All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 71 - Chapter 80

305 Chapters

71. Kemarahan Dhuha

Dhuha sudah sampai di kantor. Emosi masih bersarang di hati dan pikirannya. Pantas saja pria bernama Anton tiba-tiba datang ke rumahnya membawa gulali. Apa karena memang pria itu adalah ayah dari bayi yang dikandung Aini? Atau sebenarnya mereka adalah komplotan? Semakin ia memikirkan peristiwa tadi, semakin sakit hatinya. Tok! Tok! "Pak, permisi!""Jangan ganggu saya! Jangan biarkan siapapun masuk ke ruangan saya, termasuk kamu! Paham!""B-baik, Pak." Sekretaris pria itu begitu syok dan hampir menangis karena dibentak oleh bosnya. Dhuha belum pernah semarah ini sejak ia ditugaskan sebagai sekretaris. "Pak Dhuha kenapa, Mit?""Gak tahu, gue dibentak kenceng banget! Baru kali ini Pak Dhuha marah besar. Ada apa ya?" "Serius? Pak Dhuha bentak lo?" "Iya, pantesan dari baru sampai gue terus juga gak nengok sama sekali. Pintu ruangannya juga dibanting keras. Duh, ada apa ya? Gue jadi takut." Kasak-kusuk antar sekretaris Dhuha dan staf lainnya tentu saja dengan mudah menyebar sampai ke
last updateLast Updated : 2024-10-12
Read more

72. USG

PoV Dhuha"Dhuha, ini sudah masuk bulan kelima kehamilan Luna. Kamu gak kepengen lihat bayi kamu? " ujar mamaku saat tengah menikmati sarapan di rumahnya. Ya, sejak Aini pergi entah ke mana, aku kembali tinggal di rumah mama. "Belum pasti juga itu bayi Dhuha, Ma." Mama menghela napas. "Kalau ternyata memang bayi kamu, gimana?" aku menaruh lagi sendok yang sudah aku pegang. "Dhuha akan tanggung jawab menafkahi anak Dhuha, tapi untuk rujuk dengan ibunya, mohon maaf, Ma. Dhuha tidak bisa. Luna selingkuh.""Bukannya Aini juga? Aini juga selingkuh'kan?" Aku langsung bangun dari duduk dengan kasar. "Saya berangkat, Ma. Pulang malam." Aku langsung keluar rumah tanpa mendengar interupsi dari mamaku. "Mama gak mau tahu, sore ini kamu harus ke rumah sakit. Temani Luna USG!" Aku sempat mendengar teriakan mama dari depan pintu, tetapi aku enggan menjawab. Hari-hariku sudah seperti biasa lagi. Hanya saja, jika aku melihat anak kecil seumuran Izzam, aku kembali mengingat anak dari Aini. Sayan
last updateLast Updated : 2024-10-12
Read more

73. Siapa Wanita Itu?

"Ibu Luna!" Tiba-tiba tanganku ditarik oleh Luna saat seorang perawat memanggil namanya. Aku dan Anton masih saling mengunci pandangan, tetapi kemudian lelaki itu pergi. Aku menoleh pada Luna yang berekspresi biasa saja. "Wah, Mbak Luna datang bersama suami juga akhirnya." Aku hanya tersenyum tipis pada dokter yang nampak senang aku ikut datang. "Silakan langsung berbaring di ranjang, Mbak." Luna pun berbaring. Dokter mengoleskan seperti gel di atas perut Luna yang membuncit. "Mas-nya boleh mendekat, sini lihat bayinya." Aku pun mendekat, meski enggan. Bayi itu bergerak dan sudah terlihat bentuknya. Mata, hidung, kaki, telinga, semuanya ada. Jauh dalam hatiku aku bersyukur karena jika bayi yang dikandung Luna memang bayiku, paling tidak, ia sempurna secara fisik. "Gimana kondisi bayi saya, Dok?" tanya Luna. "Alhamdulillah semua kondisi baik dan sesuai ukuran bulannya. Bulan depan kontrol lagi, berarti masuk enam bulan ya. Banyak istirahat dan minum vitamin. Saya akan berikan vita
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

74. Gue? Cemburu?

"Rumah lo segede gini, gak takut dirampok, kalau sering ditinggal?" tanyaku berbasa-basi. "Nggak, ada satpam yang bantu bersih-bersih seminggu sekali. Awalnya emang di rumah ini ada CCTV, tapi sekarang udah gak berfungsi karena rumah ini emang gak ditempati mama. Ini karena kebetulan aja.""Oh, jadi lo nanti balik ke Surabaya s-sama cewek hamil tadi?" "Iya, gue ke Surabaya nganter Aini sama mama. Jadi, mama pergi ke sekolah lama Izzam. Itu nama ponakan gue yang laki. Sekalian ijin dan minta surat pindah." Aku menghela napas. Berarti Aini akan dibawa ke Surabaya. "Lex, kayaknya gue mules nih, gue pinjem kamar mandi belakang ya. Gak enak kalau ke kamar mandi di kamar lo lagi?" aku pura-pura menepuk pelan perut dengan wajah meringis. "Oh, gitu, bukan karena masakan di rumah gue kan?""Oh, b-bukan, ini gue beneran mules. Emang biasanya gue selalu rutin pagi-pagi, tapi tadi belum mules. Mungkin karena semalam gue minum." "Oh, ya, udah, terus aja, belok kiri dekat dapur kotor." "Oke,
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

75. Digendong

PoV AiniAku membantu bu Asma memasak sarapan pagi ini. Ini hari kedua aku tiba di Jakarta lagi, setelah sekian bulan aku tinggal di Surabaya. Alasannya adalah karena sekolah baru Izzam meminta surat pindah sekolah. Padahal masih TK, aku mengira tidak perlu pakai surat pindah, tetapi kebijakan sekolah baru Izzam, membutuhkan tersebut. "Masak apa?" tanya Alex, adik dari almarhumah mbak Listy. Wanita yang merupakan cinta pertama suamiku dan kemudian menjadi pelakor dalam rumah tanggaku. "Mama bikin nasi goreng dan ayam goreng serundeng. Ada roti bakar untuk anak-anak. Kamu mau makan yang mana, terserah kamu aja. Tinggal pilih." Jawaban dari bu Asma. Aku sedang menyeduh teh dalam teko saat itu. "Ada teman Alex, Ma.""Iya, Mama lihat dari jendela semalam. Kamu bawa temen mabuk. Dia boleh gabung di meja makan kalau sudah hilang mabuknya. Mama gak mau kalau sampai ponakan kamu melihat orang mabuk berkeliaran di rumah ini.""Iya, Ma, lagian karena dia terlalu mabuk aja. Kalau nggak, juga
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

76. Kembali ke Surabaya

"Dhuha, lo bisa tolong bawain paper bag belanjaan gue? Please!" "Oh, gitu, ya... baiklah. Biar gue bantu bawain." Mas Alex menggendongku untuk sampai di bangku yang terletak di pinggir dekat tenant kopi. Lalu mas Dhuha benar-benar membawakan paper bag dengan wajahnya yang ditekuk. "Mbak mau makan dulu?" tanyaas Alex. "Iya, lagi pengen makan ayam crispy." Aku menelan ludah membayangkan betapa nikmatnya makan ayam kriuk. "Tapi, kita bungkus aja ya. Saya khawatir kalau makan di tempat, Mbak Aini malah kenapa-napa. Tunggu di sini ya, saya belikan dulu.""Dhuha, lo temenin dulu mbak Aini ya." Duh, kenapa mas Alex malah minta pria itu yang menungguku. "Ya, gue di sini saja." Aku mengeluarkan ponsel berlogo apel digigit yang dibelikan bu Asma. HP canggih seperti milik mas Dhuha dan mbak Luna. HP yang selama ini hanya bisa aku lihat saja, kini bisa aku gunakan meskipun hanya untuk berkirim pesan whatsapp dan menelepon. Aku sama sekali tidak peduli dengan mas Dhuha yang ternyata sudah du
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

77. Foto dari Hakim

PriaMas, kamu mau apa lagi ke sini, sih?" Aini mendesis kesal. Perutnya pun ikut bergolak saat emosinya meluap. "Mau lihat anak-anak. Kemarin aku gak lihat mereka." Dhuha menjawab sambil berbisik di dekat telinga Aini. Sontak wanita itu mundur."Aw!" Perutnya mendadak keram. "Eh, k-kenapa, Ai? Mau melahirkan?""Ayah Dhuha, Ayah Dhuha ikut ke Surabaya kan? Atau ayah Dhuha mau jemput Izzam sama ibu? Ibu pernah nangis loh, inget ayah katanya." Aini menarik pelan tangan Izzam agar ikut duduk di dekatnya. "Izzam, nenek Asma dan Om Alex gak boleh tahu ayah Dhuha. Nanti ayah Dhuha diomelin nenek Asma. Jadi, kita rahasia ya." Aini memberikan jari kelingkingnya pada Izzam. Anak lelaki kecil itu menoleh pada Dhuha dan pria itu pun mengangguk setuju. "Tapi nanti Ayah jemput Izzam sama ibu dan adek Intan kan?" "Iya, Ayah selesaikan dulu pekerjaan Ayah di sini ya. Izzam jagain ibu di Surabaya. Kalau ada om-om nakal deketin ibu, bilang sama Ayah.""Gak lucu!" Sela Aini kesal. "Ayah, coba peg
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

78. Dhuha Cengeng

Uek! Uek! Maria memperhatikan putranya yang lari terbirit-birit menuju wastafel di dapur. Baru juga dua suap bubur ayam yang masuk ke mulutnya, tetapi sudah keluar lagi. Maria berlari menyusul Dhuha sambil membawakan minyak kayu putih. Wanita itu dengan perhatian mengurut leher belakang sang Anak. Uek! Uek! "Duh, kamu kenapa, Dhu? Udah dua hari begini loh. Masa baru diisi sedikit udah keluar lagi. Ke dokter ya?" Dhuha hanya pasrah saja karena kepalanya berkunang-kunang. Tubuhnya lemas bagaikan tak bertulang. "Mama anter ke kamar kamu ya?" Dhuha hanya mengangguk saja. Maria memapah Dhuha masuk ke kamar. Mengoleskan minyak angin di dahi putranya sebelum ia keluar dari kamar. "Ma, mangga yang di kulkas minta tolong dikupas. Dhuha mau ngilangin eneg. " Maria yang sudah diambang pintu, langsung menoleh kembali ke belakang. "Apa? Mangga? Lambung kamu nanti luka. Gak makan nasi, malah makan mangga. Semalam juga makan mangga sebelum tidur. Gak boleh, nanti kita ke dokter. Tunggu Mama te
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more

79. Kabar untuk Aini

"Bukan gitu, tapi Aini tinggal sama Alex.""Hah, apa? Serius lo?""Iya, gue mau ceritain ke lo, tapi gue lagi gak enak begini. Uek! Uek!"Baru bicara sedikit lebih banyak, Dhuha sudah kembali muntah dan tidak bisa menahannya. Padahal, sudah ada obat anti mual di suntikan ke dalam cairan infus. Hakim dan perawat pun sibuk membereskan muntahan Dhuha. Tidak ada yang keluar dari perut pria itu, hanya air saja, tapi berwarna pucat. Maria masuk ke ruangan IGD kembali, tetapi Luna tidak. Ibu hamil tidak disarankan masuk ke ruangan IGD karena khawatir banyak virus. "Ya Allah, kenapa, Dhu?" tanya Maria saat melihat perawat, petugas kebersihan membersihkan lantai dan juga seprei bed. "Dhuha muntah lagi, Mami. Mabok berat ini." Hakim menjawab sambil menahan sedikit rasa jijik. "Ya ampun, kamu kenapa sih, Nak?"Disaat Maria sibuk dengan Dhuha, Hakim keluar dari ruangan IGD, maksud hati ingin langsung menelepon Alex. Namun, hal itu belum jadi ia lakukan karena tiba-tiba sudah ada Luna yang men
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more

80. Tes Kesuburan

FlashbackPoV Anton"Jadi, Bos, suaminya Mbak Aini itu nikah juga sama perempuan namanya Luna. Ini saya punya fotonya." Dedi memberikan ponselnya padaku. Ada tiga foto di sana dengan berbagai angle. "Cantik.""Iya, Bos, lulusan sarjana luar negeri. Mantan pacarnya suaminya Mbak Aini." Aku mengangguk paham. "Jauh banget bedanya sama Aini. Pantesan si Aini disia-siain lakinya. Nikah gak jelas." Aku memberikan ponsel itu lagi pada Dedi. "Tapi, Bos, kayaknya nih cewek mau menyingkirkan Mbak Aini. Biar Mbak Aini cerai dari suaminya." "Udah bisa ketebak, sih. Mana ada perempuan mau dimadu. Mau cakep, jelek, hitam, putih, yang namanya istri, pasti gak terima dimadu. Kasihan Aini ya.""Begitulah, Bos. Mm... apa saya perlu mengikuti ke mana cewek itu lagi, Bos?""Ya, ikuti trus. Pokoknya jangan sampai dia ganggu atau menyakiti Aini dan anak-anak." "Baik, Bos." Dedi keluar dari gudang tempat biasa aku bekerja. Hari ini tidak terlalu banyak masuk barang karena sudah tiga hari hujan. Kardus
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more
PREV
1
...
678910
...
31
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status