Share

3. Tuduhan

"Kamu mungkin tidak ingat, karena dalam kondisi mabuk di sini, Kasih!”

Seseorang berteriak lagi, menentang keyakinan Kasih yang kukuh bila ia difitnah.

“Baru juga lulus SMA, sudah mabuk-mabukan! Bukankah katanya dia siswa berprestasi dan dapat beasiswa? Apa sekolahnya tidak tahu, kalau tenyata siswa kebanggaannya justru mencoreng nama baik sekolah?”

Kasih langsung menoleh ke arah orang yang berbicara kalimat barusan. Dengan mata berkaca-kaca, ia masih mencoba membela diri. "Tapi, Bu ... Saya tidak mabuk. Saya bahkan tidak pernah menyentuh alkohol sedikit pun."

Tanpa diduga, Bulik kemudian mendengus. “Alah, nggak usah membela diri, Kasih! Lagaknya kayak nggak pernah minum-minum!” Wanita setengah baya itu langsung menatap para tetangga. “Padahal setiap malam dia mabuk-mabukan. Saya sendiri yang sering memergokinya.”

"Bulik ...." Kasih menoleh dengan tatapan kaget. Mengapa buliknya malah menambahkan berita bohong tersebut? Kepalanya menggeleng cepat. "Kenapa Bulik bohong!”

"Kamu yang bohong!” seru Bulik mengibaskan tangan ke udara dengan ekspresi jengah. “Sudahlah, Bulik sudah capek nasihatin kamu. Sekarang, terserah warga dan Pak RT saja, mau diapakan keponakan kurang ajar saya!”

Omongan Kasih yang dianggap hanya anak-anak, juga barang bukti foto, dan kini ditambah kesaksian Nilam—bulik Kasih, semakin membuat warga yakin untuk mengusir gadis itu.

“Sudah, Pak RT! Usir saja dia!”

“Benar! Kami tidak mau kampung yang damai ini dapat musibah karena kelakuannya.”

“Tenang, tenang dulu semua….” Pak RT kembali mencoba menengahi. Ia kemudian menatap Kasih dengan penuh wibawa. “Kasih, apa kamu ada bukti kalau semua itu fitnah?”

Gadis itu berpikir, lalu teringat jika ada seseorang yang bisa menjadi saksi sebab semalam mereka bersama.

“Arina, Pak RT.” Dengan suara bergetar dan pelan, Kasih menyebut nama anak Nilam. “Semalam, dia yang pergi bersama saya,” ujarnya lagi begitu yakin jika sepupunya itu bisa membebaskannya dari tuduhan keji.

Tak beberapa lama, Arina yang masih menggunakan seragam sekolah, sebab hari ini adalah hari kelulusan mereka, muncul. Para warga menunggu kesaksian Arina dengan tak sabaran, begitu pun Kasih.

Namun, harapan Kasih hancur lebur ketika kesaksian Arina justru semakin membuatnya terperosok ke dalam jurang.

“Foto itu benar.” Arina menatap Kasih dengan berani. “Aku sudah mencoba menghentikan Kasih agar tidak minum, tapi, dia justru bertindak semakin parah dengan mengundang 3 pria yang tidak kami kenal.”

Saat itu, rasanya hidup Kasih seperti kiamat. Tidak pernah ia bayangkan, jika kenyataan yang diingatnya semalam, justru diputar oleh Arina—entah untuk tujuan apa.

“Arina, apa yang kamu katakan….”

“Aku mengatakan yang sebenarnya, Kasih. Kamu bahkan hampir saja membuatku celaka dengan mengundang pria-pria menjijikkan itu!” lanjut Arina, kini sembari sesenggukan.

Kasih menggeleng tak percaya. Namun, sekeras apa pun ia menyangkal, ia hanyalah seorang diri. Tidak adanya satu bukti pun yang bisa Kasih tunjukkan membuat Pak RT akhirnya menyetujui keinginan warga untuk mengusir Kasih dari kampung ini.

“Maaf, Kasih. Kalau begitu, silakan kamu keluar dari kampung kami.”

**

Matahari mulai merangkak naik, ketika Xavier sudah kembali ke hotel tempat ia meninggalkan Kasih.

“Gadis itu kabur, Tuan!” lapor sang asisten usai mencari keberadaan Kasih yang tidak ia temui di sudut mana pun kamar hotel ini.

Pria itu kemudian menatap potongan-potongan kertas yang berserakkan di lantai. "Sial, beraninya dia tidak menuruti perintahku!"

“Apa Tuan ingat ciri-cirinya?” tanya sang asisten lagi.

“Namanya Kasih. Dia tinggal di sebuah kampung yang tak jauh dari sini. Dan dia ...." Pandangan pria itu seketika semakin menggelap. "Masih remaja."

Johan—asisten Xavier terkejut mendengar penuturan tersebut. Pasalnya, peristiwa penjebakan atau hadiah wanita malam untuk menghibur para pemimpin adalah hal yang sudah biasa di dunia bisnis. Hanya saja, baru kali ini ia menemukan jika wanita yang diberikan sebagai hadiah itu adalah seorang remaja.

Xavier yang semula sudah lunak dan bahkan berniat bertanggung jawab karena telah mengambil kesucian gadis itu, perlahan berubah pikiran.

Dengan kaburnya Kasih, ia menganggap praduganya benar, jika Kasih adalah wanita bayaran yang disuruh pesaing bisnisnya.

“Aku akan menemukannya, Johan.” Dengan mata berkilat, Xavier bertekad. “Aku akan pastikan dia mengatakan siapa yang telah mengirim dirinya padaku!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status