Share

5. Mencari Kasih

"Rin. Kenapa belum berangkat ...?" Nilam menyusul putrinya karena mendengar suara. Namun, ucapannya terjeda ketika melihat dua orang pria asing yang tak dikenal berdiri di depan rumah. "Eh? Ada tamu? Cari siapa, Mas?" tanya Nilam berubah ramah.

Xavier beralih menatap wanita paruh baya di hadapannya. Tatapannya masih saja tajam.

"Bu, mereka mencari Kasih," bisik Arina pada sang ibu.

Nilam membulatkan kedua matanya lalu menatap kembali pada dua pria asing itu. "Oh. Mencari Kasih? Tapi ... Kasih sudah tidak tinggal di sini ...." jawabnya dengan senyuman ramah. Mencoba menutupi kegelisahannya karena telah berhasil mengusir sang keponakan.

Xavier tak merubah ekspresi wajahnya yang dingin. "Di mana dia sekarang?"

Nilam gelagapan. Tampak wajah itu mulai memucat. Aura menyeramkan yang terpancar dari pria tampan berjas hitam itu begitu kuat dirasakan. Belum pernah sebelumnya Nilam bertemu dengan seseorang beraura menyeramkan seperti itu.

"Ah. Emmm. Apa tidak se-sebaiknya Anda berdua masuk dulu?" ucap Nilam mempersilakan kedua tamu tak dikenal itu untuk masuk ke dalam rumah.

Xavier berjalan menuju ke teras rumah dan memilih duduk pada kursi kayu yang ada di sana. Johan pun berdiri di sampingnya.

"Tidak perlu, kami tidak akan lama.” Xavier menjawab, masih dengan ekspresi dinginnya. “Anda bilang, Kasih sudah tidak tinggal di sini? Lalu, di mana dia tinggal sekarang?”

Nilam menelan ludahnya. Kehadiran dua orang itu seperti debt kolektor yang sedang menagih utang. Suasana di depan rumah itu pun menjadi begitu canggung.

“Maaf, Om, kami nggak tau.” Arina yang berdiri di samping Nilam menggenggam lembut tangan sang ibu, lantas mulai menebar kesaksian bohongnya. “Kasih diusir dari kampung ini karena mabuk-mabukan dan berbuat mesum.”

Arina yang kebetulan menyimpan foto-foto mesum Kasih, lantas memperlihatkannya pada Xavier.

Wajah pria itu terlihat mengernyit. Johan di sisinya, ikut-ikutan memastikan foto di layar ponsel itu. Dua pria itu saling lirik, lantas menyerahkan kembali ponsel itu pada sang pemilik.

Melihat hal itu, Nilam bisa bernapas sedikit lega. “Ah, benar. Anda pasti belum tahu soal itu, kan?” Sebuah senyum sudah bisa muncul dari bibirnya yang tadi pucat. “Ngomong-ngomong, Tuan-Tuan ini siapa? Apa keponakan saya juga membuat masalah dengan Anda berdua?”

Xavier merasa terganggu dengan penjelasan barusan, tetapi ia tidak langsung percaya. “Kalian tidak perlu tahu siapa kami.” Dengan lirikan singkat, ia memberi kode pada Johan untuk segera angkat kaki dari sana.

Kepergian dua pria yang salah satunya begitu dingin itu membuat Nilam dan Arina bingung. Namun, dua orang jahat itu bisa mencium gelagat, jika dua pria itu bukanlah orang sembarangan.

“Ingat-ingat wajahnya, Rin. Kita harus waspada sama mereka,” pesan Nilam ketika mobil Alphard itu meninggalkan pekarangan rumahnya.

Di dalam mobil, Xavier tidak berhenti berpikir. Keterangan dari warga dan juga bibi Kasih sama—gadis itu dikenal nakal, hingga berakhir diusir dari tempat tinggalnya. Belum lagi, foto-foto yang diberikan Arina tadi.

Tadinya, Xavier pikir perbuatan mesum yang menjerat Kasih adalah ketika mereka menghabiskan malam berdua. Ternyata, bukan.

Meski bukti-bukti sudah dilihat, Xavier masih merasa janggal. Malam itu, ia yakin betul tidak mencium alkohol dari mulut Kasih. Pun jika Kasih memanglah gadis nakal, tidak mungkin Xavier yang pertama kali merenggut kesuciannya, kan?

Anggukan samar dari Xavier terlihat. Ia lantas melirik ke arah Johan yang tengah mengemudi. “Aku yakin, Kasih dijebak. Johan, pastikan kamu menyelidiki ini.”

Johan mengangguk, siap. Sementara Xavier kembali berkutat dengan puzzle-puzzle di pikirannya. Tentang Kasih, yang ternyata masih sangat muda, yang kesuciannya telah ia renggut karena sebuah jebakan.

Pikiran Xavier yang penuh itu teralih ketika mobilnya ditabrak dari belakang.

Brak!

“Sial! Mereka sengaja menabrak kita, Tuan!” lapor Johan terus berusaha menghindari mobil di belakang yang terus mengikuti.

Xavier menoleh ke belakang untuk mengetahui mobil yang dimaksud. “Tepikan mobilnya! Aku yakin, mereka adalah orang yang mengincarku.”

Menuruti sang tuan, Johan pun mengambil laju paling kiri. Nahas, ulah mobil itu yang terus menabrakkan diri ke mobil Alphard yang membawa Johan dan Xavier tidak juga berhenti.

Hingga dua mobil itu melintasi sebuah jembatan, dan tiba-tiba mobil Alphard kehilangan kendali hingga nyaris terperosok ke jurang.

Kondisi dua pria di dalam mobil yang menggantung itu sudah bersimbah darah. Terutama Xavier yang duduk di belakang dan tidak mengenakan sabuk pengaman.

Saat dua pria itu kepayahan, beberapa pria dari mobil yang menabrak mereka datang menghampiri.

Bugh! Brak!

Kaca dan pintu mobil itu dibuka paksa. Wajah-wajah sangar muncul, lalu menyeret Xavier yang keadaannya mulai melemah. “Mau apa kalian? Siapa yang menyuruh kalian?” tanya Xavier di ujung kesadarannya.

“Anda tidak perlu tahu, Tuan Muda.” Salah seorang dari pria bengis itu berujar, memerintah anak buahnya. “Bereskan dia, dan hanyutkan yang satunya!”

Hantaman demi hantaman diterima Xavier, hingga membuat tubuhnya tumbang ke tanah. Ia terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah segar. Melihat kondisi Xavier sudah jauh dari kata bisa bertahan, para bandit itu pun segera hengkang.

Keadaan kampung yang sepi membuat kondisi Xavier semakin mengenaskan. Xavier yang kondisinya sudah berada di luar mobil, dengan sisa tenaga mencoba mencari pertolongan.

Beruntung, saat itu ada seorang gadis dengan koper besarnya melintas.

“Tolong….”

Langkah kaki gadis itu melambat ketika mendengar sayu-sayup suara meminta tolong. Lalu, ketika menelusuri asal suara lirih tersebut, sang gadis memekik, dan langsung menghampiri pria mengenaskan itu.

“Ya ampun, apa yang terjadi?!” Tubuh gadis itu menggigil ketakutan melihat kondisi pria di hadapannya. Wajahnya sudah tak terlihat akibat darah di mana-mana. Beberapa bagian di wajahnya bahkan bengkak.

“Tolong, simpan ini.” Xavier merogoh kantongnya, dan menyerahkan ponselnya pada gadis itu. “Jangan berikan pada siapa pun, selain aku….”

"A-apa?" Saat gadis itu menerima ponsel tersebut, saat itu juga Xavier tak sadarkan diri. "Astaga! Mas, Mas! Bangun, Mas!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status