All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 51 - Chapter 60

205 Chapters

51. Mertua Minta Jabatan

"Eh, suamiku sudah pulang." "Duh, kaget! Kirain kamu udah tidur." Aku mengurut dada karena terkejut. Dalam kegelapan kamar, Luna menyapaku. Sepertinya memang sengaja, buktinya sekarang dia sedang menertawakanku. Segera saja aku menekan saklar lampu. "Mau aku buatkan minum, Mas?" aku menoleh ke belakang dan kali ini, Luna menghampiriku hanya dengan br@ dan kain segitiganya. Padahal kamar ini dingin. Apa ia tidak takut masuk angin? Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas. Aku ambil sarung kotak-kotak yang ada di pinggir ranjang, lalu aku berikan padanya. "Tadi pagi, aku karena pusing, makanya kita bisa bercin t@. Sekarang aku lagi gak pusing, justru aku lagi sadar, sehingga aku gak mau mengulanginya. Pakai itu dan aku gak usah dibuatkan air karena aku mau tidur. Aku capek!" Wajah Luna langsung cemberut. Namun, tumben ia menurut, apa karena ia takut aku tinggalkan. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai mandi, Luna sudah menyiapkan baju piyamaku di ranjan9. Pa
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

52. Aini Menata Hati

PoV Aini"Lauknya apa saja, Mas?" "Lauk ikan tongkol suwir, capcay, sama sambal goreng kentang. Jangan lupa sambalnya ya, Mbak." Aku mengangguk, lalu mengambil semua menu yang diangkat pelanggan warung makan tempat aku bekerja. Alhamdulillah, setelah mulai bekerja dan sibuk mengurus anak-anak, perlahan aku bisa melupakan mas Dhuha. Bukan sepenuhnya, tetapi aku mulai menerima takdir. Langit dan bumi memang tidak akan pernah bisa berdekatan. Jaraknya jauh dan tidak terukur. Aku rasa, mas Dhuha pun tidak akan bisa menemukanku di sini. Ayolah, Aini, sadar. Dhuha udah bahagia dengan istrinya, Luna. Mereka setara dan cocok. Tidak mungkin Dhuha capek-capek mau nyari kamu, gak ada manfaatnya juga. Benar sekali, fokusku saat ini adalah bekerja dan mengurus anak saja. Izzam sudah mulai sekolah di PAUD yang didaftarkan oleh bos Anton. Intan boleh aku bawa saat aku bekerja karena pemilik warung makan ini masih saudara bos Anton. Senangnya hati ini dikelilingi orang-orang baik. "Ini, Mas." A
last updateLast Updated : 2024-09-25
Read more

53. Izzam Sakit

"Minum dulu obatnya, Nak." Aku memberikan sendok obat sirup pada Izzam. Putraku demam sudah dua hari dan hari ini aku terpaksa ijin tidak bekerja. Aku membawa Izzam ke puskesmas. Untunglah aku tidak pernah telat membayar BPJS meskipun aku hanya bekerja mulung barang bekas dan botol plastik. Sehingga anak-anak cepat aku bawa berobat jika sakit. Intan pun sama. Sebenarnya Intan dan Izzam termasuk jarang sakit, tetapi karena rutinitas harian yang baru, berangkat terlalu pagi dan pulang juga malam hari, sehingga tubuh Izzam masih adaptasi. "Pengen muntah, Bu," kata Izzam sambil menutup mulutnya. "Gak papa, nanti juga hilang. Ini, cium aroma kayu putih, pasti gak pengen muntah lagi." Aku memberikan kayu putih pada Izzam. Anak lelakiku itu pun menurut. "Nonton televisi aja ya, Ibu mau jemur cucian. Kalau mau muntah, panggil Ibu." Izzam mengangguk. Aku berjalan membawa keranjang cucian dari ruang cuci. Sekilas aku melirik kamarku untuk mengecek Intan, apakah masih nyenyak tidur. Untung s
last updateLast Updated : 2024-09-26
Read more

54. Aku Tidak Mau Cerai!

Di lain tempat, Luna yang seharian melakukan perawatan ke salon, sama sekali belum membuka ponselnya. Jadi, kalimat talak yang dikirim oleh Dhuha sama sekali belum ia baca. Setelah melakukan rangkaian peremajaan diri, ia merasa lebih rileks dan tenang. Meskipun sebenarnya saat ini di kepalanya banyak sekali hal yang harus ia selesaikan. Kring! KringLuna baru tersadar saat nama papanya muncul di layar ponsel. "Halo, Pa.""Halo, Luna, kamu di mana? Ada Dhuha pulang, tapi dia sepertinya sedang memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Bibik yang bilang, cepat kamu pulang!""Hah, mas Dhuha... b-baik, Pa, Luna akan segera pulang. Papa please, tahan dulu suami Luna ya!""Oke, tapi cepat." Luna segera menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. "Mbak, saya rasa sudah cukup rambut saya di blow-nya. Saya mau pulang, ada urusan. Jadi semuanya berapa?" kata Luna tergesa-gesa. Ia melangkah cepat menuju kasir. "Perawatan saya berapa, Mbak? Atas nama Luna.""Mbak Luna total perawatan dikenakan biaya s
last updateLast Updated : 2024-09-27
Read more

55. Menantu Bukan Tulang Punggung

"Aku sengaja menahan diri untuk nggak kasi tahu kamu, Mas, karena aku maunya surprise, t-tapi...." Luna terisak. Maria menghampiri menantunya yang masih terbaring di brangkar rumah sakit, tetapi sudah berada di kamar perawatan VIP. Wanita itu tersenyum sambil mengusap kepala menantunya. "Jangan khawatirkan Dhuha. Talaknya tidak berlaku karena kamu sedang hamil." Wanita itu tersenyum penuh haru. Tentu saja, hal ini yang sudah ia nantikan sejak lama. Cucu dari cucu pertama keluarga suaminya. Cucu kebanggaan yang akan meneruskan perusahaan keluarga. "Dhuha akan bersikap manis, Mama yang jamin. Ya kan, Dhu?" Dhuha mengangguk sambil memberikan senyumnya. Wanita itu memanggil putranya untuk mendekat. "Peluk istri kamu. Wanita ini hamil anak cucu keturunan kita. Masalah yang ada saat ini, bisa kita selesaikan secara kekeluargaan. Betul begitu Pak Heri?" Maria menoleh pada besannya. "Anak saya akan membantu sebisanya karena anak saya bukan tulang punggung keluarga istri. Anak saya tidak
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

56. Kabar Kehamilan

"Tapi lebih baik jangan yang masih saudara. Mmm... kata bu Santi, ada duda yang senang sama kamu. Anton namanya. Betul begitu?" Aini hanya menyeringai saja. Bu Santi benar-benar ember bocor! Gumam Aini dalam hati. "Oh, itu, Aini belum memikirkan sampai ke sana Opa. Biarlah mengalir begitu saja. Kalau jodohnya, pasti ketemu. Lagian, Aini masih kapok berumah tangga." Aini mengulum senyum. "Opa paham!""Oh, iya, Opa. M-mas Dhuha dan Mbak Luna bagaimana kabarnya?" tanya Aini berbasa-basi. "Luna sedang hamil anak Dhuha. Baru saja ketahuan beberapa hari lalu." Wajah Aini langsung mematung. "Kamu gak papa'kan?""Oh, gak papa, Opa. Alhamdulillah, akhirnya Opa punya cicit beneran." Aini berusaha meredakan gejolak hati yang tak menentu setelah ucapan opa Fauzi. Wanita itu sampai harus mengepalkan tangan agar tidak ketahuan gemetar. "Opa jemput Izzam sekolah dulu, setelah itu, baru Opa ke kantor." "Baik, Opa, maaf sudah merepotkan Opa." Pria paruh baya itu hanya tersenyum saja sambil menga
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

57. Ponsel Siapa?

"Dhuha, kenapa kamu belum pilih mau model undangan yang mana? Sudah sepuluh macam Mama kirim ke kamu. Masa gak ada satu pun yang kamu suka. Heran, deh, sama pernikahan sendiri gak semangat!" Dhuha melirik jam dinding di kantornya yang sudah berada di angka sembilan malam. Ia baru saja selesai meeting zoom dan mamanya langsung menelepon begitu ponsel ia aktifkan. "Dhuha terserah Mama aja. Tanya Luna saja.""Kalian ini, Luna bilang tanya kamu karena takut nanti salah kalau pilihan dia." "Nggak, Ma, pilih aja bebas. Mau pake undangan online dan offline bebas. Dhuha mau balik dulu, Ma. Udah kemalaman ini. Udah ya, Ma." Lelaki itu segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Berjalan menuju lift dengan langkah tak semangat. Di satu sisi ia bahagia akan menjadi ayah, tetapi rasa bahagianya masih mengganjal. Ada yang tidak beres dengannya, tetapi ia tidak tahu apa. "Malam Pak Dhuha.""Malam Pak Adi." Dhuha menahan kakinya yang baru saja akan keluar dari lobi utama. "Pak Adi sopir o
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

58. Rekaman Video

"M-mas, itu bukan punyaku! A-aku gak tahu itu milik siapa? Dari mana kamu mendapatkannya dan.... ""Ini, lihat lagi yang jelas. Ini rekaman ada di dalam mobil kamu kan? Aku menemukan benda ini di mobil kamu, di bawah jok." Dhuha memperlihatkan video tak jelas yang menampakkan sedikit kejadian di dalam mobil. Ponsel lipat tadi diluruskan memanjang oleh lelaki itu agar sang Istri dapat melihatnya dengan jelas. "Sini, Mas!" Luna hendak merampas ponsel tersebut. "Tidak, ponsel ini aku pegang, sampai aku menemukan siapa pemiliknya.""Tanggal video adalah tanggal di mana, pertama kali kamu menggodaku bukan? Kamu mengejarku dan ini kejadian sebelum kita malam pertama. Aku bahkan tak sadar kalau kamu memang sudah tak perawan. Lebih baik, kita ke rumah sakit sekarang.""Mas, apa yang kamu lakukan? Kamu meragukan bayi kita, Mas!" Luna menangis ketakutan. Tubuhnya gemetar hebat karena ia tak siap dengan malapetaka yang pernah ia ciptakan sendiri. "Aku hanya ingin memastikan saja. Ikut aku ke
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

59. Menguntit

PoV "Kamu yakin opa saya sering ke rumah itu?" tanyaku pada Leo. Jam satu malam kami berhenti di depan sebuah rumah sederhana, tetapi berpagar. Aku terus memperhatikan dengan seksama. Apa selingkuhan opa yang ada di sana? Apa istri baru? Aku semakin cemas saja membayangkan wanita yang mungkin saja menjadi simpanan opa ku. Sudah pasti, wanita muda yang mau dengan kakek-kakek itu, hanya mengejar hartanya saja. Bukan murni mencintai opa. Tapi siapa? "Siapa nama pemililik rumah itu?" "Gak tahu, Bos, belom nanya saya." Aku mnecebik. "Kamu ini, harusnya dapat informasi jelas dong, siapa pemilik rumah itu. Kerja apa? Ketemu di mana sama opa. Apa dia LC, biduan organ tunggal, atau sekretaris nakal yang mengejar harta opa ku saja? Jangan setengah-setengah gini, jadinya nanggung kan?""I-iya, Bos, maaf, saya terlalu senang karena berhasil dapat informasi, jadinya langsung kabari bos Dhuha. Jadi, sekarang bagaimana, Bos?""Ck, gue salah bayar orang kayaknya. Udah, lo tunggu di sini dah, gue
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

60. Nikahnya Sudah, Malam Pertamanya Belum

"Halo, lu di mana, Dhu?""Gue lagi ada urusan, Kim." Aku memperhatikan Aini yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggendong Intan yang baru saja habis mandi. Aku masih saja dicemberuti gara-gara aku sebal saat nama Anton disebut Aini. "Urusan apa? Tumben lo gak ngantor? Tumben juga gak ada info ke sekretaris lo.""Iya, dadakan urusannya. Mungkin tiga hari aku ijin gak ngantor dulu. Udah dulu ya, Kim, gue lagi beneran sibuk."Aku segera menutup panggilan dari Hakim. Ponsel pun aku matikan setelah aku berikan pesan pada sekretarisku untuk reschedule jadwal meeting hari ini. Aku tidak ingin ada yang mengangguku saat ini karena aku harus berbaikan dengan Aini. Dari pada dengan Luna yang penuh dengan kebohongan, lebih baik dengan Aini. Gak jelek juga, manis malah, meski kulitnya agak coklat. "Mau sampai kapan di sini?" tanya Aini ketus. Tangannya berada di pinggang seolah-olah tengah menantangku. "Suka-suka saya. Kamu itu istri saya, kenapa saya harus pergi dari sini?" Aini
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more
PREV
1
...
45678
...
21
DMCA.com Protection Status