Share

2. Perjanjian Pernikahan Kontrak

Perjanjian Pernikahan Kontrak

1. Dilarang mencampuri urusan satu sama lain.

2. Dilarang jatuh cinta.

3. Bercerai setelah satu tahun menikah.

Mata Aruna seketika mengerjap beberapa kali setelah membaca setiap kata yang tertulis di atas kertas HVS itu. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sini. Bukankah seharusnya dia dipecat karena kelakuan ayah tirinya yang berbuat onar kemarin? Tetapi kenapa dia malah ditawarkan pernikahan?

Belum lagi dengan ajaibnya orang yang menawarkan pernikahan padanya adalah orang yang sudah cukup lama Aruna kagumi.

Sayangnya, berapa kali pun Aruna mengajak kepalanya untuk berpikir, dia tetap tidak menemukan jawaban yang paling mungkin. Alhasil dia dengan takut-takut mengangkat kepala untuk menanyakan langsung maksud dari semua ini.

"Maaf, Pak. Tapi apa maksud dari semua ini ya?" tanya Aruna dengan hati-hati.

"Kamu tidak perlu tahu. Dan jangan banyak tanya. Tanda tangani saja surat perjanjian itu!" tukas Ganindra.

" ... "

Nada sengit yang digunakan Ganindra untuk menjawab pertanyaannya membuat Aruna lebih mengerutkan kening curiga. Dia memang sudah mengagumi pria ini dari sejak lama, tapi menyetujui perjanjian pernikahan yang begitu tiba-tiba ini juga tidak benar. Aruna belum segila itu untuk terjebak dalam fatamorgana bernama Ganindra.

Meskipun dia orang miskin dan hanya lulusan SMA, tapi Aruna tidak bodoh. Siapa yang tahu hal merugikan apa yang akan menunggunya jika dia menandatangani perjanjian ini dengan membabi buta.

Aruna lantas mendorong map hitam itu ke tengah meja seraya berkata. "Maaf Pak, saya tidak bisa begitu saja menandatangani perjanjian macam ini."

"Kamu tidak memiliki hak untuk menolak. Kamu hanya bisa memilih menandatangani perjanjian itu atau dipecat. Tentunya kamu belum lupa kalau ayah tirimu sudah berbuat onar di perusahaan saya kemarin, 'kan?" tukas Ganindra.

" ... "

Aruna seketika bungkam. Dia tidak bisa membantah. Ayah tirinya itu memang sumber kesialan bagi Aruna.

Dihadapan pada pilihan otoriter ini, Aruna hanya bisa berjudi. Sambil menggigit bibir bawahnya dengan keras, Aruna menatap lamat-lamat tepat di manik mata Ganindra .

"Bagaimana kalau saya memilih untuk dipecat saja?" tukas Aruna dengan hati-hati. Suaranya terdengar serak seperti tikus kejepit pintu.

Setelah itu jantungnya juga berdegup semakin tidak karuan. Keringat dingin bahkan mulai menjalar di sepanjang garis punggung.

Aruna sebenarnya tidak benar-benar ingin dipecat. Apalagi saat ini mencari pekerjaan itu amatlah susah. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Bagaimana kalau dirinya dijadikan sebagai tumbal proyek jika dia dengan nekat menandatangani perjanjian pernikahan kontrak yang tidak jelas ini.

Bagaimana tidak?

Berdasarkan gosip yang pernah Aruna dengar dari rekan sejawat, Ganindra ini sudah memiliki orang lain yang dia sukai. Kabarnya wanita yang disukai oleh Ganindra itu adalah wanita yang telah memiliki suami. Belum lagi wanita itu juga dikabarkan sangat cantik dan merupakan anak dari seorang pengusaha batu bara. Namanya adalah Kanina Eleanka Subiantoro. Jadi sangat kecil kemungkinannya, Ganindra akan secara sukarela meminang upik abu macam dirinya.

Lalu bagaimana dengan alasan klise seperti keluarga Widjaja sudah sangat menginginkan pewaris secepatnya?

Hal ini bahkan lebih tidak mungkin lagi. Di sekitar Ganindra sendiri pasti banyak sekali wanita cantik dan juga pintar yang siap untuk dipilih. Dia tidak perlu merepotkan diri memilih cleaning service yang tidak memiliki nilai kelebihan seperti dirinya. Lagipula orang kaya mana yang dengan bodohnya mengambil sembarang wanita untuk dijadikan istri?

Jadi kenapa?

Pertanyaan ini hanya bisa menggantung di dalam benak Aruna untuk sementara waktu.

"Apakah kamu yakin ingin dipecat saja? Padahal jika kamu bersedia menikah dengan saya, hidup kamu akan terjamin dan tidak akan pernah merasa kekurangan lagi. Saya bisa memberikan uang sebanyak 50 juta setiap bulan kalau kamu mau,"

Mendengar besaran nominal yang disebutkan oleh Ganindra membuat Aruna sesaat merasa goyah. Kedalaman matanya bergetar penuh dengan keinginan. Biar bagaimanapun, dia sudah lama bosan menjalani hidup susah.

Akan tetapi, Aruna sebisa mungkin menahan diri agar tidak begitu cepat terpengaruh.

"Di luar sana banyak orang mengatakan bahwa saya ini dekil dan tidak akan ada laki-laki yang suka. Jadi tidak bisakah saya mengetahui alasan mengapa Anda ingin menikah dengan saya? Padahal di luar sana banyak sekali wanita cantik dan putih yang bisa Anda pilih," seloroh Aruna merendahkan dirinya.

Sepanjang dia mengucapkan kalimat ini, Aruna menghimpun keberanian untuk terus memperhatikan setiap detail perubahan ekspresi yang muncul di wajah Ganindra .

Dan walaupun menyakitkan hati, tapi Aruna dapat menangkap sorot mata jijik yang berkelebat di kedalaman mata Ganindra saat melihat ke arahnya.

"Bukan suatu hal yang penting. Dan seperti yang sudah saya bilang tadi, kamu tidak perlu tahu!" pungkas Ganindra. Nadanya penuh dengan penekanan di setiap kata.

Melihat sikap tegas Ganindra yang menolak untuk memberitahukan apapun padanya, Aruna kembali menggigit bibir bawahnya dengan keras. Suatu kebiasaan yang dia kembangkan setiap kali tengah berpikir serius.

"Tawaran Anda memang menggiurkan, tapi saya tetap tidak bisa menerimanya jika Anda menolak untuk menjelaskan apapun," ujar Aruna dengan berani. Dia juga sudah cukup muak ditindas oleh orang lain.

"Apakah kamu yakin?"

"Saya yakin!" jawab Aruna dengan mantap sambil menatap dengan tegas mata Ganindra. Dari sana Aruna dapat melihat kilatan pancaran geram yang ditujukan padanya.

"Apakah kamu yakin?" tanya Ganindra sekali lagi.

Sudut bibir Aruna berkedut samar. Ditatap oleh sorot mata tajam Ganindra membuat sekujur tubuhnya bergetar. "Atau bagaimana kalau Anda memberikan saya waktu untuk memikirkannya? Biar bagaimanapun hal ini terkait dengan kehidupan masa depan saya."

" ... "

Hening menyelimuti. Jari telunjuk Ganindra mengetuk-ngetuk di atas lengan kursi. Matanya terus menatap ke arah Aruna dengan sorot menyelidik.

"Baiklah. Saya akan memberikan kamu waktu tiga hari untuk berpikir," ucap Ganindra memilih untuk berkompromi.

"Terima kasih,"

"Kalau begitu, kamu bisa keluar!" usir Ganindra. Dia menggerakkan ujung dagunya menunjuk ke arah pintu.

Namun, Aruna tidak beranjak dari tempat duduknya. Dia menatap Ganindra dengan ragu-ragu. Ada satu lagi pertanyaan yang membuatnya penasaran.

"Ada apa lagi?" tanya Ganindra kemudian.

"Em~" Aruna bersenandung pelan sambil menggigit ujung bibirnya. "T-Tadi saya mendengar dari orang lain kalau Anda mengusir pria itu. Boleh saya tahu apa yang Anda katakan padanya?" tanya Aruna dengan hati-hati.

Senyum miring seketika menghiasi bibir Ganindra yang membuat Aruna memiliki firasat buruk. "Saya mengatakan padanya kalau kamu mungkin saja sudah pulang. Saya akan memberitahunya kalau kamu berangkat bekerja hari ini," ungkap Ganindra.

Aruna pun terlonjak dari tempat duduknya. "Tidak!" serunya. "Anda tidak boleh memberitahunya!"

Ganindra mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Itu tergantung jawaban yang kamu berikan," katanya.

Melihat tatapan tanpa kompromi Ganindra, Aruna seketika menjadi lesu.

"Tapi kamu jangan khawatir. Kamu aman untuk tiga hari ke depan," ucap Ganindra lagi.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status