Bulu kuduknya berdiri, refleks ekor matanya melirik ke kiri, ia yakin bahwa seseorang itu tak akan muncul dari sebelah kanannya, karena di sana menjulang sebuah tembok. Purnama, entah kenapa wujud bulan tersebut selalu dikaitkan dengan hal yang tidak-tidak, dengan seuatu yang tak masuk akal, dengan sesuatu yang mendobrak kewarasan.Saat ekor matanya berhasil menangkap semburat hitam, gegas ia berdiri. Memandangi sosok di depannya sesaat, menyalurkan nyala lewat mata. Tidak bisa ... ia terlalu rapuh, ia juga terkalahkan oleh rasa takut.“Kau membunuh mereka.” Ucapannya cukup jelas meski bergetar. “Kenapa kau lakukan ...” Satu bulir air mata lolos dari pucuk mata, mengalir landai, membasahi permukaan lantai.Sesaat, perhatiannya tertuju pada gerakan tetesan tersebut, dalam pandangannya, itu seperti bergerak dengan sangat pesan, sebelum runtuh dan saling terpisah. Baru setelahnya, tatapannya kembali naik dengan sangat perlahan. Membalas bidikan da
Read more