Semua Bab Menikahi Billionaire Bodoh: Bab 1 - Bab 10

110 Bab

1. Cinta Satu Malam

“Ahh, lepas!!”Dengan sisa tenaga, Kasih mendorong tubuh pria yang terus mencoba untuk memeluknya. Entah apa yang salah, Kasih yang pada malam itu sedang merayakan ulang tahun di sebuah ruang karaoke, mendadak merasakan kantuk luar biasa setelah meminum minuman yang telah dipesan teman-temannya.Tidak lama dari Kasih nyaris tidak berdaya, datanglah tiga pria asing yang mencoba mengambil keuntungan.“Ambil foto yang banyak!” Suara seorang wanita terdengar memerintah salah satu pria suruhannya, sementara Kasih tengah berada di atas pangkuan pria lain.“Sudahlah, Sayang. Kita senang-senang saja malam ini.”Pakaian Kasih sudah berantakan dengan kancing kemeja yang terbuka hingga menampakkan belahan dadanya.“Tidak! Tolong, jangan….” Pria yang memangkunya terus berusaha menyentuh Kasih yang tidak berhenti meronta. Lalu, ketika ada satu kesempatan kabur, Kasih dengan cepat menendang pria yang menahannya, lalu meraih tas selempangnya dan segera pergi meninggalkan ruang karaoke tersebut.“Hey! Jang
Baca selengkapnya

2. Terbangun di Kamar Asing

Dua jam usai kepergian Xavier, perlahan Kasih mulai menggeliat. Ia membuka kedua matanya, dan mendapati cahaya yang masuk menerobos tirai di satu sisi kamar.“Ugh, di mana ini?” Gadis itu mengucek matanya perlahan. Rasa kantuk yang semalam menggelayutinya mulai hilang usai tidur malam yang sangat panjang.Namun, entah kenapa, Kasih justru merasakan tubuhnya begitu kelelahan, seperti ia habis melalui olahraga berat semalam.Ia mengedarkan pandangan, mencoba mengingat-ingat, apa yang terjadi semalam hingga….“Ya ampun!” ia terpekik ketika mendapati tubuhnya sudah polos tak berpakaian. Tidak langsung mempercayai penilaiannya, ia pun lantas bergerak, hendak memeriksa sprei yang ditidurinya.“Ahh!” Ringisan keluar dari bibirnya, mana kala merasakan sakit di bagian pangkal paha.Kesadaran Kasih mulai sepenuhnya kembali. Mendadak, ia mulai ketakutan. Bayang-bayang kejadian tak menyenangkan, di mana ia dikepung tiga pria asing semalam kembali terbayang.“Apa yang….” Kasih membungkam mulutnya sendir
Baca selengkapnya

3. Tuduhan

"Kamu mungkin tidak ingat, karena dalam kondisi mabuk di sini, Kasih!”Seseorang berteriak lagi, menentang keyakinan Kasih yang kukuh bila ia difitnah.“Baru juga lulus SMA, sudah mabuk-mabukan! Bukankah katanya dia siswa berprestasi dan dapat beasiswa? Apa sekolahnya tidak tahu, kalau tenyata siswa kebanggaannya justru mencoreng nama baik sekolah?”Kasih langsung menoleh ke arah orang yang berbicara kalimat barusan. Dengan mata berkaca-kaca, ia masih mencoba membela diri. "Tapi, Bu ... Saya tidak mabuk. Saya bahkan tidak pernah menyentuh alkohol sedikit pun."Tanpa diduga, Bulik kemudian mendengus. “Alah, nggak usah membela diri, Kasih! Lagaknya kayak nggak pernah minum-minum!” Wanita setengah baya itu langsung menatap para tetangga. “Padahal setiap malam dia mabuk-mabukan. Saya sendiri yang sering memergokinya.”"Bulik ...." Kasih menoleh dengan tatapan kaget. Mengapa buliknya malah menambahkan berita bohong tersebut? Kepalanya menggeleng cepat. "Kenapa Bulik bohong!”"Kamu yang bohong!”
Baca selengkapnya

4. Kasih yang Terusir

Seolah diburu-buru, hari itu juga Kasih langsung diminta keluar oleh keluarga buliknya.“Huh, menyusahkan!” keluh Arina yang kini menyeret koper besar berisi pakaian dan barang-barang Kasih. Ia lalu melemparkan koper besar itu ke arah Kasih. "Nih, barang-barangmu. Sekarang, cepat pergi dari sini!" Kasih masih bersedih, terlebih, ia tidak menyangka jika keluarga buliknya nampak kompak untuk mengusirnya. "Jujurlah padaku, Rin. Bukankah kamu sendiri yang menjebakku?" ungkap Kasih dengan pandangan nanar.Arina melipat kedua tangannya di depan dada. "Jangan sembarangan. Aku hanya ikut merayakan ulang tahunmu saja," jawabnya ketus dan tentunya tak mau disalahkan."Kamu jangan berbohong, Arina! Gara-gara kamu–""Diam kamu, Kasih! Dasar anak nggak tahu diri. Masih untung kamu itu nggak mencelakai Arina. Sekarang juga, kamu pergi dari sini sebelum para warga menyeretmu dengan paksa!" bentak Nilam dengan tatapan matanya yang melotot. Wanita itu tidak terima anak kesayangannya dihina keponakan yang
Baca selengkapnya

5. Mencari Kasih

"Rin. Kenapa belum berangkat ...?" Nilam menyusul putrinya karena mendengar suara. Namun, ucapannya terjeda ketika melihat dua orang pria asing yang tak dikenal berdiri di depan rumah. "Eh? Ada tamu? Cari siapa, Mas?" tanya Nilam berubah ramah. Xavier beralih menatap wanita paruh baya di hadapannya. Tatapannya masih saja tajam. "Bu, mereka mencari Kasih," bisik Arina pada sang ibu. Nilam membulatkan kedua matanya lalu menatap kembali pada dua pria asing itu. "Oh. Mencari Kasih? Tapi ... Kasih sudah tidak tinggal di sini ...." jawabnya dengan senyuman ramah. Mencoba menutupi kegelisahannya karena telah berhasil mengusir sang keponakan. Xavier tak merubah ekspresi wajahnya yang dingin. "Di mana dia sekarang?" Nilam gelagapan. Tampak wajah itu mulai memucat. Aura menyeramkan yang terpancar dari pria tampan berjas hitam itu begitu kuat dirasakan. Belum pernah sebelumnya Nilam bertemu dengan seseorang beraura menyeramkan seperti itu. "Ah. Emmm. Apa tidak se-sebaiknya Anda berdua masu
Baca selengkapnya

6. Menjadi Anak Kecil

"Akhirnya Mas sadar juga ...."Setelah satu hari, pria yang ditemukan Kasih di tengah jalan dengan luka parah itu akhirnya siuman juga. Pria itu mengerjapkan mata, lalu meneliti sekeliling kamar, sebelum raut wajahnya berubah sedih. “Mana Kakek Xavi? Kakak siapa?” kata pria itu mencebik seperti bayi.Kasih yang sebenarnya masih trauma berdekatan dengan pria, kini terlihat bingung. Jika ditaksir, pria yang ditolongnya ini seharusnya sudah memasuki usia matang. Namun, kenapa barusan kalimat dan gesturnya justru seperti layaknya anak balita? Dan, kenapa juga pria itu memanggilnya Kakak?!“Namaku Kasih. S-sebentar, ya, aku panggil dokter dulu!” ujar Kasih, lalu berlari memanggil dokter jaga.Selama dokter memeriksa, tatapan pria itu tidak perlah lepas menatap Kasih. Hal itu membuat Kasih yang sebetulnya masih takut pada pria usai kejadian malam itu, menjadi gemetar dan tidak nyaman.“Bagaimana, Dok?” Kasih langsung bertanya usai dokter selesai memeriksa.Dokter itu menghela napas, lalu m
Baca selengkapnya

7. Permintaan Kasih

“Xavi, sebaiknya kamu dengerin kakekmu.” Kasih turun tangan melihat penolakan keras Xavier akan rencana kakeknya.“Nggak mau!” kukuh Xavier yang masih memeluk erat Kasih. “Jo sudah hilang, sekarang hanya Kak Sisi yang jadi teman main Xavi.”Wibowo menatap miris, tetapi ia juga mulai merasa kesal. Menghadapi Xavier yang dingin, dan keras kepala di kala dewasa nyatanya lebih mudah, dibanding menghadapi kelakuannya yang bocah seperti ini. “Tapi kamu harus segera pulang, Xavi!”“Xavi nggak mau pulang. Pokoknya Xavi mau ikut Kak Sisi, tinggal di rumah Kak Sisi.”Kasih melongo mendengarnya. Ia jadi tidak enak hati pada kakek Wibowo. “Xavier, tidak baik bersikap egois,” tutur Kasih, mencoba memberi pengertian lagi pada Xavier.Pria balita itu kembali menggeleng. Ia benar-benar tidak ingin lepas dari Kasih yang telah dianggapnya Ibu Peri, juga satu-satunya teman setelah kehilangan Johan.“Kek, gimana kalau kita bawa Kasih juga?” Tiba-tiba, Jeremy memberi usulan. “Dengan keadaan Xavier yang se
Baca selengkapnya

8. Menikahi Billionaire Bodoh

Wibowo dan Jeremy saling berpandangan. Tak mereka sangka bahwa gadis cantik itu justru mengajukan perceraian."Bercerai? Tapi itu ...." Wibowo tak habis pikir dengan syarat yang diajukan oleh Kasih.Gadis itu menggeleng pelan. Ia terlihat sudah yakin akan keputusannya. "Saya tidak bisa memaksakan pernikahan ini, Kek. Tapi jika itu untuk menyembuhkan Xavier, saya setuju. Hanya saja jika setelah dia nanti ingat semuanya, saya tidak mau memaksa kehendaknya."Ucapan Kasih begitu tulus dan serius. Wibowo dapat merasakan bahwa gadis itu sama sekali tak memiliki niatan buruk dengan keluarganya.Pria itu menghela napas berat. "Baiklah kalau kamu serius akan hal itu. Kakek akan menyetujui syaratnya. Tapi ... jika suatu saat ada hal yang berubah, Kakek juga tidak akan memaksa," tuturnya sembari menatap ke arah Xavier."Iya, Kek.""Baiklah. Karena kamu sudah setuju, nanti kita buat syarat itu di atas kertas. Kakek juga berutang nyawa Xavier padamu. Dan sekarang bersiaplah karena kita akan segera
Baca selengkapnya

9. Bayi Besar yang Manja

Kasih menegakkan badannya dengan perasaan campur aduk. Dia duduk dan kembali menatap wajah suaminya."Masa sih dia...?" gumamnya dalam keheranan.Pikirannya melayang sejenak, membayangkan berbagai kemungkinan mengapa suara itu muncul. Gadis itu kaget saat mendengar suara dingin dan terkesan dewasa yang tiba-tiba memanggil nama lengkapnya. Padahal di dalam kamar itu hanya ada dirinya dan Xavier yang tertidur pulas. Apakah itu mungkin perasaan sedihnya saja?Ia kemudian menggeleng pelan, mencoba meyakinkan diri. "Aku pasti salah dengar," ujarnya pelan.Kasih kembali membaringkan tubuhnya di samping Xavier, merasa lega karena menganggap dia hanya salah dengar saja. Ia sendiri harus cukup beristirahat, meredakan kelelahan karena harus merawat bayi besar yang manja dan terus menempel padanya. Meski begitu, Kasih sama sekali tidak merasa keberatan.*Ternyata, malam pertama mereka berlalu begitu saja tanpa kejadian yang istimewa. Kasih dan Xavier sama-sama tenggelam dalam tidur yang lelap,
Baca selengkapnya

10. Berhasil Membujuk

"Xavi ...." Mendengar namanya dipanggil dengan lembut, Xavier melepaskan pelukannya. Kasih pun memberikan senyuman padanya. Perlahan ibu jari Kasih mengusap lembut sudut bibir suaminya yang kotor. "Kamu harus nurut apa kata Kakek sama Kak Jeremy, ya? Nanti kita ke rumah sakit. Aku juga ikut, kok," bujuk Kasih dengan suara lembutnya yang penuh kasih sayang. "Tapi sakit, Sisi. Xavi nggak mau disuntik ... Biar Sisi aja yang rawat Xavi. Nggak mau kalau dokter," rengeknya terdengar menyedihkan. Kasih lagi-lagi menghela napas. "Hahhh. Xavier, pemeriksaannya nggak selalu disuntik, kok. Nanti kamu hanya diperiksa saja sama dokter, dilihat lukanya bagaimana. Jadi jangan takut, ya?" Pria bocah itu terdiam. Sebenarnya dia ingin menolak lagi, namun jika Ibu Perinya yang bicara, dirinya seolah enggan untuk menolak. "Kamu kan harus cepat sembuh, Xavi. Bukankah lebih baik kalau pas kita main kepalamu nggak sakit lagi?" Gadis cantik dengan rambut panjang dikepang satu itu kembali memberikan ala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status