"Kasih, jangan menolak." Wibowo kembali membujuk."Tapi, Kakek. Biaya kuliah di kampus Bhumi Raya mahal. Sebenarnya saya pernah mendapatkan beasiswa di sana, hanya saja saya gagal mendapatkannya," cicit Kasih merasa tak enak hati. Ia sudah hidup enak di rumah mewah Xavier dengan segala fasilitasnya, dan jika harus berkuliah dengan biaya Kakek Wibowo, itu hal yang menurutnya berlebihan untuk membalas budi.Wibowo mengerti sekarang. Cucu menantunya bukanlah gadis yang mengincar kekayaan suaminya. Pria itu pun memiliki sebuah ide. "Jangan khawatir, Kasih. Kuliahmu ditanggung dengan beasiswa. Jadi isi saja data dirimu dan pilihlah jurusan yang kamu inginkan," bujuk pria tua itu lagi.Kasih diam memikirkan jawaban atas tawaran tersebut. "Jadi saya akan mendapatkan beasiswa?"Wibowo mengangguk membenarkan."Ka-kalau begitu baiklah, Kakek. Saya akan mengisi data ini dan menyerahkannya ke Kakek," ucap Kasih akhirnya setuju."Jadi Sisi mau kuliah?" tanya Xavier sembari menatap wajah cantik ist
Beberapa mobil mewah telihat memasuki area hotel bintang lima. Orang-orang dengan peran penting hadir dalam acara pesta peresmian salah satu cabang hotel yang akan segera dibuka. Termasuk Xavier yang masih memiliki peran penting di sana sebagai salah satu pemilik saham. Meski sudah kehilangan ingatannya, namun Xavier harus tetap hadir demi menutupi keadaannya dan juga menjaga nama baik perusahaan."Ingat, nggak boleh lari-lari, nggak boleh pisah sama aku, dan nggak boleh peluk-peluk," bisik Kasih mengingatkan sebelum mereka turun dari mobil."Iya, iya. Tapi jangan lama-lama. Xavi kan nggak boleh tidur lebih dari jam sembilan," rengek pria itu.Kasih menghela napas berat. "Iya, aku usahakan," sahutnya.Pasangan itu pun segera turun dari mobil. Xavier turun lebih dulu dan pria itu menunggu Kasih. Xavier segera mengamit tangan istrinya sesuai dengan latihan mereka. Pria itu sepertinya menurut perintah dari Kasih saja."Pak, tolong jemput jam sembilan, ya?" ucap Kasih sopan pada sang sopi
Seorang wanita cantik dengan gaun merah maroon berjalan mendekati Xavier. Gaunnya yang berkerlip terlihat anggun dan seksi dengan belahan yang memperlihat pahanya yang mulus.Xavier memilih diam karena tak mengenali wanita tersebut. Dia tak menjawab dan memilih kembali menatap ke depan, menunggu mobil jemputan dan juga menunggu Kasih kembali."Tuan sedang apa? Mau saya temani?" tanya wanita itu sembari berjalan semakin dekat. Dia bahkan mencoba meraih tangan Xavier. Namun dengan kasar Xavier menepisnya."Jangan sentuh!" sentak Xavier merasa tak nyaman.Wanita itu kaget dan mundur dua langkah. Dia menelan ludahnya dan kembali tersenyum. "Maaf, Tuan. Tapi acara ramah tamahnya masih berlangsung. Sebaiknya Tuan Xavier menunggu di dalam," bujuknya.Xavier menoleh dan pria itu memasang ekspresi kesal. Lalu ia kembali memalingkan muka."Eummm." Wanita itu bergumam dan dia kembali berjalan mendekat. Ada sebuah ide yang muncul di kepalanya untuk mendapatkan Tuan Muda kaya raya seperti Xavier.
"Ada apa, Pak?" tanya Kasih pada sopir pribadi suaminya."Maaf, Nona. Tiba-tiba ada motor yang berhenti di depan," jawab sang sopir sembari menatap ke depan di mana dua motor menghalangi jalan mereka.Xavier kaget dan pria itu terbangun dari tidurnya. Dia menatap bingung ke arah Kasih. "Ada apa, Sisi?"Dua motor berhenti tepat di depan mereka dan empat orang menatap ke arah mobil tersebut. Jalanan yang terlihat sepi membuat suasana terasa mencekam. Kasih mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. Apa lagi dua pria yang tadi membonceng mulai turun dari motor mereka dan mendekat ke arah mobil. Tiba-tibq saja mereka berdua mengetuk jendela mobil dengan benda tumpul."Woy! Buka!" teriak salah satu dari mereka.Kasih mulai ketakutan. Terlebih pria-pria tak dikenal itu mengenakan masker dan juga helm sehingga wajah mereka tak dapat dia lihat. Dan gadis itu menangkap mereka membawa balok kayu sebagai senjata."Gimana ini, Non?" tanya sang sopir yang juga terlihat ketakutan.Kasih mencoba teta
Ckiiit!Suara decitan ban mobil terdengar cukup nyaring. Mobil itu berbelok tajam tepat di sebuah tikungan sebelum mencapai jalan raya."Bangsat!" teriak salah satu preman saat buruan mereka lolos dari kejaran.Mobil Xavier akhirnya berhasil mencapai jalan raya yang ramai akan kendaraan-kendaraan yang lainnya. Kasih pun menghela napas lega sembari mengusap-usap bahu suaminya."Akhirnya kita berhasil ...." gumam gadis itu."Me-mereka nggak akan ngejar lagi, kan, Sisi?" tanya Xavier sembari terus menatap ke belakang.Kasih menggeleng pelan. "Sekarang sudah aman, Xavi. Kita pulang sekarang."Xavier kembali menenggelamkan kepalanya pada dada Kasih. "Kenapa di dunia ini ada orang-orang yang jahat, sih? Mereka memangnya siapa mau mukulin mobil Xavi? Nanti Xavi dimarahin Kakek ...." cicitnya masih ketakutan.Kasih mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Xavi. Kita aman sekarang."Pria itu terus meringkuk ketakutan. Namun berkat perlindungan Kasih, ia mulai tenang. Hingga mobilnya tiba memasuki h
"Sisi, bangun," ucap Xavier yang kini duduk menghadap istrinya yang masih terlelap."Sisi, Sisi ...." panggil pria itu lagi sembari menoel-noel pipi Kasih."Emhhh." Kasih melenguh pelan saat merasakan sentuhan di pipinya. Gadis itu baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi. Dan kini saat masih mengantuk, ia harus dibangunkan oleh suami bocahnya."Sisi, bangun ... Kita kan harus sarapan. Xavi lapar ...." Pria itu mulai merengek di pagi hari.Kasih membuka kedua matanya. Gadis itu kini membulatkan kedua matanya saat melihat wajah menggemaskan Xavier yang sedang menatapnya. Namun dia memalingkan muka ketika menyadari suaminya itu bertelanjang dada."Kenapa Sisi nggak mau melihat Xavi? Apakah wajah bangun tidur Xavi jelek?" tanya pria itu.Kasih terdiam. Gadis itu segera duduk dan menatap wajah tampan suaminya yang manja. Ia tatap wajah itu lekat-lekat."Kamu tadi malam mencari siapa?" tanya Kasih saat teringat dengan pertanyaan yang dilontarkan sang suami dengan suara dinginnya.Xavier me
"Jadi kalian datang lagi, ya?" Jeremy tersenyum begitu hangatnya pada pasangan Kasih dan Xavier."Ah. Iya. Ini sesuai perintah Kakek," jawab Kasih. Sementara suaminya bersembunyi di balik tubuhnya."Jaga-jaga si Xavier. Kalau dia bertingkah seperti itu nanti akan ketahuan para karyawan," tunjuk Jeremy."Apa, sih? Xavi nggak suka Jerry!" ucap pria tampan yang masih bersembunyi di balik tubuh mungil Kasih."Tapi Kak Jeremy ada benarnya juga, Xavi. Ayo, tegakkan badanmu," ucap Kasih dengan lembut. Dengan wajah cemberut, Xavier menuruti permintaan Kasih. Pria itu menegakkan badannya. Kini dia kembali gagah. Jeremy pun menatap geli ke arah adik sepupunya itu."Memang cuma sama kamu dia nurut. Padahal kalau dia nggak hilang ingatan dia sama sekali nggak mau mendengarkan siapa pun. Dia itu terkenal arogan," ucap Jeremy.Kasih menatap pria yang tak kalah gagah dari Xavier. Hanya saja jika Xavier memiliki karakteristik wajah yang dingin dan tegas, Jeremy justru terlihat sangat ramah."Dia ...
"Ah. Maaf ...." ucap seorang wanita yang baru saja membuka pintu. Dia kaget sendiri melihat adegan ambigu yang dilakukan oleh sang direktur dan sekretarisnya.Pintu pun kembali tertutup rapat dari luar."Tu-tunggu!" Kasih mencoba memanggil. Namun wanita itu sudah pergi."Astaga ...." gumam Kasih malu. Sementara Xavier menatap bingung ke arah pintu ruangannya."Dia nggak sopan. Seharusnya Kakak itu kan mengetuk pintu dulu," gerutu Xavier."Tapi ... Seperti pernah lihat wajahnya," gumam Kasih dengan dahi mengernyit. Gadis itu pun mendorong tubuh Xavier agar dia kembali duduk."Dia yang gangguin Xavi dengan pamer susu itu, kan?" tebak sang direktur bocah."Sepertinya iya. Jadi dia kerja di sini?" gumam Kasih."Oh. Tidak! Jangan-jangan dia mau ganggu Xavi lagi! Gimana ini, Sisi? Xavi nggak suka. Jijik lihat Kakak yang pamer susu itu!" Xavier memeluk dirinya sendiri.Kasih menatap suaminya yang kembali meributkan sesuatu. Gadis itu pun membetulkan pakaiannya. Lalu membantu membetulkan keme
Beberapa hari telah berlalu. Di kediaman Xavier dan Kasih sudah mulai kembali tenang. Kali ini Xavier tak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya."Kakek dengar kamu diculik, Kasih. Bagaimana keadaanmu?" tanya Wibowo di sela-sela makan malam yang diadakan di kediaman Xavier."Aku baik-baik saja, Kek," sahut Kasih sembari tersenyum."Benarkah?""Iya. Kakek jangan khawatir. Xavi selalu menjagaku dengan baik. Bahkan pelakunya sudah ditangkap," jawab wanita cantik itu."Syukurlah kalau begitu." Wibowo terlihat lega mendengarnya. Pria itu kemudian menatap sang cucu."Kakek tidak perlu khawatir. Orang-orang yang telah berani menyentuh Kasih sudah berada di tempat yang benar," ujarnya dengan tatapan tegasnya.Wibowo mengangguk. "Kakek percaya padamu, Xavier. Kamu ternyata benar-benar mirip dengan ayahmu. Sampai akhir hayat pun William melindungi ibumu dengan baik. Meski akhirnya takdir berkata lain dan Tuhan mempersatukan mereka di tempat yang baru," paparnya teringat dengan sang put
Xavier pulang dari kantornya dengan ekspresi lesu. Pria itu langsung mencari sang istri yang tengah duduk di taman belakang, menikmati suasana sore yang indah."Sayang," panggil Xavier yang berjalan mendekati istrinya."Ah ... Xavi ...." sahut Kasih dengan senyuman cerah yang langsung menghangatkan hati sang pria dingin."Aku mencarimu, ternyata kamu di sini," ucap pria tampan itu yang kemudian duduk di sebelah Kasih."Aku hanya sedang menikmati waktu senggang ku, Xavi. Dan kamu sudah mandi?""Kenapa? Apa kamu mau memandikanku?" goda Xavier. Pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi Kasih dengan lembut."Haha. Kamu kan sudah besar, Xavi.""Iya, iya. Aku sudah besar. Dan sebentar lagi aku akan memiliki anak denganmu," bisiknya sembari mengusap lembut perut Kasih yang terasa semakin membesar."Iya. Semoga anak kita sehat, ya, Xavi?""Aamiin."Kasih menoleh menatap wajah suaminya. "Tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanyanya sembari mengusap pipi Xavier d
Kejadian penculikan tersebut membuat Xavier semakin posesif pada istrinya. Pria itu kini meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Kasih di mana pun wanita itu berada."Pokoknya jangan sampai kalian mengalihkan perhatian kalian dari istriku! Kalian harus bisa melindunginya! Aku juga sudah membayar kalian untuk bekerja dengan benar!" tegas Xavier sebelum pria itu memasuki mobilnya."Baik, Tuan," jawab dua orang bodyguard yang diberi tugas dengan patuh."Xavi ... Apakah masih lama?" tanya Kasih yang sudah duduk menunggu di dalam mobil."Ah. Tidak. Aku segera ke sana," ucap Xavier. Lalu pria itu kembali menatap kedua bodyguard-nya. "Dan satu hal lagi. Tangkap orang yang bekerja sama dengan perempuan kurang ajar itu!""Baik, Tuan."Setelah mendengar jawaban dari dua bodyguard-nya, Xavier segera masuk ke dalam mobil. Pria itu akan memastikan istrinya baik-baik saja saat tiba di kampus. Untuk sementara, Xavier masih mencari keberadaan pelaku lain di balik penculikan istrinya. Setidaknya
Kasih mencoba melepaskan ikatannya. Sejak tadi ia tidak melawan karena takut pada keadaan kehamilannya. Namun ternyata Arina memilih nekat."Jangan macam-macam!" seru Kasih."Kenapa? Kamu takut? Nyatanya suami kamu nggak dateng, tuh. Lagian ... Siapa juga yang mau sama cewek bekas," cela Arina merendahkan sepupu tirinya lagi."Ughhh ...."Gadis itu berjalan semakin mendekat. Saat itu juga, tanpa mereka berdua sadari, datanglah segerombolan orang."Berhenti di situ!" Suara tegas dan dingin itu terdengar dari arah pintu masuk.Xavier datang tepat waktu. Pria itu pun berlari menerjang Arina dan berhasil menjauhkannya dari Kasih yang masih terikat."Argh!" Arina memekik kesakitan saat tubuhnya yang lebih kecil didorong dengan kuat. Lalu datanglah beberapa orang lagi yang mulai menangkapnya."Lepas!" teriaknya mencoba melepaskan diri.Sementara Xavier berhasil melepaskan istrinya dan segera menggendong wanita itu dengan kedua tangannya."Bawa dia dan kita akan memberikan hukuman yang setim
"Tahan Nona Kasih dan mintalah orang di rumah untuk membawakan mobil lain ...." pinta sang sopriypribadi Xavier. Dari suaranya terdengar ia sedang kesakitan."A-apa?! Jadi yang barusan ...." gumam sang bodyguard mulai panik. "Sial!" umpatnya."Selamatkan Nona Kasih ...." ucap sang sopir lagi."Baiklah. Kamu juga bertahanlah dan minta bantuan yang lain. Aku akan segera menghubungi yang lainnya untuk mencari mobil itu dan menyelamatkan Nona!" serunya.Setelah mendapatkan laporan tersebut, mereka segera mencari keberadaan mobil sang Nona Muda. Laporan pun terdengar sampai ke telinga Xavier dengan cepat."Berengsek! Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang melukai istriku! Segera tangkap orang itu!" titah Xavier dengan amarah yang memuncak.Pria tampan itu segera bangkit dari tempat duduknya untuk ikut mencari keberadaan Kasih. Beberapa anak buahnya pun dikerahkan untuk mencari keberadaan mobil yang ditugaskan untuk menjemput sang istri."Sialan! Bagaimana bisa kalian kecolongan seperti i
"Sisi, ini hari terakhir kamu ujian, kan?" tanya Xavier saat dia dan Kasih sedang bersiap di dalam kamar."Iya. Kenapa?" tanya wanita itu sembari mengepang rambutnya yang panjang dan hitam.Xavier berjalan mendekat. Pria itu kemudian berlutut di samping sang istri yang sedang duduk di depan meja rias."Nanti malam kita makan di restoran biasa, ya?" ajak pria itu dengan senyuman lembut yang memesona.Kasih segera memasang pita merah muda di ujung rambutnya. Wanita itu pun tersenyum tak kalah manis. "Iya.""Bagus." Xavier meraih tangan sang istri dan menempelkannya pada salah satu pipi. Diciumnya telapak tangan yang halus itu dengan lembut."Xavi ... Kamu kebiasaan, deh," protes Kasih merasa geli. Ada rasa basah di telapak tangannya."Memangnya kenapa? Aku hanya melakukan ini denganmu," sahut Xavier yang kemudian mencium punggung tangan istrinya."Dasar, Om!" ejek wanita itu.Salah satu alis Xavier terangkat. "Apa maksudmu meledekku lagi, ha? Apa kamu sengaja mau dihukum pagi ini dan ng
"Tapi harganya ...." gumam Kasih, tak bisa berhenti memikirkan harga perhiasan yang baru saja diberikan suaminya. Dia merasa takut karena perhiasan itu terlalu mahal baginya.Xavier hanya terkekeh melihat reaksi istri kecilnya yang terlihat begitu lucu dalam kebingungan. "Jangan khawatir, Sayang," ujarnya dengan lembut. "Aku tidak akan jatuh miskin hanya dengan membelikanmu kalung dan anting ini. Lagi pula, perhiasan ini sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding jasamu yang telah menyelamatkan nyawaku sebanyak dua kali."Terbayanglah dalam benak Kasih saat ia memberanikan diri menolong Xavier dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Serta saat ia dengan nekat merebut racun pada minuman Xavier dan meneguknya."Tapi aku ikhlas melakukannya ...." sahut Kasih. Dia tak suka jika suaminya hanya berbuat baik karena ingin membalas budi saja."Iya, aku mengerti. Jadi jangan sungkan, Sisi. Mintalah padaku apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan menurutinya," ucap Xavier sembari memeluk Kasih
"Jadi ... Kita mau ke mana?" tanya Kasih saat dalam perjalanan pulangnya dari kampus. Sang suami dengan sengaja menjemputnya."Ikut saja," jawab Xavier dengan sebuah senyuman misterius.Kasih menaikkan kedua alisnya. "Baiklah. Aku akan menurut saja," sahutnya.Mobil membawa keduanya ke sebuah toko perhiasan terbesar di kota. Kasih menoleh menatap sang suami saat mobil sudah mulai memasuki area parkir."Beli perhiasan?" tanya Kasih.Xavier menjawab dengan anggukan. "Ya. Ayo!" ajaknya sembari mengulurkan tangannya.Pasangan itu kembali menjadi pusat perhatian ketika berjalan memasuki toko perhiasan. Sambutan hangat pun diterima mulai dari pintu depan."Salamat datang, Tuan dan Nona," sambut sang manajer toko."Hm." Xavier membalas dengan anggukan."Silakan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu dengan ramah."Aku mau membelikan perhiasan untuk istriku," jawab Xavier yang seperti biasa, selalu tegas dan dingin pada orang lain."Anda tepat sekali dat
Sebuah helaan napas terdengar dari mulut Xavier. Dia sadar bahwa sudah tidak ada jalan keluar selain jujur pada kakeknya."Itu benar, Kek," ucapnya dengan suara yang berat, tanpa berani menatap bola mata Wibowo yang tajam. Dia tahu betul bahwa kebenaran ini akan melukai hati kakeknya. Tapi, apa daya? Xavier tak ingin terus menyimpan rahasia dan berbohong pada orang yang telah membesarkannya semenjak kedua orang tuanya tiada.Sementara itu, Wibowo tampak kaget mendengar pengakuan dari cucunya. Namun, pria tua itu mencoba untuk tidak kehilangan kendali dan berusaha tetap tenang di hadapan Xavier."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dan di mana wanita itu? Apa benar dia kekasihmu?" tanya sang kakek lagi terdengar pilu.Xavier lagi-lagi menghela napas. Pria itu menatap layar tablet sang kakek lalu menggeser pada foto sprei yang terdapat noda merah."Dia bukan kekasihku ... Di waktu itu ...." jawabnya.Kedua alis Wibowo saling bertaut. "Apa maksud kamu?"X