All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 21 - Chapter 30

40 Chapters

21. Buket Bunga dari Hakim

Aini membuka matanya perlahan, saat merasakan sentuhan pelan pada tangannya. Rupanya seorang perawat tengah membetulkan tali infus dalam temaramnya lampu tidur kamar perawatan. "Gimana, Bu, masih pusing?" tanya perawat itu padanya. "Sedikit, Sus," jawab Aini dengan suara serak. "Semoga nanti hilang ya. Memang gak langsung hilang setelah dikasih obat dari infusan. Efek obatnya perlahan. Besok pasti lebih enak kepala dan badannya. Suaminya dari tadi nungguin loh, sampe ketiduran. Terlihat sekali pak Dhuha khawatir sama Ibu dan bayi Intan." Suster menoleh pada Dhuha. Pria yang tertidur pulas dengan menyandarkan kepalanya di sofa. Aini pun baru sadar, bahwa ia berada dalam ruangan berbeda. "Iya, suami saya memang perhatian banget, Sus. Pasti sekarang ia capek dan ngantuk berat.""Bener, Bu, soalnya pak Dhuha dari mulai sampai sampai satu jam yang lalu masih wara-wiri ngurusin obat dan kamar VVIP yang sekarang Ibu tempati.""Lalu putri saya, Sus?" "Itu, di bilik sebelah. Baru tidur l
Read more

22. Tiket Honeymoon

"Opa sudah sampai daritadi? Kenapa gak bilang kalau mau menyusul ke sini?" tanya Dhuha berjalan cepat menyusul opa Fauzi yang berjalan masuk ke kamar perawatan Aini. "Kalau kamu yang urus, pasti aja lama. Opa gak percaya. Makanya opa suruh Hakim cepet nyusulin kamu ke sini." Opa berjalan mendekati Aini. Pria berusia senja itu tersenyum, memberikan punggung tangannya untuk dicium oleh istri sang Cucu. "Gimana keadaan kamu Aini? Udah baikan?" "Udah Opa. Maafkan Aini jadi merepotkan semua." Aini tersenyum canggung. Ia benar-benar merasa tidak enak hati atas musibah yang ia alami. Semua orang sibuk, bahkan opa yang sudah tua pun ikut menyusulnya. "Suami kamu udah minta maaf sama kamu?" Opa Fauzi menoleh ke arah Dhuha. "Sudah, Mas Dhuha langsung minta maaf begitu saya sadar. Langsung dipeluk juga." "Masa aku gebukin, ya jelas aku peluk kalau istri nangis!" "Dih, sewot!" Hakim kembali terkekeh melihat kelakuan sepupunya yang tidak seperti biasanya. "Dia gak mau ngakuin
Read more

23. Luna Mencari Dhuha

Tiga hari teleponnya diabaikan oleh Dhuha, tentu saja Luna merasa ada yang aneh. Wanita itu mencari tahu dengan datang ke kantor Dhuha, ia mengira mantan kekasihnya itu sedang sibuk sekali, sehingga tidak bisa angkat teleponnya. Ternyata Dhuha pun tidak ada di kantor. Sayangnya, ia tidak bertemu dengan sekretaris Dhuha, sehingga ia pun pulang dengan tangan kosong tanpa tahu ke mana Dhuha sebenarnya. CV yang sudah ia kirimkan pada Dhuha belum mendapatkan balasan dari pria itu. Namun, jangan panggil ia Luna jika ia mudah menyerah, wanita itu pun memutuskan pergi ke rumah Dhuha. Ya, siang ini, Luna mengendarai mobilnya menuju rumah pria incarannya. Ia berharap mendapatkan informasi dari pembantu pria itu. "Permisi, apa Dhuha-nya ada? Mbak siapa ya?" tanya Luna saat ia turun dari mobil dan bertemu dengan Citra yang sedang menggendong Intan. Suster dari Opa Fauzi itu tengah mengambil paket di dalam box yang terletak di luar pagar. "Oh, Tuan Dhuha lagi pergi honeymoon. Saya Citra, suste
Read more

24. Bayaran Malam Pertama

"Siapa, Citra? Kayaknya tadi kamu bicara sama tamu," tanya opa Fauzi begitu Citra berjalan ke ruang tengah. "Gak tahu, Tuan. Dia gak bilang namanya. Cuma nanyain tuan Dhuha. Saya bilang tuan Dhuha honeymoon fan cewek itu gak percaya. Cantik dan naik mobil, Tuan.""Oh, begitu, mungkin teman Dhuha. Ya sudah, gak papa. Saya mau jemput Izzam di tempat kursus. Kamu di sini saja temani Intan.""Baik, Tuan, hati-hati di jalan."Pria enam puluh sembilan tahun itu masih sangat gagah, walau sering drop kesehatan jantungnya. Masih bisa bolak-balik ngantor dan juga bawa mobil. Sebenarnya ia bisa saja minta tolong sopir, tapi pria itu tidak mau. Hari-harinya tambah semangat sejak masuknya Intan dan Izzam dalam kehidupan cucunya; Dhuha. Sementara itu, di Bali, Dhuha dan Aini berasa di sebuah cottage yang pemandangan di depannya adalah pantai. Jika Aini tidak tahu mau ngapain diajak honeymoon, maka Dhuha masih menyibukkan diri melakukan zoom meeting.Pria itu baru saja selesai setelah dua jam zoo
Read more

25. Nikahi Saja Kekasihmu

"Kamu kira aku beneran? Ya, gaklah! Sudah, kita dari tadi bicara terus, kapan makannya. Ayo, makan semua hidangan ini, mumpung aku baik." Aini menghela napas. Ia sudah benar-benar takut Dhuha menginginkan malam pertama dengannya, sedangkan dia... Lebih baik jangan. Batin Aini. "Mas Dhuha hobi sekali bikin jantung saya deg-degan. Untung cuma akting. Kalau beneran, pakai apa saya harus gosok daki di badan saya ini he he he ... "Keduanya pun Sama-sama tertawa. Selesai makan, keduanya berjalan-jalan menyusuri pantai. Dhuha yang membawa kamera, mengambil beberapa spot foto yang estetik untuk album fotografi kegemarannya. Ya, Dhuha sedang fotografi dan memiliki beberapa kamera canggih. Sekedar hobi, tetapi terkadang menghasilkan juga untuknya, jika hasil jepretan kecenya, ia kirim ke majalah atau sedang ikut kompetisi. "Mas, saya difoto ya. Buat kenang-kenangan," seru Aini semangat. "Oke, ambil gaya yang benar! Jangan manyun saja. Smile!" Aini pun tersenyum malu-malu. Ada beberapa gay
Read more

26. Kabar Mengejutkan dari Dhuha

"Kenapa, Bos, lesu banget udah hampir dua mingguan ini? Perasaan lapak penuh terus," tanya Zaki pada Anton. Duda tanpa anak pemilik gudang pengepul barang-barang rongsokan yang sejak tadi menatap kosong pemandangan di depannya. Anton hanya menghela napas. Rokok yang ada di tangannya, ia buang ke tanah. Lalu ia injak dengan kuat. Seolah-olah rasa kesalnya sudah tidak tertahankan lagi. Zaki adalah asisten dari Anton yang selalu disuruh memantau lokasi dan para pemulung agar bekerja dengan baik dan menjaga agar pemulung di wilayahnya, berbentrokan dengan pemulung wilayah lain. "Bos! Dih, diem aja! Kenapa? Apa karena Mbak Aini gak ke sini lagi ya? Mbak Aini pindah gak bilang-bilang Bos ya? Dengar-dengar, udah nikah sama anak orang kaya loh. Bos udah tahu belom?""Eh, dapat info dari siapa Lu?" Anton begitu terkejut mendengar informasi yang baru saja keluar dari mulut Zaki. "Ibunya Eko-lah. Tadi saya kebetulan ketemu di warung dekat kuburan Yasin. Ibunya Eko cerita. Rumah Mbak Aini jug
Read more

27. Telepon dari Luna

PoV DhuhaAku begitu terkejut saat mendengar penuturan Aini yang mengatakan bahwa ia tidak apa dimadu. Ia ikhlas dan menerima jika aku menikahi wanita yang aku cintai. Tentu saja bagiku, ini bagaikan air segar di tengah gurun pasir. Mbak Aini ternyata setulus dan sebijak ini mengerti masalah yang saat ini kami jalani. Dia benar-benar tidak egois dan memanfaat kebaikan serta rasa ibaku.Aku memang ada niatan untuk membina hubungan serius kembali dengan Luna, tapi aku juga gak mau terburu-buru. Kring! KringAku tersentak saat ponselku berdering. Nomor yang tidak aku kenali menghubungiku. Aku abaikan saja. Namun, kali ini kontak Luna yang memanggil. "Halo, Cantik.""Mas, kenapa gak angkat nomor papa?""Eh, papa? Ada apa papa telepon? Aku gak tahu karena belum simpan nomor papa. Ya udah, aku telepon balik ya. Tunggu!" Tanpa menunggu lagi, aku pun menelepon kontak yang tadi. Jantung ini rasanya deh degan juga karena bertanya-tanya ada keperluan apa papanya Luna mencariku? "Halo, Om."
Read more

28. Aini Ditaksir Bule

Aini tersenyum di depan cermin sambil merapikan rambutnya. Wajahnya sudah tidak lagi kusam, meskipun kulitnya masih sangat coklat. Aku bersyukur karena Aini ternyata wanita yang tidak banyak drama dan sangat bisa diajak kerja sama. Mungkin ini alasan kenapa Tuhan mempertemukan aku dan Aini malam itu. Jika saja aku menyetujui dijodohkan dengan Monik, maka aku takkan pernah berada di dekat Luna seperti mimpiku yang tidak akan lama lagi terwujud. Pagi ini, jam sembilan, kami akan bertemu dengan Luna dan juga papa dari Luna. Aku sengaja memilih pagi hari karena udara di luar masih bersahabat. Siang sampai sore, aku dan Luna berencana berkeliling di sekitar sini. "Mas, ayo, nanti kita terlambat," ujar Aini yang membuyarkan lamunanku. "Oh, iya, ini sudah jam sembilan tepat." Aku melihat jam di tangan. Aku segera beranjak dari sofa, berjalan lebih dahulu untuk membuka pintu. Aini berjalan di belakangku seperti biasa. Kami berpapasan dengan bule lelaki dan wanita. Aini tersenyum begitu ra
Read more

29. Perhiasan

"Saya bosan di kamar terus, Mas. Pengen keliling sekitar sini saja. Cuma sebentar," jawab Aini dengan suara setengah memohon. Aku tetap menggeleng. "Sorry, Sir, she is my wife." "Oh, yes, you should be near your wife." "Of course."Aku langsung menarik tangan Aini agar segera berbalik ke arah kamar kami. "Kamu tahu kan, Mbak, kenapa kita bisa berakhir di sini? Karena orang jahat sama kamu dan Intan. Sekarang kamu mau keluar sendirian lagi. Di sini banyak orang asing dan kamu.... ""Mas Dhuha!" Suara Luna membuatku sontak menoleh ke arah kanan. Wajah Luna cemberut dan aku sudah siap jika harus menerima sikap kesalnya. "Katanya mau ke kamar mandi, rupanya sama mbak Aini. Aku nunggu lama di depan loh!" Luna melipat kedua tangannya di dada. "Ini, Aini keliling sama bule. Nanti kalau dijahatin orang gimana? Ya aku suruh ke kamar aja! Kamu jangan cemburu, Cantik. Aini sudah menjadi bagian dari kehidupan yang aku jalani saat ini. Ketika mau siap dengan konsekuensi itu, maka kamu gak b
Read more

30. Pakaian Seksi Luna

"Besok saya akan menikahi Luna. Mbak Aini gak papa?" tanyaku sambil menoleh ke samping. Kami berbaring di ranjang yang sama malam ini, sambil menatap langit kamar. Sebenarnya mbak Aini sudah menutup mata, tapi aku tahu, ia belum tidur. "Gak papa, Mas. Santai saja." Wanita itu masih menutup mata. "Kalau nanti saya lebih fokus ke Luna, Mbak juga aman kan?" tanyaku lagi. Aini mengangguk yakin. "Gak papa, Mas, saya baik-baik saja. Justru saya akan merasa bersalah jika menghalangi cinta Mas Dhuha dengan mbak Luna. Di jaman sekarang, cinta itu adalah kata yang mudah diucapkan, tapi prakteknya tidak. Mas Dhuha membuktikan bahwa cinta itu tulus dan masih ada untuk mbak Luna, meskipun kalian sudah lama tidak berjumpa. Mas tipe yang setia kalau gitu, he he he.... " Aini tertawa, kali ini ia membuka mata dan ikut menoleh ke kanan, ke arahku. "Iya, saya susah move on. Lalu Mbak Aini sendiri gimana? Maksudnya dengan ayah anak-anak." Wanita itu hanya tersenyum saja. "Jika diingat, maka saya ak
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status