"Sekarang karena kamu sudah tahu semuanya, tidak bisakah kamu menjauh saja dari mereka?" tanya Belinda masih dengan nada penuh permohonan seperti tadi.
Namun, Aruna menggelengkan kepala dengan tegas. "Aku sudah menandatangani perjanjian dengan Ganindra. Seandainya pun belum, aku tetap menginginkan kekayaan keluarga Hermawan yang disebutkan Pak Gumelar dalam wasiatnya," tukas Aruna."Run~""Bu, aku mengerti kalau mereka pasti sudah membuat ibu trauma. Tapi aku hanya menikah dengan Ganindra, bukan mau menabuh genderang perang sama mereka," ucap Aruna." ... "Belinda langsung terdiam. Putrinya ini memang paling tahu bagaimana cara membungkam dirinya."Dasar keras kepala!" seru Belinda seraya menjentikkan jarinya pada kening Aruna."Hehehe,""Tapi kamu harus ingat baik-baik. Setelah menikah dengan Ganindra, kamu harus bersikap rendah hati. Jangan mencari masalah dengan siapapun," ujar Belinda mengingatkan.Di sebuah club malam bernama Moonlight, suara musik yang memekakkan telinga mengalun tanpa henti memenuhi ruangan itu. Tubuh yang bergoyang kesana-kemari dapat dilihat dimana-mana. Segala postur menggoda juga disuguhkan untuk memikat target."Sialan. Tempat ini sudah tidak eksklusif lagi. Siapa saja sudah bisa masuk ke tempat ini. Bahkan yang tidak berduit pun bisa ditemukan dimana-mana," Seorang pria tampan yang sedang duduk di pojok ruangan menatap bagian tengah ruangan tempat dance floor berada. Tempat yang sedang dipadati oleh manusia itu menguarkan aroma-aroma yang cukup mengganggu hidungnya."Makanya segera resmikan klub malam milikmu sendiri agar kita tidak perlu datang ke tempat ini lagi," tukas temannya."Tsk. Kita masih harus bersabar hingga tiga bulan kedepan!" Di meja ini ada sekitar delapan orang yang duduk melingkar. Empat di antaranya adalah laki-laki, dan empat lainnya adalah perempuan. Pria yang baru saja melo
"Run, kamu disuruh segera ke ruangan Pak Ganindra," beritahu salah seorang rekan kerja kepada Aruna.Aruna yang baru saja membersihkan toilet di lantai pertama itu pun menatap rekan kerjanya yang bernama Heru dengan alis terangkat tinggi. Dia tidak tahu untuk apa lagi Ganindra mencarinya?"Oke. Terima kasih, Her!" ucap Aruna seraya hendak langsung beranjak pergi.Akan tetapi langkahnya tertahan oleh pertanyaan yang diajukan Heru. "Run, kamu ada hubungan apa sih sama Pak Ganindra? Kok kayaknya belakang ini kamu sering banget dipanggil ke ruangannya?" Dengan senyum setipis tisu dibagi lima, Aruna memberikan jawaban standar. "Bukan apa-apa kok.""Masa sih?" timpal Heru tampak sanksi.Aruna menolak menjawab dengan kata-kata. Dia hanya menyunggingkan senyum tipis yang justru membuat orang semakin penasaran meski dia tidak ada maksud untuk itu.Dan sebelum Heru semakin banyak bertanya, Aruna buru-buru meninggalkan pria yang s
"Ngomong-ngomong, Ra. Siapa saja boleh masuk ke sasana tinju yang ada di depan rumah kamu itu, nggak?" tanya Aruna mengalihkan topik pembicaraan dari segala hal tentang Ganindra."Boleh aja sih. Emang kenapa?" "Aku mau belajar tinju. Kira-kira di sana bakal ada yang ngajarin, nggak? Atau di sana tuh cuma tempat orang main-main aja?""Kurang tahu juga. Kenapa kamu tiba-tiba mau belajar tinju?" tanya Amara dengan penasaran. "Biar bisa membela diri, melindungi diri dan memberika kesempatan pada diri untuk melarikan kalau kebetulan dalam kondisi terdesak," jawab Aruna sekenanya.Amara pun menganggukkan kepala mengerti tanpa banyak tanya lagi. Dia masih ingat kondisi hubungan Aruna dengan ayah tirinya yang tidak harmonis. Dan memang perlu bagi sahabatnya ini untuk bisa melindungi diri sendiri."Aku kurang tahu sih apakah ada orang yang akan melatih di sana atau tidak, tapi aku kenal istri yang punya sasana tinju itu. Coba nanti aku
Di dalam sebuah ruangan yang dipenuhi perabotan-perabotan mewah dan mahal, terdengar suara alunan musik klasik yang keluar dari sebuah piringan hitam yang berputar pelan di atas gramophone. Seorang wanita cantik memejamkan matanya dengan ringan untuk menikmati alunan musik yang menenangkan itu. Ini adalah kebiasaan yang sudah dia lakukan sejak masa remaja ketika sedang menikmati teh sore. Semilir angin sejuk sore hari berhembus pelan melalui celah jendela yang memang sengaja dibiarkan terbuka. Aroma halus bunga melati yang sengaja ditanam di bawah jendela menerbangkan semerbak aroma kesukaannya. "Mam, sore!" sapa Kanina dengan nada sembarangan.Tanpa mengucap permisi, dia menghempaskan tubuhnya pada kursi yang ada di samping ibunya."Kalau kamu ke sini, minimal bawa Daniel juga dong. Jangan bawa diri sendiri aja," tegur wanita paruh baya yang menguarkan aura aristokrat kental dari tubuhnya itu."Daniel sibuk les," jawab Kanina dengan na
Setelah pertemuannya dengan Kanina siang tadi, Aruna jadi diliputi rasa penasaran menggebu mengenai keluarga Subiantoro. Tetapi karena keterbatasan dirinya, Aruna tidak bisa langsung mencari tahu secara mendalam. Dia hanya bisa menemukan informasi umum dari laman pencarian dunia itu.Dan melalui apa yang dia temukan, Aruna tahu bahwa pria bernama Bagas Subiantoro itu menikah dengan seorang wanita bernama Elizabeth Rozkov. Dari pernikahan mereka, dia dikaruniai dua anak. Satu anak perempuan yang sudah Aruna ketahui akrab dipanggil Kanina, dan satu anak laki-laki bernama Kelvan Subiantoro. Tidak peduli bagaimana Aruna mengubek kata sandi pencarian, dia tetap tidak menemukan hal lain yang lebih penting. Sama halnya dengan keluarga Widjaja. Tidak banyak mengenai kehidupan orang-orang itu yang tersebar di dunia maya.Akan tetapi, Aruna tidak menyerah. Dia dengan cepat berpindah ke aplikasi media sosial yang hampir semua orang miliki, yakni aplikasi insta.
[Aku sudah memutuskan waktunya. Pernikahan kita akan dilaksanakan hari kamis dua minggu yang akan datang di KUA daerah X pada jam 9 pagi. Kamu jangan sampai lupa!]Aruna menatap lama pada satu pesan dari nomor tak dikenal. Tetapi meskipun begitu, dia tahu nomor siapa gerangan itu. Siapa lagi kalau bukan Ganindra.[Oke,]Aruna memberikan balasan singkat. Sekalipun dia telah bertekad untuk mendapatkan Ganindra, tapi Aruna belum akan menunjukkan obsesinya sekarang. Dia pertama-tama akan membiarkan Ganindra berpikir bahwa kesepakatan di antara mereka akan berjalan lancar. Nanti begitu pria itu lengah, barulah dia akan menebarkan jaring cintanya.Apa yang Aruna pikirkan memang tampak indah. Dia sadar pikirannya terlalu muluk, tapi biarkan saja dia bahagia sebentar karena hal ini."Hari pernikahanku sudah ditentukan," ujar Aruna menunjukkan pada Amara isi pesan yang dikirimkan oleh Ganindra." ... "Untuk beberapa menit lamany
Matahari terbit dan terbenam silih berganti. Hari pernikahan yang dinantikan Aruna kini akhirnya tiba. Meski bukan pernikahan impian, senyum bahagia tidak pernah absen dari bibir Aruna sejak subuh tadi. Untuk pertama kalinya dalam hidup ini, dia berdandan dengan serius. Dia menggunakan kebaya lama berwarna putih milik ibunya yang masih sangat bagus dan melekat pas di tubuh. Untuk bagian bawahnya dia menggunakan kain jarik batik berwarna coklat tua. Kemudian wajahnya ditaburi make up tipis yang sedikit lebih baik dari gaya sehari-hari andalannya. Hanya bibirnya yang disapukan lipstik merah darah untuk menampilkan kesan berani. Adapun rambut hitam sebahunya hanya disanggul sederhana. "Kamu cantik," puji Amara dengan tulus. Dia hampir tidak bisa mengalihkan pandangannya dari penampilan elegan dan ayu sahabatnya itu. "Kamu juga cantik, " balas Aruna pada Amara. Hari ini Amara mengenakan long dress berwarna biru muda yang memang sengaja dibeli khu
"Coba lihat dirimu. Primadona kampus yang dulu selalu dielu-elukan kini terlihat tidak lebih dari seorang gembel. Kalau bukan karena suamiku yang tergila-gila padamu, mungkin kamu bahkan tidak akan pernah bisa setara lagi dengan kita. Kalau sampai teman-teman yang lain melihat, mereka pasti sudah menertawakanmu!" cibir Brenda. Matanya digerakkan naik turun dengan sorot meremehkan. Belakangan ini cerita soal pengalaman hidup ibunya telah menjadi titik sakit bagi Aruna. Dan disebutkan dengan cara menghina seperti ini membuat gigi Aruna bergemeretak dengan keRa. "Dengan kekayaan yang kalian miliki, pasti menyenangkan ya menertawakan orang lain?" tanya Aruna dengan nada sarkastik yang terkesan begitu dingin. Namun, sindiran Aruna itu tidak berpengaruh pada Brenda. Wanita itu justru beralih menatap Aruna dengan sorot mata miring. "Tentu saja menyenangkan," timpal calon ibu mertuanya itu pada Aruna. "Dan terkhusus untuk kamu, seb