Karena hutang yang menumpuk, Aruna hampir saja ditumbalkan oleh ayah tirinya untuk dijadikan sebagai penebus hutang. Suami ibunya itu bahkan datang ke perusahaan tempat Aruna bekerja untuk berbuat onar. Untung saja, Aruna berhasil kabur dari pria itu. Tetapi keesokan harinya, Aruna dipanggil oleh bos perusahaan tempatnya bekerja. Aruna pikir dirinya akan dipecat karena kerusuhan yang dibuat oleh ayah tirinya itu. Tetapi siapa yang tahu kalau ternyata bos perusahaan tempatnya bekerja itu justru menawarkan pernikahan padanya? Dari seorang yang berprofesi sebagai cleaning service, Aruna berubah menjadi istri konglomerat dalam sekejap mata. Lalu bagaimana kehidupan Aruna kedepannya? Rintangan apa saja yang akan dia hadapi?
View More“Cih, dasar ayam. Beraninya Cuma sama perempuan saja. Sudah gitu pakai keroyokan lagi!” cibir salah seorang pemuda pada Bimo dan antek-anteknya. Aruna dan Amara lantas dengan kompak menatap ea rah pemuda tampan yang baru saja berbicara untuk mereka. “Heh, bocah. Sebaiknya kamu jangan ikut campur. Ini adalah urusan orang dewasa!” seru Bimo dengan galak. Matanya melotot lebar. Tetapi bukannya merasa gentar, pria muda itu justru membalas tatapan Bimo dengan sorot mata menantang. “Apa kamu?” seru pria itu. “Sialan!” Bimo berseru dengan kesal. Ayah tiri Aruna itu lalu melangkah menghampiri pemuda itu. Tangannya terangkat tinggi berniat untuk melayangkan pukulan pada pemuda tak dikenal itu agar menjadi pelajaran bagi orang lain untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Namun, pria itu dengan sigap menangkis tangan Bimo. “Berani-beraninya kamu
“Yah, mulai besok aku nggak bakal punya teman makan siang lagi,” celetuk Amara dikala mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah bekerja. Aruna pun lantas mendengus pelan. “Cih, habisnya kamu sih. Kenapa juga nggak mau langsung ikut aku aja buat resign terus kita buka bisnis bareng.” “Tsk,” Amara mendecakkan lidahnya dengan keras. “Sudahlah tidak usah dipikirkan. Palingan juga rasa mellow ini cuma akan bertahan selama beberapa hari,” tukas Amara untuk mengusir kesenduan yang berputar di antara mereka. “ … “ Aruna tidak menanggapi. Mereka sudah membicarakan soal ini beberapa waktu lalu. Tidak ada gunanya untuk terus ngotot meminta Amara selalu mengikuti jejaknya. Sahabatnya ini jelas memiliki pendapar sendiri. Dia hanya perlu menghormatinya. “Rencama kamu apa setelah ini?” tanya Amara mengalihkan topik pembicaraan. “Em, belajar nyetir deh aku rasa,” jawab Aruna s
"Pernahkah kamu jatuh hati padaku?" Pertanyaan dari Ganindra ini membuat Aruna terpana dalam waktu yang cukup lama. Dia bahkan bernafas sepelan mungkin agar tidak menggangu momen semi panas di antara mereka. "Menurut kamu sendiri, gimana?" Aruna bertanya balik sembari memainkan alisnya. "Menurutku sih, iya. Tapi aku tidak yakin," bisik Ganindra. Aruna tersenyum tipis. "Rasa sukaku tergantung bagaimana kamu memperlakukanku. Aku akan sangat menyukaimu jika kamu bisa memperlakukan dengan manis. Dan percaya atau tidak, aku juga bisa dengan mudah menepis rasa suka itu jika kamu tidak bisa bersikap lembut padaku," pungkas Aruna dengan percaya diri. Ganindra mendengus sanksi. "Tidak mungkin. Rasa yang telah terlanjur hadir di dalam hati itu tidak mungkin bisa dikontrol dengan mudah." "Akan selalu ada pengecualian di dunia ini," ucap Aruna. Ganindra perlahan menarik kembali tubuhnya unt
Haaahhh~ Di balik pintu kamarnya yang tertutup rapat, Ganindra menghela nafas panjang. Dia mendengar apa saja yang dibicarakan oleh Kanina dan juga Aruna di luar sana. Tetapi jika dia ingin menyela kesepakatan yang dibuat oleh kedua wanita itu terkait dengan dirinya, Ganindra tidak mau dihadapkan pada situasi yang lebih rumit daripada ini. Lebih dari siapapun, dia sangat mengenal perangai Kanina yang tidak pernah mau kalah dengan orang lain. Tok tok tok, "Ndra, aku mau ngomong sebentar aja. Kamu bisa keluar, nggak?" suara Kanina terdengar dari balik pintu kamar. Namun, Ganindra meremas jemari tangannya dengan kuat untuk menahan diri agar tidak membuka pintu kamar itu. Dia tidak ingin pertahanannya runtuh karena bertatap muka dengan Kanina. Setelah momen dirinya hampir tenggelam malam itu, Ganindra mulai memikirkan setiap kata-kata yang dilontarkan oleh Aruna. Jika wanita yang tidak sepadan dengan dirinya itu
"I-itu ... " Ganindra tergagap. Dia kembali tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Dan hal ini membuat Aruna yang mendengar keragu-raguan itu bahkan merasa lebih kesal lagi. Dia yang belum masuk ke dalam kamar pun dengan cepat berbalik untuk menatap kedua insan itu. "Iya. Kami baru saja tidur bareng. Kamu kenapa sih, datang-datang pakai ganggu segala!" omel Aruna. Ucapan Aruna membuat Kanina terperangah. Hal yang paling tidak ingin dia dengar pun menusuk gendang telinganya, membuat kepalanya seketika berdengung. "Ndra, k ... kamu ... " Suara Kanina bergetar saat menuntut kebenaran dari Ganindra. Matanya juga mulai berkaca-kaca menunjukkan keluhan. "I-ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan kok," ujar Ganindra berusaha untuk menjelaskan posisinya. Namun, ekspresi sedih di wajah Kanina membuatnya tidak bisa menjelaskan dengan benar. Pada
Sambil berbaring di tempat tidurnya, air mata mengalir melalui sudut mata Kanina. Dia yang paling membenci pemaksaan harus berkali-kali dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak dia inginkan. Dia sudah sangat muak. Bukan hanya karena telah dipisahkan dari kekasih hatinya sendiri, dia juga dipaksa untuk melayani Dimitri dan bertahan pada pernikahan yang tidak diinginkannya itu. "Ganindra~" Kanina membisikkan nama itu entah untuk yang keberapa kalinya pagi ini. Dia juga tidak menyerah untuk mencoba menghubungi pria itu. Akan tetapi yang terus-terusan menjawab teleponnya adalah mesin operator. "Percuma saja kamu menghubungi Ganindra, mungkin dia sendiri sedang menghabiskan waktu bersama istrinya," seloroh Dimitri. Dia tidak terlihat terkesan dengan air mata yang bersimbah di pipi Kanina. Dia lebih sibuk mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Suatu kebiasaan yang dia lakukan setiap kali mereka selesai bercinta.
[Aku sibuk. Hubungi lagi nanti,] Kanina menatap sebaris pesan dari Ganindra dengan bola mata hampir pecah. Selama 28 tahun dia hidup di dunia ini, baru pertama kalinya Ganindra membalasnya seperti ini. "Ini seperti bukan Ganindra. Dia tidak pernah melakukan hal ini padaku," bisik Aruna pada dirinya sendiri. Sejak Ganindra tiba-tiba pergi tanpa pamit di acara pesta ulang tahunnya semalam, Kanina sudah mulai dilanda risau. Dia bahkan tidak bisa tidur nyenyak bahkan setelah mengetahui alasan kembalinya Ganindra ke ibukota. Sepengetahuan Kanina soal Ganindra selama bertahun-tahun, pria itu akan selalu mendahulukan dirinya dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia ini. Bahkan meeting penting sekalipun. "Aku nggak percaya kalau pesan ini ditulis oleh Ganindra. Pasti bukan dia. Tapi kalau bukan dia, siapa lagi? Nggak mungkin si Aruna 'kan?" Kening Kanina berker
"Ngomong-ngomong, hubunganmu dengan Kanina itu seperti apa sih? Kalau kalian memang saling suka, kenapa kalian tidak bersama? Kenapa dia malah menikah dengan orang lain?" tanya Aruna kepo. Dia tidur telentang sambil menerawang menatap langit-langit kamar. Mengingat kalau Kanina sudah memiliki anak yang terlihat cukup besar, itu artinya pernikahan wanita itu dengan pria bernama Dimitri sudah berjalan selama beberapa tahun lamanya. "Jangan berisik!" ujar Ganindra. Akan tetapi, Aruna memilih untuk mengabaikannya. Dia ingin memanfaatkan saat-saat ini untuk mengulik informasi soal mereka berdua. Paling tidak dia harus tahu medan perang yang dihadapi. "Terus kenapa kamu nggak bisa renang? Bukannya anak-anak orang kaya itu dari sejak kecil sudah kursus renang?" tanya Aruna lagi. " ... " Ganindra seperti biasa hanya diam tak menjawab. Dan Aruna pun tidak memaksanya. Siapa yang tahu ada luka dibalik it
"Tuh 'kan. Kita sama-sama sakit jadinya," seloroh Aruna tak berdaya. Setelah memastikan kalau Ganindra juga demam seperti dirinya, pertama-tama Aruna mengambil handuk kecil dari kamarnya, lalu menggunakannya untuk mengompres dahi Ganindra agar tidak terlalu panas. Baru setelah itu, Aruna berjalan menuju dapur untuk membuat bubur yang mudah dicerna bagi mereka berdua. Untungnya di dalam kulkas sudah penuh dengan berbagai macam bahan mentah. Tidak seperti saat pertama kali dia datang. Aruna membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam untuk menyelesaikan masakannya. Walaupun dia sendiri sedang sakit, Aruna masih bisa memaksakan diri untuk mengerjakan semua ini. Dia memindahkan satu mangkok bubur yang lumayan banyak ke atas nampan. Dua gelas berisi air juga tidak lupa dia siapkan beserta obat demamnya. Baru setelah itu, Aruna kembali ke dalam kamar Ganindra. Aruna meletakkan nampannya di atas nakas samping tempat tidur kemudi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments