berpikir, tidak pernah mengacak-ngacak benda, tidak bersuara saat makan, tidak terlalu banyak tingkah.&nb
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status